Disusun oleh :
Pembimbing :
JAKARTA
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Agama : Islam
Ibu
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP/Sederajat
Pekerjaan : Pedagang
Penghasilan : >5.000.000/bulan
Keluhan utama:
Keluhan tambahan:
Batuk, pilek
Riwayat penyakit sekrang:
Anamnesis dilakukan pada tanggal 29/11/2021 hari Jumat di ruang Melon lantai 6,
Berdasarkan keterangan orang tua pasien, pasien mulai demam sejak 3 hari SMRS. Awalnya
pasien datang ke IGD RSUD Cengkareng pada tanggal 27/12/2021 hari Rabu malam dengan
keluhan demam sepanjang hari dan demam tidak turun-turun sejak 3 hari SMRS. Pada hari
pemeriksaan di Melon tanggal 29/11/2021 pasien sudah tidak ada demam. Sebelum masuk IGD,
pasien sudah kepuskesmas dan diberikan obat parasetamol dan sudah meminum obat, namun
demam tidak turun, bahkan dirasa semakin menigkat sehingga orang tua pasien segera membawa
anaknya ke IGD RSUD Cengkareng. Orang tua juga mengatakan pasien tidak nafsu makan dan
saat makan muncul rasa mual tetapi tidak muntah, BAB dan BAK masih normal, BAK dalam
sehari sebanyak tiga kali sampai empat kali. Adanya riwayat kejang disangkal. Pasien juga
mengeluhkan ada batuk pilek serta nyeri tengorokan. Orang tua Pasien mengatakan dirumah
maupun dilingkungan tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
Pasien tidak memiliki riwayat sakit kejang demam, demam dengue, malaria, dan typhoid.
Riwayat alergi, darah tinggi, kencing manis, asma, penyakit jantung, penyakit paru-paru,
penyakit ginjal, dan keganasan disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien juga tidak ada yang menderita kencing manis, darah tinggi, alergi,
asthma, penyakit jantung, ginjal, keganasan maupun penyakit paru.
Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakak perempuannya. Berdasrkan keterangan
ibunya pasien sangat suka mengonsumsi minuman kemasan yang dingin dan juga suka jajan
gorengan.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan
Perawatan Antenatal : Rutin
Penyakit Kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Tempat Kelahiran : Rumah Sakit
Penolong Persalinan : Bidan
Cara Persalinan : Spontan
Masa Gestasi : Cukup bulan
Keadaan Bayi :
BBL :3300 gram
Panjang Badan : 43 cm
Apgar Skore :9/10
Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan
Meragkak : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 1 tahun
Perkembangan pubertas
Gangguan perkembangan : tidak ada
Riwayat Imunisasi
Kulit : Sawo matang. Striae (-), jaringan parut (-), ikterus (-), edema (-)
Wajah : Simetris
Pupil : Pupil isokor, refleks cahaya +/+, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : Sekret -/- , liang telinga lapang, nyeri tekan tragus (–)
Thorax :
Pulmo Depan Belakang
Inspeksi Bentuk dada normal Bentuk dada bagian belakang
normal
Pernapasan regular, tidak ada
Bentuk scapula simetris
dinding dada yang tertinggal
Jenis pernapasan thorakal Tidak ditemukan bekas luka
abdominal ataupun benjolan
Otot-otot bantu pernapasan (-)
Palpasi Tidak teraba adanya Perbandingan gerakan nafas dan
pembesaran kelenjar getah vokal fremitus sama kuat di
bening kedua lapang paru
Vokal fremitus sama kuat di
kedua lapang paru
Gerakan nafas sama kuat di
kedua paru
Perkusi Perkusi terdengar sonor pada Pada dada kanan dan kiri
kedua lapang paru terdengar sonor
Ronkhi + / + Ronkhi + / +
Wheezing - / - Wheezing - / -
Kardiovascular
Perkusi : Batas kiri jantung terletak pada ICS V lateral linea midclavicularis sinistra
Batas pinggang jantung terletak pada ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II terdengar regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : supel, perut datar, tidak terdapat striae, tidak terdapat tanda tanda
peradangan
Superior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), Petechiae (-), CRT < 2”, motorik 5/5
Inferior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), Petechiae (-), CRT < 2”, motorik 5/5
27/11/2021
GDS: 86
Rontgen thorax: Bronkopneumonia
P:
- Rontgen Thorax
- Observasi
- PCR
Advis:
- Ondansentron 3x2 mg
- Diet biasa
- Hema I/ hari
- Cek GDT
S: pagi ini tidak ada demam, demam terakhir saat jam 04.00 dengan suhu 380C. Batuk(+), pilek (+)
, Nyeri menelan (+), anak tampak lemas, mual (-), muntah (-) ,anak sudah mau makan, BAB dan
BAK baik. Riwayat imunisasi lengkap.
O:
Status Gizi : BB : 22 kg
TB : 67 cm
Status gizi :
Suhu : 36,8 OC
Pernapasan :26 x/menit
Pemeriksaan Fisik
Konjung tiva anemis -/-, seklera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB leher, dada dalam batas
normal, Abdomen: NTE -/-, rhonkhi -/-, wheezing -/-.
P:
Terapi lanjut
Hidung : Hiperemis
Tengorokan : Hiperemis
Follow Up II di ruang Melon lt 6 pada tanggal 30 November 2021. Jam (06.00 WIB)
S: pagi ini tidak ada demam, demam terakhir jam 3 pagi dengan suhu 38 0C. Batuk(+) berkurang,
pilek (+) , Nyeri menelan membaik, mual (-), muntah (-) , anak sudah makan dengan baik, BAB
dan BAK baik.
O:
Suhu : 36,8 OC
Pernapasan :26 x/menit
Pemeriksaan Fisik
Konjungtiva anemis -/-, seklera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB leher, NTE -/-, rhonkhi -/-,
wheezing -/-.
Pemeriksaan Penunjang
Hema I: 11,4/34/7,5/254
Elektrolit: 131/3.7.102
GDS: 86
A: OMA ADS, Faringitis
P:
- Mantoux test
- Terapi lanjut
- Travid 2x3 tetes ADS
- Hema I ulang
Follow Up III di ruang Melon lt 6 pada tanggal 1 Novembe 2021.
S: sejak kemarin hingga pagi ini sudah tidak ada demam, batuk(+) membaik, pilek (+)
membaik ,mual (-), muntah (-) ,anak suadah mau makan, BAB dan BAK baik.
O:
Status Gizi : BB : 22 kg
TB : 155 cm
Suhu : 36,8 OC
Pernapasan :26 x/menit
Pemeriksaan Fisik:
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB, dada DBN, Abdomen NTE (-),
bising usus (+), ekstremitas hangat. Jantung murmur -/-, gallop -/-. Paru Ronkhi -/-, whezzing -/-.
Pemeriksaan Penunjang
Hema I: 11,4/34/7,5/254
Elektrolit: 131/3.7.102
GDS: 86
A: OMA ADS, Faringitis
P:
Diet lunak
Aff infus
Oral
Pct 3x330 mg
Azrytomicin 1x225
Obat lain
S: sejak kemarin hingga pagi ini sudah tidak ada demam, batuk(+) membaik sesekali, pilek (+)
membaik ,mual (-), muntah (-) ,anak suadah mau makan, BAB dan BAK baik.
O:
Pemeriksaan Fisik
Konjung tiva anemis -/-, seklera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB leher, nyeri tekan dada -/-,
NTE -/-, rhonkhi -/-, wheezing -/-. Mantoux test negatif.
Pemeriksaan Penunjang
Hema I: 11,4/34/7,5/254
Elektrolit: 131/3.7.102
GDS: 86
A:
Diagnosis utama : OMA ADS
Diagnosis saekunder : Faringitis
P:
Pulang
Diet lunak
Oral
Pct 3x330 mg
Azrytomicin 1x225
Obat lain
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam
Resume
Anak R usia 4 tahun datang ke IGD RSUD Cengkareng diantar oleh orang tuanya pada tanggal
27/11/2021 jam 04.00 WIB dengan keluhan demam. Demam dirasa terus menerus. Demam sudah
sejak 3 hari SMRS. Berdasarkan keterangan orang tua pasien sudah melakukan pengobatan ke
puskesmas dan mendapatkan obat penurun panas namun belum ada perbaikan. Pasien juga
mengalami batuk, pilek, dan nyeri menelan sehingga nafsu makannya menurun. Dikeluarga tidak ada
yang mengalami keluhan yang sama. Dari hasil pemeriksaan fisik di IGD didapatkan penigkatan
suhu dimana suhu pasien mencapai 390C. Saat dilakukan follow up beberapa hari sebelum pasien
pulang juga didapatkan beberapa kali penigkatan suhu saat pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik juga
didaptkan adanya NTE dan adanya hiperemis di mukosa faring serta mukosa hidung. Pemeriksaan
dengue dan mantoux test didapatkan hasil negative.
Bab II
Pembahasan
Masalah 1. Demam
Masalah 2. OMA ADS
Masalah 3. Faringitis
Masalah 1. Demam
Pasien datang dengan keluhan adanya demam yang dirasa sudah sejak 3 hari SMRS. Saat
dilakukan pemeriksaan didapatkan suhu tubuh 390C. Sesuai dengan anamnesis dan hasil pemeriksaan
fisik pasien mengalami penigkatan suhu tubuh atau demam, biasanya disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, jamur), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan.1,2
Pada pasien ini dilakukan tidakan penanganan awal dengan pemasangan infus dan
juga pemberian obat penurun panas berupa parasetamol drip. Kemudian dilanjutkan dengan
pemberian parasetamol oral. Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan
farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya. Beberapa tindakan yang
dapat dilakukan untuk menangani demam pada anak :
Selain pemberian farmakologi dapat juga dilakukan tidakan farmakologis. Tindakan non
farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan seperti:
Memberikan minuman yang banyak
Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
Menggunakan pakaian yang tidak tebal
Memberikan kompres.
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat
yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Kompres
meupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh. Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan
kompres dingin. Pada penelitian ini Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat.
Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah
dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat
memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh. Kompres hangat yang diletakkan pada
lipatan tubuh dapat membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh. Penggunaan Kompres
hangat di lipatan ketiak dan lipatan selangkangan selama 10 – 15 menit dengan temperature air
30-32oC, akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui
proses penguapan.1-3
Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif karena pada daerah tersebut
lebih banyak terdapat pembuluh darah yang besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin
yang mempunyai banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi
yang akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali
lipat lebih banyak.1-3
Manifestasi Klinis
Komplikasi
Masalah ke 2
OMA ADS
Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan pasien didapatkan adanya OMA. Otitis
media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
antrum mastoid dan sel-sel mastoid kurang dari tiga minggu. Pada OMA infeksi biasanya terjadi
dibelakang membran timpani (eardrum). OMA merupakan infeksi yang dapat disebabkan oleh
bakteri piogenik dan virus seperi Haemophilus influenza. Otitis media merupakan salah satu penyakit
yang menyebabkan tingginya angka kunjungan pasien ke pelayanan kesehatan diseluruh dunia, dapat
berkomplikasi gangguan pendengaran namun dapat dicegah, khususnya di negara berkembang.
OMA dapat terjadi pada semua usia, namun penderita OMA terbanyak adalah anak-anak dengan
infeksi saluran napas sebagai pencetusnya. Infeksi umumnya terjadi pada dua tahun pertama
kehidupan, sedangkan insidens puncak terjadi pada tahun pertama masa sekolah. Pasa anak usia tiga
tahun, setidaknya sebanyak 80% menderita satu kali otitis media akut, dan sebanyak 50% menderita
otitis media tiga kali atau lebih. Pada bayi terjadinya OMA di permudah karena posisi anatomi tuba
Eustachius yang pendek, lebar dan letaknya yang agak horizontal.4,5
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Namun
terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia tuba
eustachius, enzim, dan antibodi. Mekanisme pertahanan dari silia, enzim penghasil mucus (misalnya
muramidase) dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bila telinga tengah terpajan
mikroba kontaminan pada saat menelan. OMA terjadi karena sistem pertahanan tubuh terganggu
sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu. Obstruksi tuba
eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis media akut. Karena hilangnya sawar
pelindung terhadap invasi bakteri dan bakteri yang tidak biasanya patogenik, dapat berkolonisasi
pada telinga tengah, menyerang jaringan dan menimbulkan infeksi. OMA merupakan salah satu
penyakit yang dapat sembuh sendiri jika sistem imun pasien baik, namun memiliki morbiditas yang
tinggi meskipun angka mortalitasnya rendah.4,6
Penyebab utama terjadinya OMA adalah karena masuknya mikroba ke dalam telinga tengah
yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme pertahanan tubuh (seperti silia mukosa tuba
eustachius, enzim, dan antibodi) terganggu. Ganggua mekanisme pertahanan tubuh ini paling sering
terjadi karena sumbatan dari tuba eustachius.4
Kuman penyebab OMA yang utama adalah bakteri piogenik, seperti Streptokokus
Hemolitikus, stafilokokus Aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang – kadang ditemukan juga
Hemofilus Influenza, Escherichia Colli, Streptokokus Anhemolitikus, Proteus Vulgaris, dan
Pseudomonas Aurugenosa.4
c) Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol (bulging) ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa
telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulent di
cavum timpani. Pasien dapat merasakan sakit yang hebat, nadi dan suhu tubuh meningkat. Apabila
tekanan di cavum timpani tidak berkurang, akan terjadi iskemik akibat tekanan pada kapiler-kapiler,
serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submucosa. Nekrosis ini
pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuning-kuningan dan dapat
terjadi ruptur jika tidak dilakukan miringotomi dan darah keluar ke telinga tengah.4,8,9
d) Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman yang tinggi,
membran timpani dapat ruptur dan nanah keluar ke liang telinga. Suhu tubuh turun dan pasien
terutama anak-anak sudah tidak gelisah.
e) Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal. Bila
sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik
atau virulensi kuman rendah, stadium resolusi akan terjadi walaupun tanpa pengobatan. Namun jika
perforasi menetap dan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul dapat menjadi Otitis
Media Supuratif Kronik (OMSK). OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa Otitis
Media Serosa bila sekret menetap di cavum timpani tanpa terjadinya perforasi.4,8,9
Terapi
Istirahat dan minum air yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika jika perlu dan
tablet isap. Antivirus seperti metisoprinol (Isoprinosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks
dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/ hari pada orang dewasa dan pada
anak <5 tahun diberikan 50mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.10-13
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Berdasrkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan anak R mengalami
demam disebabkan oleh adanya Otitis media akut. OMA paling sering terjadi pada anak-
anak. Salah satu faktor resiko tersering terjadinya OMA pada anak disebabkan oleh seringnya
anak mengalami Infeksi Saluran Nafas yang berulang. Dengan dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik maka diagnosa akan segera ditegakan dan dilakukan penanganan
yang tepat makan akan sembuh dengan baik.
Edukasi
Minum obat yang teratur
Makan makanan bergizi
Hindari konsumsi minuman kemasan
Tidur yang cukup
Lakukan kontrol rutin ke bagian anak maupun bagian THT
Untuk sementara anak tidak diajak berenang
Daftar pustaka
1. Sumarso S. Poorwo Soedarmo, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi kedua.
Badan penerbit ikatan dokter anak Indonesia. P.21
2. DA Septiani. 2017. Tinjauan pustaka. Avilabe from:
http://repository.unimus.ac.id/1253/2/BAB%202.pdf
3. RPP Nur. 2018. Tinjauan Pustaka. Demam Tyfoid.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1413/4/4.%20BAB%202.pdf
4. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher. Edisi Ke-7. Jakarta: Balai Penerbitan
2017
5. Coker TR, Chan LS, Newberry SJ, etc. Diagnosis,Microbial Epidemiology, and Antibiotic
Treatment of Acute Otitis Media in Children. The Journal of American Medical Association.
17 November 2010. Vol.304 No.19.
6. Hendarmin H, Bashiruddin, Alviandi W. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher. Edisi Ke-7.
Jakarta: Balai Penerbitan 2017
7. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies: Buku Ajar Penyakit THT, Ed. 6. Wijaya C, alih
bahasa, Effendi H, Santoso RA, editors. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014.
8. Tanto Chris, Liwang Frans, Hanifati Sonia. Telinga Hidung Tenggorokan. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta. FKUI;2016
9. Pharyngitis. Diunduh dari : http://medscape/pharyngitis.com pada 08 Februari 2014