Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PENGKAJIAN LUKA

A. PENDAHULUAN.

Pengkajian merupakan bagian esensial dalam proses perawatan luka. Dalam

Perawatan Luka Pengkajian bersifat ongoing yakni berjalan Secara simultan

bersamaan dengan proses perawatan luka itu sendiri.

Pada dasarnya ada dua tujuan utama dalam pengkajian luka:

1. Memberikan infromasi dasar tentang status luka, sehingga proses penyembuhan

luka dapat dimonitor.


2. Memastikan apakah pemilihan balutan sudah tepat dalam perawatan luka.

!
The optimal healing of the individual with a wound or potential wound is
promoted by a collaborative and interdisciplinary approach to wound
management
(Standard 1, Standards for Wound Management AWMA)

B. TIPE LUKA.

1. Luka akut.
Secara sederhana luka akut dapat didefinisikan sebagai luka bedah yang

sembuh melalui primary intention healing. (Keryln Carville).


Biasanya luka trauma. Dapat berbentuk irisan, abrasi, laserasi, luka bakar atau

luka traumatic lainnya. Luka akut biasanya berespon terhadap perawatan dan

sembuh tanpa komplikasi.(Carol Dealay).


2. Luka kronis.
Luka kronis terjadi manakala proses penyembuhan luka tidak sesuai dengan

jangka waktu yang diharapkan serta sembuh dengan disertai adanya komplikasi.

(Keryln Carville).
Luka yang membutuhkan waktu lama atau merupakan kekambuhan dari luka

sebelumnya (Fowler, 1990). Contoh; pressure ulcer dan leg ulcer.


C. TIPE PENYEMBUHAN
1. Primary Intention Healing.
Terjadi manakala kehilangan jaringan minimal dan tepi luka dapat

direkatkan kembali dengan jahitan (suture), klip (clips) atau plester (tape).
2. Delayed Primary Intention Healing.
Terjadi apabila luka terinfeksi atau mengandung benda

asing(foreign body) dan memerlukan intensive cleaning sebelum

penutupan 3-5 hari kemudian.


3. Secondary Intention Healing.
Proses penyembuhan tertunda dan memerlukan proses granulasi,

kontraksi dan epitelisasi, disertai dengan adanya scar.


D. KEHILANGAN JARINGAN.
1. Superficial Thickness.
Kedalaman luka hanya melibatkan epidermis.
Luka ini ditandai masih utuhnya epidermis namun terjadi erythema atau

perubahan warna lainnya.


Tidak disertai adanya eksudat.
2. Partial Thickness.
Kedalaman luka melibatkan epidermis dan dermis.
Kulit sekitar kadang erythema dan kadang menimbulkan nyeri, panas dan

edema.
Eksudat minimal hingga sedang.
3. Full Thickness.
Kedalaman luka melibatkan epidermis, dermis, dan jaringan sub cutan.
Dapat melibatkan otot, tendon dan tulang.
Kadang disertai dengan eksudat yang sangat banyak.
E. PENAMPILAN KLINIS.
1. Necrotic atau hitam.
Tujuan : Rehydrate and Debridemen.
Contoh : Surgical, Larval, Mechanical, Enzymatic, atau Chemical.
2. Sloughy atau kuning.
Tujuan : Manajemen eksudat dan Lunakkan (deslough).
Contoh : Hydrogel atau madu.
3. Granulating atau merah.
Tujuan : Pertahankan dan control terjadinya hipergranulasi.
Contoh : Alginates.
4. Epitheliating atau pink.
Tujuan : Lindungi dan cegah dari cedera.
Contoh : Minimalkan manipulasi pada luka, lindungi dengan film.

F. LOKASI LUKA.

Luka pada daerah lipatan cenderung aktif bergerak dan tertarik sehingga

memperlambat proses penyembuhan akibat sel-sel yang telah beregenerasi dan

bermigrasi trauma. Contohnya luka pada lutut, siku, dan telapak kaki. Begitu juga

dengan area yang sering tertekan atau daerah penonjolan tulang seperti pada

daerah sacrum. Selain itu proses penyembuhan luka sangat bergantung pada baik

tidaknya vascularisasi daerah yang terkena.

G. PENGUKURAN LUKA.

Secara garis besar ada 4 parameter yang digunakan dalam pengukuran

luka, yaitu; panjang, lebar, kedalaman, dan diameter.

Pengukuran luas luka merupakan bagian terpenting dari pengkajian luka,

pengukuran luka juga sabagai alat evaluasi kemajuan proses penyembuhan.

Agar pengukuran menjadi lebih akurat maka sebaiknya titik pada tepi luka

pengukuran ditandai sehingga pengukuran tetap konsisten.

1. Two dimensional assessment.

Pengukuran superficial pada luka dapat menggunakan

penggaris/mistar dengan mengukur panjang x lebar. Untuk mengukur

lingkaran luka dapat menggunakan plastic transparan yang diletakkan diatas


luka kemudian dilakukan tracing mengikuti tepi luka. Yang perlu diperhatikan

adalah menjaga jangan sampai alat ukur menjadi contaminated agent.

2. Three dimensional assessment.

Pada luka yang dalam, partial dan full thickeness atau adanya sinus

dan/atau undemining sebaiknya menggunakan pengkajian tiga dimensi.

Pengukuran diarahkan untuk mengetahui panjang, lebar dan kedalaman.

Panjang merupakan jarak terjauh pada arah head to toe, lebar

merupakan jarak terjauh antara sisi kiri dan kanan, sedangkan kedalaman

merupakan jarak terjauh antara bantalan luka dan permukaan kulit.

Untuk mengukur kedalaman luka dapat menggunakan kapas lidi

kemudian diletakkan pada bantalan luka dan pada batas dengan permukaan

kulit ditandai dengan ibu jari pemeriksa.

Ada juga metode menggunakan cairan steril. Dimana cairan steril

dituangkan diatas luka hingga rata dengan kulit sekitar kemudian diaspirasi

lalu diukur volume cairan tersebut. Yang perlu diperhatikan cairan yang

digunakan tidak menimbulkan trauma dan wound-friendly pada

luka. Metode ini juga tidak cocok pada luka dengan fistula.
12

1616
cmcm
3 cm
15 cm

Two dimensional Three dimensional


6
assessment. assessment.

Seiring dengan kemajuan teknologi, maka saat ini telah berkembang

banyak metode untuk pengukuran luka, antara lain:

1. Photografy (baik itu kamera konventional, polaroid atapun digital).

2. Wound Tracing.

Menggunakan plastik transparan dan spidol transparan, kemudian

diletakkan diatas luka lalu tepi luka digambar (dijiplak).

3. Stereophotogrammetry (SPG).

Kombinasi kamera video dan software. Luka direkam kemudian didownload

ke komputer. Dengan menggunakan bantuan software luas permukaan luka

dapat dikalkulasi.

4. Wound Molds.
Alginate diletakkan pada permukaan luka, bila telah menebal maka

ditmbang beratnya. Hasil dari pengukuran berat alginate dapat

menggambarkan status penyembuhan luka.

! We cant manage something that we cant measure.

H. EXUDATE.

Para ahli menggambarkan eksudat sebagai sesuatu yang keluar dari luka,

cairan luka, drainase luka dan kelebihan cairan normal tubuh. Bahkan pada

masa mesir kuno eksudat didefinisikan sebagai wound balsm.

Produksi eksudat dimulai sesaat setelah luka terjadi sebagai akibat adanya

vasodilatasi pada fase inflamasi yang difasilitasi oleh mediator infalamasi seperti

histamine dan bradikinin.

Pada luka akut sifat eksudat serous dan merupakan bagian normal dalam proses

penyembuhan luka akut. Namun apabila luka berubah menjadi kronis dan sulit

sembuh maka jenis eksudat berubah dan banyak mengandung proteolytic enzim

dan komponen-komponen lainnya yang tidak terdapat pada luka akut.

1. Adapun komposisi eksudat dan fungsinya.

Komponen Fungsi

Fibrin Pembekuan

Platelets Pembekuan
PMN Imunitas, produksi growth factor

Macrhophages Imunitas, produksi growth factor

Lymphocytes Imunitas

Microorganisme Faktor eksogen

Plasma protein Mempertahankan tekanan osmotic, imunitas,

dan media transport makromolekul.

Asam laktat Produk sisa dari metabolisme seluler dan

mengindikasikan adanya hypoxia biokimiawi.

Glucosa Sumber energi

Wound debris/dead Tidak ada

cells

Proteolytic enzymes Degradasi protein

2. Jenis Eksudat.

Type Colour Consistency

Serous Clear Thin, watery

Fibrinous Cloudy Thin

Serosanguinous Clear, pink Thin, watery

Sanguinous Red Thin, watery

Seropurulent Yellow, cream cofee Thicker, cream

Purulent Yellow, grey, green Thick

Haemopurulent Dark, blood-stained Viscous, sticky

Haemorrhagic Red Thick


3. Volume eksudat.
Untuk mengetahui volume eksudat maka salah satu tools yang dapat

digunakan adalah wound exudates continuum yang dikembangkan oleh Gray

(2005). Parameter tools ini adalah volume dan vikositas eksudat yang dapat

mengindikasikan proses penyembuhan berlangsung normal atau tidak.

Vicositas

High Medium Low

5 3 1

v High

ol
Medium
u
Low
m

e 1

Contoh:

Apabila pada hari pertama didapatkan volume skor 3 (medium) dan vikositas 1

(low) maka total skor eksudatnya 4. Pada hari ketiga didapatkan volume skor 5

(high) dan vikositasnya skor 3 (medium) sehingga total skor menjadi 8. Hal ini

menunjukkan luka bertambah buruk dan memerlukan re-evaluasi termasuk

penentuan dressing yang tepat.

4. Konsistensi (consistency) eksudat.

Konsistensi Kemungkinan penyebab

High viscosity Tinggi protein akibat dari inflamasi


(Kental kadang melengket) atau infeksi.

Jaringan nekrotik.

Enteric fistula.

Residu dari beberapa dressing.


Low viscosity Rendah protein akibat dari venous

atau cardiac disease dan malnutrisi.


(encer dan cair)
Urinary atau limfatik fistula.

5. Bau (odour) eksudat.

Adanya bau pada eksudat kemungkinan disebabkan oleh:

Pertumbuhan bakteri atau infeksi.

Jaringan nekrotik.

Sinus/enteric atau urinary fistula.

Secara quantitative, salah satu tools yang dapat digunakan untuk

menggambarkan bau eksudat adalah TELER Indikator.

TELER Indikator untuk quantifikasi bau (Browne et al. 2004).

Kode Bau

5 Tidak ada bau

4 Bau tercium saat balutan dibuka

3 Bau tercium walaupun balutan belum dibuka

2 Bau tercium dengan jarak satu lengan dari

pasien.

1 Bau tercium didalam kamar.


0 Bau tercium diluar kamar.

Pada saat mengganti balutan, penting untuk membaca eksudat.

! Warna, konsistensi, bau dan volume eksudat merupakan tanda

baca yang perlu diperhatikan.

I. KULIT SEKITAR LUKA.


Pengkajian kulit sekitar luka merupakan bagian integral dari pengkajian luka.

Parameter yang dapat digunakan untuk mengkaji kulit sekitar luka adalah sebagai

berikut:

Warna Erythema atau pucat pucat

Tekstur Lembab, kering, macerasi

Temperature Hangat atau dingin

Integritas Maserasi, excoriasi, erosi, papula,

pustule, lesi, dll

Vaskularisasi capillary refill, terutama daerah tungkai.

Pengkajian tepi luka juga diperhatikan untuk mengetahui epitelisasi dan kontraksi

luka.

Pengkajian kulit sekitar luka dapat memberikan panduan dalam mengevaluasi

penggunaan balutan sebelumnya. Seperti maserasi pada kulit sekitar luka dapat

terjadi sebagai akibat kontaknya kulit sekitar luka dengan eksudat atau akibat dari

penggunaan balutan yang terlalu lembab secara tidak tepat.


J.NYERI.

Nyeri merupakan tanda vital kelima, namun nyeri pada luka kadang tidak dikaji dan

tidak diintervensi secara adekuat. Padahal nyeri luka dapat mengindikasikan adanya

infeksi atau bertambah buruknya proses penyembuhan luka. Oleh karena itu nyeri

harus dikaji secara teratur dengan menggunakan skala pengkajian nyeri yang valid

(Reddy et al, 2003).

Penyebab nyeri perlu untuk diketahui, apakah berhubungan dengan penyakit,

pembedahan, trauma, infeksi atau benda asing. Apakah nyerinya local atau general

dan apakah nyerinya berkaitan dengan pergantian balutan atau produk.

Krasener telah membuat konsep tentang pengalaman nyeri kronik dalam tiga model.

Nyeri dibagi dalam tiga sub konsep; non siklus, siklus dan nyeri kronik.

1. Nyeri Non Siklus merupakan episode tunggal serangan nyeri, contoh: nyeri

setelah dilakukan debridement.

2. Nyeri Siklus merupakan episode serangan nyeri yang berulang.

Contoh;serangan nyeri setiap penggantian balutan.

3. Nyeri Kronik atau persisten merupakan serangan nyeri tanpa adanya

manipulasi pada luka. Contoh: Pasien merasa lukanya berdenyut-denyut saat

berbaring.

Karena nyeri merupakan pengalaman subyektif seseorang maka yang pelru

dibangun adalah komunikasi dengan pasien seputar responnya terhadap nyeri yang

dialami. Sebagai alat Bantu untuk mengevaluasi tingkat nyeri maka dapat
digunakan skala nyeri (0-10) atau skala ekspresi wajah. Hasil dari

skala nyeri tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam

menentukan jenis dressing yang akan digunakan termasuk dosis

analgetik yang akan diberikan.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2 4 6 8 10
Tidak Nyeri Ringan Moderat Nyeri Berat Sangat
Berat

Menurut Suriadi (2007), beberapa hal yang perlu dikaji dalam


anamnesa antara lain:

1. Dimana lokasi nyeri?


2. Seperti apa nyeri yang dirasakan?
3. Apa kah ada gejala lain yang menyertai?
4. Pada saat kapan nyeri dirasakan oleh pasien?
5. Apakah nyeri dirasakan terus menerus atau hanya kadang-
kadang?
6. Sudah berapa lama nyeri dirasakan?
7. Apakah nyeri mengganggu istirahat pasien?
8. Apakah pasien menggunakan obat saat serangan nyeri?
9. Posisi seperti apa yang dapat mempengaruhi nyeri?
Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri
berhubungan dengan prosedur pergantian balutan antara lain:

1. Penggunaan cairan pencuci luka yang hangat.


2. Melepaskan balutan dengan hati-hati, atau
bilamemungkinakan motivasi psien untuk melepaskan sendiri.
Balutannya.
3. Gunakan 'time out'.
4. Gunakan balutan yang tidak menimbulkan trauma.
5. Evaluasi balutan lama.
6. Rubah frekuensi pergantian balutan.
K. WOUND INFECTION (Infeksi Luka).

Infeksi dapat didefinisikan sebaga pertumbuhan organisme pada luka yang disertai

dengan adanya reaksi jaringan (westaby, 1985)1. Reaksi jaringan ditentukan oleh

resistensi host terhadap organisme, sedangkan resistensi host dipengaruhi oleh

banyak factor diantaranya status kesehatan, status nutrisi, pengobatan dan derajat

luka jaringan yang terkena.

Keberadaan bakteri pada luka akan mengakibatkan:

1. Kontaminasi.

Jumlah bakteri tidak bertambah dan tidak menimbulkan tanda-tanda klinis.

2. Kolonisasi.

Bakteri melakukan multiplikasi (bertambah banyak) namun jaringan luka

mungkin tidak terpengaruh.

3. Infeksi.

Bakteri mengalami multiplikasi, penyembuhan terhenti dan jaringan luka

rusak (infeksi local). Bakteri dapat menimbulkan masalah pada daerah sekitar
luka (spread infection) atau menyebabkan penyakit infeksi (sistemik

infection).

Perluasan Infeksi
Kontaminasi Kolonisasi Infeksi lokal
infeksi sistemik

Status waspada Butuh intervensi

Infeksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Jumlah mikroorganisme x Virulensi


Infeksi =
Resistensi host.
Menurut Dense P. Nix, secara klinis, tanda dan gejala adanya infeksi pada luka

kronis adalah sbb:


Slough baru/bertambah.
Kelebihan drainage, perubahan warna dan
konsistensi.
Kurangnya jaringan granulasi.
Kemerahan, hangat sekitar luka.
Peningkatan kadar glukosa pada pasien diabetes.
Nyeri atau tenderness.
Bau yang tidak seperti biasanya.
Peningkatan ukuran luka atau bertambahnya area

L. yang rusak.

PSYCHOLOGICAL IMPLICATION (Implikasi Psikologis).


Beberapa study menunjukkan bahwa pasien dengan luka kronis mengalami

penurunan kualtias hidup (quality of life). Beberapa faktor yang mempengaruhi

antara lain frekuensi pergantian balutan yang terlalu sering sehingga mengganggu

ADL, perasaan lemah dan lelah akibat gangguan pola tidur, keterbatasan gerak,

nyeri, bau eksduat, dan infeksi luka.

Oleh Karena itu perlu untuk diketahui harapan (expectancy) dari pasien terkait

dengan proses penyembuhannya. Sebagai contoh seorang gadis dengan luka

bakar pada wajah kecemasannya bukan pada proses penyembuhan lukanya tapi

terlebih pada penampilan tubuhnya (body image).

DAFTAR PUSTAKA

1. Carville. Wound Care Manual 3rd ed.St. Osborne Park: Silver Chain

Foundation;1998.p.43-51.

2. Suriadi. Manajemen Luka. Penerbit STIKEP Muhammadiyah.

Pontianak.2007.p.204-211.

3. Dense P Nix. Patient Assessment and Evaluation of Healing in: Bryant (editor).

Acute & Chronic Wounds, Current Management Concepts 3 rd ed.St. Louis:

Mosby;2007. p.130-144.

4. Dealay. The care Of Wounds. A gudie for nurses.Blackwell Publishing Ltd: 2005.

p.56-71.
5. Members Of Expert Working Group. Principles of best practice. Wound Infection in

Clinical Practice: an international consensus. WCET Journal 2008;28 (4):5-14

6. Wolrd Union Of Wound Healing Societies (WUWHS). Principles of best practice:

Wound Exudate anf the role of dressing. A consensus document. London:MEP Ltd.

2007.

7. Kathryn Vowden, Peter Vowden. Wound Bed Preparation. [cited 2009 Feb 13];

Available from URL: http://www.worldwidewounds.com/woundbedpreparation.html

8. Richard White & Keith F Cutting. Modern exudate management: ar eview of wound

treatments [cited 2009 Feb 13]; Available from URL:

http://www.worldwidewounds.com/2007/November/Thomas-Fram-Phillips/Thomas-

Fram-Phillips-Compression-WRAP.html

9. Helen Hollinworth. Pain at wound dressing-related procedure: a template for

assessment. Available from URL:

www.worldwidewounds.com/2005/august/Hollinworth/Framework-Assessing-Pain-

Wound-Dressing-Related.html

10. ABC of Wound healing: Wound Assessment. Available from URL:

student.bmj.com/issues/06/03/education/98.php

FURTHER READING:

1. www.wcetn.org.

2. www.wuwhs.org

3. www.saldyusuf.blogspot.com

4. www.wocare.blogspot.com.

5. www.worldwidewounds.com

Anda mungkin juga menyukai