Pembimbing :
dr. Dwi Haryadi, Sp.A, M.Kes
Disusun Oleh :
Ainullah Turrahmah
112018045
Nim : 112018045
Pasien
Nama lengkap : An. ZM Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal lahir : Karawang, 9 Juni 2006 Umur : 13 tahun 7 bulan 22 hari
Ayah
Nama lengkap : Tn.MD Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Karawang, 15 April 1987 Umur : 32 tahun
Ibu
Nama lengkap : Ny.SB Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Karawang, 12 Februari Umur : 31 tahun
1988
Suku bangsa : Indonesia Agama : Islam
Pendidikan: SMA Alamat : Jatirasa Tengah RT 02/06
Hubungan dengan anak : Orang Tua Kandung Penghasilan : -
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Hetero Anamnesa
Tanggal : 27 Desember 2019 pukul 02.45
Keluhan Utama :
Batuk darah
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : (-) Di rumah (-)Rumah bersalin (×) RS
Ditolong oleh : (×) Dokter (-)Bidan (-) Dukun
(-) Lain-lain
Persalinan : (×) Normal (-) SC
Usia Kandungan : (×) Cukup bulan (-) Preterm
Berat Badan Lahir : 3700 gram
Panjang Badan Lahir : 49 cm
Langsung menangis (+)
Riwayat Imunisasi
Dilakukan di posyandu dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1. Riwayat Imunisasi
Usia Imunisasi
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 120 x/menit, reguler dan kuat angkat
Suhu : 37,5 °C
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 24 kali, reguler
Tekanan Darah : 100 / 60 mmHg
Pemeriksaan Antropometri
Tinggi badan : 156 cm
Berat badan : 33 kg
Lingkar Kepala : 51 cm
Mata
Cekung : (-)/(-)
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik -/-
Lensa : jernih
Reflek cahaya : +/+
Nistagmus : (-)
Strabismus : (-)
Telinga
Serumen : +/+
Cairan : -/-
Darah : -/-
Mulut
Mukosa Bibir : lembab berwarna merah muda
Faring : tidak hiperemis
Tonsil : berukuran T1-T1, tidak hiperemis
Leher
Kelenjar limfe : tidak teraba membesar
Massa : tidak ada
Thorax
Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris, retraksi (-) Simetris, retraksi (-)
Kanan Simetris, retraksi (-) Simetris, retraksi (-)
Palpasi Kiri Vokal fremitus simetris Vokal fremitus simetris
Kanan Vokal fremitus simetris Vokal fremitus simetris
Perkusi Kiri Sonor Sonor
Kanan Sonor Sonor
Auskultasi Kiri Bronkovesikuler Bronkovesikuler
Wheezing (-) Wheezing (-)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Kanan Bronkovesikuler Bronkovesikuler
Wheezing (-) Wheezing (-)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi iktus cordis terlihat di intercostal IV pada linea
midclavicularis sinistra
Palpasi : iktus cordis teraba di intercostal IV midclavicularis sinistra
Perkusi : Redup pada ICS II linea strenalis sinistra : katup pulmonal
Redup pada ICS II linea strernalis dextra : katup aorta
Redup pada ICS III linea parastrenalis sinistra : katup tricuspid
Redup pada ICS IV linea midclavikularis sinistra : katup mitral
Auskultasi : BJ I-II murni regular, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+), normoperistaltik 8 x/menit
Palpasi
Hati : tidak teraba membesar
Limpa : tidak teraba membesar
Cubitan kulit : kembali lambat
Perkusi : timpani
Anggota Gerak
CRT : < 2 detik
Akral : hangat
Tonus : baik
Refleks
Refleks biceps : (+/+)
refleks triceps : (+/+)
refleks brachioradialis : (+/+)
refleks patella : (+/+)
refleks achilles : (+/+)
refleks babinsky : (-/-)
1 Riwayat Kontak 3
2 Uji Tuberkulin 3
3 Berat Badan 1
4 Demam 1
5 Batuk 0
6 Pembesaran KGB 0
7 Pembengkakan sendi 0
8 Foto Thorak AP 1
Skor Total 9
E. PENGKAJIAN DAN RENCANA TATALAKSANA
Diagnosis Kerja
Tuberkulosis Paru
Dasar diagnosis :
- Riwayat kontak dengan pasien TB dewasa
- Batuk darah
- Berat badan turun
- Deman > 1 minggu
- Uji tuberkulin positif
- Foto thoraks AP mengarah ke TB paru
Tatalaksana
Diagnosis
Uji tuberkulin
Evaluasi Foto thorax dada dan laboratorium darah pada bulan ke VI
pengobatan
Medikamentosa
- RL 20 tpm
- Ceftriaxone 2x750 mg iv
- Codein 10 mg 3x1 tab
- Asam tranexamat 3x500 iv
- Dexametasone 3 mg extra iv
Obat pulang dan rutin selama 2 bulam pertama :
- OAT KDT Anak 2RHZ 2 – 0 – 0 (Fase intensif)
Edukasi
Menjelaskan kepada Ibu pasien bahwa anaknya menderita infeksi TB, hal
ini kemungkinan didapatkan karena tertular dari anggota keluarga yang
lain.
Menyarankan untuk memeriksakan anggota keluarga yang sering
mengalami batuk yang kambuh ke poli paru RSUD untuk pemeriksaan
dahak dan foto thorak
Pengobatan pasien direncakan selama 6 bulan dan akan dievaluasi pada
akhir pengobatan
Obat harus diminumkan secara rutin setiap pagi hari saat perut masih
kosong dan harus segera kontrol sebelum obat habis
Obat sementara diberikan selama 2 minggu untuk mengevaluasi kepatuhan
minum obat
Perbaikan gizi anak untuk menunjang kesembuhan dari anak.
Menjelaskan bahwa penyakit ini bisa disembuhkan asal rutin minum obat
dan orang disekitar rumah yang dicurigai menderita TB paru segera
diperiksakan dan mendapat terapi yang sesuai untuk mengurangi resiko
kekambuhan pada anak
Penyakit TB paru pada anak tidak menular
A. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
C. Etiologi
D. Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam
percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan terhirup dan dapat
mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik.
Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada
individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil
kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di
tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer (primary complex).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian
masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2−12
minggu, biasanya berlangsung selama 4−8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selular
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin
positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke
dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated
immunity, CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis
dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di
jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan
paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan
hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism).
Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan
nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan
obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan
atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk
ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen
inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala
klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di
organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar
limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang,
ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak
aktif (tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut
dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB
apeks paru saat dewasa.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2−6 bulan setelah terjadi
infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang
beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena
tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada
anak bawah lima tahun (balita) terutama di bawah dua tahun.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread.
Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah dan
menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan beredar
di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan
dengan acute generalized hematogenic spread. 4
*Catatan:
Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread).
Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang
baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis regional
(3).
TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau
reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar (eksogen), ini disebut TB tipe dewasa
(adult type TB). 4
E. Diagnosis TB pada Anak
Penemuan Pasien TB Anak
Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :
Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimaksud dengan kontak erat
adalah anak yang tinggal serumah atau sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien
TB menular adalah terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif
dan umumnya terjadi pada pasien TB dewasa. Anak yang mempunyai tanda dan gejala
klinis yang sesuai dengan TB anak. 1
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling sering terkena
adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai
organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala
serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang
konstan, sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu
kalender terjadinya TB di berbagai organ seberi pada gambar d bawah ini.
4
Gambar 1. Kalender perjalanan penyakit tuberkulosis primer
* pada 50% anak dengan tuberkosis paru didapatkan pemeriksaan fisik yang normal
1
kalsifikasi atau granuloma kecil diartikan infeksi, bukan penyakit
2 pada beberapa anak dengan tuberkulosis paru tidak didapatkan kelainan pada foto polos
dada
Parameter 0 1 2 3 Skor
Laporan
keluarga, BTA (-)
Kontak TB Tidak jelas - BTA (+)
/ BTA tidak jelas/
tidak tahu
Positif ≥10 mm
Uji tuberkulin
Negatif - - atau ≥5 mm pada
(Mantoux)
imunokompromais
Klinis gizi
BB/TB<90%
Berat Badan/ buruk atau
- atau -
Keadaan Gizi BB/TB<70%
BB/U<80%
atau BB/U<60%
Demam yang
tidak
- ≥2 minggu - -
diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥3 minggu - -
Pembesaran
≥1 cm, lebih
kelenjar limfe
- dari 1 KGB, - -
kolli, aksila,
tidak nyeri
inguinal
Pembengkaka
n tulang/sendi Ada
- - -
panggul, lutut, pembengkakan
falang
Gambaran
Normal/
sugestif
Foto toraks kelainan - -
(mendukung)
tidak jelas
TB
Skor Total
Catatan:
Parameter Sistem Skoring:
Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil
laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01 atau dari hasil
laboratorium.
Penentuan status gizi:
Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment
opname).
Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi
untuk anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan
untuk anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000.
Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1
bulan.
Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah
diberikan pengobatan sesuai terapi di puskesmas
Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa:
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat,
atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat,
tuberkuloma. 2
Pengobatan TB Anak
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB
tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:
Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.
Pemberian gizi yang adekuat.
Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.
Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk kombinasi dosis
tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan, menyesuaikan berat
badan saat itu
Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai umur). Tabel
Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus)
Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau
dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh digerus
bersama dan dicampur dalam satu puyer
H. Imunisasi BCG 5
Pengontrolan penyakit TB bergantung pada pencegahan dengan imunisasi
Bacille-Calmete-Guerin (BCG) atau terapi kemoprofilaksis, serta pengobatan tepat
dengan sistem pendekatan directly observed therapy short course (DOTS). Vaksin
BCG berasal dari bakteri Mycobacterium bovis hidup yang dilemahkan .
Efektivitas
Vaksinasi BCG dapat diberikan secara bersamaan dengan vaksin hidup
lainnya, tetapi bila kedua vaksin tersebut tidak diberikan pada saat yang bersamaan,
maka sebaiknya diberikan jarak minimal 4 minggu antara BCG dan vaksin virus
hidup lainnya. Vaksinasi lain tidak boleh diberikan pada lengan yang sama dengan
BCG, paling sedikit selama 3 bulan, karena dapat meningkatkan resiko
limfadenitis.
Banyak penelitian yang telah menunjukan hasil yang konsisten akan peranan
BCG dalam proteksi terhadap meningitis TB dan TB milier. Proteksi BCG
ditemukan bervariasi antara 0% - 80%. Sebuah meta-analisis menunjukkan proteksi
yang sama untuk vaksinasi saat bayi. Bukti-bukti untuk kemampuan proteksi BCG
terhadap penyakit TB paru anak tidak terlalu konsisten, tetapi ditemukan hasil yang
cukp baik, yaitu berkisar 60-80%, baik dinegara berkembang maupu negara maju,
baik untuk TB paru maupun TB ekstrapulmoner; meskipun ditemukan tingkat
proteksi yang lebih rendah pada daerah tropis.
Suatu meta-analisis lain terhadap lia studi prospektif dan 11 studi kasus
kontrol mendapatkan bahwa vaksinasi BCG pada saat bayi dapat menurunkan
resiko TB paru, Meningitis TB, TB milier, dan kematian akibat TB.
Efek proteksi BCG timbul 8 – 12 minggu setelah vaksinasi. Lamanya
proteksi BCG juga belum dapat diketahui dengan pasti. Suatu studi oleh Sterne
dkk, menemukan bahwa efektivitas BCG mennurun seiring dengan berjalannya
waktu sejak vaksinasi. Selain itu juga tidak ditemukan bahwa BCG dapat
memberikan perlindungan setelah lebih dari 10 tahun sejak vaksinasi. Akan tetapi,
studi terakhir di Amerika berhasil menemukan bahwa efektivitas dosis tunggal
BCG dapat bertahan hingga 50 – 60 tahun.
Kontraindikasi
Di Indonesia, vaksin BCG tidak boleh diberikan pada mereka yang :
Pernah menderita TB
Uji tuberkulin > 5 mm
Sedang hamil
Dalam keadaan imunokompremais (atau keungkinan imunokompremais)
seperti pasien HIV atau beresiko tinggi infeksi HIV, dalam pengobatan
imunosupresan, kortikosteroid, radiasi, penyakit keganasan pada sumsum
tulang atau sistem limfe.
Gizi buruk
Sedang demam tinggi
Infeksi kulit yang luas
BCG boleh diberikan pada bayi-bayi pramature, karena didapatkan efikasi
yang baik pada bayi-bayi pramature dan divaksinasi pada umur gestasi 34-35
minggu (umur rata-rata pemulangan bayi pramature), serta tidak didapatkan
perbedaan bermakna tingkat reaksi BCG antara bayi-bayi dengan berbagai tingkat
umur gestasi.5
Komplikasi
Komplikasi dini :
- Pleuritis
- Efusi pleura
- Empiema
- Laringitis
- Poncet’s atrhopy
Komplikasi lanjutan :
Obstruksi jalan napas ,Sindrome obstruksi pasca Tuberkulosis (SOFT),Fibrosis
paru,karsinoma paru,hemoptisis berat ( perdarahan dari saluran napas bawah ) yang dapat
menyebabkan kematian karena syok, kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru,
penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, ginjal. persendian dan ginjal.4
Daftar Pustaka
29