Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN RASA AMAN NYAMAN SISTEM

INTEGUMEN DAN IMUNITAS “SYNDROM STEVEN JOHNSON”

Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengajar : Ibu Syamsidar, S.Kep, Ns, M.Kes

Disusun Oleh :
OLEH : KELOMPOK 3 (KELAS III C)

MERVIANTI IBRAHIM (751440119076)


NURUL FAUZIAH AHMAD (751440119082)
SRI EWIN RAHMAN (751440119092)
RENALDI YANTU (751440119084)
RIFKY ADEMULYA POU (751440119086)
YULIANTI PUTERI (751440119098)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan tugas tentang Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa
Aman Nyaman Sistem Integumen Dan Imunitas “Syndrom Steven Johnson”. Tugas ini
disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya


kepada dosen pengajar dan rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu dalam
penyusunan tugas ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini jauh dari kata sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi
acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik  di masa yang akan datang.

Gorontalo, 01 September 2021

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I  PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. .
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II  PEMBAHASAN

A. Definisi Sindrom Stevens-Johnson


B. Etilogi Dari Sindrom Stevens-Johnson
C. Patofisiologi Sindrom Stevens-Johnson
D. Manifestasi Sindrom Stevens-Johnson
E. Pemeriksaan Penunjang Sindrom Stevens-Johnson
F. Komplikas Sindrom Stevens-Johnson ?
G. Penatalaksanaan Sindrom Stevens-Johnson
BAB III  KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Rencana Asuhan Keperawatan
BAB III  PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sindrom Stevens-Johnson Dijelaskan pertama kali pada tahun 1922, sindrom
Stevens-Johnson merupakan hipersensitivitas yang dimediasi kompleks imun yang
merupakan ekspresi berat dari eritema multiforme. Sindrom Stevens-Johnson (SSJ)
(ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom mukokutaneaokular, eritema multiformis tipe
Hebra, eritema multiforme mayor, eritema bulosa maligna) adalah sindrom kelainan kulit
berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir
orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk.
(Hamzah,2002)
Meskipun nama penyakit ini sudah lama dikenal di kalangan medis, namun karena
penderitanya jarang sehingga kurang diketahui masyarakat. SSJ bisa terjadi karena adanya
kompleks imun di dalam tubuh. Ketika terjadi ikatan antara antigen dan antibodi yang
disebut sebagai kompleks imun, kompleks imun tersebut menimbulkan reaksi pada tempat
dimana dia mengendap sehingga menimbulkan kerusakan jaringan. SJS ini secara khusus
melibatkan kulit dan membran mukosa atau selaput lendir organ tertentu. Di kalangan medis
nama penyakit ini dikenal juga dengan sebutan Ektodermosis erosiva pluriorifisialis, eritema
multiformis tipe Hebra, eritema bulosa maligna, sindrom mukokutaneaokular, serta minor
form of TEN (toxic epidermal necrolysis).
Nama Sindrom Stevens-Johnson ini berasal dari Dr. Albert Mason Stevens dan
Dr. Frank Chambliss Johnson, dokter anak di Amerika yang mempublikasikan kumpulan
gejala ini di tahun 1922. Sindrom Steven Johnson ialah penyakit kulit akut dan berat yang
terdiri dari erupsi di kulit, kelainan di mukosa dan konjungtivitis etiologi yang belum
diketahui dengan pasti.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Definisi dari Sindrom Stevens-Johnson ?

2. Apa Etilogi Dari Sindrom Stevens-Johnson ?

3. Bagaimana Patofisiologi Sindrom Stevens-Johnson ?

4. Apa Saja Manifestasi Sindrom Stevens-Johnson ?

5. Apa Saja Pemeriksaan Penunjang Sindrom Stevens-Johnson ?

6. Apa Saja Komplikasi Dari Sindrom Stevens-Johnson ?

7. Bagaimana Penatalaksanaan Sindrom Stevens-Johnson ?

8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Sindrom Stevens-Johnson ?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan Umum :

Mampu memahami dan meyusun asuhan keperawatan pada klien dengan Sindrom
Stevens-Johnson.
Tujuan Khusus :

1. Untuk memahami definisi Sindrom Stevens-Johnson


2. Untuk memahami etiologi Sindrom Stevens-Johnson
3. Untuk memahami manifestasi Sindrom Stevens-Johnson
4. Untuk memahami patofisiologi Sindrom Stevens-Johnson
5. Untuk memahami pemeriksaan penunjang Sindrom Stevens-Johnson
6. Untuk memahamin komplikasi dari Sindrom Stevens-Johnson
7. Untuk memahami penatalaksanaan Sindrom Stevens-Johnson
8. Untuk memahami asuhan keperawatan Sindrom Stevens-Johnson
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Steven Johnson Syndrome

Syndrom steven johnson adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi atau infeksi.
Sindrom tersebut mengancam kondisi kulit yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit
sehingga epidermis mengelupas/memisahkan diri dari dermis. Sindrom ini dianggap sebagai
hipersensitivitas kompleks yang memengaruhi kulit dan selaput lender.
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula,
dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan
keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136).
Sindroma Stevens-Johnson merupakan suatu sindroma(kumpulan gejala) yang
mengenai kulit,selaput lendir di orificium dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi
dari ringan sampai berat. (Monica, Ebook SINDROM STEVENSS – JOHNSON. Dosen
Fakultas Kedokteran Universitas WijayaKusuma Surabaya)

B. Etiologi

Penyebab dari syndrome ini belum diketahui dengan pasti, namun ada beberapa faktor
yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu :
1. Penyebab utama ialah alergi obat, lebih dari 50%. Sebagian kecil karena infeksi,
vaksinasi, penyakit graft versus host, neoplasma, dan radiasi. Pada penelitian Adhi
Djuanda selama 5 tahun (1998-2002) SSJ yang diduga alergi obat tersering ialah
analgetik/antipiretik (45%), disusul karbamazepin (20%) dan jamu (13,3%). Sebagian
besar jamu dibubuhi obat. Kausa yang lain amoksisilin, kotrimoksazol, dilantin,
klorokuin, seftriakson dan adiktif.
2. Akibat penyakit infeksi
Penyebab infeksi yang telah dilaporkan dapat menyebabkan sindrom ini meliputi:

a. Virus: herpes simplex virus (HSV)1 dan 2, HIV, Morbili, Coxsackie, cat-scratch
fever, influenza, hepatitis B, mumps, lymphogranuloma venereum(LGV), mononucleosis
infeksiosa, Vaccinia rickettsia dan variola. Epstein-Barr virus and enteroviruses
diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya sindrom ini pada anak.
b. Bakteri: termasuk kelompok A beta haemolytic streptococcus, cholera, Fracisella
tularensis, Yersinia, diphtheria, proteus, pneumokokus, Vincent agina, Legionaire,
Vibrio parahemolitikus brucellosis, mycobacteriae, mycoplasma pneumonia tularemia
and salmonella typhoid.
c. Jamur: termasuk coccidioidomycosis, dermatophytosis dan histoplasmosis
d. Protozoa: malaria and trichomoniasis

C. Patofisiologi

Stevens-Johnson adalah bentuk penyakit mukokutan dengan tanda dan gejala sistemik
yang parah berupa lesi target dengan bentuk yang tidak teratur, disertai macula, vesikel,
bula, dan purpura yang tersebar luas terutama pada rangka tubuh, terjadi pengelupasan
epidermis kurang lebih sebesar 10% dari area permukaan tubuh, serta melibatkan membran
mukosa dari dua organ atau lebih.
Hampir semua kasus SJS disebabkan oleh reaksi toksik terhadap obat, terutama
antibiotik (mis. obat sulfa dan penisilin), antikejang (mis. fenitoin) dan obat antinyeri,
termasuk yang dijual tanpa resep (mis. ibuprofen). Berdasarkan etiologi reaksi simpang
obat (Sulfonamid, antikonvulsan aromatic, NSAID, alupurinol, sulfonamide, klormenazon),
sehingga mempengaruhi reaksi hipersensitifitas tipe III.
Hipersensitif tipe III ditandai oleh pembentukan kompleks antigen-antibodi (antibody
IgG atau IgM) dalam sirkulasi yang dideposit dalam jaringan. Komplemen teraktivasi
melepas macrophage chermotatic factor. Makrofag dikerahkan ke tempat tersebut melepas
enzim yang dapat merusak jaringan. Komplemen juga membentuk C3a dan C5a
(anafilatoksin) yang merangsang sel mast dan basofil melepas granul. Komplemen juga
dapat menimbulkan lisis sel bila kompleks diendapkan di jaringan sehingga terjadi
kerusakan jaringan. Akibatnya terjadi Akumulasi Neutrofil yang kemudian melepaskan
Lisosim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran ( Target Organ ).
(Bratawidjaya KG, 2000)
D. Manifestasi klinis

Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk produktif,
koriza, sakit kepala, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan artralgia yang sangat
bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut. Setelah itu akan timbul lesi
kulit, mukosa, dan mata yang dapat diikuiti kelainan viseral.
Gejala bervariasi ringan sampai berat. Pada yang berat penderita dapat mengalami
koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi 39-40 0C.
Dengan segera gejala tersebut dapat menjadi berat. Stomatitis (radang mulut) merupakan
gejala awal. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah. Pada sindrom ini
terlihat adanya trias kelainan berupa: kelainan kulit, kelainan solaput lendir di orifisium ,
kelainan mata.
1. Kelainan kulit.
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian
memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu juga dapat terjadi purpura, pada
bentuk yang berat kelainannya. Kelainan kulit dapat timbul cepat berupa eritema, papel,
vesikel atau bula secara simetris berupa lesi kecil satu-satu atau kelainan luas pada hampir
seluruh tubuh. Lesi kulit biasanya pertama kali terlihat di muka, leher, dagu, dan badan.
Sering timbul pendarahan pada lesi yang menimbulkan gejala fokal berbentuk target, iris,
atau mata sapi. Kulit juga menjadi lebih muda terkena infeksi sekunder. Predileksi pada area
ekstensor tangan dan kaki serta muka yang meluas ke seluruh tubuh sampai kulit kepala.
Pada keadaan lanjut dapat terjadi erosi, ulserasi, kulit mengeluas (tanda nikolsky positif), dan
pada kasus berat pengelupasan kulit dapat terjadi pada seluruh tubuh disertai paronikia dan
pelepasan kuku. Jumlah dan luas lesi dapat meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke-
4 sampai 5, dapat disertai rasa sakit di kulit.
2. Kelainan selaput lendir
Kelaianan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100 %) kemudian
disusul oleh kelainan alat dilubang genetal (50 %), sedangkan dilubang hidung dan anus
jarang (masing-masing 8 % dan 4 %). Vesikel dan bula yang pecah menjadi erosi dan
ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dapat membentuk pseudo membran. Kelainan yang
tampak di bibir adalah krusta (cairan tubuh berupa darah dan nanah atau plasma yang
mengering lalu menebal pada luka) berwarna hitam yang tebal. Kelainan dapat juga
menyerang saluran pencernaan bagian atas (faring dan esofagus) dan saluran nafas atas.
3. Kelainan mata.
Kelainan mata merupakan 80 % diantara semua kasus yang tersering telah
konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis parulen, peradarahan,
alkus korena, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula dapat pula
terdapat kelainan lain, misalnya : notritis, dan onikolisi. Cedera mukosa okuler merupakan
faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan
inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan
mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa
bulan sampai 31 tahun. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan,
simblefaron, ulkus komea, iritis, dan iridosiklitis.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium : Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Jika terdapat eukositosi,


penyebabnya kemungkinan karena infeksi bakterial. Kalau terdapat eosinofilia
kemungkinan karena alergi. Jika disangka penyebabnya karena infeksi dapat dilakukan
kultur darah.
2. Histopatologi : Gambaran histopatologinya sesuai dengan eritema multiforme, bervariasi
dari perubahan dermal ringan sampai nekrolisis epidermal yang menyelurh. Kelainan
berupa:
a. Infiltrat sel mononuklear di sekitar pembuluh-pembuluh darah dermis superfisial
b. Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar.

c. Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk epitel subepidermal.

d. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.

e. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

f. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial


serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
3. Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah putih yang normal
atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan
kemungkinan infeksi bakterial berat.
4. Determine renal function and evaluate urine for blood.
5. Pemeriksaan elektrolit
6. Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi.
7. Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi
F. Penatalaksanaan

Penatalaksaan terhadap penderita Sindrom Stevens-Johnson memerlukan tindakan yang


tepatdan cepat. Penderita biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit.
Penanganan yang perlu dilakukan meliputi :

1. Penggunaan Preparat Kortikosteroid


2. Antibiotik

3. Infuse dan Transfusi Darah


4. KCl
5. Adenocorticotropichormon (ACTH)
6. Agen Hemostatik
7. Diet (Diet rendah garam dan tinggi protein)
8. Vitamin
9. Perawatan Pada Kulit, Mata, Genital, Dan Oral

G. Komplikasi

Komplikasi yang tersering ialah bronko-pneumoni, yang didapati sekitar 16%


diantara seluruh kasus yang datang berobat. Dapat juga kehilangan cairan/darah, gangguan
keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan
lakrimasi.

Komplikasi yang lain ialah :


1. Kehilangan cairan dan darah

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock

3. Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan

4. Gastroenterologi – Esophageal strictures

5. Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis


vagina
6. Pulmonari – pneumonia, bronchopneumonia

7. Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit
sekunder
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1.Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa ,
Pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven
Johnson biasanya mengeluhkan demam, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala,
batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat
penyakit yang sebelumnya dialami klien.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
e. Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
3. Pola Fungsional Gordon
Pada pola ini kita mengkaji :

a. Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan

b. Pola nutrisi – metabolic

c. Pola eliminasi

d. Pola aktivitas – latihan

e. Pola istirahat – tidur

f. Pola kognitif – persepsi


g. Pola persepsi diri - konsep diri

h. Pola peran – hubungan

i. Pola reproduksi dan seksualitas

j. Pola koping dan toleransi stress

k. Pola Nilai dan Kepercayaan

4. Pola Pengkajian Persistem B1-B6


a. B1 (Breathing)
Kongesti vascular pulmonal : dipsneu, noktural paroksimal, batuk dan edema
pilmonal akut.

b. B2 (Blood)
Inspeksi : adanya paruh pada dada, keluhan kelemahan fisik,edema ekstremitas
Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup .
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katub biasanya ditemukan apabila penyebab
gagal jantung adalah kelainan katub
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertropi
jantung (kardiomegali) penurunan curah jantung, bunyi jantung dan crackles
,disritmia, distensi vena jugularis, kulit dingin,perubahan denyut jantung.

c. B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila
terjadi gangguan perfusi jaringan berat. pengkajian obyektif klien meliputi wajah
meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat.

d. B4 ( bladder)
Pengukuran output urine selalu dihubugnkan dengan intake cairan. Perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok
kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang
parah.

e. B5 (bowel)
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam
pembuluh darah portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga
abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asiles.
Penggumpalan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan
pada diafragma sehingga klien dapat distress pernafasan. Anoreksia (hilangnya selera
makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena didalam rongga
abdomen.

f. B6 (bone)
Edema dan mudah lelah
- Palpasi : impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis, biasanya teraba, getaran
bising pada SIC III dan IV kiri
- Auskultasi : bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi jantung II
agak keras. Intensitas bising derajat III s/d IV.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan
b. Palpasi: Turgor kulit, edema
Data fokus:
DS: gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas menurun
DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah, tampak
lemas dalam beraktifitas.
6. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
a. Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
b. Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah
merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan
edema intrasel di epidermis.
c. Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang
mengandung IgG, IgM, IgA.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Integritas Kulit, b.d Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan.

2. Nyeri Akut, b.d Agen Pencedera Fisiologis

3. Hipertermia, b.d Proses Penyakit (mis. Infeksi)

4. Gangguan pola tidur, b.d Hambatan Lingkungan

5. Intoleransi Aktivitas, b.d Kelemahan


6. Resiko Infeksi, Faktor resiko : Kerusakan integritas kulit

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA TUJUAN / KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN


KEPERAWATAN HASIL (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit
Kulit/Jaringan. (D.0129) tindakan keperawatan
Kategori : Lingkungan selama 3x24 jam,
Observasi
Subkategori: Keamanan Dan diharapkan Integritas
Kulit dan Jaringan - Identifikasi penyebab gangguan
Proteksi
Meningkat dengan integritas kulit
Penyebab : Kurang terpapar
Kriteria Hasil : Terapeutik
informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
- Perfusi jaringan baring
integritas jaringan.
meningkat (5)
- Bersihkan perineal dengan air
- Kerusakan jaringan
Data Subjektif : menurun (5) hangat
- (Tidak Tersedia) - Kerusakan lapisan - Gunakan produk berbahan
kulit menurun (5) petroleum atau minyak pada kulit
Data Objektif : - Nyeri menurun (5) kering
1. Kerusakan jaringan dan/atau - Perdarahan menurun - Gunakan produk berbahan
lapisan kulit (5) kering/alami dan hipoalergik pada
2. Nyeri - Kemerahan menurun kulit sensitive
3. Perdarahan (5)
- Hindari produk berbahan dasar
- Hematoma menurun
4. Kemerahan alcohol pada kulit kering
(5)
5. Hematoma - Jaringan parut Edukasi
menurun (5) - Anjurkan minum air yang cukup
- Nekrosis menurun (5) - Anjurkan meningkatkan asupan
- Tekstur membaik (5) nutrisi

2. Nyeri Akut. (D.0077) Pemberian Analgesik


Setelah dilakukan Observasi
Kategori : Psikologis tindakan keperawatan - Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
Subkategori : Nyeri Dan selama 3x24 jam, Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
Kenyamanan diharapkan Tingkat intensitas, frekuensi, durasi)
Definisi : Pengalaman sensori Nyeri menurun dengan - Identifikasi riwayat alergi obat
atau emosional yang berkaitan Kriteria Hasil : - Identifikasi kesesuaian jenis
dengan kerusakan jaringan - Keluhan nyeri menurun analgesik (mis. Narkotika, no-
aktual atau fungsional, dengan (5) narkotika, atau NSAID) dengan
onset mendadak atau lambat - Meringis menurun (5) tingkat keparahan nyeri
dan berintensitas ringan hingga - Sikap protektif - Monitor tanda-tanda vital sebelum
berat yang berlangsung kurang menurun (5) dan sesudah pemberian analgesik
dari 3 bulan. - Gelisah menurun (5) - Monitor efektifitas analgesik
Penyebab : Agen Pencedera - Kesulitan tidur Terapeutik
Fisiologis menurun (5) - Diskusikan jenis analgesik yang
- Menarik diri menurun disukai untuk mencapai analgesik
Data Subjektif : (5) optimal, jika perlu
1. Mengeluh nyeri - Berfokus pada diri - Pertimbangkan penggunaan infus
sendiri menurun (5) kontinu, atau bolus apioid untuk
Data Objektif : - Diaforesis menurun (5) mempertahankan kadar dalam
6. Tampak meringis serum
- Mual menurun (5)
7. Bersikap protektif (mis. - Tetapkan target efektifitas analgesik
- Muntah menurun (5)
Waspada, posisi menghindari untuk mengoptimalkan respons
- Frekuensi nadi
nyeri) pasien
membaik (5)
8. Gelisah - Dokumentasikan respons terhadap
- Pola napas membaik
9. Frekuensi nadi meningkat efek analgesik dan efek yang tidak
(5)
10. Sulit tidur diinginkan
- Tekanan darah
11. Tekanan darah Edukasi
meningkat membaik (5)
- Proses berfikir - Jelaskan efek terapi dan efek
12. Pola napas berubah
membaik (5) samping obat
13. Nafsu makan berubah
- Fokus membaik (5) Kolaborasi
14. Proses berfikir
terganggu - Nafsu makan membaik - Kolaborasi pemberian dosis dan
(5) jenis analgesik , sesuai indikasi
15. Menarik diri
16. Berfokus pada diri - Pola tidur membaik (5
sendiri
17. Diaforesis
3. Hipertermia. (D.0130) Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
tindakan keperawatan
Kategori : Lingkungan selama 3 x 24 jam, Observasi
Subkategori: Keamanan Dan Diharapkan - Identifikasi penyebab hipertermia
Proteksi Termoregulasi membaik (mis. Dehidrasi, terpapar
Definisi : Suhu tubuh menigkat dengan Kriteria Hasil : lingkungan panas, penggunaan
di atas rentang normal tubuh - Kulit merah menurun incubator)
Penyebab : Proses Penyakit (5) - Monitor suhu tubuh
(mis. Infeksi) - Kejang menurun (5) - Monitor kadar elektrolit
- Takikardia menurun - Monitor haluaran urin
(5) - Monitor komplikasi akibat
Data Subjektif : - Takipnea menurun (5) hipertermia
- ( tidak tersedia ) - Suhu tubuh membaik Terapeutik
(5) - Sediakan lingkungan yang dingin
Data Objektif : - Suhu kulit membaik - Longgarkan atau lepaskan pakaian
1. Suhu tubuh di atas nilai (5) - Basahi dan kipas permukaan tubuh
normal
- Berikan cairan oral
2. Kulit merah
3. Kejang - Ganti linen setiap hari atau lebih
4. Takikardi sering jika mengalami hiperhidrosis
5. Takipnea (keringat berlebihan)
6. Kulit terasa hangat - Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
4. Gangguan Pola Tidur. Setelah dilakukan Dukungan Tidur
(D.0055) tindakan keperawatan
selama 3x24 jam, Observasi
Kategori : Fisiologis diharapkan Pola Tidur - Identifikasi pola aktifitas dan tidur
Subkategori : Aktivitas/Istirahat membaik dengan Kriteria - Identifikasi faktor pengganggu tidur
Definisi : Gangguan Kualitas Hasil : (fisik atau psikologi)
Dan Kuantitas Waktu Tidur - Keluhan sulit tidur - Identifikasi makanan dan minuman
Akibat Faktor Eksternal. menurun (1) yang mengganggu tidur (mis. Kopi,
Penyebab :Hambatan - Keluhan sering terjaga teh, alkohol, makan mendekati
Lingkungan menurun (1) waktu tidur, minum banyak air
- Keluhan tidak puas sebelum tidur)
Data Subjektif : tidur menurun (1) - Identifikasi obat tidur yang
1. Mengeluh sulit tidur - Keluhan pola tidur dikonsumsi
2. Mengeluh sering terjaga berubah menurun (1) Terapeutik
3. Mengeluh tidak puas - Keluhan istirahat tidak - Modifikasi lingkungan
tidur
cukup menurun (1) (mis.Pencahayaan,kebisingan,
4. Mengeluh pola tidur
- Kemampuan suhu,matras, tempat tidur)
berubah
beraktifitas meningkat - Batasi waktu tidur siang, jika perlu
5. Mengeluh istirahat tidak
(1) - Fasilitasi menghilangkan stres
cukup
sebelum tidur
6. Mengeluh kemampuan
- Tetapkan jadwal tidur rutin
beraktivitas menurun
- Lakukan prosedur untuk
Data Objektif :
1. Berbicara tidak meningkatkan kenyamanan (mis.
semangat Pijat, pengaturan posisi, terapi
2. Wajah pasien tampak akupresur)
layu - Sesuaikan jadwal pemberian obat
3. Terdapat lingkaran dan/atau tindakan untuk menunjang
hitam dibawah mata siklus tidur-terjaga.
4. Sering menguap Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
- Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
- Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
- Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur (mis. Psikologis, gaya
hidup, sering berubah shift kerja)
- Ajarkan relaksasi otot autogenik
atau cara nonfarmakologi lainnya
5. Intoleransi Aktivitas. (D.0056) Setelah dilakukan Manajemen Energi
tindakan keperawatan
Kategori : Fisiologis selama 3x24 jam, Observasi
Subkategori: Aktivitas/ istirahat - Identifikasi gangguan fungsi tubuh
diharapkan Toleransi
Definisi : Ketidak cukupan yang mengakibatkan kelelahan
energi untuk melakukan Aktivitas Meningkat
- Monitor kelelahan fisik dan
aktivitas sehari-hari. dengan Kriteria Hasil : emosional
Penyebab : Kelemahan - Keluhan lelah menurun Terapeutik
(5) - Sediakan lingkungan yang nyaman
Data Subjektif : dan rendah stimulus (mis. Cahaya,
- Dyspnea saat aktivitas
1. Mengeluh lelah suara, kunjungan)
menurun (5)
2. Dispnea saat/setelah - Berikan aktivitas distraksi yang
aktivitas - Dyspnea setelah menenangkan
3. Merasa tidak nyaman aktivitas menurun (5) Edukasi
setelah beraktivitas - Perasaan lemah - Anjurkah tirah baring
4. Merasa lemah menurun - Anjurkan melakukan aktivitas
Data Objektif : - Tekanan darah secara bertahap
1. Frekuensi jantung membaik (5) - Anjurkan menghubungi perawat jika
meningkat >20% dari tanda dan gejala kelelahan tidak
kondiai istirahat berkurang
2. Tekanan darah berubah Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
6. Risiko Infeksi (D.0142) Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
Kategori : Lingkungan tindakan keperawatan
Subkategori: Keamanan Dan selama 3x24 jam, Observasi
Proteksi diharapkan Tingkat - Monitor tanda dan gejala infeksi
Definisi : Beresiko mengalami Infekai Menurun, dengan local dan sistemik
peningkatan terserang Kriteria Hasil : Terapeutik
organisme patogenik - Batasi jumlah pengunjung
- Demam menurun - Berikan perawatan kulit pada area
Faktor resiko : Kerusakan
(5) edema
integritas kulit
- Kemerahan - Cuci tangan sebelum dan sesudah
menurun (5) kontak dengan pasien dan lingkungan
- Nyeri menurun pasien
(5) Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Bengkak
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan
menurun (5)
benar
- Latergi menurun - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
(5) - Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Kultur area luka - Anjurkan meningkatkan asupan
membaik (5) cairan
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir
diorifisium, dan mata dengan keadaaan umum bervariasi dengan ringan sampai yanng berat.
Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Muttaqin arif,
2012)

Stevens-Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang


mempengaruhi kulit di mana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis.
Sindrom ini di perkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan
membrane mukosa.

B. SARAN

Diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat dalam membuat
asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

A Mansjoer S, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Erupsi Alergi Obat.. Kapita


Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Media Aesculapius.

Bozena Seczynska dkk, 2013. “Supportive Therapy for a Patient With Toxic
Epidermal Necrolysis Undergoing Plasmapheresis”, Vol 33, No. 4. Amerika:
American Association of Critical-Care Nurses.

Bratawidjaya KG. Reaksi Hipersensitivitas. Dalam: Bratawidjaya KG. Imunologi


Dasar, 4th. Balai Penerbit FKUI: Jakarta; 2000 : 106-129.

Djuanda A, Hamzah M. 2005. Sindrom Stevens-Johnson. In: Djuanda A, editor. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai