Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

Kejang Demam Kompleks

Disusun Oleh :

Dinda Melania Apriliani - 1102018314

Pembimbing:
dr. Dewi Iriani, Sp.A

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Periode 14 Maret 2022 – 21 Mei 2022
STATUS PASIEN

Pasien masuk ke ruang inap lantai 12 pada tanggal 29 Maret 2022

I. Identitas Pasien
• Nama : An. SDP
• Tanggal Lahir : 23 April 2017
• Umur : 4 tahun 11 bulan
• Jenis kelamin : Perempuan
• Agama : Islam
• Alamat : Jalan Pademangan Timur IV Gg. 23 RT 02/01
• Kewarganegaraan : WNI
• Suku : Jawa

II. Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama Tn. ES Ny. HN
Tanggal Lahir 7 Oktober 1975 9 November 1976
Pekerjaan Wiraswasta Wiraswasta
Agama Islam Islam
Pendidikan SMA SMA
Penghasilan Rp. 6.500.000,- Rp. 3.000.000,-

Hubungan dengan orang tua : Anak Kandung

III. Anamnesa
Alloanamnesis dikalukan pada tanggal 30 Maret 2022 pukul 09.47 WIB dengan Ibu
pasien di ruang 1204 RSUD Koja.

Keluhan Utama : Kejang berulang disertai Demam 1 jam SMRS


Keluhan Tambahan : Muntah 1x dan sakit kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien An. SDP datang dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Koja pada
tanggal 29 Maret 2022 dengan keluhan kejang dengan demam 1 jam SMRS,
menghentak seluruh badan namun didahului kaki serta tangan kanan yang menekuk
kaku, mata mendelik ke atas, tidak keluar busa dari mulut pasien dan lidah tidak
tergigit. Kejang berlangsung berulang 3 kali dengan durasi tiap kejangnya kurang lebih
5 menit. Anak tidak merespon dan kesadarannya menurun saat kejang muncul. Demam
dirasakan naik turun pada An. SDP sudah sejak 2 hari SMRS namun suhu tidak diukur
dengan pasti. Selain demam, pasien juga mengeluhkan adanya muntah sebanyak 1 kali
dan sakit kepala. Pasien memiliki riwayat kejang yang juga didahului demam saat
usianya 1 tahun. Namun, riwayat serupa di keluarga disangkal. Buang air besar dan
buang air kecil normal serta keluhan tambahan seperti batuk dan pilek tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien pernah mengalami keluhan serupa saat berusia 1 tahun

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Keluhan serupa (-)
 Hipertensi (-)
 Diabetes Mellitus (-)
 Peny. Jantung (-)
 Peny. Ginjal (-)
 TBC (-)
 Epilepsi (-)

Riwayat Kehamilan :
 Perawatan antenatal : ANC rutin setiap bulan
 Penyakit kehamilan : tidak ada penyakit selama kehamilan

Riwayat Kelahiran :
 Cara lahir : Pervaginam, spontan
 Tempat lahir : Rumah Sakit
 Ditolong oleh : Dokter
 Masa gestasi : Cukup bulan (39 Minggu)
 Berat lahir : 3.100 gr
 Panjang lahir : 48 cm
Keterangan : Lahir langsung menangis, sianosis (-), kejang (-), cacat bawaan (-), anus (+)

Riwayat Imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi ke puskesmas

Umur
Vaksin
0 1 2 3 4 9 18
bulan Bulan bulan bulan bulan bulan bulan

BCG √

DPT √ √ √ √

Polio √ √ √ √ √

Campak √

Hepatitis B √ √ √ √ √
Riwayat Tumbuh Kembang :
 Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
 Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
 Psikomotor
o Tengkurap : 3 bulan
o Duduk : 5 bulan
o Merangkak : 6 bulan
o Berdiri : 12 bulan
o Berjalan : 13 bulan
 Riwayat makanan
ASI sejak lahir sampai 1 tahun dengan frekuensi 4-6 kali sehari
Makanan tambahan mulai umur 6 bulan dengan frekuensi 3 kali sehari

IV. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 30 Maret 2022 pukul 09.47 WIB

Tanda Tanda Vital


 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Kompos mentis
 Frekuensi Nadi : 120x/menit
 Frekuensi Pernafasan : 23x/menit
 Suhu Tubuh : 36,5oC
 Data Antropometri
o Berat Badan : 16 kg
o Tinggi Badan : 100 cm
o Lingkar kepala : 50 cm
o Lingkar dada : 53 cm
o Lingkar lengan atas : 18 cm

 Interpretasi Antropometri
o BB/U :
BB aktual/BB ideal x 100% = 16/18x100% = 88,88% (BB baik)
o TB/U :
TB aktual/TB ideal x 100% = 100/105x100% = 95,23% (TB
Normal)
o BB/TB :
BB aktual/BB ideal menurut TB x 100%= 16/17x100% = 94,11%
(Normal)

Kepala
 Kepala : Bentuk bulat, bentuk wajah simetris, tidak ada massa
 Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah di cabut
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
refleks cahaya +/+, edem palpebra -/-, mata (-) cekung
 Telinga : Liang telinga lapang, deformitas (-), serumen-/-, sekret -/-
 Hidung : Lapang, sekret -/-, deviasi septum (-)
 Bibir : Mukosa tampak pucat, sianosis(-)
 Gigi geligi : Tidak ada kelainan
 Lidah : Tidak kotor, simetris
 Tonsil : T1 – T1, edem (-), hiperemis (-), detritus (-)
 Faring : Hiperemis (-), post nasal drip (-), detritus (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks Anterior
 Inspeksi : Bentuk dada kanan dan kiri normal, statis dan dinamis
kanan- kiri simetris, pelebaran sela iga (-), retraksi sela iga (-),
sternum di tengah
 Palpasi : Gerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, benjolan (-),
nyeri (-), vokal fremitus normal, taktil fremitus normal

 Perkusi : Perkusi sonor di seluruh lapang paru


 Auskultasi : Suara napas vesikuler, wheezing (-), ronki (-), Bunyi Jantung
I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Anterior
 Inspeksi : Datar, warna kulit sawo matang, lesi kulit (-), pulsasi (-),
cicatrix (-), bekas operasi (-)
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran pada hepar
dan lien
 Perkusi : Nyeri ketuk (-), timpani di seluruh lapang abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik

Pemeriksaan Lainnya
 Kulit : Ikterik (-), petechiae (-), turgor elastis
 Anus : Anus (+)
 Ekstremitas : Deformitas (-), akral hangat, sianosis (-), CRT < 2detik
 Genitalia : tidak dilakukan
 Tulang belakang : tidak ada kelainan, tidak ada benjolan
 KGB : tidak ada pembesaran

Pemeriksaan Rangsang Meningeal


 Kaku kuduk : tidak ada
 Brudzinski : tidak ada
 Kernique : tidak ada
 Laseque : tidak ada

Pemeriksaan Refleks Fisiologis


 Biceps : +/+
 Triceps : +/+
 Brachioradialis : +/+
 Patella : +/+
 Achilles : +/+

V. Pemeriksaan Penunjang

Selasa, 29 Maret 2022

 Laboratorium

Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hemoglobin 12,4 g/dL 12,5-16,0
Leukosit *13,49 10^3/uL 4,00-10,50
Hematokrit 35,0 % 37-47
Trombosit *428 10^3/uL 182-369
Eritrosit 4,42 Juta/uL 4,20-5,40
MCV 79 fL 78-100
MCH 28 Pg 27-31
MCHC 35 d/dL 32-36
RDW-CV 11,7 % 11,5-14,0

Hitung Jenis
Basofil 0,1 % 0,1-1,2
Eosinofil *0,0 % 0,7-5,8
Neutrofil *86,7 % 34,0-71,1
Limfosit *9,1 % 19,3-51,7
Monosit *4,1 % 5,3-12,2

NLR & ALC


NLR 9,53
ALC 1228 /uL

Kimia Klinik
Natrium 137 mEq/L 135-147
Kalium 3,64 mEq/L 3,5-5
Klorida 102 mEq/L 96-108
GDS 77 mg/dL 60-100
VI. Resume
Pasien An. SDP datang dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Koja pada
tanggal 29 Maret 2022 dengan keluhan kejang dengan demam 1 jam SMRS,
menghentak seluruh badan namun didahului kaki serta tangan kanan yang menekuk
kaku, mata mendelik ke atas, tidak keluar busa dari mulut pasien dan lidah tidak
tergigit. Kejang berlangsung berulang 3 kali dengan durasi tiap kejangnya kurang lebih
5 menit. Anak tidak merespon dan kesadarannya menurun saat kejang muncul. Demam
dirasakan naik turun pada An. SDP sudah sejak 2 hari SMRS namun suhu tidak diukur
dengan pasti. Selain demam, pasien juga mengeluhkan adanya muntah sebanyak 1 kali
dan sakit kepala. Pasien memiliki riwayat kejang yang juga didahului demam saat
usianya 1 tahun. Namun, riwayat serupa di keluarga disangkal. Buang air besar dan
buang air kecil normal serta keluhan tambahan seperti batuk dan pilek tidak ada.

Tidak ada masalah dari riwayat kehamilan, riwayat kelahiran pasien, riwayat
perkembangan, riwayat pertumbuhan dan riwayat imunisasi pasien. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran compos
mentis, serta TTV pasien dalam batas normal. Tidak didapatkan kelainan pada
pemeriksaan kepala, thoraks, dan abdomen.

VII. Diagnosis Kerja


Kejang Demam Kompleks

VIII. Diagnosis Banding


Kejang demam sederhana, meningitis

IX. Anjuran Pemeriksaan Penunjang


EEG
X. Penatalaksanaan
 Asering 1000cc/hari
 PCT syrup 4x10ml
 Ceftriaxone 1x1gr
 Fenobarbital 2x40mg

XI. Prognosis
 Ad Vitam : dubia ad bonam
 Ad Functionam : dubia ad bonam
 Ad Sanationam : dubia ad bonam
Follow-Up Harian

Tanggal S O A P

29/03/22 Demam (-), kejang KU : tampak sakit KDK -Asering 1000cc/hari


(-), pusing, nafsu ringan -PCT syrup 4x10ml
makan dan minum Kesadaran : CM -Ceftriaxone 1x1gr
menurun, BAB dan TTV : HR : 115x/mnt -Fenobarbital 2x40mg
BAK baik N : 24x/mnt
TD : 104/59
S : 36˚C

30/03/22 Demam (-), kejang KU : tampak sakit KDK -Asering 1000cc/hari


(-), pusing, nafsu ringan -PCT syrup 4x10ml
makan dan minum Kesadaran : CM -Ceftriaxone 1x1gr
menurun, BAB dan TTV : HR : 97x/mnt -Fenobarbital 2x40mg
BAK baik N : 23x/mnt
TD : 99/58
S : 36,5˚C

31/04/22 Sesak (+), nyeri KU : tampak sakit KDK -Asering 1000cc/hari


kepala (+), demam ringan -PCT syrup 4x10ml
(-), kejang (-), Kesadaran : CM -Ceftriaxone 1x1gr
nafsu makan TTV : HR : 88x/mnt -Fenobarbital 2x40mg
menurun N : 22x/mnt
TD : 99/46
S : 37,2˚C

1/04/22 Sesak (-), nyeri KU : tampak sakit KDK -Asering 1000cc/hari


kepala (+), mual ringan -PCT syrup 4x10ml
(+), muntah (-), Kesadaran : CM -Ceftriaxone 1x1gr
nafsu makan TTV : HR : 98x/mnt -Fenobarbital 2x40mg
menurun N : 22x/mnt
TD : 95/57
S : 36,5˚C

2/04/22 Tidak ada keluhan, KU : tampak sakit KDK -Asering 1000cc/hari


nafsu makan ringan -PCT syrup 4x10ml
membaik Kesadaran : CM -Ceftriaxone 1x1gr
TTV : HR : 83x/mnt -Fenobarbital 2x40mg
N : 20x/mnt
TD : 100/60
S : 36,8˚C
Tinjauan Pustaka

KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38OC) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan
elektrolit atau metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam.1 Kejang demam sederhana adalah kejang
yang berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.
Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat
fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului kejang fokal dan berulang atau lebih
dari 1 kali dalam 24 jam.1

Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam


merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang berhubungan
dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem saraf pusat, tanpa riwayat
kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang simptomatik lainnya. Definisi
berdasarkan konsensus tatalaksana kejang demam dari Ikatan Dokter Anak Indonesia/
IDAI, kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.10

EPIDEMIOLOGI
Kejang demam adalah kelainan neurologis yang umum terjadi pada pediatri
mengenai 2-5% anak usia di antara 6 bulan sampai 5 tahun di Amerika Serikat dan
Eropa Barat dengan kejadian puncak terjadi di usia 12-18 bulan.4
Kejang demam lebih banyak terjadi pada populasi Asia (5-10% pada anak-anak di
India dan 6-9% di Jepang). Rasio prevalensi kejadian pada pria dan wanita 1:1,6.
Anak dengan status sosioekonomi yang rendah lebih sering mengalami kejang
demam, kemungkinan karena akses ke layanan medis yang kurang memadai 5.
Penelitian di Jepang, Finlandia, dan Amerika Serikat menyatakan kejadian kejang
demam lebih banyak saat sore-malam hari6.
Di Indonesia kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumus 6 bulan-5 tahun.
Kejadian kejang demam di Indonesia dilaporkan mencapai 2-4 % ditahun 2009-2010.
Provinsi Jawa Tengah 2-3% dan tahun 2009-2010 rumah sakit Semarang untuk kasus
mencapai 2% pada tahun 2008-2010 lebih sering pada anak laki-laki7.

ETIOLOGI
Penyebab kejang demam multifaktorial, secara umum kejang demam terjadi
akibat rentannya sistem saraf pusat yang masih berkembang terhadap demam,
ditambah dengan faktor predisposisi dan faktor lingkungan yang mempengaruhi
kejang. Kejang demam terjadi paling sering pada anak usia 6 bulan- 5 tahun di mana
kejadian tersering pada anak usia di bawah 3 tahun. Studi lain mengatakan faktor
genetik memainkan peran penting dalam terjadinya kejang demam. 1 dari 3 anak yang
menderita kejang demam memiliki riwayat keluarga dengan keadaan serupa. Risiko
seorang anak terkena kejang demam 20% dipengaruhi oleh saudara kandung dan 33%
oleh orang tua.2
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan
timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demam yang terjadi. Infeksi
virus paling sering ditemukan pada kejang demam. Hal ini mungkin disebabkan
karena infeksi virus memang lebih sering menyerang anak. Kebanyakan penyakit
demam yang berhubungan dengan kejang demam yang disebabkan oleh infeksi umum
seperti tonsillitis, infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, dan yang terbaru adalah
virus herpes HHV-6. Anak usia prasekolah sering mengalami infeksi dan demam
tinggi yang menyertainya dengan ambang kejang yang relatif rendah, memungkinkan
untuk kejadian kejang demam umum.11

Faktor-faktor yang berperan dalam risiko kejang demam yaitu, faktor demam,
usia, riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia saat ibu hamil), riwayat perinatal
(asfiksia, usia kehamilan, dan bayi berat lahir rendah).12
KLASIFIKASI

Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks.3

Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks


(semua dari kriteria ini) (salah satu dari kriteria ini)

Lama kejang <15 menit Kejang lama >15 menit

Kejang bersifat umum (tonik dan atau Kejang bersifat fokal, atau kejang umum
klonik) didahului kejang parsial

Tidak ada riwayat kelainan neurologis Berulang atau >1 kali dalam 24 jam

Terjadi 1 kali dalam 24 jam

Keterangan:
 Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali, dan di antara bangkitan kejang kondisi anak tidak
sadarkan diri. Kejang lama terjadi pada sekitar 8% kejang demam.
 Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial.
 Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% kejang.
PATOFISIOLOGI

Patofisiologi kejang demam dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada faktor genetik,
lokus kromosom 1q31, 2q23-34, 3p24.2-23, 3q26.2-26.33, 5q14-15, 5q34, 6q22-24,

8q13-21, 18p11.2, 19p13.3, 19q, and 21q22 meningkatan risiko terjadinya kejang
demam. Faktor lain seperti infeksi (paling sering disebabkan oleh virus HHV-6 dan
influenza) menyebabkan sintesis interleukin 1β. Perubahan relatif neurotransmitter
yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan neurotransmitter inhibisi dapat
menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan gamma
aminobutyric acid (GABA) dan glutamat.8
MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kasus kejang demam terjadi dalam 1 hari saat mulai terjadinya
demam. Saat terjadinya kejang, mayoritas suhu anak pada saat itu ≥39°C. Kejang
demam dapat diklasifikasikan menjadi kejang demam simpleks dan kejang demam
kompleks berdasarkan durasi, karakteristik, dan pola rekurensi. Kejang demam
simpleks terjadi 80-85% pada kasus kejang demam. Hilangnya kesadaraan saat terjadi
kejang, mulut berbusa, sulit bernapas, sianosis, pucat dapat terjadi. Kejang demam
simpleks bersifat tonik-klonik pada ekstremitas dan bola mata yang naik ke atas.
Kejang biasanya terjadi dalam hitungan detik dan paling lama kurang dari 15 menit
(kebanyakan kurang dari 5 menit), diikuti dengan rasa kantuk setelah kejang berhenti,
dan kejang tidak berulang dalam 24 jam. Sedangkan kejang demam kompleks terjadi
lebih dari 15 menit, kejang bersifat fokal (gerakan hanya terjadi pada bagian tubuh
atau ekstremitas tertentu), kejang lebih dari 1 kali di hari yang sama, anak sering
mengalami penurunan kesadaran, fase post iktal anak merasakan lemas, mengantuk
atau dapat diikuti dengan hemiparesis sementara (Todd’s palsy). Anak dengan kejang
demam kompleks lebih berisiko mengalami keterlambatan perkembangan.2

DIAGNOSIS
Kriteria kejang demam menurut Livingstone setelah dimodifikasi9:
1. Onset pertama kejang pada usia 6 bulan-5 tahun
2. Lama kejang <15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Onset kejang terjadi saat 16 jam setelah terjadi demam
5. Pemeriksaan neurologis normal sebelum dan sesudah kejang
6. Hasil elektroensefalografi (EEG) normal 1 minggu setelah onset
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4
kali. Anamnesis1
 Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang.
 Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca
kejang, Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala Infeski saluran
napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll).
 Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga.
 Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia,
asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia).
Pemeriksaan fisik1
 Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran
 Suhu tubuh: apakah terdapat demam
 Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan I, Kernique, Laseque
 Pemeriksaan nervus kranial
 Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun ubun besar (UUB)
membonjol, edema
 Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll
 Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis.

Pemeriksaan penunjang1

a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul
kejang demam untuk menyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial,
perdarahan subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak
usia kurang dari 2 tahun yang menderita kejang demam.
Selain itu, pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah 0,6–
6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal
dianjurkan:
1. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan
2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi >18 bulan : tidak rutin
Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak
direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas,
misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.
Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang
lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang
unilateral.
d. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat.
CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang
bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray kepala dan
pencitraan seperti Computed Tomography scan (CT scan) atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

TATA LAKSANA
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:14
 Mencegah kejang demam berulang
 Mencegah status epilepsi
 Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
 Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

Penatalaksanaan Saat Kejang :14


Pada kebanyakan kasus, biasanya kejang demam berlangsung singkat dan saat
pasien datang kejang sudah berhenti. Bila datang dalam keadaan kejang, obat
yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB, dengan cara pemberian secara perlahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam 3-5 menit, dan dosis maksimal yang dapat diberikan adalah
20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau jika kejang
terjadi di rumah adalah diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau diazepam rektal
5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan diazepam rektal 10
mg untuk berat badan lebih dari 12 kg. Jika anak di bawah usia 3 tahun dapat
diberi diazepam rektal 5 mg dan untuk anak di atas usia 3 tahun diberi diazepam
rektal 7,5 mg. Jika kejang belum berhenti, dapat diulang dengan cara dan dosis
yang sama dengan interval 5 menit. Jika setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih tetap kejang, dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,2-0,5
mg/kgBB. Jika kejang tetap belum berhenti, maka diberikan Fenitoin intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/ kgBB/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Jika kejang berhenti, maka dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika dengan Fenitoin kejang
belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Jika kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
Pemberian Obat pada Saat Demam :14
1. Antipiretik
Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis paracetamol
adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak boleh lebih dari 5
kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang,
acetylsalicylic acid dapat menyebabkan sindrom Reye, terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, sehingga tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan risiko
berulangnya kejang pada 30-60% kasus, juga dengan diazepam rektal dosis 0,5

mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,5o C. Dosis tersebut dapat menyebabkan
ataksia, iritabel, dan sedasi cukup berat pada 25-39% kasus. Phenobarbital,
carbamazepine, dan phenytoin saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
Pemberian Obat Rumatan
Obat rumatan diberikan hanya jika kejang demam menunjukkan salah satu ciri
sebagai berikut:
 Kejang lama dengan durasi >15 menit.
 Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, dan
hidrosefalus.
 Kejang fokal.
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam kurun waktu 24 jam.
 Kejang demam terjadi pada bayi usia kurang dari 12 bulan.
 Kejang demam dengan frekuensi > 4 kali per tahun
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit merupakan
indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya
keterlambatan perkembangan ringan, bukan merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.

Pengobatan Rumat :
Phenobarbital atau valproic acid efektif menurunkan risiko berulangnya kejang.
Obat pilihan saat ini adalah valproic acid. Berdasarkan bukti ilmiah, kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
oleh karena itu pengobatan rumat hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam
jangka pendek. Phenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40–50% kasus. Pada sebagian kecil kasus, terutama pada
usia kurang dari 2 tahun, valproic acid dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
Dosis valproic acid 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan phenobarbital 3-4
mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.
Indikasi rawat :
 Kejang demam kompleks
 Hiperpireksia
 Usia dibawah 6 bulan
 Kejang demam pertama kali
 Terdapat kelainan neurologis.

Kemungkinan berulangnya kejang demam :


Kejang demam akan berulang kembali pada beberapa kasus. Faktor risiko
berulangnya demam adalah :
 Riwayat kejang demam dalam keluarga
 Usia kurang dari 12 bulan
 Temperatur yang rendah saat kejang
 Cepatnya kejang setelah demam
Jika seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10% -15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.
Faktor risiko terjadinya epilepsi :
 Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
 Kejang demam kompleks
 Riwayat epielpsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai
4% - 6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan
epilepsi menjadi 10% - 49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah
dengan pemberian obat rumat pada demam.

Edukasi pada orang Tua :


Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan orang tua dan tak jarang
orang tua menganggap anaknya akan meninggal. Pertama, orang tua perlu
diyakinkan dan diberi penjelasan tentang risiko rekurensi serta petunjuk dalam
keadaan akut. Lembaran tertulis dapat membantu komunikasi antara orang tua dan
keluarga; penjelasan terutama pada:
 Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
 Memberitahukan cara penanganan kejang.
 Memberi informasi mengenai risiko berulang.
 Pemberian obat untuk mencegah rekurensi efektif, tetapi harus diingat risiko
efek samping obat.

Beberapa hal yang harus dikerjakan saat kejang:


 Tetap tenang dan tidak panik.
 Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
 Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun lidah mungkin tergigit,
jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
 Ukur suhu, observasi, catat lama dan bentuk kejang.
 Tetap bersama pasien selama kejang.
 Berikan diazepam rektal. Jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
 Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
PROGNOSI
S
Prognosis anak dengan kejang demam sederhana sangat baik. Pencapaian
intelektual normal. Banyak anak yang akan mengalami kejang demam kembali,
namun risiko epilepsi di kemudian hari tidak lebih besar dibandingkan populasi
umum (sekitar 1%). Kejang demam berulang terjadi pada 30% sampai 50% anak
dengan kejang demam pertama di bawah usia 1 tahun dan 28% anak dengan kejang
demam pertama di atas usia 1 tahun. Sekitar 10% anak dengan kejang demam
berulang tiga kali atau lebih. Anak dengan kejang demam kompleks hanya memiliki
resiko 7% untuk mengalami kejang demam kompleks kembali. Faktor yang
memperbesar risiko torjadinya epilepsi meliputi pemeriksaan neurologis atau
perkembangan yang abnormal, riwayat epilepsi dalam keluarga, dan kejang demam
kompleks. Peluang terjadinya epilepsi 2% jika terdapat satu faktor risiko dan 10%
Jika terdapat dua atau tiga faktor risiko.15

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah


dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan
neu- rologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.3

KOMPLIKASI
 Epilepsi5
Risiko epilepsi pada anak dengan kejang demam kompleks sebanyak 4-6%
pada populasi umum. Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan epilepsi adalah
durasi demam sebelum kejang (<1 jam), onset kejang demam sebelum usia 1 tahun
atau setelah usia 3 tahun, episode kejang demam berulang, abnormalitas
perkembangan neurologis, riwayat keluarga epilepsi, dan hasil positif pada EEG.
 Ensefalopati5
Ensefalopati adalah komplikasi kejang demam yang jarang. Bukti terbaru
menunjukkan adanya mutasi saluran natrium.
 Attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD)
Studi terbaru menyatakan anak laki-laki dengan kejang demam memiliki
risiko menderita ADHD.
 Sindrom Tourette
PENCEGAHAN
8. Rutin cek suhu anak, karena demam merupakan pencetus kejang.
9. Diazepam oral 0,3-0,5 mL/kg (maksimum 10 mg) saat demam tinggi terjadi
dapat mencegah rekurensi kejang demam. Efek samping diazepam berupa
iritabilitas, depresi pernafasan, bradikardi, hipotensi, bicara cadel.
10. Vaksinasi. Vaksinasi membantu mengurangi angka mortalitas dan mortalitas
dari penyakit infeksius. Beberapa dari penyakit ini dapat menyebabkan
kejang demam.9

Kesimpulan
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38OC) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan
elektrolit atau metabolik lain dan biasanya terjadi pada kelompok usia usia 6 bulan
hingga 5 tahun. Kejang demam kompleks memiliki risiko untuk berkembang menjadi
epilepsi. Sekitar sepertiga dari anak-anak yang mengalami kejang demam akan
kambuh selama masa kanak-kanak.
Referensi

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pedoman Pelayanan Medis Jilid I:


Kejang Demam. Jakarta: IDAI. 2009. hal.150-152.
2. Leung et al. Febrile Seizures: an Overview. Drugs in Context. 2018: p. 3-4.
DOI: 10.7573/dic.212536.
3. Smith et al. Febrile Seizures: Risks, Evaluation and Prognosis. American
Academy of Family Psychians. 2019; 99(7): 445-450.
4. Patel N, Ram D, Swiderska N, Mewasingh LD, Newton RW, Offringa M.
Febrile seizures. BMJ. 2015;351:h4240.
5. Paul SP, Seymour M, Flower D, Rogers E. Febrile convulsions in children.
Nurs Child Young People. 2015;27(5):14–15.
6. Sharafi R, Hassanzadeh Rad A, Aminzadeh V. Circadian rhythm and the
seasonal variation in childhood febrile seizure. Iran J Child Neurol.
2017;11(3):27–30. PMID: 28883873.
7. Rifqi, AR. Penatalaksanaan Kejang Demam. 2015; 42(9):p. 658–661.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1097/DCR.0b013e31828d97c9
8. Sharawat IK, Singh J, Dawman L, Singh A. Evaluation of risk factors
associated with first episode febrile seizure. J Clin Diagn Res.
2016;10(5):SC10–13. https://doi.org/10.7860/JCDR/2016/18635.7853
9. Monfries N, Goldman RD. Prophylactic antipyretics for prevention of febrile
seizures following vaccination. Can Fam Physician. 2017;63(2):128–130.
PMID: 28209678
10. Arief, Rifqi. Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Jurnal CDK-232. 2015. vol.42
no. 9.
11. Fuadi, Bahtera T dan Wijayahadi N. Faktor Resiko Bangkitan Kejang Demam pada
Anak. Semarang: Jurnal Sari Pediatri Vol.12 No.3 2010.
12. Ruslie RH dan Darmadi. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Kejang Demam. Jurnal
Kedokteran Meditek. 2012. Vol 18 No.47.
13. Leung et al. Febrile Seizures: an Overview. Drugs in Context. 2018: hal. 3-4.
14. Pusponegoro H, Widodo D dan Ismael S. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang
Demam. 2016. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI.
15. Marcdante K, Kliegman R, Jenson H, dkk. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Esensial
Edisi Ke-6. 2018. Singapore : ELSEVIER.
Analisa Kasus
Teori Kejang Demam Kompleks Kondisi Pasien

- Kejang berulang >1x dalam 24 - Kejang berulang 3 kali dalam 24


jam jam

- Kejang fokal atau kejang - Kejang menghentak seluruh tubuh


umum didahului parsial didahului tangan dan kaki kanan
menekuk kaku

- Anak sering mengalami - Anak tidak merespon dan


penurunan kesadaran mengalami penurunan kesadaran saat
kejang muncul

Anda mungkin juga menyukai