Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OMK

Untuk memenuhi Tugas Makalah Asuhan Keperawatan Persepsi Sensori

Disusun oleh :

Kelompok 2 :
1. Ardita Ferdyanti (153210050)
2. Bayu Vigian Saputra (153210051)
3. Lusiana Nuryanti (153210069)
4. Septaliana (153210082)
5. Rona Adi L ( 1532100 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN / 3 B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2016
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa
OMK” dapat terselesaikan. Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Persepsi
Sensori”.
Keperawatan di Indonesia saat ini masih dalam suatu proses profesionalisasi yaitu
terjadinya suatu perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai tuntunan secara global dan
local atau otonomi. Untuk mewujudkannya maka perawat Indonesia harus mampu
memberikan Asuhan Keperawatan secara profesional kepada pasien dan berpartisipasi secara
aktif dalam membangun bangsa dan negara Indonesia tercinta. Sehingga masyarakat
(masyarakat umum dan masyarakat profesional) mengenal dan mengakui eksistensi profesi
keperawatan.
Atas terselesaikannya makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Darsini
S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku dosen mata kuliah Persepsi Sensori. Kritik dan saran sangat kami
butuhkan demi kesempurnaan penulisan makalah dan tugas tugas kami berikutnya. Apabila
dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan,kami mohon maaf,semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak khususnya bagi pembaca.

Jombang,26 September 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR………………………………………………………….…2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………3
1. BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang…………………………………………………………..4
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………4
1.3 Tujuan…………………………………………………………………..5
2. BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Definisi………………………………………………………………….6
2.2 Klasifikasi……………………………………………………………….6
2.3 Etiologi…………………………………………………………………..8
2.4 Patofisiologi……………………………………………………………...11
2.5 Manifestasi klinis………………………………………………………...11
2.6 Anatomi fisiologi………………………………………………………...11
2.7 Pemeriksaan diagnostic…………………………………………………..12
2.8 Penatalaksanaan medis……………………………………………………12
3. BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………20
3.2 Saran…………………………………………………………………………20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………......21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perforasi membran timpani biasanya disebabkan oleh trauma atau infeksi. Sumber
trauma meliputi fraktur tulang tengkorak,cedera ledakan, atau hantaman keras pada telinga.
Infeksi kronik telinga tengah tidak hanya mengakibatkan kerusakan membran timpani tetapi
juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum
penemuan antibiotika, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang,
penggunaan antibiotika yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis
koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoid akut sekarang ditemukan pada
pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang tidak memadai dan mengalami
infeksi telinga yang tidak ditangani. Selain itu untuk kasus dengan penanganan yang
terlambat dapat menyebabkan berbagai masalah yang membahayakan diantaranya paralis
nervus fasialis, kehilangan pendengaran sensorineural dan atau gangguan keseimbangan (
akibat erosi telinga dalam ) dan abses otak. ( Suzanne C. Smeltze, 2001)

Fenomena inilah yang menarik kami untuk mengadakan penyusunan makalah


dengan judul “ Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pendengaran Akibat Otitis
Media Kronis ” dengan harapan karya ini dapat dipakai untuk mengetahui tentang otitis
media kronis lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan OMK?


2. Bagaimana etiologi dari OMK ?
3. Apa penyebab OMK?
4. Bagaimana patofisiologi dari OMK?
5. Apa saja klasifikasi dari OMK?
6. Bagaimana manifestasi klinis OMK?
7. Bagaimana anatomi fisiologis OMK?
8. Bagaimana diagnostic OMK?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis OMK?

4
1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi OMK?


2. Mengetahui etiologi dari OMK ?
3. Mengetahui penyebab OMK?
4. Mengetahui patofisiologi dari OMK?
5. Menegetahui klasifikasi dari OMK?
6. Menegetahui manifestasi klinis OMK?
7. Mengetahui anatomi fisiologis OMK?
8. Mengetahui diagnostic OMK?
9. Menegetahui penatalaksanaan medis OMK?

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Otitis media kronik (OMK) adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan
struktur tulang di dalam kavum timpani. Sedangkan OMSK adalah stadium dari penyakit
telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan
membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang
timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih
dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani
atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior,
posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan
kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan patologis yang ireversibe.
Otitis media kronik merupakan kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan
ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut. Sering
berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.
Otitis media kronik atau mastoiditis kronik ini lebih seing ditemukan, dan beberapa
ahli infeksi kronik ini dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan
pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuasoma) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga
tengah, hal inilah yang menyebabkan gangguan pada fungsi telinga akibat otitis media
kronik.

2.2 Klasifikasi
1. Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa).
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang
bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas
pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,
kegagalan pertahanan mukosa terhadap infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang
rendah, campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta

6
migrasi sekunder dari epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel
goblet, metaplasi dari mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu
a. OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif.
b. OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
2. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya.
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan
kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe
ini.Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak
teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi,
teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi
akan memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan
mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ
disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam
dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya
komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.Kolesteatom dapat diklasifikasikan
atas dua jenis:

1. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965)
adalah :
1. Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential
yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,
umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli
saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.1,2

7
2. Kolesteatom akuisital atau didapat
a. Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.
Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat
adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi).
Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida1,2.
b. Secondary acquired cholesteatoma.
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel
kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori
migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berkangsung lama (teori metaplasi).
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-
kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa membran timpani.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.

2.3 Etiologi
Otitis media (OM) sering terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh bakteri atau
virus yang menyebabkan peradangan di mukosa, gangguan drainase telinga tengah dan
menyebabkan penumpukan cairan steril. Bakteri atau virus masuk ke telinga tengah melalui
tuba eustachius, yang menyebabkan infeksi telinga tengah. Agen-agen infeksi tersebut
diantaranya agen infeksi dari tenggorok yaitu streptococcus, stapilococcus, diplococcus
pneumonie, hemofilus influens, Gram (+), rongga mulut S. Pyogenes, S. Albus, Gram (-), dan
hidung meliputi Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli, Kuman anaerob : Alergi, diabetes
melitus, TBC paru.
Bakteri yang paling sering menyebabkan otitis media adalah S.Pneumoniae,
H.influenzae, dan M. catarrhalis. Bakteri pathogen yang lebih jarang meliputi Streptococcus

8
spp grup A, S. Aureus, dan spesies Gram-negatif. Pada 30% kasus tidak ada bakteri pathogen
yang ditemukan, dan pada 44% kasus, virus merupakan satu-satunya organism yang
ditemukan.
Penyebab OMK antara lain:
1.Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang
padat.

2.Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-
sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.

3. Riwayat otitis media sebelumnya


Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan/
atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu
telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis.

4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada
otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Bakterinya, antara lain:
a) Streptococcus.
b) Stapilococcus.
c) Diplococcuspneumonie.
d) Hemopilus influens.
e) Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
f) Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
g) Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas

9
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.

7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustachius


Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal
ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang
inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap pada
OMK adalah:
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
d) Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.

10
2.4 Patofisiologi
Agen infeksi dari tenggorok, rongga mulut, hidung oleh bakteri diantaranya
stepcococcus, stafilococcus, diplococcus pneumonia, dll mengakibatkan disfungsi tuba
eutachius hingga influks bakteri ketelinga tengah akan mengakibatkan infeksi telinga tengah.
Dan apabila keadaan ini berlanjut atau berulang, ruptur membran timpany serta adanya OMA
( pengobatan tidak tuntas virulensi meningkat ) mengakibatkan OMK.
Dari influks membran timpany menyebabkan perforasi membran timpany dan nekrosis
membran timpany serta ruptur membran timpany yang akan mengeluarkan nanah sehingga
nanah menumpuk di belakang membran timpany mengakibatkan penurunan hantaran suara,
melanjut ke penurunan fungsi pendengaran.
Jika daya tahan tubuh melemah nanah akan keluar terus dan menjadi kronis.
Pengobatan yang tidak tuntas, episode berulang mengakibatkan infeksi pada telinga dalam
alkan merusak tulang karena adanya kolesteatoma pada telinga tengah bisa dilakukan
tindakan operasi dengan mastoidektomi.

2.5 Manifestasi Klinis


Terkadang gejala dapat dirasakan minimal, dengan berbagai derajat kehilangan
pendengaran dan terdapat otorea intermiten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak
ada nyeri kecuali paa kasus mastoisitis akut, dimana daerah post-aurikuler menjadi nyeri
tekan dan bahkan merah dan edema.
Kolesteatoma yang dilanjutkan dengan pertumbuhan kulit dari membrane timpani
lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan mengadung
bahan sebaseus, kantong tersebut dapat melekat struktur telinga tengah dan mastoid, biasanya
tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi pada otoskopik pada membran timpani memperlihatkan
adanya perforasi. Kolesteatoma terkadang dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh
ahli otoskopi. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering mempelihatkan kehilanga
pendengaran konduktif atau campuran.

2.6 Anatomi Fisiologi


Telinga Tengah
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul
otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani
terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran
ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga

11
tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi
udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli
dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran
suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela
oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara.
Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang
agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga
tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan
telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat
kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan.
Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga
tengah dengan tekanan atmosfer.

2.7 Pemeriksaan Diagnostic


Pemeriksaan diagnostic yang sering dilakukan pada kasus otitis media kronis ini
diantaranya meliputi :
o Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.
o Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
o Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan bila dilakukan timpanosesntesis (Aspirasi jarum
dari telinga tengah melalui membrane timpany).

2.8 Penatalaksanaan Medis


Penanganan local meliputi pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop dan
alat penghisap. Pemberian antibiotika atau pemberian bubuk antibiotika sering membantu
bila terdapat cairan purulen.
Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan penanganan obat tidk
efektif. Dapat dilakukan timpanoplasti dan yang paling sering adalah timpanoplasti-
rekonstruksi bedah membrane timpani dan osikulus. Tujuan dari timpanoplasti adalah

12
mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup lubang perforasi, telinga tengah, mencegah
infeksi berulang, dan memperbaiki pendengaran. Timpanoplasti dilakukan melalui kanalis
auditorius eksternus, baik secara transkanal atau melalui insisi aurikuler. Isis telinga tengah
diinspeksi secara teliti, dan hubungan antara osikulus dievalusi. Terputusnya rantai osikulus
adalah yang paling sering terjadi pada otitis media, namun masalah rekonstruksi juga akan
muncul dengan adanya malformasi telinga tengah dan dislokasi osikuler akibat cidera kepala.
Perbaikan dramatis pendengaran dapat terjadi stelah penutupan lubang perforasi dan
perbaikan kembali osikulus. Pembedahan biasanya dilakukan pada pasien rawat jalan dengan
anesthesia umum.
Selain tu dapat juga pembedahan mastoidektomi. Tujuan dari pembedahan ini adalah
untuk mengangkat kolesteatoma, mencapai struktur yang sakit, dan menciptakan telinga yang
aman, kering, dan sehat. Bila mungkin osikulus direkontruksi selama prosedur pembedahan
awal. Namun adang beratnya penyakit mengharuskan hal ni dilakukan sebagai bagian
operasikedua yang terencana. Mastoidektomi biasanya dilakukan melalui insisi post-
aurikuler, dan infeksi dihilangkan dengan mengambil secara sempurna sel udara mastoid.
Nervus fasialis berjalan melalui telinga tengah dan mastoid dan dapat mengalami bahaya
selama pembedahan mastoid, meskipun jarang mengalami cidera.

Komplikasi
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya
pengobatan akan menimbulkan komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada otitis
media kronis tipe maligna tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh
kuman yang virulen pada otitis media kronis tipe benigna pun dapat menyebabkan
kompilkasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut
dari otitis media kronis berhubungan dengan kolosteatom (bentuk komplikasi yang ganas dari
congek, ditandai dengan pembentukan selaput lendir pada liang telinga luar).
1) Komplikasi ditelinga tengah
a) Perforasi persisten membran timpani.
b) Erosi tulang pendengaran.
c) Paralisis nervus fasial.

13
2) Komplikasi ditelinga dalam.
a) Labirinitis supuratif
b) Tuli saraf
c) Fistel Labirin
3) Komplikasi Ekstradurala
a) Abses Ekstradural
b) Trombosis sinus lateralisc
4) Komplikasi susunan saraf pusat
a) Meningitis
b) Abses otak
c) Hindrosefalus otitis.
Komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak
3. Masuk ke jaringan otak.

14
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengumpulan data

Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan
lingkungan dan tempat tinggal.
A. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien, dan alamat.

B. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau
berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang
digunakan, adakah keluhan seperti pilek dan batuk.

C. Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )


Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative,
provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time. Seperti penjabaran
dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran (kapan,
berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga,
keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi), apakah riwayat pada anggota
keluarga.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Ada atau
tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat alergi pada keluarga.

15
F. Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-
gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya. Pada kasus ini
riwayat psikososial dapat terjadi diantaranya :
Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Aktifitas terbatas
Takut menghadapi tindakan pembedahan

G. Lingkungan dan tempat tinggal


Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal,
area lingkungan rumah, dll.

2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
o Keadaan umum.
o Adakah cairan yang keluar dari telinga.
o Bagaimana warna, bau, jumlah.
o Apakah ada tanda-tanda radang.
o Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium

3. Pemeriksaan Diagnostik
o Tes Audiometri : AC menurun
o X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.

4. Pemeriksaan pendengaran
o Tes suara bisikan
o Tes garputala

5. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses peradangan ditandai dengan edema (
pembengkakan )
2. Gangguan persepsi/sensori ( pendengaran ) b.d penurunan pendengaran

16
3. Gangguan harga diri rendah b.d stigma berkenaan dengan kondisi
4. Intoleransi aktivitas b.d nyeri.
5. Perencanaan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Perawatan
1. Gangguan rasa Rasa nyaman Kaji ulang Memberikan
nyaman nyeri b.d terpenuhi keluhan nyeri, informasi untuk
proses peradangan dalam waktu perhatikan membantu dalam
ditandai dengan jam dengan lokasi/ karakter menentukan
edema kriteria hasil : dan intensitas pilihan/
(pembengkakan) Memberikan keefektifan

rasa nyaman intervensi

Mengurangi
rasa nyeri
Memberikan
Atur posisi kenyamana dan
yang nyaman relaksasi pada
pada pasien pasien

Untuk
Kompres meningkatkan
dingin disekitar relaksasi
area telinga

Kolaborasi Mengurangi
dalam pemberian rasa nyeri
aspirin/ analgesik
sesuai instruki

17
2. Gangguan Gangguan Kaji Untuk
persepsi/sensori persepsi/ ketajaman mengetahui
(pendengaran ) b.d sensori pendengaran tingkat ketajaman
penurunan berkurang pasien pendengaran
pendengaran atau hilang pasien

Karena akibat
Ingatkan klien dari adanya
bahwa vertigo gangguan telinga
dan nausea dapat dalam.
terjadi setelah
radikal
mastoidectomi.
Berikan tindakan
pengamanan.
Perhatikan Mengkaji
droping wajah adanya perlukan
unilateral atau (injuri) saraf
mati rasa wajah.

Untuk
Anjurkan menghindari
kepada keluarga/ perasaan terisolasi
orang terdekat pasien
klien untuk
tinggal bersama
klien dan
memenuhi
program terapi
3. Gangguan harga Diharapkan Kaji luasnya Menentukan
diri rendah b.d gangguan gangguan faktor- faktor
harga diri persepsi dan secara individu

18
stigma berkenaan klien teraba / hubungan derajat dalam
dengan kondisi teratasi kemampuan nya mengembangkan
intervensi
Dorong klien
un tuk
mengeksplorasi Kemungkinan
perasaan tentang memiliki perasaan
kritikan orang tidak realistik saat
dikritik dan perlu
mempelajari

4 Intoleransi Diharapkan Tingkatkan Meningkatkan


aktivitas b.d nyeri menunjukkan tirah baring, istirahat dan
teknik / berikan ketenangan
perilaku yang lingkungan
memampukan tenang, batasi
kembali pengunjung
beraktivitas sesuai keperluan.

Lakukan tugas
dengan cepat dan Memungkinkan
sesuai toleransi. periode tambahan
istirahat tanpa
gangguan

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah
infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa
(Soepardi, 1998).
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur
tulang di dalam kavum timpani. Otitis media kronik merupakan kondisi yang berhubungan
dengan patologi jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis
media akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.
Otitis media konik dapat disebabkan oleh Streptococcus, Stapilococcus, Diplococcus
pneumonie, Hemopilus influens, Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus, Gram Negatif :
Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli. Penaganan yang terlambat pada Otitis media kronis
dapat menyebabkan berbagai masalah yang membahayakan diantaranya paralis nervus
fasialis, kehilangan pendengaran sensorineural dan atau gangguan keseimbangan ( akibat
erosi telinga dalam ) dan abses otak.

3.2 Saran

Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa
calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit otitis media kronis
menjadi bekalkan dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas
ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Greenberg, Michael I. 2008. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan Jilid 1. ECG. Jakarta


Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
Volume 3, ECG. Jakarta

21

Anda mungkin juga menyukai