Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

TUBERKULOSIS PADA ANAK

Pembimbing :
dr. Dwi Haryadi, Sp.A, M.Kes

Disusun Oleh :
Ainullah Turrahmah
112018045

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
PERIODE 25 NOVEMBER 2019 – 1 FEBRUARI 2020
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
JL. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK RS BAYUKARTA KARAWANG
STATUS ILMU PENYAKIT ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Nama : Ainullah Turrahmah Tanda Tangan :

Nim : 112018045

Dokter Pembimbing : dr. Dwi Haryadi, Sp.A, M.Kes

Pasien
Nama lengkap : An. ZM Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal lahir : Karawang, 9 Juni 2006 Umur : 13 tahun 7 bulan 22 hari

Suku bangsa : Indonesia Agama : Islam


Pendidikan: - Alamat : Jatirasa Tengah RT 02/06
Hubungan dengan orang tua : Anak Kandung

Ayah
Nama lengkap : Tn.MD Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Karawang, 15 April 1987 Umur : 32 tahun

Suku bangsa : Indonesia Agama : Islam


Pendidikan: SMA Alamat: Jatirasa Tengah RT 02/06
Hubungan dengan anak : Orang Tua Kandung Penghasilan : < 1,5 jt

Ibu
Nama lengkap : Ny.SB Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Karawang, 12 Februari Umur : 31 tahun
1988
Suku bangsa : Indonesia Agama : Islam
Pendidikan: SMA Alamat : Jatirasa Tengah RT 02/06
Hubungan dengan anak : Orang Tua Kandung Penghasilan : -

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Hetero Anamnesa
Tanggal : 27 Desember 2019 pukul 02.45

Keluhan Utama :
Batuk darah

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien diantar oleh bapaknya dengan keluhan batuk darah sejak 2 hari SMRS,
batuk disertai dahak dan bercampur darah segar, batuk dirasakan terus menerus sehingga
pasien sulit untuk tidur. Keluhan batuk disertai demam, demam sejak 1 minggu SMRS,
naik turun, demam dirasakan terutama lebih tinggi pada malam hari dibandingkan dengan
siang hari, dan terdapat keringat dingin pada malam hari.
Bapak pasien sudah memberikan obat penurun panas pada pasien namun sering kambuh
lagi bila sudah tidak minum obat penurun panas. Demam tidak disertai menggigil dan
tidak sampai mengalami kejang.
Selain itu bapak pasien juga mengeluhkan berat badan anaknya beberapa bulan ini sulit
naik. Kalaupun naik tidak secara signifikan. Nafsu makan anaknya dirasa kurang
dibandingkan sebelumnya. Sehari makan 3 kali. Sekali makan pasien hanya memakan
sekitar 2-3 sendok saja.
Bapak pasien menjelaskan jika di rumah terdapat ibu pasien yang sedang dalam
pengobatan TB paru sudah 2 bulan. Untuk riwayat batuk, bapak pasien menjelaskan bila
pasien hanya batuk pilek biasa dan tidak sering kambuh.
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) pasien normal tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sering mengalami demam sejak 2 minggu yang lalu, tapi tidak pernah
dirawat, hanya minum obat penurun panas dan panasnya turun kemudian sembuh. Tidak
terdapat riwayat alergi maupun asma.

Riwayat Penyakit Keluarga


Dirumah pasien terdapat Ibu pasien yang sedang dalam pengobatan TB paru sudah
2 bulan.
Riwayat Kehamilan
 G2P1A0 gravida 39-40 minggu
 ANC rutin dilakukan di Bidan
 Selama hamil tidak ada penyakit yang diderita oleh ibu

Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : (-) Di rumah (-)Rumah bersalin (×) RS
Ditolong oleh : (×) Dokter (-)Bidan (-) Dukun
(-) Lain-lain
Persalinan : (×) Normal (-) SC
Usia Kandungan : (×) Cukup bulan (-) Preterm
Berat Badan Lahir : 3700 gram
Panjang Badan Lahir : 49 cm
Langsung menangis (+)
Riwayat Imunisasi
Dilakukan di posyandu dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1. Riwayat Imunisasi

Usia Imunisasi

Saat lahir (0-7 hari) Hb0, BCG, Polio 0


2 bulan DPT/HB1, Polio 1
3 bulan DPT/HB2, Polio 2
4 bulan DPT/HB3, Polio 3
9 bulan Campak 1
18 bulan DPT/HB4, Polio 4
24 bulan Campak 2

Kesan : Imunisasi lengkap sesuai jadwal


Riwayat Nutrisi
 lahir – usia 6 bulan : ASI saja
 6 bulan – 9 bulan : ASI + Bubur Susu/biskuit/buah
 9 bulan – 1 tahun : ASI + Nasi Tim & lauk + sayur (diblender)
 1 tahun – 2 tahun : ASI + Nasi kasar + lauk variasi
 2 tahun – sekarang : Nasi + sayur + lauk bervariasi
(ayam/daging/tahu/tempe/ikan) + susu sapi
 Saat ini napsu makan pasien menurun. Dalam sehari pasien makan 3 kali.
Sekali makan pasien hanya memakan sekitar 2-3 sendok saja.

Riwayat Tumbuh Kembang


Bapak pasien lupa kapan pasien dapat menegakkan kepala, tengkurap, duduk,
merangkak, dan berdiri. Pada usia 12 bulan pasien sudah dapat berbicara 2 kata dan usia
15 bulan pasien sudah dapat berjalan.

B. PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 120 x/menit, reguler dan kuat angkat
Suhu : 37,5 °C
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 24 kali, reguler
Tekanan Darah : 100 / 60 mmHg

Pemeriksaan Antropometri
Tinggi badan : 156 cm
Berat badan : 33 kg
Lingkar Kepala : 51 cm

Interpretasi : BB / Umur : < persentil 10 (< 60 %) : Gizi buruk


: TB / Umur : < persentil 5 (< 70 %) : Tinggi sangat kurang
: Kurva Nellhaus : Normocephaly
Kepala
Ukuran : normocephaly (mean 50 %)
Rambut : hitam, distribusi merata

Mata
Cekung : (-)/(-)
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik -/-
Lensa : jernih
Reflek cahaya : +/+
Nistagmus : (-)
Strabismus : (-)
Telinga
Serumen : +/+
Cairan : -/-
Darah : -/-
Mulut
Mukosa Bibir : lembab berwarna merah muda
Faring : tidak hiperemis
Tonsil : berukuran T1-T1, tidak hiperemis
Leher
Kelenjar limfe : tidak teraba membesar
Massa : tidak ada
Thorax
Paru-paru

Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris, retraksi (-) Simetris, retraksi (-)
Kanan Simetris, retraksi (-) Simetris, retraksi (-)
Palpasi Kiri Vokal fremitus simetris Vokal fremitus simetris
Kanan Vokal fremitus simetris Vokal fremitus simetris
Perkusi Kiri Sonor Sonor
Kanan Sonor Sonor
Auskultasi Kiri Bronkovesikuler Bronkovesikuler
Wheezing (-) Wheezing (-)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Kanan Bronkovesikuler Bronkovesikuler
Wheezing (-) Wheezing (-)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)

Jantung
Inspeksi : pulsasi iktus cordis terlihat di intercostal IV pada linea
midclavicularis sinistra
Palpasi : iktus cordis teraba di intercostal IV midclavicularis sinistra
Perkusi : Redup pada ICS II linea strenalis sinistra : katup pulmonal
Redup pada ICS II linea strernalis dextra : katup aorta
Redup pada ICS III linea parastrenalis sinistra : katup tricuspid
Redup pada ICS IV linea midclavikularis sinistra : katup mitral
Auskultasi : BJ I-II murni regular, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+), normoperistaltik 8 x/menit
Palpasi
Hati : tidak teraba membesar
Limpa : tidak teraba membesar
Cubitan kulit : kembali lambat
Perkusi : timpani

Alat Kelamin (atas indikasi) : tidak ada indikasi

Anggota Gerak
CRT : < 2 detik
Akral : hangat
Tonus : baik
Refleks
Refleks biceps : (+/+)
refleks triceps : (+/+)
refleks brachioradialis : (+/+)
refleks patella : (+/+)
refleks achilles : (+/+)
refleks babinsky : (-/-)

C. PEMERIKSAAN LAB RUTIN


Tanggal 27/12/2019
Darah Rutin
Hemoglobin : 9,1 g/dL
Hematokrit : 29,2 %
Leukosit : 10.06 /uL
Trombosit : 525.000/ uL
Eritrosit : 4,29 jt
MCV/MCH/MCHC : 67/21/31
Hitung jenis leukosit :
Basofil : 1 %
Eosinofil : 2 %
Batang : 0 %
Limfosit : 18 %
Monosit : 8 %
Segmen : 71 %
Laju endap darah : 23 mm/jam
Foto thoraks PA
Jantung tidak membesar (CTR < 50 %)
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
Trakea di tengah. Kedua hillus tidak menebal.
Infiltrat apeks lapang atas paru kanan.
Kedua hemidiafragma licin, kedua sinus kostofrenikus lancip.
Jaringan lunak dinding dada terlihat baik.
Kesan : TB paru lesi minimal aktif.
D. RESUME
Anak usia 13 tahun diantar oleh bapaknya dengan keluhan batuk darah sejak 2 hari SMRS.
batuk disertai dahak bercampur darah segar. Demam (+) sejak 1 mingu SMRS, naik turun,
keringat dingin malam hari (+) , Berat badan sulit naik, nafsu makan menurun. Ibu pasien
sedang dalam pengobatan TB paru sudah 2 bulan. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
dalam batat normal, Pada pemeriksaan fisik ditemukan status gizi kurang, Pemeriksaan
penunjang ditemukan gambaran mengarah ke TB paru pada foto thorak PA, Anemia dan
peningkatan LED.

Screening Skor TB Anak


Tabel 6. Hasil Skoring TB Anak
No. Parameter Skor

1 Riwayat Kontak 3

2 Uji Tuberkulin 3

3 Berat Badan 1

4 Demam 1

5 Batuk 0

6 Pembesaran KGB 0

7 Pembengkakan sendi 0

8 Foto Thorak AP 1

Skor Total 9
E. PENGKAJIAN DAN RENCANA TATALAKSANA

Diagnosis Kerja
Tuberkulosis Paru
Dasar diagnosis :
- Riwayat kontak dengan pasien TB dewasa
- Batuk darah
- Berat badan turun
- Deman > 1 minggu
- Uji tuberkulin positif
- Foto thoraks AP mengarah ke TB paru
Tatalaksana
Diagnosis
 Uji tuberkulin
 Evaluasi Foto thorax dada dan laboratorium darah pada bulan ke VI
pengobatan

Medikamentosa
- RL 20 tpm
- Ceftriaxone 2x750 mg iv
- Codein 10 mg 3x1 tab
- Asam tranexamat 3x500 iv
- Dexametasone 3 mg extra iv
Obat pulang dan rutin selama 2 bulam pertama :
- OAT KDT Anak 2RHZ 2 – 0 – 0 (Fase intensif)
Edukasi
 Menjelaskan kepada Ibu pasien bahwa anaknya menderita infeksi TB, hal
ini kemungkinan didapatkan karena tertular dari anggota keluarga yang
lain.
 Menyarankan untuk memeriksakan anggota keluarga yang sering
mengalami batuk yang kambuh ke poli paru RSUD untuk pemeriksaan
dahak dan foto thorak
 Pengobatan pasien direncakan selama 6 bulan dan akan dievaluasi pada
akhir pengobatan
 Obat harus diminumkan secara rutin setiap pagi hari saat perut masih
kosong dan harus segera kontrol sebelum obat habis
 Obat sementara diberikan selama 2 minggu untuk mengevaluasi kepatuhan
minum obat
 Perbaikan gizi anak untuk menunjang kesembuhan dari anak.
 Menjelaskan bahwa penyakit ini bisa disembuhkan asal rutin minum obat
dan orang disekitar rumah yang dicurigai menderita TB paru segera
diperiksakan dan mendapat terapi yang sesuai untuk mengurangi resiko
kekambuhan pada anak
 Penyakit TB paru pada anak tidak menular

A. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tuberkulosis pada Anak

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya.1
B. Epidemiologi
Tuberculosis pada anak terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Di Negara-negara berkembang
jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah populasi umum dan
terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahunnya.
WHO mengatakan pada tahun 2010, Indonesia menempati peringkat ke-4 negara dengan
insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,37 – 0,54 juta setelah India (2,0 – 2,5 juta),
Cina (0,9 – 1,2 juta), Afrika Selatan (0,40 – 0,59 juta). Penyakit ini merupakan penyebab
kematian terbesar ke-3 setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan
serta merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.2

C. Etiologi

Etiologi penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. Bakteri ini merupakan


bakteri basil tahan asam (BTA). Cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup 1-2 jam ditempat yang gelap dan lembab. Bakteri ini dormant didalam
tubuh . 3

D. Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam
percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan terhirup dan dapat
mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik.
Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada
individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil
kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di
tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer (primary complex).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian
masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2−12
minggu, biasanya berlangsung selama 4−8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selular
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin
positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke
dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated
immunity, CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis
dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di
jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan
paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan
hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism).
Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan
nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan
obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan
atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk
ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen
inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala
klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di
organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar
limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang,
ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak
aktif (tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut
dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB
apeks paru saat dewasa.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2−6 bulan setelah terjadi
infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang
beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena
tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada
anak bawah lima tahun (balita) terutama di bawah dua tahun.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread.
Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah dan
menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan beredar
di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan
dengan acute generalized hematogenic spread. 4
*Catatan:
Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread).
Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang
baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis regional
(3).
TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau
reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar (eksogen), ini disebut TB tipe dewasa
(adult type TB). 4
E. Diagnosis TB pada Anak
Penemuan Pasien TB Anak
Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :
Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimaksud dengan kontak erat
adalah anak yang tinggal serumah atau sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien
TB menular adalah terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif
dan umumnya terjadi pada pasien TB dewasa. Anak yang mempunyai tanda dan gejala
klinis yang sesuai dengan TB anak. 1
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling sering terkena
adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai
organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala
serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang
konstan, sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu
kalender terjadinya TB di berbagai organ seberi pada gambar d bawah ini.
4
Gambar 1. Kalender perjalanan penyakit tuberkulosis primer

Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin


biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Paa
awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan
eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang
terdeteksi. Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini.
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung
dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi Tb, begitu juga dengan meningitis TB.
Tuberkulosis pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB.
Tuberkuloma sistem skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat
terjadi pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih
lama, yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis
sakit Tb terjadi pada 5 tahun pertama, terutama 1 tahun pertama, dan 90%
kematian karena TB terjadi pada tahn pertama setelah diagnosis TB.
Secara Singkat resiko sakit TB pada anak yang terinfeksi TB dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Resiko sakit tuberkulosis pada anak yang terinfeksi Tuberkulosis 3
Resiko Sakit
Umur saat infeksi
Primer (tahun) TB Diseminata
Tidak Sakit TB Paru
(milier, meningitis)

<1 50% 30 – 40% 10 – 20%


1–2 75 – 80% 10 – 20% 2 – 5%
2–5 95% 5% 0,5%
5 – 10 98% 2% <0,5%
>10 80 – 90% 10 – 20% <0,5%

Tabel 2. Tahapan Tuberkulosis pada anak


Tahapan

Pajanan Infeksi Penyakit

Uji tuberkulin Negatif Positif Positif (90%)


Pemeriksaan fisik Normal Normal Biasanya tidak normal*
Foto polos dada Normal Biasanya normal1 Biasanya tidak norma2
Profilaksis/terapi TB Selalu Pada imunokompremais Selalu
Jumlah obat Satu Satu Tiga atau empat

* pada 50% anak dengan tuberkosis paru didapatkan pemeriksaan fisik yang normal
1
kalsifikasi atau granuloma kecil diartikan infeksi, bukan penyakit
2 pada beberapa anak dengan tuberkulosis paru tidak didapatkan kelainan pada foto polos
dada

F. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring 3


Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat
dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang
tersedia, dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai
sistem skoring. Sistem skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga
tahap penelitian oleh para ahli yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO
dan disepakati sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan
diagnosis TB anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sistem
skoring ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam
mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana
sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun
overdiagnosis TB.
Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai
berikut:

1. Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular


mempunyai nilai tertinggi yaitu 3.
2. Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan
diagnosis TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.
3. Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB
dan mendapat OAT.
Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan
OAT (Obat Anti Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan
secara cermat terhadap respon klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap
pengobatan baik, maka OAT dapat dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan
respons klinis tidak baik maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Tabel 3. Sistem Skoring (Scoring System) Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB 1

Parameter 0 1 2 3 Skor
Laporan
keluarga, BTA (-)
Kontak TB Tidak jelas - BTA (+)
/ BTA tidak jelas/
tidak tahu
Positif ≥10 mm
Uji tuberkulin
Negatif - - atau ≥5 mm pada
(Mantoux)
imunokompromais
Klinis gizi
BB/TB<90%
Berat Badan/ buruk atau
- atau -
Keadaan Gizi BB/TB<70%
BB/U<80%
atau BB/U<60%
Demam yang
tidak
- ≥2 minggu - -
diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥3 minggu - -
Pembesaran
≥1 cm, lebih
kelenjar limfe
- dari 1 KGB, - -
kolli, aksila,
tidak nyeri
inguinal
Pembengkaka
n tulang/sendi Ada
- - -
panggul, lutut, pembengkakan
falang
Gambaran
Normal/
sugestif
Foto toraks kelainan - -
(mendukung)
tidak jelas
TB
Skor Total

Catatan:
Parameter Sistem Skoring:
Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil
laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01 atau dari hasil
laboratorium.
Penentuan status gizi:
 Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment
opname).
 Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi
untuk anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan
untuk anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000.
 Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1
bulan.
 Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah
diberikan pengobatan sesuai terapi di puskesmas
 Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa:
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat,
atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat,
tuberkuloma. 2
Pengobatan TB Anak
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB
tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:
Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.
Pemberian gizi yang adekuat.
Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.

Prinsip pengobatan TB anak 2,3


OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah
terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler
Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang selain untuk
membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan
Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
 Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan
minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan
berat ringannya penyakit.
 Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk
mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum
setiap hari.
Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal
seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan.
Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial,
meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2
mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama
pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off
dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses
inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.
Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis
di Indonesia adalah:
Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien. OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Gambar 1. Skema Panduan OAT Anak

Tabel 4. Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya 1


Dosis
Dosis harian
Nama Obat maksimal Efek samping
(mg/kgBB/ hari)
(mg /hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitis

Rifampisin (R) 15 (10-20) 600 Gangguan gastrointestinal, reaksi


kulit, hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan tubuh
berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksisitas hepar, artralgia, gangguan
gastrointestinal
Etambutol (E) 20 (15–25) - Neuritis optik, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah hijau,
hipersensitivitas, gastrointestinal

Streptomisin (S) 15 – 40 1000 Ototoksik, nefrotoksik

Tabel 5. Panduan OAT Kategori Anak 1

Jenis Fase intensif Fase lanjutan Prednison Lama

TB Ringan 2HRZ 4HR - 6 bulan


2 mgg dosis penuh-
Efusi pleura TB
kemudian tappering off
TB BTA positif 2HRZE 4HR -
TB paru dengan 2HRZ+E atau 7-10HR 4 mgg dosis penuh- 9-12
tanda-tanda S kemudian tappering off bulan
kerusakan luas:
TB milier
TB + destroyed
lung
10HR 4 mgg dosis penuh- 12 bulan
Meningitis TB
kemudian tappering off
2 mgg dosis penuh-
Peritonitis TB
kemudian tappering off
2 mgg dosis penuh-
Perikarditis TB
kemudian tappering off
Skeletal TB -

Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination)


Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan minum obat,
paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk satu
pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu
rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase
lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Dosis kombinasi pada Anak 1

Berat badan 2 bulan 4 bulan


(kg) RHZ (75/50/150) (RH (75/50)

5-7 1 tablet 1 tablet

8-11 2 tablet 2 tablet

12-16 3 tablet 3 tablet

17-22 4 tablet 4 tablet

23-30 5 tablet 5 tablet

BB > 30 kg diberikan 6 tablet atau menggunakan KDT dewasa

Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk kombinasi dosis
tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan, menyesuaikan berat
badan saat itu
Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai umur). Tabel
Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus)
Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau
dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh digerus
bersama dan dicampur dalam satu puyer

G. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Anak 4


Pemantauan pengobatan pasien TB Anak
Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat kepatuhan, toleransi
dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada fase lanjutan pasien kontrol tiap bulan.
Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon
pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat
badan meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan
baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon
pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien
harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya digunakan untuk
diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan evaluasi
baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto toraks. Pemeriksaan
tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk pemantauan pengobatan,
karena uji tuberkulin yang positif masih akan memberikan hasil yang positif. Meskipun
gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai
perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan
selesai.
Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya BTA
positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak ulang
sesuai dengan alur pemantauan pengobatan pasien TB BTA pos.

Efek Samping pengobatan TB Anak


Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan piridoksin
(vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat diberikan vitamin B6 10 mg
tiap 100 mg INH. Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/
hari direkomendasikan diberikan pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, Pasien gizi
buruk, Anak dengan HIV positif. Penanganan efek samping lain dari OAT pada anak
mengacu pada buku Pedoman Nasional Pengendalian TB.
Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab kegagalan terapi.
Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di fase lanjutan
DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari awal.
Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase lanjutan DAN
menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan risiko terjadinya TB
kebal obat.

Pengobatan ulang TB anak


Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan keluhan
gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar-benar menderita TB. Evaluasi
dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring. Evaluasi dengan
sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di fasilitas rujukan. Apabila hasil
pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus
Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan
untuk dilakukan uji tuberkulin ulang.

H. Imunisasi BCG 5
Pengontrolan penyakit TB bergantung pada pencegahan dengan imunisasi
Bacille-Calmete-Guerin (BCG) atau terapi kemoprofilaksis, serta pengobatan tepat
dengan sistem pendekatan directly observed therapy short course (DOTS). Vaksin
BCG berasal dari bakteri Mycobacterium bovis hidup yang dilemahkan .

 Prosedur Pemberian Imunisasi


Vaksin BCG diberikan secara intrakutan. Suntikan dilakukan didaerah deltoid
kanan, sehingga apabila terjadi reaksi limfadenitis di aksila akan mudah dideteksi.
BCG tidak boleh diberikan secara subkutan karena beresiko terjadi ulkus dan abses
yang seius. Dosis untuk neonatus dan bayi < 1 tahun adalah 0,05 ml sedangkan
untuk anak dan dewasa adalah 0,1 ml. Vaksin BCG harus disimpan pada suhu 2-8
O
C, tidak boleh beku dan tidak boleh terkena sinar matahari . setelah dibuka, botol
BCG tidak boleh disimpan lebih dari 4 jam karena dapat kemungkinan
kontaminasi dan berkurangnya potensi.
Imunisasi BCG sebaiknya diberikan pada usia < 2 bulan. Agar cakupan
imunisasi lebih luas, pada jadwal Program Pengembangan Imunisasi (PPI) BCG
dapat diberikan pada usia 0 – 12 bulan. Pada neonatal – bayi berusia < 3 bulan,
karena belum mengalami paparan lama terhadap penyakit , pemberian BCG tidak
perlu didahului oleh uji tapis (uji tuberklin). Sebaliknya, pada usia > 3 bulan,
sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi komplikasi yang terjadi akibat pemberian BCG, akibat telah adanya
imunitas terhadap antigen Mycobacterium. Pada bayi kontak erat dengan pasien TB
BTA positif, sebaiknya diberikan isoniazid (INH) profilaksis terlebih dahulu, lalu
bila kontak sudah tenang dilakukan uji tuberkulin dan apabila hasilnya negatif,
dapat diberikan BCG.

Efektivitas
Vaksinasi BCG dapat diberikan secara bersamaan dengan vaksin hidup
lainnya, tetapi bila kedua vaksin tersebut tidak diberikan pada saat yang bersamaan,
maka sebaiknya diberikan jarak minimal 4 minggu antara BCG dan vaksin virus
hidup lainnya. Vaksinasi lain tidak boleh diberikan pada lengan yang sama dengan
BCG, paling sedikit selama 3 bulan, karena dapat meningkatkan resiko
limfadenitis.
Banyak penelitian yang telah menunjukan hasil yang konsisten akan peranan
BCG dalam proteksi terhadap meningitis TB dan TB milier. Proteksi BCG
ditemukan bervariasi antara 0% - 80%. Sebuah meta-analisis menunjukkan proteksi
yang sama untuk vaksinasi saat bayi. Bukti-bukti untuk kemampuan proteksi BCG
terhadap penyakit TB paru anak tidak terlalu konsisten, tetapi ditemukan hasil yang
cukp baik, yaitu berkisar 60-80%, baik dinegara berkembang maupu negara maju,
baik untuk TB paru maupun TB ekstrapulmoner; meskipun ditemukan tingkat
proteksi yang lebih rendah pada daerah tropis.
Suatu meta-analisis lain terhadap lia studi prospektif dan 11 studi kasus
kontrol mendapatkan bahwa vaksinasi BCG pada saat bayi dapat menurunkan
resiko TB paru, Meningitis TB, TB milier, dan kematian akibat TB.
Efek proteksi BCG timbul 8 – 12 minggu setelah vaksinasi. Lamanya
proteksi BCG juga belum dapat diketahui dengan pasti. Suatu studi oleh Sterne
dkk, menemukan bahwa efektivitas BCG mennurun seiring dengan berjalannya
waktu sejak vaksinasi. Selain itu juga tidak ditemukan bahwa BCG dapat
memberikan perlindungan setelah lebih dari 10 tahun sejak vaksinasi. Akan tetapi,
studi terakhir di Amerika berhasil menemukan bahwa efektivitas dosis tunggal
BCG dapat bertahan hingga 50 – 60 tahun.

Keamanan dan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


Vaksin BCG relatif aman, sangat jarang sekali terjadi komplikasi serius
mauun jangka panjang. Meskipun demikian, setiap orangtua harus mendapatkan
penjelasan yang lengkap mengenai manfaat, prosedur, serta kemungkinan
efeksamping pascavaksinasi. Vaksinasi BCG seringkali menimbulkan efeksamping
lokal. Penyuntikan yang benar akan menyebabkan timbulnya bisul kecil dalam 2-6
minggu, yang akan membesar dan dapat terjadi ulku yang tertutup krusta selama 2-
4 bulan, kemudian menyembuh tanpa harus diobati dan menimbulkan bekas parut
berdiameter 4-8 mm. Orangtua dianjurkan untuk mengkompres ulkus dengan
cairan antiseptik bila ulkus mengeluarkan cairan dan diminta untuk datang ke
dokter apabila cairan bertambah banyak, koreng membesar, atau terjadi
pembesaran kelenjar limfe regional (aksila). Apabila pada lei terjadi infeksi
sekunder dapat diberikan eritromisin.
Limfadenitis supuratif di aksila atau leher dapat terjadi, tetepi biasanya
sembuh sendiri sehinga tidak perlu diobati bila timbul fistula harus dilakukan
drainase dan pemberian OAT langsung ke lesi. BCG juga mungkin menyebabkan
abses lokal akibat kesalahan teknik penyuntikan.
Efeksamping sistemik seperti BCG-itis diseminasi, osteomielitis, dan eritema
multiformis merupakan efeksamping yang parah, tetapi sangat jarang terjadi dan
biasanya berhubungan dengan imunodefisiensi berat. Efeksamping ini harus diatasi
dengan kombinasi OAT.

Kontraindikasi
Di Indonesia, vaksin BCG tidak boleh diberikan pada mereka yang :
 Pernah menderita TB
 Uji tuberkulin > 5 mm
 Sedang hamil
 Dalam keadaan imunokompremais (atau keungkinan imunokompremais)
seperti pasien HIV atau beresiko tinggi infeksi HIV, dalam pengobatan
imunosupresan, kortikosteroid, radiasi, penyakit keganasan pada sumsum
tulang atau sistem limfe.
 Gizi buruk
 Sedang demam tinggi
 Infeksi kulit yang luas
BCG boleh diberikan pada bayi-bayi pramature, karena didapatkan efikasi
yang baik pada bayi-bayi pramature dan divaksinasi pada umur gestasi 34-35
minggu (umur rata-rata pemulangan bayi pramature), serta tidak didapatkan
perbedaan bermakna tingkat reaksi BCG antara bayi-bayi dengan berbagai tingkat
umur gestasi.5

Komplikasi
Komplikasi dini :
- Pleuritis
- Efusi pleura
- Empiema
- Laringitis
- Poncet’s atrhopy
Komplikasi lanjutan :
Obstruksi jalan napas ,Sindrome obstruksi pasca Tuberkulosis (SOFT),Fibrosis
paru,karsinoma paru,hemoptisis berat ( perdarahan dari saluran napas bawah ) yang dapat
menyebabkan kematian karena syok, kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru,
penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, ginjal. persendian dan ginjal.4
Daftar Pustaka

1. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Petunjuk


Teknis Manajemen TB Anak, Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2013.
2. Nastiti N.R., Bambang S., Darmawan B.S., penyunting. Buku Ajar Respirologi
Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2008.
3. Mardjanis S., I. Budiman. Imunisasi BCG pada Anak. Dalam : Nastiti N.R.,
Bambang S., Darmawan B.S., penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI; 2008. Hal 252-258.
4. Nastiti N.R., Darmawan B.S. Diagnosis Tuberkulosis pada Anak. Dalam : Nastiti
N.R., Bambang S., Darmawan B.S., penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2008.
5. Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI 2014. http://idai.or.id/public-
articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html diakses: 06 januari 2020.

29

Anda mungkin juga menyukai