Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus

Diagnosa dan Tatalaksana Febris Pada Anak ec Otitis Media Akut

Disusun oleh :

Dewi Suryanti 112019025

Pembimbing :

dr. Iskandar, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

PERIODE 22 NOVEMBER 2021 – 29 JANUARI 2022

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

JAKARTA
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R

Tanggal Lahir : 17/07/2017, 4 tahun

Alamat : Bojong kauling, kelurahan rawa buaya kec. Cengkareng

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

IDENTITAS ORANG TUA

Ibu

Nama lengkap : Ny. J

Tanggal lahir (umur) : 29/10/1985

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : Bojong kauling, kelurahan rawa buaya kec. Cengkareng

Agama : Islam

Pendidikan : SLTP/Sederajat

Pekerjaan : Pedagang

Penghasilan : >5.000.000/bulan

Hubungan dengan orang tua : anak kandung

Pasien masuk rumah sakit: 27/11/2021 jam 04.00

Dilakukan anamnesis di IGD RSUD CENGKARENG pada: 27/11/2021 jam 04.15

ANAMNESIS : DILAKUKAN ALLOANAMNESIS

Keluhan utama:

Pasien datang dengan keluhan demam

Keluhan tambahan:

Batuk, pilek
Riwayat penyakit sekrang:

Anamnesis dilakukan pada tanggal 29/11/2021 hari Jumat di ruang Melon lantai 6,
Berdasarkan keterangan orang tua pasien, pasien mulai demam sejak 3 hari SMRS. Awalnya
pasien datang ke IGD RSUD Cengkareng pada tanggal 27/12/2021 hari Rabu malam dengan
keluhan demam sepanjang hari dan demam tidak turun-turun sejak 3 hari SMRS. Pada hari
pemeriksaan di Melon tanggal 29/11/2021 pasien sudah tidak ada demam. Sebelum masuk IGD,
pasien sudah kepuskesmas dan diberikan obat parasetamol dan sudah meminum obat, namun
demam tidak turun, bahkan dirasa semakin menigkat sehingga orang tua pasien segera membawa
anaknya ke IGD RSUD Cengkareng. Orang tua juga mengatakan pasien tidak nafsu makan dan
saat makan muncul rasa mual tetapi tidak muntah, BAB dan BAK masih normal, BAK dalam
sehari sebanyak tiga kali sampai empat kali. Adanya riwayat kejang disangkal. Pasien juga
mengeluhkan ada batuk pilek serta nyeri tengorokan. Orang tua Pasien mengatakan dirumah
maupun dilingkungan tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien tidak memiliki riwayat sakit kejang demam, demam dengue, malaria, dan typhoid.

 Riwayat alergi, darah tinggi, kencing manis, asma, penyakit jantung, penyakit paru-paru,
penyakit ginjal, dan keganasan disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga

 Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit serupa sebelumnya.

 Di keluarga pasien juga tidak ada yang menderita kencing manis, darah tinggi, alergi,
asthma, penyakit jantung, ginjal, keganasan maupun penyakit paru.
Riwayat Sosial-Ekonomi

Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakak perempuannya. Berdasrkan keterangan
ibunya pasien sangat suka mengonsumsi minuman kemasan yang dingin dan juga suka jajan
gorengan.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan
Perawatan Antenatal : Rutin
Penyakit Kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Tempat Kelahiran : Rumah Sakit
Penolong Persalinan : Bidan
Cara Persalinan : Spontan
Masa Gestasi : Cukup bulan
Keadaan Bayi :
 BBL :3300 gram
 Panjang Badan : 43 cm
 Apgar Skore :9/10

Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
Psikomotor
 Tengkurap : 3 bulan
 Meragkak : 4 bulan
 Duduk : 6 bulan
 Berdiri : 9 bulan
 Berjalan : 1 tahun
Perkembangan pubertas
Gangguan perkembangan : tidak ada

Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar (Umur) Ulangan (Umur)


B.C.G 1 bulan
D.P.T/DT 2 bulan 3 bulan 4 bulan 18 bulan
Polio 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan
Hepatitis B 0 bulan
M.M.R
T.I.P.A
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik di IGD RSUD Cengkareng pada tanggal 27 September 2021.

Kesadaran : Compos mentis Tanda vital : TD : 90/59 mmHg


Keadaan umum : Tampak sakit Nadi : 115 x/menit
sedang Status Gizi : BB : 22 kg
Suhu : 39 OC
TB : 115 cm Pernapasan :21 x/menit

Status gizi : Gizi Baik

Kulit : Sawo matang. Striae (-), jaringan parut (-), ikterus (-), edema (-)

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Wajah : Simetris

Mata : tidak cekung,

Pupil : Pupil isokor, refleks cahaya +/+, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Hidung : Sekret -/- , deviasi septum (–)

Telinga : Sekret -/- , liang telinga lapang, nyeri tekan tragus (–)

Tenggorokan : Faring hiperemis (+), tonsil T1-T1 tenang

Mulut : Mukosa lembab, sianosis (-),

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax :
Pulmo Depan Belakang
Inspeksi  Bentuk dada normal  Bentuk dada bagian belakang
normal
 Pernapasan regular, tidak ada
 Bentuk scapula simetris
dinding dada yang tertinggal
 Jenis pernapasan thorakal  Tidak ditemukan bekas luka
abdominal ataupun benjolan
 Otot-otot bantu pernapasan (-)
Palpasi  Tidak teraba adanya  Perbandingan gerakan nafas dan
pembesaran kelenjar getah vokal fremitus sama kuat di
bening kedua lapang paru
 Vokal fremitus sama kuat di
kedua lapang paru
 Gerakan nafas sama kuat di

kedua paru
Perkusi  Perkusi terdengar sonor pada  Pada dada kanan dan kiri
kedua lapang paru terdengar sonor

Auskultasi  Suara nafas vesikuler +/+  Suara nafas vesikuler +/+

 Ronkhi + / +  Ronkhi + / +

 Wheezing - / -  Wheezing - / -

Kardiovascular

Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi pada ictus cordis

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra

Perkusi : Batas kiri jantung terletak pada ICS V lateral linea midclavicularis sinistra

Batas pinggang jantung terletak pada ICS III linea parasternalis sinistra

Batas kanan jantung terletak pada ICS V linea parasternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II terdengar regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : supel, perut datar, tidak terdapat striae, tidak terdapat tanda tanda
peradangan

Auskultasi :Bising usus (+) normoperistaltik


Palpasi :Supel, nyeri tekan pada regio epigastrium (+), hati dan lien tidak teraba
membesar, kedua ginjal tidak teraba, turgor kulit normal
Perkusi : bunyi timpani pada seluruh kuadran abdomen
Ekstremitas

 Superior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), Petechiae (-), CRT < 2”, motorik 5/5

 Inferior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), Petechiae (-), CRT < 2”, motorik 5/5

Hasil pemeriksaan Penunjang:

27/11/2021

 Hema I: hb 10,6, ht 31, leu 9.6, trom 297

 Elektrolit: Na 131, K 3.7, Chl 102

 GDS: 86
 Rontgen thorax: Bronkopneumonia

A: Febris Pro Evaluasi

P:

- Hema I, Elektrolit, GDS

- Rontgen Thorax

- KN 1B 500 mg/24 jam

- Pct drip 250 mg

- Observasi

- Pct drip 250 II jam 10.00

- PCR

27/11/2021 pukul 10.00

Konsul dokter spesialis

Advis:

- Kaen 1B 300 mg/hari

- Pct 3x225 mg (IV)

- Ondansentron 3x2 mg
- Diet biasa

- Hema I/ hari

- Cek GDT

Follow Up I Ruang Melon Tnggal 29/11/2021

S: pagi ini tidak ada demam, demam terakhir saat jam 04.00 dengan suhu 380C. Batuk(+), pilek (+)
, Nyeri menelan (+), anak tampak lemas, mual (-), muntah (-) ,anak sudah mau makan, BAB dan
BAK baik. Riwayat imunisasi lengkap.

O:

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Status Gizi : BB : 22 kg

TB : 67 cm

Status gizi :

Tanda vital : TD : 96/71 mmHg


Nadi : 94 x/menit

Suhu : 36,8 OC
Pernapasan :26 x/menit
Pemeriksaan Fisik
Konjung tiva anemis -/-, seklera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB leher, dada dalam batas
normal, Abdomen: NTE -/-, rhonkhi -/-, wheezing -/-.

 Hema I : hb 11,4, ht 34, leu 7.5, trom 254

 IgM dengue (-), IgG Dengue (-)

A: Febris harike-5, Vomitus

P:
 Terapi lanjut

 Cek hema I ulang

Jawaban konsul spesialis THT tgl 29/11/2021:

 Telinga kanan : Memberan timpani hiperemis

 Telingakiri : memberan timpani hiperemis

 Hidung : Hiperemis

 Tengorokan : Hiperemis

Kesan: OMA stadium II, Faringitis

Follow Up II di ruang Melon lt 6 pada tanggal 30 November 2021. Jam (06.00 WIB)

S: pagi ini tidak ada demam, demam terakhir jam 3 pagi dengan suhu 38 0C. Batuk(+) berkurang,
pilek (+) , Nyeri menelan membaik, mual (-), muntah (-) , anak sudah makan dengan baik, BAB
dan BAK baik.

O:

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Tanda vital : TD : 96/71 mmHg


Nadi : 94 x/menit

Suhu : 36,8 OC
Pernapasan :26 x/menit
Pemeriksaan Fisik
Konjungtiva anemis -/-, seklera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB leher, NTE -/-, rhonkhi -/-,
wheezing -/-.

Pemeriksaan Penunjang
Hema I: 11,4/34/7,5/254
Elektrolit: 131/3.7.102
GDS: 86
A: OMA ADS, Faringitis

P:

- Mantoux test
- Terapi lanjut
- Travid 2x3 tetes ADS
- Hema I ulang
Follow Up III di ruang Melon lt 6 pada tanggal 1 Novembe 2021.

S: sejak kemarin hingga pagi ini sudah tidak ada demam, batuk(+) membaik, pilek (+)
membaik ,mual (-), muntah (-) ,anak suadah mau makan, BAB dan BAK baik.

O:

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Status Gizi : BB : 22 kg

TB : 155 cm

Status gizi : Gizi baik

Tanda vital : TD : 96/71 mmHg


Nadi : 94 x/menit

Suhu : 36,8 OC
Pernapasan :26 x/menit
Pemeriksaan Fisik:
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB, dada DBN, Abdomen NTE (-),
bising usus (+), ekstremitas hangat. Jantung murmur -/-, gallop -/-. Paru Ronkhi -/-, whezzing -/-.

Pemeriksaan Penunjang
Hema I: 11,4/34/7,5/254
Elektrolit: 131/3.7.102
GDS: 86
A: OMA ADS, Faringitis

P:

 Diet lunak

 Aff infus

Oral

 Pct 3x330 mg

 Azrytomicin 1x225

 Capsul campur rinofed+ambroxol 3x1

Obat lain

 Tarivid 2x3 tetes

Follow Up IV di ruang Melon lt 6 pada tanggal 2 Novembe 2021.

S: sejak kemarin hingga pagi ini sudah tidak ada demam, batuk(+) membaik sesekali, pilek (+)
membaik ,mual (-), muntah (-) ,anak suadah mau makan, BAB dan BAK baik.

O:

Kesadaran :Compos mentis Tanda vital : TD : 96/71 mmHg

Keadaan umum : Tampak sakit Nadi : 94 x/menit

sedang Suhu : 36,8 OC


Pernapasan :26 x/menit

Pemeriksaan Fisik
Konjung tiva anemis -/-, seklera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB leher, nyeri tekan dada -/-,
NTE -/-, rhonkhi -/-, wheezing -/-. Mantoux test negatif.

Pemeriksaan Penunjang
Hema I: 11,4/34/7,5/254
Elektrolit: 131/3.7.102
GDS: 86
A:
 Diagnosis utama : OMA ADS
 Diagnosis saekunder : Faringitis
P:

 Pulang

 Diet lunak

Oral

 Pct 3x330 mg

 Azrytomicin 1x225

 Capsul campur rinofed+ambroxol 3x1

Obat lain

 Tarivid 2x3 tetes


Prognosis

 Ad vitam : bonam

 Ad fungsionam : bonam

 Ad sanationam : bonam

Resume
Anak R usia 4 tahun datang ke IGD RSUD Cengkareng diantar oleh orang tuanya pada tanggal
27/11/2021 jam 04.00 WIB dengan keluhan demam. Demam dirasa terus menerus. Demam sudah
sejak 3 hari SMRS. Berdasarkan keterangan orang tua pasien sudah melakukan pengobatan ke
puskesmas dan mendapatkan obat penurun panas namun belum ada perbaikan. Pasien juga
mengalami batuk, pilek, dan nyeri menelan sehingga nafsu makannya menurun. Dikeluarga tidak ada
yang mengalami keluhan yang sama. Dari hasil pemeriksaan fisik di IGD didapatkan penigkatan
suhu dimana suhu pasien mencapai 390C. Saat dilakukan follow up beberapa hari sebelum pasien
pulang juga didapatkan beberapa kali penigkatan suhu saat pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik juga
didaptkan adanya NTE dan adanya hiperemis di mukosa faring serta mukosa hidung. Pemeriksaan
dengue dan mantoux test didapatkan hasil negative.

Bab II
Pembahasan

Masalah 1. Demam
Masalah 2. OMA ADS
Masalah 3. Faringitis

Masalah 1. Demam
Pasien datang dengan keluhan adanya demam yang dirasa sudah sejak 3 hari SMRS. Saat
dilakukan pemeriksaan didapatkan suhu tubuh 390C. Sesuai dengan anamnesis dan hasil pemeriksaan
fisik pasien mengalami penigkatan suhu tubuh atau demam, biasanya disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, jamur), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan.1,2
Pada pasien ini dilakukan tidakan penanganan awal dengan pemasangan infus dan
juga pemberian obat penurun panas berupa parasetamol drip. Kemudian dilanjutkan dengan
pemberian parasetamol oral. Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan
farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya. Beberapa tindakan yang
dapat dilakukan untuk menangani demam pada anak :

Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik berupa:


1) Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama untuk
menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB akan menurunkan
demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam setelah pemberian. Demam dapat
muncul kembali dalam waktu 3-4 jam. Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6
jam dari dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga jelas
bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu namun untuk
menurunkan suhu tubuh.
Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bualn karena alasan
kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum memiliki fungsi hati yang sempurna,
sementara efek samping paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain itu,
peningkatan suhu pada bayibaru lahir yang bugar (sehat) tanpa resiko infeksi umumnya
diakibatkan oleh factor lingkungan atau kurang cairan.
Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut, reaksi, alergi
berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit karena perdarahan bawah
kulit), bronkospasme (penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat meningkatkan
waktu perkembangan virus seperti pada cacar air (memperpanjang masa sakit).
2) Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek
antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila alergi terhadap parasetamol.
Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun
panas dapat dicapai dengan dosis 5mg/Kg BB.Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1jam dan
berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat dari parasetamol. Ibuprofen memiliki efek
samping yaitu mual, muntah, nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh,
dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal ginjal.

Selain pemberian farmakologi dapat juga dilakukan tidakan farmakologis. Tindakan non
farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan seperti:
 Memberikan minuman yang banyak
 Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
 Menggunakan pakaian yang tidak tebal
 Memberikan kompres.
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat
yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Kompres
meupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh. Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan
kompres dingin. Pada penelitian ini Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat.
Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah
dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat
memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh. Kompres hangat yang diletakkan pada
lipatan tubuh dapat membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh. Penggunaan Kompres
hangat di lipatan ketiak dan lipatan selangkangan selama 10 – 15 menit dengan temperature air
30-32oC, akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui
proses penguapan.1-3
Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif karena pada daerah tersebut
lebih banyak terdapat pembuluh darah yang besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin
yang mempunyai banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi
yang akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali
lipat lebih banyak.1-3

Manifestasi Klinis

 Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C – 39⁰C)


 Kulit kemerahan
 Hangat pada sentuhan
 Peningkatan frekuensi pernapasan
 Menggigil
 Dehidrasi
 Kehilangan nafsu makan

Komplikasi

a. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh

b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering


terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama
demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak
membahayakan otak.

Masalah ke 2

OMA ADS

Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan pasien didapatkan adanya OMA. Otitis
media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
antrum mastoid dan sel-sel mastoid kurang dari tiga minggu. Pada OMA infeksi biasanya terjadi
dibelakang membran timpani (eardrum). OMA merupakan infeksi yang dapat disebabkan oleh
bakteri piogenik dan virus seperi Haemophilus influenza. Otitis media merupakan salah satu penyakit
yang menyebabkan tingginya angka kunjungan pasien ke pelayanan kesehatan diseluruh dunia, dapat
berkomplikasi gangguan pendengaran namun dapat dicegah, khususnya di negara berkembang.
OMA dapat terjadi pada semua usia, namun penderita OMA terbanyak adalah anak-anak dengan
infeksi saluran napas sebagai pencetusnya. Infeksi umumnya terjadi pada dua tahun pertama
kehidupan, sedangkan insidens puncak terjadi pada tahun pertama masa sekolah. Pasa anak usia tiga
tahun, setidaknya sebanyak 80% menderita satu kali otitis media akut, dan sebanyak 50% menderita
otitis media tiga kali atau lebih. Pada bayi terjadinya OMA di permudah karena posisi anatomi tuba
Eustachius yang pendek, lebar dan letaknya yang agak horizontal.4,5

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Namun
terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia tuba
eustachius, enzim, dan antibodi. Mekanisme pertahanan dari silia, enzim penghasil mucus (misalnya
muramidase) dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bila telinga tengah terpajan
mikroba kontaminan pada saat menelan. OMA terjadi karena sistem pertahanan tubuh terganggu
sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu. Obstruksi tuba
eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis media akut. Karena hilangnya sawar
pelindung terhadap invasi bakteri dan bakteri yang tidak biasanya patogenik, dapat berkolonisasi
pada telinga tengah, menyerang jaringan dan menimbulkan infeksi. OMA merupakan salah satu
penyakit yang dapat sembuh sendiri jika sistem imun pasien baik, namun memiliki morbiditas yang
tinggi meskipun angka mortalitasnya rendah.4,6

Definisi dan Klasifikasi Otitis Media


Otitis Media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel – sel mastoid. Dikatakan Otitis Media Akut bila peradangan
terjadi kurang dari tiga minggu.
Berdasarkan durasi waktu, proses pada Otitis Media dibedakan menjadi:
1. Akut : 0-3 minggu
2. Subakut : 3-12 minggu
3. Kronik : > 12 minggu

Etiologi Otitis Media Akut

Penyebab utama terjadinya OMA adalah karena masuknya mikroba ke dalam telinga tengah
yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme pertahanan tubuh (seperti silia mukosa tuba
eustachius, enzim, dan antibodi) terganggu. Ganggua mekanisme pertahanan tubuh ini paling sering
terjadi karena sumbatan dari tuba eustachius.4
Kuman penyebab OMA yang utama adalah bakteri piogenik, seperti Streptokokus
Hemolitikus, stafilokokus Aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang – kadang ditemukan juga
Hemofilus Influenza, Escherichia Colli, Streptokokus Anhemolitikus, Proteus Vulgaris, dan
Pseudomonas Aurugenosa.4

Epidemiologi Otitis Media Akut


Sekitar 70% anak di bawah tiga tahun mengalami minimal satu kali episode Otitis Media.
Dilaporkan bahwa kasus Otitis Media lebih banyak ditemukan pada neonates hingga anak usia 7
tahun dengan puncak insidensi pada usia 2 tahun.2

Patofisiologi Otitis Media Akut


Otitis Media Akut terjadi apabila terdapat gangguan pada tuba yang disebabkan oleh karena
infeksi atau sumbatan di tuba eustachius. Tuba eustachius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring. Fungsi tuba adalah untuk ventilasi, drainase sekret dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Ventilasi berguna untuk menjaga
agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara telinga luar. Gangguan
pada tuba menyebabkan tekanan negatif yang terjadi di telinga tengah, kemudian menimbulkan efusi.
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) juga dapat menyebabkan OMA. ISPA menyebabkan kongesti
mukosa dari tuba Eustachius dan nasofaring, hal ini juga dapat menyebabkan fungsi tuba terganggu
dan merubah tekanan di telinga tengah. Patogen ini dapat menyebabkan inflamasi dan terbentuknya
pus di telinga tengah dan menghasilkan gejala klinis OMA. Pada saat proses inflamasi ini terjadi,
tulang-tulang pendengaran menjadi kurang mobile dan dapat menyebabkan tuli konduktif yang
permanen.6,7
Pasien dapat sembuh dari OMA apabila sistem imun baik. Pasien dapat sembuh jika segera
diberi pengobatan adekuat, namun dapat berlanjut menjadi otitis media efusi atau berkomplikasi
menjadi otitis media supuratif kronik. Pada otitis media akut, mula-mula membran timpani retraksi,
kemudian menjadi hiperemis, edem, dan bulging. Jika terlambat ditangani membran timpani akan
rupture. Jika membran timpani tetap utuh, keadaan membran timpani akan normal kembali.4

Stadium Otitis Media Akut


Stadium OMA dibedakan atas perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi.
Stadium-stadium tersebut antara lain: stadium oklusi tuba Eustachius. Stadium hiperemis (stadium
presupurasi), stadium supurasi, stadium perforasi, dan stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan
pada gambaran membran timpani yang diamati melalui liang telinga. Klasifikasi stadium Otitis
Media Akut adalah berikut1:

a) Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Tanda adanya oklusi dari tuba Eustachius adalah gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah sebagai akibat absorbsi udara. Membran timpani
dapat juga tampak normal atau berwarna keruh pucat. Pada stadium ini sukar dibedakan dengan otitis
media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.4,8,9

b) Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)


Pada stadium ini tampak pelebaran pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis dan edem. Sekret masih sukar terlihat karena masih bersifat
eksudat.4,8,9

c) Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol (bulging) ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa
telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulent di
cavum timpani. Pasien dapat merasakan sakit yang hebat, nadi dan suhu tubuh meningkat. Apabila
tekanan di cavum timpani tidak berkurang, akan terjadi iskemik akibat tekanan pada kapiler-kapiler,
serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submucosa. Nekrosis ini
pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuning-kuningan dan dapat
terjadi ruptur jika tidak dilakukan miringotomi dan darah keluar ke telinga tengah.4,8,9

d) Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman yang tinggi,
membran timpani dapat ruptur dan nanah keluar ke liang telinga. Suhu tubuh turun dan pasien
terutama anak-anak sudah tidak gelisah.

e) Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal. Bila
sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik
atau virulensi kuman rendah, stadium resolusi akan terjadi walaupun tanpa pengobatan. Namun jika
perforasi menetap dan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul dapat menjadi Otitis
Media Supuratif Kronik (OMSK). OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa Otitis
Media Serosa bila sekret menetap di cavum timpani tanpa terjadinya perforasi.4,8,9

Manifestasi Klinik Otitis Media Akut


Manifestasi klinik OMA tergantung pada stadium penyakit serta usia pasien. Pada anak yang
sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga. Dapat juga terjadi
peningkatan suhu tubuh, pilek dan batuk sebelumnya. Pada orang dewasa atau anak yang lebih besar
dapat disertai gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga. Pada bayi dan anak yang belum
dapat berbicara, anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit saat tidur, kejang, dan anak
memegang telinga yang sakit. Bila sudah terjadi ruptur dan sekret mengalir ke liang telinga, anak
sudah menjadi tenang.4,7

Penatalaksanaan Otitis Media Akut


Pengobatan OMA dapat diberikan sesuai simptomatis seperti analgesik, antipiretik. Guideline
terbaru di Amerika menyebut antibiotik diberikan pada pasien berusia lebih dari enam bulan dengan
OMA unilateral atau bilateral yang parah (seperti terdapat nyeri telinga ringan hingga berat, nyeri
telinga yang berlangsung lebih dari 48 jam, dan suhu tubuh 39ᵒC). Antibiotik juga dapat diberikan
jika OMA tidak parah namun bilateral pada bayi usia enam hingga 23 bulan. Pilihan antibiotik
adalah amoksisilin. Jika tidak berespons dengan amoksisilin, dapat diberikan antibiotik golongan
beta lactamase.
Pada stadium oklusi tujuan pengobatan yaitu untuk membuka kembali tuba Eustachius
sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5%
dalam larutan fisiologis (untuk anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk
usia >12 tahun. Sumber infeksi juga harus di obati, seperti pemberian antibiotik jika penyebab
infeksi adalah bakteri.
Terapi untuk stadium presupurasi adalah antibiotik, obat tetes hidung dan analgetik.
Antibiotik yang di anjurkan adalah golongan penisilin atau ampisilin. Jika pasien alergi terhadap
penisilin diberikan eritromisin. Terapi awal diberikan penisilin intramuscular agar diberikan
konsntrasi yang adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis, gangguan pendengaran
sebagai gejala sisa, serta kekambuhan. Antibiotik diberikan selama 7 hari. Dosis ampisilin pada
anak-anak 50-100mg/KgBB perhari dibagi 4 dosis, atau eritromisin 40 mg/KgBB/hari.
Pada stadium supurasi, selain pemberian antibiotik, dilakukan juga miringotomi bila
membran timpani masih utuh untuk mempercepat hilangnya gejala klinis dan menghindari ruptur.
Sekret sering terlihat banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara pulsasi (denyut) pada
OMA stadium perforasi. Pengobatan yang diberikan adalah cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali
dalam waktu 7-10 hari.
Pada stadium resolusi membran timpani beran3gsur normal kembali, sekret tidak keluar lagi
dan membran timpani menutup.
Pencegahan untuk OMA antara lain hindari ISPA, meningkatkan daya tahan tubuh, dan
vaksin pneumococcal. Pneumococcal conjugated vaccine pertama kali digunakan untuk penyakit
pneumococcal (seperti pneumonia), tapi juga telah terbukti untuk mencegah OMA. Pada anak-anak
berusia <2 tahun di Amerika dan Kanada, terjadi penurunan OMA sebanyak 43%, penurunan
peresepan antibiotik sebanyak 42%, dan penurunan biaya yang berhubungan dengan OMA sebanyak
32%.4,7

Masalah ke-3 Faringitis Akut


Faringitis Viral
Gejala dan tanda
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan
faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan
tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit
berupa maculopapular rash. 3-5 Selain menimbulkan gejala faringitis, adenovirus juga menimbulkan
gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang
disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh
tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan
keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring
hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. 10-12

Terapi
Istirahat dan minum air yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika jika perlu dan
tablet isap. Antivirus seperti metisoprinol (Isoprinosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks
dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/ hari pada orang dewasa dan pada
anak <5 tahun diberikan 50mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.10-13
Bab III

Penutup

Kesimpulan
Berdasrkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan anak R mengalami
demam disebabkan oleh adanya Otitis media akut. OMA paling sering terjadi pada anak-
anak. Salah satu faktor resiko tersering terjadinya OMA pada anak disebabkan oleh seringnya
anak mengalami Infeksi Saluran Nafas yang berulang. Dengan dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik maka diagnosa akan segera ditegakan dan dilakukan penanganan
yang tepat makan akan sembuh dengan baik.
Edukasi
 Minum obat yang teratur
 Makan makanan bergizi
 Hindari konsumsi minuman kemasan
 Tidur yang cukup
 Lakukan kontrol rutin ke bagian anak maupun bagian THT
 Untuk sementara anak tidak diajak berenang
Daftar pustaka

1. Sumarso S. Poorwo Soedarmo, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi kedua.
Badan penerbit ikatan dokter anak Indonesia. P.21
2. DA Septiani. 2017. Tinjauan pustaka. Avilabe from:
http://repository.unimus.ac.id/1253/2/BAB%202.pdf
3. RPP Nur. 2018. Tinjauan Pustaka. Demam Tyfoid.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1413/4/4.%20BAB%202.pdf
4. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher. Edisi Ke-7. Jakarta: Balai Penerbitan
2017
5. Coker TR, Chan LS, Newberry SJ, etc. Diagnosis,Microbial Epidemiology, and Antibiotic
Treatment of Acute Otitis Media in Children. The Journal of American Medical Association.
17 November 2010. Vol.304 No.19.
6. Hendarmin H, Bashiruddin, Alviandi W. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher. Edisi Ke-7.
Jakarta: Balai Penerbitan 2017
7. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies: Buku Ajar Penyakit THT, Ed. 6. Wijaya C, alih
bahasa, Effendi H, Santoso RA, editors. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014.
8. Tanto Chris, Liwang Frans, Hanifati Sonia. Telinga Hidung Tenggorokan. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta. FKUI;2016
9. Pharyngitis. Diunduh dari : http://medscape/pharyngitis.com pada 08 Februari 2014

Anda mungkin juga menyukai