Dosen Pengampu :
Ahmad J., S.Kep.Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB
Disusun Oleh :
Kelompok IV
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Makalah Sistem Integumen (Ruam Kulit)”
yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. Penyusun
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini
dengan baik dan lancar.
Tujuan suatu pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk sumber
daya manusia yang handal dan berdaya saing, membentuk watak dan jiwa sosial, berbudaya,
berakhlak dan berbudi luhur, serta berwawasan pengetahuan yang luas dan menguasai teknologi.
Laporan Pendahulan ini dibuat oleh penyusun untuk membantu memahami materi tersebut.
Mudah-mudahan dengan adanya laporan pendahuluan ini memberikan manfaat dalam segala
bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian
yang telah direncanakan.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan makalah ini. Oleh karena itu,
segala kritikan dan saran yang membangun akan kami terima dengan lapang dada sebagai wujud
koreksi atas diri penyusun yang masih belajar. Akhir kata, semoga laporan pendahuluan ini
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Kelompok 4
DAFTAR IS
2
I
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................4
B. Tujuan...............................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
a. Kasus................................................................................................................12
b. Mind Map........................................................................................................12
c. Asuhan Keperawatan.....................................................................................12
1. Pengkajian.......................................................................................................12
2. Diagnosis Keperawatan...................................................................................24
3. Intervensi Keperawatan...................................................................................26
BAB IV PENUTUP.................................................................................................32
A. Kesimpulan.....................................................................................................32
B. Saran...............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................33
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia mebungkus otot-otot dan
organ dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng
pertahanan terhadap bakteri. Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui
vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Organ-organ
adneksa kulit seperti kuku dan rambut telah diketahui mempunyai nilai-nilai kosmetik.
Kulit juga merupakan sensasi raba, tekan, suhu, nyeri, dan nikmat berkat jalinan ujung-
ujung saraf yang saling bertautan. Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan:
pidermis, dermis, dan lemak subkutan. Epidermis, bagian terluar dari kulit dibagi menjadi
dua lapisan utama yaitu stratum korneum dan stratum malfigi. Dermis terletak tepat di
bawah pidermis, dan terdiri dari serabut-serabut kolagen, elastin, dan retikulin yang
tertanam dalam substansi dasar. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah
dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh.
Juga terdapat limfosit, histiosit, dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan
invasi benda-benda asing. Di bawah dermis terdapat lapisan lemak subcutan yang
merupakan bantalan untuk kulit, isolasi untuk pertahankan suhu tubuh dan tempat
penyimpanan energi.(Nopinah, 2022)
Beberapa factor yang dapat dianggap sebagai penyebab antara lain alergi obat,
infeksi, dan idiopatik. Beberapa obat yang dianggap sebagai penyebab alergi obat
tersering ialah analgetik/antipiretik, antikonvulsan, antibiotik dan antimalaria. Data yang
diperoleh berdasarkan penelitian oleh Committe Drug Adverse Reaction Monitoring
Directory for Drug and Food Administration, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
pada tahun 1981-1995 menyatakan selama periode tersebut terjadi 2646 kasus reaksi
samping obat. Sebanyak 35,6% atau 942 kasus berupa erupsi kulit. Sindrom
StevensJohnson dilaporkan terjadi pada 8,57% dari kasus erupsi kulit atau sebesar 81
kasus (Indrastiti et al., 2016).( Hermiaty, Rachmat Faisal syamsu, dan Nur ASkhsan
Diana, 2021)
Sindrom Stevens-Johnson mempunyai tiga gelaja yang khas yaitu kelainan pada
mata berupa konjungtivitis, kelainan pada genital berupa balanitis dan vulvovaginitis,
4
serta kelainan oral berupa stomatitis. Lesi oral didahului oleh makula dan papula yang
segera diikuti vesikel atau bula, kemudian pecah karena trauma mekanik menjadi erosi
dan terjadi ekskoriasi sehingga terbentuk ulkus yang ditutupi oleh jaringan nekrotik
berwarna abuabu putih atau eksudat abu-abu kuning menyerupai pseudomembran. Ulkus
nekrosis ini mudah mengalami perdarahan dan menjadi krusta kehitaman. Lesi oral
cenderung lebih banyak terjadi pada bagian anterior mulut termasuk bibir, bagian lain
yang sering terlibat adalah lidah, mukosa pipi, palatum durum, palatum mole, bahkan
dapat mencapai faring, saluran pernafasan atas dan esofagus, namun lesi jarang terjadi
pada gusi. Lesi oral yang hebat dapat menyebabkan pasien tidak dapat makan dan
menelan, sedangkan lesi pada saluran pernafasan bagian atas dapat menyebabkan keluhan
sulit bernafas.
B. Tujuan
1) Mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, patafisiologi, manifesrasi klinik pada klien
Sindroma Stevens Johnson.
2) Mengetahui pemeriksaan penunjang komplikasi, penatalaksanaan pada klien
Sindroma Stevens Johnson.
3) Mengetahui diagnosa dan rencana keperawatan pada klien Sindroma Stevens
Johnson.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stevens Johnson Syndrome adalah bentuk penyakit mukokutan dengan tanda dan
gejala sistemik yang parah berupa lesi target dengan bentuk yang tidak teratur,
disertai macula, vesikel, bula, dan purpura yang tersebar luas terutama pada rangka
tubuh, terjadi pengelupasan epidermis kurang lebih sebesar 10% dari area permukaan
tubuh, serta melibatkan membran mukosa dari dua organ atau lebih.4 Sindrom
Stevens Johnson umumnya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda terutama pria.
Tanda-tanda oral sindrom Stevens Johnson sama dengan eritema multiforme,
perbedaannnya yaitu melibatkan kulit dan membran mukosa yang lebih luas, disertai
gejala-gejala umum yang lebih parah, termasuk demam, malaise, sakit kepala, batuk,
nyeri dada, diare, muntah dan artralgia. ( Julia Fitriany & Fajri Alratisda, 2019)
6
2. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, dikatakan multifaktorial. Ada yang
beranggapan bahwa sindrom ini merupakan eritema multiforme yang berat dan
disebut eritema multiforme mayor, sehinga dikatakan mempunyai penyebab yang
sama. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya sindrom ini antara lain:
a. Infeksi
1) Virus
Sindrom Stevens-Johnson dapat terjadi pada stadium permulaan dari infeksi
saluran nafas atas oleh virus Pneumonia. Hal ini dapat terjadi pada Asian flu,
Lympho Granuloma Venerium, Measles, Mumps dan vaksinasi Smalpox
virus. Virus-virus Coxsackie, Echovirus dan Poliomyelits juga dapat
menyebabkan Sindroma Stevens- Johnson.
2) Bakteri
Beberapa bakteri yang mungkin dapat menyebabkan Sindroma Stevens-
Johnson ialah Brucelosis, Dyptheria, Erysipeloid, Glanders, Pneumonia,
Psitacosis, Tuberculosis, Tularemia,Lepromatous Leprosy atau Typhoid
Fever.
3) Jamur
Cocidiodomycosis dan Histoplasmosis dapat menyebabkan Eritema
Multiforme Bulosa, yang pada keadan berat juga dikatakan sebagai Sindroma
Stevens-Johnson.
4) Parasit Malaria dan Trichomoniasis juga dikatakan sebagai agen penyebab. 2.
Alergi Sistemik terhadap:
b. Obat
Berbagai obat yang diduga dapat menyebabkan Sindrom Stevens-Johnson antara
lain adalah penisilin dan derivatnya, streptomysin, sulfonamide, tetrasiklin,
analgesik/antipiretik (misalnya deriva salisilat, pirazolon, metamizol, metampiron
dan paracetamol), digitalis, hidralazin, barbiturat (Fenobarbital), kinin antipirin,
chlorpromazin, karbamazepin dan jamu-jamuan.
c. Penyakit penyakit Kolagen Vaskuler
d. Penyakit penyakit Kolagen Vaskuler
- BCG, Smalpox dan Poliomyelits.
e. Penyakit-penyakit keganasan :
- Karsinoma penyakit Hodgkins, limfoma, myeloma, dan polisitemia.
f. Kehamilan dan Menstruasi.
g. Neoplasma.
h. Radioterapi.
3. Manifestasi
Gejala prodromal terjadi dalam 1-14 hari dan sangat bervariasi dalam derajat
berat serta kombinasi gejala. Gejala prodromal dapat berupa demam, malaise, batuk,
koriza, sakit menelan, sakit kepala, nyeri dada, muntah, myalgia, dan atralgia. Setelah
itu akan timbul lesi kulit, mukosa, dan mata. Lesi pada kulit bersifat simetris, dapat
berupa eritema, papel, vesikel, atau bula. Lesi spesifik berupa lesi target timbul akibat
7
adanya perdarahan pada lesi yang menimbulkan gejala fokal berbentuk target, iris,
atau mata sapi. Pada keadaan lanjut dapat terjadi erosi, ulserasi, kulit mengelupas
(tanda Nikolsky positif) dan pada kasus berat pengelupasan kulit dapat terjadi pada
seluruh tubuh disertai paronikia dan pengelupasan kuku. Predileksi lesi adalah pada
area muka, ekstensor tangan dan kaki, serta dapat meluas ke seluruh tubuh. Jumlah
dan luas lesi meningkat dan mencapai puncaknya pada hari keempat sampai kelima.
Lesi pada mukosa dapat terjadi bersamaan atau bahkan mendahului timbulnya
lesi di kulit. Pada mukosa mulut, tenggorokan, dan genital dapat ditemukan vesikel,
bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan, dan krusta berwarna merah. Pada faring dapat
terbentuk pseudomembran berwarna putih atau keabuan yang menimbulkan
kesukaran menelan. Pada bibir dapat dijumpai krusta kehitaman yang disertai
stomatitis berat pada mukosa mulut. Lesi jarang terjadi pada mukosa hidung dan
anus, tetapi pada kasus berat dapat terjadi lesi yang luas sampai ke daerah
trakeobronkial.
Kelainan mata berupa konjungtifitis kataralis, blefarokonjungvitis, iritis,
iridosiklitis, pembentukan pseudomembran, kelopak mata edema dan sulit dibuka, sekret
mata purulen disertai dengan fotofobia. Pada kasus berat dapat terjadi erosi dan perforasi
kornea. Gejala klinis SSJ biasanya timbul cepat dengan keadaan umum yang berat,
disertai demam, dehidrasi, gangguan pernafasan, muntah, diare, melena, pembesaran
kelenjar getah bening, hepatosplenomegali, sampai pada penurunan kesadaran dan
kejang. Perjalanan penyakit dapat berlangsung beberapa hari sampai 6 minggu,
tergantung dari derajat berat penyakitnya. ( IB Subanada, Ketut Dewi Kumara wati,
christina sarangnga, yuliana, Ini Komang Tri Apriastina, 2013)
4. Patofisiologi
Stevens Johnson Syndrome merupakan kelainan hipersensitivitas yang dimediasi
kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan.
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan
IV.1 Reaksi hipersensitif tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi
yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi
akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab kerusakan
jaringan pada organ sasaran (target organ). Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen
antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau
jaringan.2 Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap
dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke
jaringan menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut.
Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik
ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi
pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus
peradangan berlanjut.
8
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai
reaksi radang. Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T.
Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran
sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat
(delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM,
IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi. Antigen penyebab
berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang respons imun
spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar. Hapten atau karier tersebut dapat
berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau metabolitnya) atau produk
yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur sel atau jaringan sel
yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi, atau proses metabolik).
Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta
menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi
yang terjadi. Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta
mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis
lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas mediator
serta produk inflamasi lainnya. Adanya reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan
apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan kerusakan epidermis.
9
5. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik untuk menegakkan diagnosis
sindrom Stevens- Johnson selain dengan biopsi kulit.
a. Biopsi Kulit
Ciri khas pemeriksaan histopatologi sindrom Stevens-Johnson pada fase awal
adalah nekrosis keratinosit pada lapisan suprabasal, gambaran bula subepidermis
pada zona membran basal, dan dapat ditemukan juga infiltrat limfosit atau
eosinofil pada lapisan dermis bagian atas. Pada perkembangan klinis sindrom
Stevens-Johnson, hasil biopsi menunjukkan lepasnya seluruh lapisan epidermis
(full thickness epidermal detachment) dengan membran basalis terpisah.
b. Periksaan Lainnya
Pemeriksaan penunjang lain jarang diperlukan dalam penegakan diagnosis
sindrom Stevens- Johnson karena tidak spesifik untuk penyakit ini. Pemeriksaan
dapat dilakukan untuk mengevaluasi komplikasi atau diagnosis banding.
Pemeriksaan yang mungkin diperlukan adalah analisa gas darah, pemeriksaan
darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, serum bikarbonat, elektrolit, dan gula
darah.
Pemeriksaan lain yang juga dapat dilakukan adalah faktor nekrosis tumor alfa,
reseptor interleukin-2, interleukin-6, serum granulisin, dan protein reaktif C.
Pemeriksaan ini akan didapatkan meningkat pada pasien sindrom Stevens-
Johnson, namun jarang berperan dalam penegakan diagnosis. Bronkoskopi,
gastroskopi, kolonoskopi, dan foto toraks tidak rutin dilakukan tetapi dapat
dipertimbangkan jika terindikasi secara klinis.
Perawatan Nonmedis Kompres basah dan dingin dapat diterapkan pada area
dermatitis yang kecil. Kompres menghilangkan eksim, dan kompres dingin
mengurangi peradangan (Puspasari, 2018).
Manajemen terapi pada pasien SSJ-NET membutuhkan diagnosis yang cepat,
penghentian obat yang dicurigai sebagai penyebab harus dilakukan sesegera
mungkin, disertai pemberian terapi pendukung serta terapi khusus (Bagan 1). Hingga
saat ini, belum terdapat terapi khusus yang terbaik untuk SSJ-NET. Salah satu aspek
pengobatan yang telah terbukti sebagai tindakan life-saving pada pasien SSJ-NET
adalah melalui penghentian cepat obat yang dicurigai sebagai penyebab. Penggunaan
terapi khusus masih kontroversial. (Rina Diana & Muhammad Eko Irawanto, 2020)
a. Terapi khusus
1) Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid masih bersifat kontroversial.
Kortikosteroid dapat mencegah perpanjangan penyakit apabila diberikan
selama fase awal, yaitu dalam kurun waktu 72 jam sejak timbulnya gejala
pertama, misalnya melalui pemberian dexamethasone intravena (IV) 1,5
mg/kg/hari selama 3 hari berturut-turut.1,2,23 Terapi dengan infus
methypredinisolone 1.000 mg/hari selama 3 hari berturut-berturut juga telah
terbukti efektif. Methypredinisolone IV 500 mg per hari selama 2 hari dan 250
mg per hari selama 3 hari berikutnya juga pernah dilaporkan.23 Kim dkk
memberikan terapi methypredinisolone 250-1.000 mg/hari pada pasien NET
dan dilakukan tapering off dose secara bertahap dengan methypredinisolone
oral.24,25 Michael dkk menyarankan tapering off dose predinisolone oral
selama 7-10 hari. Akan tetapi, penelitian lain menunjukkan bahwa steroid
tidak menghentikan perkembangan penyakit dan bahkan terkait dengan
peningkatan angka kematian serta efek samping, terutama sepsis.
Panduan spesifik dalam penggunaan kortikosteroid sistemik
bervariasi dan akan tetap bervariasi karena tidak adanya uji coba terkontrol.26
Dengan demikian, kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan sebagai
pengobatan andalan pada kasus nekrolisis epidermal.1 Mekanisme kerja
kortikosteroid pada SSJ-NET antara lain terjadi melalui penghambatan
apoptosis epidermal oleh beberapa mekanisme, yaitu menghambat kerja
berbagai sitokin, seperti TNF-α, penghambatan INF-yang dapat menginduksi
terjadinya apoptosis, serta penghambatan apoptosis keratinosit yang dimediasi
Fas.
11
IVIG dengan adekuat, serta untuk pasien dengan komplikasi klinis yang parah
seperti ensefalopati hepatik serta pada pasien NET yang melibatkan lebih dari
70% luas permukaan tubuh.
4) Cyclosporine
Cyclosporine merupakan calcineurin inhibitor yang sering digunakan pada
pasien transplantasi dan penyakit autoimun. Obat ini dapat memperpendek
masa re-epitelisasi lengkap secara signifikan dan sedikit yang mengalami
kegagalan fungsi organ dan kematian pada observasi. Mekanisme kerja
cyclosporine sangat penting penggunaannya dalam pengobatan SSJ-NET.
Sindrom Stevens-Johnson (SSJ)-NET ditandai dengan apoptosis keratinosit
luas yang diprakarsai oleh sel NK, sel T sitotoksik dan TNF α. Sebagai
imunosupresan kuat, cyclosporine pada NE mempunyai efek biologis yang
dapat menghambat aktivasi sel T, mencegah produksi sitokin yang penting
dalam patofisiologi SSJ-NET.8,30 Dengan demikian cyclosporine secara
selektif bekerja pada perubahan imunologi yang memicu kematian keratinosit
dan mencegah apoptosis.30 Pada penelitian Mohanty dkk, cyclosporine
dengan dosis 5 mg/kg/hari selama 10 hari sejak onset SSJ-NET dapat
menurunkan risiko kematian dan dapat memberikan penyembuhan lesi lebih
cepat.
b. Terapi Pendukung
Pemberian terapi pendukung pada SSJ-NET mirip dengan penatalaksanaan pada
pasien luka bakar dengan tujuan untuk menghindari komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian. Komplikasi yang dapat timbul antara lain hipovolemia,
ketidakseimbangan elektrolit, insufisiensi ginjal, serta sepsis. Terapi pendukung
yang dibutuhkan antara lain perawatan luka setiap hari, hidrasi dan dukungan
nutrisi.
1) Perawatan luka
Perawatan luka paling baik dilakukan sekali sehari oleh seorang
dermatologis. Mobilitas pasien harus dikurangi, karena setiap gerakan dapat
memicu pelepasan epidermal. Perawatan kulit terutama difokuskan pada
wajah, mata, hidung, mulut, telinga, area anogenital, lipatan ketiak serta ruas
interdigital. Area yang tidak terlibat harus tetap kering dan tidak
dimanipulasi. Area lesi, terutama pada daerah punggung dan yang sering
mendapat tekanan harus dilapisi dengan kasa vaselin album hingga re-
epitelisasi terjadi. Untuk daerah wajah, krusta hemoragik dan serosa
dibersihkan setiap hari dengan larutan natrium klorida isotonik steril. Salep
antibiotik (misalnya mupirocin) harus dioleskan pada area sekitar lubang
telinga, hidung, mulut. Dressing silikon dapat digunakan untuk menutupi
daerah yang erosi. Dressing silikon tidak perlu diganti dan bisa dibiarkan
sampai terjadi re-epitelisasi, namun permukaannya harus dibersihkan setiap
hari dengan larutan natrium klorida isotonik steril. Pilihan lainnya adalah
12
menempatkan alas dressing non-adherent yang besar (misalnya Exu-Dry™)
di atas pasien dan di tempat tidur.
Untuk mata, pemeriksaan rutin oleh dokter spesialis mata dianjurkan.
Kelopak mata harus dibersihkan dengan lembut setiap hari dengan larutan
natrium klorida isotonik steril dan salep mata antibiotik dioleskan ke
kelopak mata. Selain itu, tetes mata antibiotik harus diberikan ke kornea
untuk mengurangi kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan jaringan
parut.1,2 Hidung harus dibersihkan setiap hari dengan kapas steril, dibasahi
dengan larutan natrium klorida isotonik steril dan kemudian prosedur yang
sama digunakan untuk mengoleskan sedikit antibiotik salep (misalnya
mupirocin). Mulut harus dibilas beberapa kali sehari menggunakan jarum
suntik dengan larutan natrium klorida isotonik steril, dan kemudian disedot
jika pasien dalam kondisi tidak sadarkan diri. Pada area anogenital dan
ruang interdigital, perawatan kulit dilakukan setiap hari dengan cara
mengoleskan larutan perak nitrat (0,5%) dalam kasus maserasi atau larutan
natrium klorida steril jika tidak ada maserasi.2 Akan tetapi, tidak terdapat
pedoman standar dalam perawatan luka dan penggunaan antibiotik.
2) Hidrasi
Nekrolisis epidermal berhubungan dengan hilangnya cairan melalui
area yang erosi, sehingga menyebabkan hipovolemia dan gangguan
elektrolit. Penggantian cairan harus dilakukan sesegera mungkin dan diukur
setiap harinya.1 Pasien SSJ harus dirawat di ruang perawatan intensif
terutama jika terjadi pelepasan epidermal sebesar 10-20% dari luas
permukaan tubuh. Pengukuran tekanan darah, suhu serta lembar
keseimbangan cairan sangat dibutuhkan. Suhu ruangan harus berada di
rentang antara 29-30° C (82-86° F). Semua manipulasi pasien harus
dilakukan secara steril dan kateter vena sebisa mungkin harus ditempatkan
di area kulit yang tidak terlibat.
3) Dukungan nutrisi
Dukungan nutrisi biasanya diberikan melalui nasogastric tube (NGT) untuk
mempercepat penyembuhan dan mengurangi risiko translokasi bakteri dari
traktus gastrointestinal
13
BAB III
PEMBAHASAN
a. Kasus
Seorang pria usia 50 tahun masuk RS dengan keluhan luka pada sekujur tubuh, awalnya
luka dialami saat klien minum obat antibiotik yang dia beli sendiri diapotik, setelah itu
muncul ruam-ruam dikulit yang semakin lama semakin banyak, kulit terasa perih dan gatal.
Klien mengeluh sulit makan karena luka pada mulit, sulit tidur dan beraktivitas.
b. Mind Map
c. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Hari/Tanggal : 8 September 2023
14
Jam Pengkajian : 11.00 WITA
Pengkaji : Kelompok 4
Ruang : ICU
A. IDENTITAS
1. Klien
Nama : Tn. L
Jenis Kelamin : Laki - laki
Usia : 50 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Petani
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Jl. H.M. Yasin Limpo
No. RM : CM - 405762
Diagnostik Medis : Ruam Kulit
Tanggal Masuk RS : 07 September 2023
1. Penanggung Jawab
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 48 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Jl. H.M. Yasin Limpo
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Riwayat Kesehatan Pasien
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan utama : pasien mengeluh rasa perih dan gatal pada seluru tubuh, sulit
tidur, kulit kemerahan
b. Kronologi penyakit saat ini : awalnya luka dialami saat klien minum obat
antibiotik yang dia beli sendiri diapotik, setelah itu muncul ruam-ruam dikulit
yang semakin lama semakin banyak, kulit terasa perih dan gatal
c. Pengaruh penyakit terhadap pasien : klien susah beraktivitas dan makan
d. Pasien mengatakan agar bisa sembuh dari penyakit yang dialaminya
15
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Genogram
Keterangan :
: Perempuan
: Laki - laki
: Garis Pernikahan
: Garis Keturunan
: Perempuan Meninggal
: Laki-laki Meninggal
: Pasien
a. Dengan siapa klien tinggal dan berapa jumah keluarga : Suami dan jumlah
16
anak 2
b. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa : Tidak ada
c. Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit menular atau menurun : Tidak
ada
d. Bagaimana efek yang terjadi pada keluarga bila salah satu anggota keluarga
sakit : Keluarga pasien langsung membawa pasien ke rumah sakit terdekat
2. Aktivitas Istirahat-Tidur
a. Aktifitas
1) Apakah klien selalu berolah raga? Jenis OR : Tidak
2) Apakah klien mengguanakan alat bantu dalam beraktifitas? Tidak
3) Apakah ada gangguan aktifitas? Sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada
gangguan aktifitas. Sesudah sakit pasien mengatakan ada gangguan aktifitas
4) Berapa lama melakukan kegiatan perhari? Sebelum sakit pasien mengatakan
melakukan aktifitas dari jam 8 pagi hingga jam 10 malam. Sesudah sakit
pasien tidak melakukan kegiatan selain beristirahat.
5) Apakah klien mampunyai ketrampilan khusus? Tidak
6) Bagaimana aktifitas klien saat sakit sekarang ini? Sebelum sakit pasien tidak
perlu di bantuan dalam beraktifitas Sesudah sakit pasien perlu bantuan dalam
beraktifitas.
b. Istirahat
a) Kapan dan berapa lama klien beristirahat :
Sebelum sakit : Klien mengatakan waktu istirahatnya selama 7 jam
Sesudah sakit : Klien mengatakan waktu istirahatnya tidak cukup.
b) Apa kegiatan untuk mengisi waktu luang? Tidak ada
c) Apakah klien menyediakan waktu khusus untuk istirahat? Tidak ada
d) Apakah pengisian waktu luang sesuai hoby? Tidak ada
e) Bagaimana istirahat klien saat sakit sekarang ini?
f) Selama sakit pasien mengatakan istirahatnya kurang.
17
c. Tidur
a) Bagaimana pola tidur klien? (jam, berapa lam, nyenyak/tidak?)
Sebelum sakit pasien megatakan waktu tidurnya cukup.
Selama sakit pasien mengatakan tidurnya kurang
b) Apakah kondisi saat ini menganggu klien?
Pasien mengatakan kondisi ini sangat mengganggu
c) Apakah klien terbiasa mengguanakan obat penenang sebelum tidur? Tidak
ada
d) Kegiatan apa yang dilakukan menjelang tidur? Tidak ada
e) Bagaimana kebiasaan tidur? Tidak ada
f) Berapa jam klien tidur? Bagaimana kualitas tidurnya ?
Sebelum sakit : klien mengatakan waktu tidurnya sekitar 5-6 jam perhari
Sesudah sakit : klen mengatakan waktu tidurnya kurang, sekitar 4-5 jam
perhari
g) Apakah klien sering terjaga saat tidur :
Sebelum sakit: Tidak
Sesudah sakit : Ya
h) Pernahkan mengalami gangguan tidur? Jenis nya? Tidak ada
i) Apa hal yang ditimbulkan akibat gangguan tersebut? Tidak ada
d. Cairan
1) Berapa banyak klien minum perhari? Pasien mengatakan jarang minum air
2) Minuman apa yang disukai klien dan yang biasa diminum klien? Tidak ada
3) Apakah ada minuman yang disukai/ dipantang? Tidak ada
4) Apakan klien terbiasa minum ectum? Tidak pernah
5) Bagaimana pola pemenuhan cairan perhari? kurang
6) Ada program pembatasan cairan? Tidak ada
7) Bagaimana balance cairan klien ? Tidak ada
e. Nutrisi
1) Apa yang biasa di makan klien tiap hari? Pasien mengatakan bubur.
2) Bagaimana pola pemenuhan nutrisi klien? Berapa kli perhari? Pasien
mengatakan makan 2 kali sehari
3) Apakah ada makanan kesukaan, makanan yang dipantang? Makanan kesukaan
: bakso
Makanan pantangan : tidak ada
4) Apakah ada riwayat alergi terhadap makanan? Tidak
5) Apakah ada kesulitan menelan? Mengunyah? pasien mengatakan sulit makan
karena luka pada mulut
6) Apakah ada alat bantu dalam makan ? tidak ada
18
7) Apakah ada yang menyebabkan gangguan pencernaan? Tidak ada
8) Bagainama kondisi gigi geligi klien? Jumlah gigi? Gigi palsu? Kekuatan gigi?
Tidak ada
9) Adakah riwayat pembedahan dan pengobatan yang berkaiatan dengan
sistem pencernaan? Tidak ada
10) Adakah program diet bagi klien ? Tidak ada
2. Kardiovaskuler
a) Apakah klien cepat lelah?
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak cepat lelah.
Selama sakit pasien mengatakan ya, cepat lelah.
19
b) Apakah ada keluhan berdebar – debar?
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak pernah.
Selama sakit pasien mengatakan pernah.
c) Apakah klien mengguankaan alat pacu jantung? Tidak ada
d) Apakah klien mendapat obat untuk mengatasi gangguan kardiovaskuler?
Tidak ada.
3. Persyarafan
a) Nervus I (olfaktorius) : klien tidak mampu mencium bau dengan baik
b) Nervus II (optikus) : klien mampu membedakan warna
c) Nervus III (okulomotorius) : klien dapat menggerakan bola mata kekanan,
kekiri, keatas dan kebawah dengan normal dan tidak ada tekanan
d) Nervus IV (trochler) : klien mampu menggerakkan bola mata kebawah,
atas, kanan, kiri
e) Nervus V (trigeminus): klien sulit menggerakan rahang bawah dan atas,
sulit menggerakkan mulut
f) Nervus VI (abdusen) : klien mampu menggerakan bola ke arah lateral dan
memutar
g) Nervus VII (Fasial): klien mampu mengerutkan dahi dan alis.
h) Nervus VIII (Vestibulokokhlearis): klien mampu mendengar dengan baik.
i) Nervus IX (Glosofharyngeal): klien mengalami gangguan
menelan.
j) Nervus X (Vagus): klien sulit membuka mulut karena mulut pasien luka
k) Nervus XI (Asesoris): klien mampu mengangkat kedua bahu
l) Nervus XII (Hypoglosus) : ada masalah pada lidah, klien tidak dapat
merasakan makanan dengan normal
4. Personal Hygiene
a) Bagaimana pola personal hygiene? Berapa kali mandi, gosok gigi dll?
Sebelum sakit pasien mengatakan selalu mandi.
Selama sakit pasien mengatakan mandi sekali sehari.
b) Berapa hari klien terbiasa cuci rambut?
Sebelum sakit pasien mengatakan selalu cuci rambut saat mandi.
Selama sakit pasien mengatakan tidak pernah cuci rambut
c) Apakah klien memerlukan bantuan dalam melakukan personal hygiene?
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak memerlukan bantuan.
Selama sakit pasien mengatakan ya, memerlukan bantuan dalam melakukan
personal hygiene.
5. Sex
a) Apakah ada kesulitan dalam hubungan seksual? Tidak dikaji
b) Apakah penyakit sekarang mempengaruhi / menggangggu fungsi seksual?
Tidak dikaji
20
D. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL
1. Psikologi
a. Status Emosi.
1) Apakah klien dapat mengekspresikan perasaannya? Ya, dapat
2) Bagaimana suasana hati klien? Pasien mengatakan khawatir terhadap
kondisinya saat ini
3) Bagaimana perasaan klien saat ini? Pasien mengungkapkan takut mati dan
khawatir jika penyakitnya bertambah parah.
4) Apa yang dilakukan bila suasana hati sedih, marah, gembira? Tidak ada
b. Konsep diri
1) Bagaimana klien memandang dirinya? Klien memandang dirinya lemah
2) Hal – hal apa yang disukai klien? Tiadak ada
3) Bagaimana klien memandang diri sendiri? Klien memandang dirinya lemah
4) Apakah klien mampu mengidentifikasi kekuatan, kelemahan yang ada pada
dirinya? Ya, mampu
5) Hal – hal apa yang dapat dilakukan klien saat ini? Klien mengatakan hanya
dapat berbaring
2. Hubungan sosial:
a. Apakah klien mempunyai teman dekat ? Istri dan anak
b. Siapa yang dipercaya klien? Istri dan anak
c. Apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat? Tidak ada
d. Apakah pekerjaan klien sekarang? Apakah sesuai kemampuan? Sesuai
3. Spiritual
a. Apakah klien menganut satu agama? Ya
b. Saat ini apakah klien mengalami gangguan dalam menjalankan ibadah? Ya
c. Bagaiamana hubungan antara manusia dan Tuhan dalam agama? Pasien
mengatakan “Alhamdulillah, InsyaAllah Baik”
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
1. Kesadaran: GCS: E = 4 V= 5 M = 6
2. Kondisi klien secara umum : klien mengeluh nyeri dibagian kepala
3. Tanda – tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan = 24x/menit
Suhu : 35,5 C
4. Pertumbuhan fisik : TB, BB, postur tubuh.antropometri
TB : 170 cm
BB : 68 kg
5. Keadaan kulit:
Warna : sawo matang
21
Tekstur : Lembek
Kelaianan kulit : Tidak ada
22
c. Dada
1. Inspeksi
Bentuk dada : Baik
Kelainan bentuk : Baik
Retraksi otot dada : Meningkat
Pergerakan selama pernafasa : Baik
Jenis pernafasan : Kussmaul
2. Auskultasi
Suara pernafasa : Meningkat pada paru-paru destra
Bunyi jantung : B ditemui : Tidak ada
3. Perkusi
Batas jantung dan paru? Dullness : Tidak ada
4. Palpasi
Simetris? Nyeri tekan? Massa? Pernafasan (kedalaman, kecepatan), ictus
kordis : Tidak ada
d. Abdomen
1. Inspeksi
Abdomen terlihat simetris, warna kulit terlihat tidak merata, vena abdomen
tidak terlihat, tidak terdapat ostomy
2. Auskultasi
Frekuensi dan intensitas peristaltik terdengar normal sebanyak 12- 21 kali per
menit
3. Perkusi
Tidak terdengar suara udara, tidak terdapat penimbunan cairan, tidak terdapat
massa/tumor
4. Palpasi
Tonus otot teraba normal, kekenyalan teraba normal, tidak terdapat massa
f. Ekstremitas
1. Atas
Kelengkapan : Lengkap
Kelainan jari : Tidak ada
Tonus otot : Tidak ada
Kesimetrisan gerak : Simetris
Gangguan gerak : Tidak ada
Kekuatan otot : Baik
Gerakan otot, gerakan bahu, siku, pergelangan tangan dan jari – jari
: Lemas
2. Bawah
23
Kelengkapan : Baik
edema perifer : Tidak ada
kekuatan otot : Baik
bentuk kaki : Baik
varices : Tidak ada
gerakan otot, panggul, lutut, pergelangan kaki dan jari – jari : Lemas
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
KLASIFIKASI DATA
24
seluruh tubuh disertai perih dan TD : 120/80 mmHg,
gatal N : 80 x/menit
P: ruam pada kulit RR : 24 x/menit,
Q : Nyeri tertusuk tusuk S : 35,5℃
R : seluru tubuh 2. Terdapat ruam pada seluru tubuh
S : Skala nyeri 5 klien
T : Nyeri muncul tiba-tiba saat 3. Klien tampak lemah dan cemas
beristirahat maupun beraktivitas 4. Keadaan kulit tampak kering dan
2. Klien mengatakan luka dialami saat merah
klien minum obat anti biotik 5. Tampak klien menggaruk badannya
3. Klien mengatakan aktivitasnya 6. Tampak bekas luka gatal akibat
terganggu karena nyeri yang digaruk pada kulit klien
dirasakan 7. Tampak gelisah
8. Tampak keliru terhadap masalah
4. Klien mengatakan sulit makan
yang dihadapi
5. Klien mengatakan terkadang tidak
dapat istirahat karena nyeri
yang dirasakan tiba– tiba muncul
6. Klien mengatakan mengalami
gangguan tidur karena gatal dan
perih yang dirasakan
7. Klien mengatakan biasa terjaga
meski sakit karena perih dan gatal
8. Klien merasa tidak nyaman dengan
keadaaanya
9. Klien merasa aktivitasnya jadi
terganggu
10. Klien merasa khawatir dengan
akibat dari kondisi yang dihadapi
11. Klien mengeluh pusing
12. Klien merasa bingung
13. Klien menanyakan masalah yang
dihadapi
ANALISA DATA
25
Q : Nyeri tertusuk tusuk Stratum Korneum Yang
R : seluru tubuh Rusak
S : Skala nyeri 5
T : Nyeri muncul tiba-tiba
saat beristirahat maupun Denaturasi Keratin
beraktivitas
- Klien mengatakan luka Menyingkirkan Stratum
dialami saat klien minum Yang Rusak
obat anti biotik
- Klien mengatakan
aktivitasnya terganggu Mengubah Daya Air
karena nyeri yang dirasakan Kulit
- Klien mengatakan terkadang
tidak dapat istirahat
Merusak Lapisan
karena nyeri yang dirasakan
Epidermis
tiba– tiba muncul
- Klien merasa tidak nyaman
dengan keadaaanya Nyeri Akut
- Klien mengatakan sulit
makan
DO :
- Kesadaran : compos mentis
TD = 120/80 mmHg,
N = 80 x/menit
RR = 24 x/menit,
S = 35,5℃,
- Klien tampak lemah dan
cemas
2. DS : Antibody Merusak Gangguan
- Klien mengatakan luka Jaringan Integritas Kulit
dialami saat klien minum
obat anti biotik
Terjadi Peradangan
- Klien merasa tidak nyaman
dengan keadaaanya
- Klien merasa aktivitasnya Perubahan Fungsi
jadi terganggu Barier Kulit
DO :
- Keadaan kulit tampak kering Gangguan Integritas
dan merah Kulit
- Terdapat ruam pada seluru
tubuh klien
- Tampak klien menggaruk
badannya
26
- Tampak bekas luka gatal
akibat digaruk pada kulit
klien
3. DS : Obat Anti Biotik Gangguan Pola
- Klien mengatakan terkadang Tidur
tidak dapat istirahat karena
Dikomsumsi Langsung
nyeri yang dirasakan tiba –
tiba muncul
- Klien mengatakan Adanya Kontak Dengan
mengalami gangguan tidur Alergi
karena gatal dan perih yang
dirasakan
Sel Plasma Dan Basofil
- Klien mengatakan biasa
Menghasilkan Ab Ige
terjaga meski sakit karena
perih dan gatal
- Klien merasa aktivitasnya Memicu Proses
jadi terganggu Degranulasi
DO :
Pelepasan Mediator
- Klien tampak lemas Kimia
- Tampak klien menggaruk
badannya
- Tampak bekas luka gatal Reaksi Peradangan
akibat digaruk pada kulit
klien
Reaksi Menggaruk
Berlebih
27
DO : Terus-Menerus
- Tampak gelisah Sehingga Terjadi
- Klien tampak lemah dan Kompleks Imun
cemas
Mencetus Inflamasi
Multi Organ
Perubahan Status
Kesehatan
Ansietas
Defisit Pengetahuan
2. Diagnosis Keperawatan
Inisial Pasien : Tn. L
Umur : 50 Tahun
No. DIAGNOSIS
1. Nyeri akut b.d agen pencedera kimiawi (ruam kulit) d.d pasien mengeluh nyeri
28
DS :
- Klien mengatakan kulit ruam pada seluruh tubuh disertai perih dan gatal
P : ruam pada kulit
Q : Nyeri tertusuk tusuk
R : seluru tubuh
S : Skala nyeri 5
T : Nyeri muncul tiba-tiba saat beristirahat maupun beraktivitas
- Klien mengatakan luka dialami saat klien minum obat anti biotik
- Klien mengatakan aktivitasnya terganggu karena nyeri yang dirasakan
- Klien mengatakan terkadang tidak dapat istirahat karena nyeri
yang dirasakan tiba– tiba muncul
- Klien merasa tidak nyaman dengan keadaaanya
- Klien mengatakan sulit makan
DO :
- Kesadaran : compos mentis
TD = 120/80 mmHg,
N = 80 x/menit
RR = 24 x/menit,
S = 35,5℃,
- Klien tampak lemah dan cemas
2. Gangguan intergritas kulit b.d bahan kimia iritatif d.d kulit tampak merah
DS :
- Klien mengatakan luka dialami saat klien minum obat anti biotik
- Klien merasa tidak nyaman dengan keadaaanya
- Klien merasa aktivitasnya jadi terganggu
DO :
- Keadaan kulit tampak kering dan merah
- Terdapat ruam pada seluru tubuh klien
- Tampak klien menggaruk badannya
- Tampak bekas luka gatal akibat digaruk pada kulit klien
3. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur d.d mengeluh sering terjaga
DS :
- Klien mengatakan terkadang tidak dapat istirahat karena nyeri yang
dirasakan tiba – tiba muncul
- Klien mengatakan mengalami gangguan tidur karena gatal dan perih yang
dirasakan
- Klien mengatakan biasa terjaga meski sakit karena perih dan gatal
- Klien merasa aktivitasnya jadi terganggu
29
DO :
- Klien tampak lemas
- Tampak klien menggaruk badannya
- Tampak bekas luka gatal akibat digaruk pada kulit klien
4. Ansietas b.d krisis situasional d.d merasa khawatir dengan kondisi yang dialami
DS :
- Klien merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
- Klien mengeluh pusing
- Klien merasa bingung
- Klien mengatakan mengalami gangguan tidur karena gatal dan perih yang
dirasakan
- Klien mengatakan biasa terjaga meski sakit karena perih dan gatal
DO :
- Tampak gelisah
- Klien tampak lemah dan cemas
5. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d bingung dengan kondisi
yang dialami
DS :
- Klien mengatakan luka dialami saat klien minum obat anti biotik
- Klien menanyakan masalah yang dihadapi
DO :
- Kesadaran : compos mentis
TD = 120/80 mmHg,
N = 80 x/menit
RR = 24 x/menit,
S = 35,5℃
- Tampak keliru terhadap masalah yang dihadapi
30
3. Intervensi Keperawatan
Inisial Pasien : Tn. L
Usia : 50 Tahun
32
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur
debridement (mis. enzimatik,
biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
35
nonfarmakologi lainya meningkatkan kualitas
tidur.
36
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dermatitis merupakan reaksi inflamasi pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan
faktor eksogen dan endogen. Faktor ekstrinsik dan intrinsic berupa iritan (kimia, fisik dan
biologis) berperan penting pada penyakit ini.
Dermatitis kontak alergi disebabkan oleh bahan kimia sederhana dengan berat molekul
rendah (<1000 Dalton) yang disebut hapten bersifat lipofilik dan sangat reaktif, Sel-sel hidup
epidermis bagian dalam banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya KAD, termasuk
potensi sensitisas alergen, dosisi persatuan luas, area yang terkena, waktu pemaparan,
oklusi,suhu dan kelembaban lingkungan, kendaraan dan pH.
Gejala utama dermatitis atopik adalah gatal/pruritus yang mucul sepanjang hari dan
memberat ketika malam hari yang dapat menyebabkan insomnia dan penurunan kualitas
hidup.
B. Saran
Tim penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih banyak ada
kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya tim penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah ini dengan menggunakan pedoman dari beberapa
sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.
37
DAFTAR PUSTAKA
Aruananda, Widya. 2021. “Asuhan Keperawatan Pada An. N Keluarga Bpk. Dengan Dermatitis
Atopik”. http://repository.universitaspahlawan.ac.id/533/1/Widya%20Ariananda
%201814401013.pdf.
Dewi, CC (2019). Tinjauan atas Stevens-Johnson Syndrome dan Toxic Epidermal Necrolysis.
Cermin Dunia Kedokteran , 46 (7), 55-59.
Diana, R., & Irawanto, SAYA (2020). PATOFISIOLOGI DAN MANAJEMEN TERAPI
SINDROM STEVENS-JOHNSON (SSJ) DAN NEKROLISIS
EPIDERMAL TOKSIK (NET).
Fitriany, J., & Alratisda, F. (2019). Sindrom Stevens Johnson. AVERROUS: Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan Malikussaleh , 5 (1), 94-115.
Nopinah.
Pratama, H. A., Sofyan, A., & Munir, M. A. (2023). SINDROM STEVEN JOHNSON:
LAPORAN KASUS. Jurnal Medical Profession (Medpro), 5(1), 1-7.
Subanada, IB, Ketut Dewi Kumara wati, christina sarangnga, yuliana, Ini Komang Tri
Apriastina. 2013. “Comprehensive Management Of Growth & Development,
Infection, Allergy Immunologu And Nephrologi Disease On Daily Practice”.
Denpasar, PT. Percetakan Bali.
Sagitania, Devina. “Sindrom Steven -Johnson”.
https://www.alomedika.com/penyakit/dermatovenereologi/sindroma-stevens-
johnson/diagnosis . Diakses pada pukul 21.04 tanggal 11 September 2023.
Syamsu, R. F., & Diana, N. A. (2021). Penanganan dan Preventif Sindrom Stevens Johnson di
Masyarakat. Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(5), 524-529.
Wisan, AB, & Aviana, F. (2022). Dermatosis Mengancam Jiwa: Sindrom Stevens-Johnson
Diduga Akibat Methampyron. Cermin Dunia Kedokteran , 49 (8), 443-446.
38