DISUSUN OLEH:
SHERYN C1814201042
TINGKAT 2A
TAHUN 2020/2021
MAKASSAR
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
HIPERSENSITIVITAS (STEVEN JOHNSON) ” ini dengan baik. Makalah ini dibuat guna
memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan medikal bedah II oleh ibu Yunita Carolina
S.Kep, Ns, M.Kep. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, diantaranya:
Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan
menambah wawasan bagi pembaca.
penyusun
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang………………………………………………………………………………….
B. Rumusan masalah………………………………………………………………………………
C. Tujuan penulisan……………………………………………………………………….……….
D. Manfaat penulisan……………………………………………………………………….….…..
A. Defenisi…………………………………………………………………………………..……
B. Anatomi dan fisiologi…………………………………………………………………………
C. Klasifikasi……………………………………………………………………………………..
D. Etiologi…………………………………………………………………………………..……
E. Manifestasi klinis……………………………………………………………………………..
F. Komplikasi……………………………………………………………………………………
G. Patofisiologi…………………………………………………………………………………..
H. Patways…………………………………………………………………………………..……
I. Pemeriksaan penunjang……………………………………………………………………….
J. Penatalaksanaan……………………………………………………………………………….
K. Pendidikan kesehatan………………………………………………………………………….
L. Peran dan fungsi perawat………………………………………………………………………
A. Pengkajian…………………………………………………………………………………….
B. Diagnosa…………………………………………………………………………………..….
C. Intervensi dan perencanaan keperawatan ……………………………………………………
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………..
B. Saran…………………………………………………………………………………..……..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stevens Johnson Syndrome (SJS) pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter,
dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak
dapat menentukan penyebabnya Stevens Johnson Syndrome dijelaskan pertama kali pada
tahun1922, Stevens Johnson Syndrome merupakan hipersensitivitas yang dimediasi
kompleks imun yang merupakan ekspresi berat dari eritema multiforme. Stevens Johnson
Syndrome (SJS) (ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom mukokutaneaokular,
eritema multiformis tipe Hebra, eritema multiforme mayor, eritema bulosa maligna)
adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel, bula, dapat disertai purpura yang
mengenai kulit, selaput lendir orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi
dari baik sampai
Stevens Johnson Syndrome muncul biasanya tidak lama setelah obat disuntik atau
diminum, dan besarnya kerusakan yang ditimbulkan kadang tidak berhubungan langsung
dengan dosis, namun sangat ditentukan oleh reaksi tubuh pasien. Reaksi hipersensitif
sangat sukar diramal, paling diketahui jika ada riwayat penyakit sebelumnya dan itu
kadang tidak disadari pasien, jika tipe alergi tipe cepat yang seperti syok anafilaktik jika
cepat ditangani pasien akan selamat dan tak bergejala sisa, namun jika Stevens
Johnson Syndrome akan membutuhkan waktu pemulihan yang lama dan tidak segera
menyebabkan kematian seperti syok anafilaktik.
Oleh karena itu, beberapa kalangan disebut sebagai eritema multiforme mayor
tetapi terjadi ketika setujuan dalam literatur. Sebagian besar penulis dan ahli berpendapat
bahwa Stevens Johnson Syndrome dan nekrolisis epidermal toksik (NET) merupakan
penyakit yang sama dengan manifestasi yang berbeda. Dengan alasan tersebut,
banyak yang menyebutkan Stevens Johnson Syndrome /Nekrolisis Epidermal Toksik.
Stevens Johnson Syndrome secara khas mengenai kulit dan membran mukosa. 2Di
Indonesia sendiri tidak terdapat data pasti mengenai morbiditas terjadinya Stevens
Johnson Syndrome. Namun, berdasarkan data oleh Djuanda beberapa obat yang sering
menyebabkan SJS di Indonesia adalah obat golongan analgetik/antipiretik (45%),
karbamazepin (20%), jamu (13.3%) dan sisanya merupakan golongan obat lain seperti
amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, dan seftriakson.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa konsep dasar medis dari sindrom steven jhonson?
2. Apa konsep dasar keperawatan dari sindrom steven jhonson?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom steven johnson dan asuhan
keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom steven johnson..
2. tujuan khusus
a). Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom
steven johnson yang meliputi definisi sindrom steven johnson, etiologi, anatomi
fisiologi kulit, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang,
dan penatalaksanaan.
b). Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan
sindrom steven johnson yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan
perencanaan keperawatan.
BAB II
A. DEFENISI
Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan
merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh
penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obat-
obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini. Seluruh permukaan tubuh dapat
dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner ; Suddarth, 2013)
Stevens Johnson Syndrome (SJS) merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala
yang mengenai kulit, selaput lendir, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari
ringan sampai berat. Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat
menyebabkan kematian, oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu
kegawatdaruratan penyakit kulit. Sindroma ini merupakan salah satu contoh immune-
complex-mediated hypersensitivity, atau yang juga disebut reaksi hipersensitivitas tipe III,
di mana kejadiaannya dapat diinduksi oleh paparan obat, infeksi, imunisasi, maupun akibat
paparan fisik lain kepada pasien. (Fitriany Julia ; Fajri Alratisda.2019 )
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi
Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan
sel yang disusun atas dua lapis yang jelas tampak: selapis lapisan tanduk dan
selapis zona germinalis. Lapisan tanduk terletak paling luar, dan tersusun atas
tiga lapisan sel yang membentuk epidermis, yaitu stratum korneum, stratum
lusidum, dan stratum granulosum. Sedangkan zona germinalis terletak dibawah
lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapisan epitel yang berbentuk tegas, yaitu sel
berduri dan sel basal.
Korium atau dermis tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang
elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi ranitng-
ranting pembuluh darah kapiler Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba,
terletak di dalam dermis. Kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit
dan banyak jumlahnya, terletak di sebelah dalam dermis, dan salurannya yang
keluar melalui dermis dan epidermis bermuara di atas permukaan kulit di dalam
lekukan halus yang disebut pori. Ada beberapa kelenjar keringat yang berubah
sifat yang dapat dijumpai di kulit sebelah dalam telinga, yaitu kelenjar serumen
Hipodermis atau lapisan kulit subkutan terdiri atas jaringan ikat yang
diselingi dengan lemak. Lemak hipodermis memiliki fungsi perlindungan
terhadap retensi panas dan melindungi strukrtur dibawahnya. Selain itu, lemak
di lapisan kulit subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan kalori.
2. Fisiologi
Kulit adalah organ utama yang berurusan dengan pelepasan panas dari
tubuh. Sebagian panas menghilang melalui paru-paru, dan sebagian lagi melalui
feses dan urine. Panas dilepas oleh kulit dengan berbagai cara, yaitu dengan
penguapan, pemancaran, konduksi, dan konveksi (pengaliran).
Persarafan vaso-motorik mengendalikan arteriol kutan dengan dua cara,
yaitu vaso-dilatasi dan vaso-konstriksi. Pada vaso-dilatasi arteriol memekar,
kulit menjadi lebih panas, dan kelebihan panas cepat terpancar dan hilang, dan
juga hilang karenas kelenjar keringat bertambah aktif, dan karena itu terjadi
penguapan cairan dari permukaan tubuh. Pada vaso-konstriksi pembuluh darah
dalam kulit mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, keringat hampir
dihentikan, dan hilangnya panas dibatasi. Dengan pengendalian ini pelepasan
panas ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan tubuh.
Rasa sentuhan yang disebabkan rangsangan pada ujung saraf di dalam kulit
berbeda-beda menurut ujung saraf yang dirangsang. Perasaan panas, dingin,
sakit, semua ini perasaan yang berlainan. Di dalam kulit terdapat tempat-tempat
tertentu, yaitu tempat perabaan, beberapa sensitif (peka) terhadap dingin,
beberapa terhadap panas, dan lain lagi terhadap sakit Perasaan yang disebabkan
tekanan yang dalam, dan perasaan yang memungkinkan seorang menentukan
dan menilai berat suatu benda, timbul pada struktur lebih dalam, misalnya pada
otot dan sendi
c) Tempat penyimpanan
Kulit relatif tak tertembus air, dalam arti menghindarkan hilangnya cairan
dari jaringan dan juga menghindarkan masuknya air ke dalam jaringan, misalnya
bila tubuh terendam air. Epidermis menghalangi cedera pada struktur di bawahnya
dan karena menutupi ujung akhir saraf sensorik di dalam dermis, maka kulit
mengurangi rasa sakit. Bila epidermis rusak, misalnya karena terbakar sampai
derajat ketiga, proteksi ini hilang dan setiap sentuhan terasa nyeri, dan eksudasi
cairan dari dermis yang sekarang terbuka ini menyebabkan hilangnya cairan dan
elektrolit, dengan akibatnya klien berada dalam bahaya dehidrasi, yamg dapat
menimbulkan keadaan yang lebih parah
C. KLASIFIKASI
1. Derajat 1 : erosi mukosa SJS dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
D. ETIOLOGI
sindrom steven johnson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui, tetapi
kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu reaksi terhadap obat
atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik, antikonvulsan, butazon dan
sulfonamid merupakan obat yang paling sering terlibat.
Beberapa penyebab sindrom steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015):
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks,
influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus Epstein-Barr, atau sejenisnya).
4. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi alergi
berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena penggunaan
antibiotik dan sulfametoksazole. Pengobatan yang secara turun menurun diketahui
menyebabkan SSJ, eritem multiformis, sindrom Lyell, dan nekrolisis epidermal
toksik diantaranya sulfanomide (antibiotik), penisilin (antibiotic), berbiturate
(sedative), lamotrigin (antikonvulsan), fenitoin-dilantin (antikonvulsan).
Kombinasi lamotrigin dengan asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya
SSJ.
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda awal sindrom steven johnson antara lain konjungtiva terasa panas atau
gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise
ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit). Dilanjutkan dengan awitan eritema yang cepat yang
mengenai sebagian besar permukaan tubuh dan membran mukosa, munculnya bula yang
kaku dan luas dibeberapa area. Di area lain, lapisan epidermis yang luas mengelupas
sehingga jaringan dermis dibawahnya terlihat kuku kaki, kuku tangan, alis dan bulu mata
dapat rontok, begitu juga dengan epidermis di sekitarnya. Kulit yang sangat sensitif dan
kulit yang mengelupas akan menghasilkan permukaan kulit yang mengeluarkan cairan,
mirip seperti luka bakar partial thickness burn di seluruh tubuh, kondisi ini disebut juga
sindrom kulit melepuh. Pada kasus berat yang mengenai mukosa, mungkin terdapat bahaya
kerusakan pada laring, bronki, dan esofagus akibat ulserasi. Perjalanan penyakit sangat
akut dan mendadak dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi (30º - 40ºC),
mulai nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung dua
minggu. Gejala-gejala ini dengan segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya
kecepatan nadi dan pernafasan, denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat serta
menunrunnya kesadaran, soporeus sampai koma (Kusuma & Nurarif, 2015).
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema mberbentuk
seperti cincin (pinggir eritema tengahnya relatif hiperpigmentasi) yang berkembang
menjadi urtikari atau lesipapuler berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi
sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla kemudian memecah sehingga
terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi erupsi hemorrhagis berupa
ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk.
Pada keadaan yang berat kelainannya menjadi generalisate.
3. Kelainan mata
Kelainan pada mata merupsksn 80% diantara semua kasus, yang sering terjadi
ialah conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi conjunctivitis purulen,
pendarahan, simblefaron, ulcus cornea, iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat
terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu stomatitis, conjunctivitis, balanitis,
uretritis.
F. KOMPLIKASI
1. Infeksi kulit sekunder (selulitis)
Selulitis adalah infeksi pada kulit dan jaringgan lunak di bawahnya yang sering
ditemukan. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri yang masuk dan menyebar ke dalam
kulit sehingga menyebabkan munculnya tanda-tanda peradangan, sperti
pembengkakan, warna kemerahan, rasa nyeri, atau terasa hangat. Penyebab utama
selulitis adalah infeksi bakteri. Bakteri dapat menginfeksi lapisan kulit yang lebih
dalam melalui kulit yang luka, misalnya karena gigitan serangga, area bekas
operasi, trauma, atau luka (ulkus). Selulitis bukanlah penyakit menular karena
bakteri tersebut menginfeksi lapisan kulita yang lebih dalam.
3. Gangguan mata.
Ruam disebabkan oleh sindrom stevens johnson dapat mengakibatkan
peradangan mata dan kering, bahkan kebutaan
G. PATOFISIOLOGI
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang membentuk
mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi
netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada
organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali
dengan antigen yang sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang
(Muttaqin, 2012).
H. PATWAYS (Terlampir)
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven johnson menurut
(Kusuma & Nurarif, 2015), yaitu :
1. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka
penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.
2. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, dan
esktravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis
sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
3. Imunologi :Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal
superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG,
IgM, IgA.
J. PENATALAKSAAN
Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain mengontrol
keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada
mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif, diantaranya yaitu:
1. Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera.
2. Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar.
3. Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk mengangkat
kulit yang rusak.
4. Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan lepuhan yang
tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen.
5. Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
6. Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin.
7. Kortikosteroid sistemik diberikan di awal proses penyakit.
8. Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat mempercepat perbaikan
kondisi dan penyembuhan kulit.
9. Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agens anestesi
digunakan untuk mencegah sepsis pada luka.
10. Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau balutan plastik
semipermeabel (vigilon) dapat digunakan.
11. Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat penting ketika
membran mukosa dan mata mengalami gangguan berat.
K. PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Terapkan kebersihan personal
2. Mandilah setidaknya sekali sehari dan keringkan kulit hingga benar-benar kering
3. Jangan menggosok atau menyentuh mata sehabis menyentuh lepuhan karena dapat
menyebabkan penyebaran virus ke kornea yang mengakibatkan kebutaan.
4. Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya
yang terjadi. Rasional: menentukan garis dasar dimana pada status dapat di
bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.
5. Gunakan pakaian dan alat tenun yang lembut. Rasional: Menurunkan iritasi garis
jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat
proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi.
6. Perbanyak minum air putih.
7. Jaga kebersihan alat tenun. Rasional: Untuk menghindari infeksi.
BAB II
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan
e) Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
3. Pengkajian 11 pola gordon
a) Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan
pada pola ini kita mengkaji:
- Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
- Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi
obat-obatan tertentu?
- Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?
- pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat
konsumsi obat-obatan tertentu.
c) Pola eliminasi
pada pola ini kita mengkaji:
- Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
- Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
- Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
- Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
- Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin,
konstipasi, membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau
perawat.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan
b) Palpasi: Turgor kulit, edema
DS : gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas
menurun
DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah, tampak
lemas dalam beraktifitas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b/d agens farmaseutika
2. resiko infeksi dengan factor resiko gangguan integritas kulit
3. nyeri akut b/d agen cedera Biologi
C. INTERVENSI DAN PERECANAAN KEPERAWATAN
b) Advokat Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau
informasi lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan
mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas
pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas
privasi, hak untuk menntukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima
ganti rugi akibat kelalaian.
c) Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang
diberikankan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan.
d) Koordinator
peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuan
klien.
e) Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan
berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan
termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan
selanjutnya.
f) Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan
yang diberikan.
g) Peneliti / Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
2. Fungsi Perawat
Dalam menjalan kan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi
diantaranya:
a) Fungsi Independent
Merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain,
dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri
dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan
fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan
dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan
aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan,
pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan
aktualisasi diri.
b) Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan
atau instruksidari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan
tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis
kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
c) Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat
terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam
pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada
penderita yang mempunyapenyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat
diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun yang
lainnya.
BAB IV
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen,
dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang
kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan
terkadang keganasan. Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi
tipe III dan IV. tanda-tanda awal sindrom steven jhonson antara lain konjungtiva
terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit
tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit). Pada sindroma ini
terlihat adanya kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium, dan kelainan mata.
B. SARAN
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena
masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah ini.
Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk
menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction Publishing
Rahayu , Amelia ; rina gustia rahmatini . 2011. Profil Sindrom Stevens Johnson pada
Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2010 sampai
Desember 2011. Padang. Jurnal Penelitian Andalas