Anda di halaman 1dari 53

Pembimbing:

dr. Meiriani Sari, M.Sc, Sp.A, IBCLC

Penyusun:5
Nely Silvia
406162005
Pendahuluan

 Demam tifoid atau enteric fever merupakan penyakit sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella typhi, biasanya melalui konsumsi makanan
atau air minum yang terkontaminasi. Penyakit yang serupa, demam
paratifoid, disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C. Penyakit
demam tifoid ditandai dengan demam yang lama (prolonged fever), nyeri
kepala, mual, anoreksia, konstipasi, atau terkadang diare.
IDENTITAS

Nama : An. Nv Jenis Kelamin : laki-laki

TTL: 10 Juni 2002 (16 tahun


2bulan)
Usia : 16 Tahun 2 Bulan Suku Bangsa : Jawa

Pendidikan : SMA Agama : Islam

Alamat : S.Parman Tanggal Masuk RS : 26 Agustus


2018

Tanggal Pemeriksaan : 26 Agustus No RM : 652995


2018 Jam : 16.00

 Dilakukan alloanamnesis terhadap orang tua pasien dan pasien pada
tanggal 26 Agustus 2018 Jam 16.00 WIB
 Keluhan utama : Demam sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang

 Pasien dibawa ke IGD RSSW oleh ibunya dengan keluhan demam sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam timbul perlahan, semakin hari
dirasakan semakin meningkat terutama saat sore dan menjelang malam
hari dengan suhu tertinggi hingga 38,5º C. Saat demam, pasien sempat
menggigil, namun tidak disertai dengan kejang atau penurunan
kesadaran. Pasien sudah sempat dibawa ke dokter dan diberi penurun
panas dan belum ada perbaikan. Pasien juga mengeluhkan adanya sakit
kepala yang dirasakan hilang timbul seperti tertusuk-tusuk pada semua
bagian kepala, nyeri bertambah hebat apabila pasien melakukan aktivitas
dan membaik ketika beristirahat. Keluhan lainya berupa nyeri pada ulu
hati seperti tertusuk tusuk, tidak menjalar. Nyeri dirasakan terus
menerus. Tidak ada faktor yang dapat memperingan dan memperberat
keluhan tersebut.

 Bersamaan dengan keluhan tersebut, pasien juga mengatakan terdapat
bab cair berwarna kuning sebanyak 2 kali dengan jumlah ± 1/4 gelas
mineral yang disertai dengan ampas. Adanya lendir dan darah
disangkal oleh pasien. Dikatakan oleh pasien, sebelum sakit ia
terkadang membeli makanan dikantin pondok pesantren seperti mie,
nasi goreng dan makanan lainya jika ia merasa kurang cocok dengan
lauk yang disediakan oleh dapur di pondok pesantren tempat ia
sekolah
Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien memiliki riwayat alergi terhadap antibiotik ceftriaxone
Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada keluarga pasien yang mempunyai keluhan serupa dengan
pasien seperti demam, nyeri perut, seluruh tubuh, dan bab cair
 Tidak ada ada riwayat alergi
Riwayat Perinatal

 Anak ke-2 dari 3 bersaudara.
 Lahir cukup bulan (38 minggu) dengan persalinan normal dengan berat
badan lahir 2950 gram – panjang badan lahir 48 cm.
 Selama kehamilan ibu rutin memeriksakan kehamilan.
 Tidak ada penyulit kehamilan maupun persalinan.
 Keadaan saat anak lahir adalah bayi cukup bulan, sesuai masa
kehamilan, dan bayi langsung menangis
Riwayat Imunisasi

 Hep B : usia 0, 1, 6 bulan
 Polio : usia 0,2,4,6 bulan
 BCG : usia 2 bulan, skar (+) lengan kanan atas
 DPT/Hib : usia 2, 4, 6 bulan
 Campak : 9 bulan
 18 bulan : booster DPT
 Program ORI : Pasien sudah mendapatkan imunisasi sebanyak 2x pada
bulan desember 2017 dan januari 2018
 Kesan : Imunisasi dasar pasien lengkap sesuai usianya, booster (-)
Riwayat Perkembangan &
Pertumbuhan

BBBL : 2950gr
Skala Tenner V
PBL : 48cm Riwayat Perkembangan
BB : 55 kg • Mengangkat kepala 45 derajat usia 2 bulan
• Tengkurapusia 4 bulan
TB : 170 cm
•Duduk dan merangkak usia 6 bulan
BB/U : P25 • Berdiri dan berjalanusia 12 bulan
TB/U : P25 – P50 • Bicara  usia 1 tahun
BB/TB : P25- P50
BBI : 56 kg PSC-17, jawaban Ya 0
WL : 98,2 %
Kesan :
Status gizi : Baik Pertumbuhan tidak sesuai usia
Perkiraan TB Usia : 3,5 x 48 = 168 cm Perkembangan sesuai usia
Riwayat asupan nutrisi
 Pemberian ASI : 24 bulan
 MPASI : 6 bulan
 Makanan padat : 12 bulan

 Kebutuhan kalori sebesar 2500 kalori/hari


 Kebutuhan protein 44 gram
 Kebutuhan cairan 2200 cc/ 24 jam

Food Recall 1x24 jam

- Kesan: Secara kuantitas tidak mencukupi dan secara kualitas belum bervariasi

Menu Jumlah makanan Kalori

Pagi Nasi + sayur bening + tempe 1 porsi + 1 mangkok+1 175 kkal


buah
goreng
Siang Nasi + ayam goreng 1 porsi + 1 buah 200 kkal

Malam Nasi porsi + mie goreng  150 cc 290 kkal

Total 665 kkal


Pemeriksaan Fisik

Tanggal pemeriksaan 26 Agustus 2018 Jam 16.00 WIB
 Kesadaran (pGCS) : 15
 Keadaan umum : tampak lemas
 Skala nyeri :3
 Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 99-102 x/menit, reguler, isi cukup
 Suhu : 38-38.2 °C
 Pernapasan : 14-18 x/menit, reguler
Pemeriksaan Fisik

 Kepala: normocephali, tidak teraba massa, rambut berwarna hitam, rambut terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan

 Mata: bentuk simetris, pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), mata cekung (-)

 Hidung: deviasi (-), sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-)

 Telinga: dalam batas normal, sekret (-/-)

 Mulut: sianosis (-), bibir kering, mukosa oral basah, faring hiperemis (-), tonsil T1/T1, hiperemis (-), tremor
lidah (-), coated tounge (+)

 Leher: trakea di tengah, pembesaran KGB (-)


Pemeriksaan Fisik

Paru-paru Jantung
 Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi (-)  Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak
 Palpasi : Tidak teraba massa, krepitasi (-), nyeri (-), tampak
stem fremitus kanan-kiri sama kuat
 Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di
 Perkusi :: Sonor pada kedua lapang paru ICS IV MCLS.
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler (-/-), rh (-/-),wh
(-/-)
 Perkusi :batas jantung dalam batas
normal
 Auskultasi :S1 dan S2 dbn, murmur (-),
gallop (-)
Pemeriksaan Fisik

 Abdomen

 Inspeksi : tampak datar, jejas (-), massa (-)
 Auskultasi : BU (+) 10-11x/ menit, bruit (-)
 Palpasi :supel, turgor kulit kembali dengan cepat, massa (-),nyeri tekan (+)
epigastrium, hepatomegali (-), splenomegali (-)
 Perkusi : timpani pada ke- 4 kuadran
 Tulang Belakang : dalam batas normal, kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)

 Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)

 Kulit: dalam batas normal, sianosis (-)

 Anus dan Genitalia : Tanner 2, hiperemis (-), sekret (-), anus (+)
Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan neurologis :
 Rangsang meningeal = Negatif
 Saraf cranialis I-XII = kesan normal
 Reflek fisiologis : biceps (+/+), triceps (+/+), patella (+/+),
achilles (+/+)
 Reflek patologis : babinski (-/-), chaddock (-/-), gordon (-/-),
schaeffer (-/-), hoffman tromner (-/-), klonus paha (-/-), klonus
kaki (-/-), oppenheim (-/-)
 Normotoni, normotrofi
 Kekuatan: kesan normal
Pemeriksaan Penunjang – Darah
Lengkap dan Urinalisa

Hasil
Nilai Acuan
22/3/2018
Eritrosit 5,26 4,50 – 5,90 juta/mikroL

Hemoglobin 15,7 13,5 – 17,5 g/dl

Hematokrit 44,5 41.0 -53.0%

Leukosit 7,8 4.0 – 11.000/µL

Trombosit 202000 150 – 440 ribu /µL

Anti sal typhi igM Positive


Resume

Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 16 tahun 2 bulan
demam sejak 3 hari SMRS. Demam hilang timbul, muncul perlahan dan
semakin hari dirasakan semakin meningkat, terutama saat sore hari dan
menjelang malam hari dengan suhu tertinggi hingga 38,5º C disertai
dengan nyeri kepala, nyeri seluruh tubuh, nyeri ulu hati dan bab cair.
Pasien memiliki riwayat alergi ceftriaxone. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pasien tampak lemas dengan antropometri tergolong gizi
baik, coated tounge (+), NT (+) epigastrium. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan anti sal. typhi igM positive
Daftar masalah/diagnosis Kerja:
Demam
Nyeri perut
Nyeri seluruh tubuh 
Bab cair
Sakit kepala
Pengkajian
 Demam typhoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang
ringan bahkan asimptomatis. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi,
namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam,
(2) gangguan saluran pencernaan, (3) gangguan kesadaran. Pada kasus khas
terdapat demam remitten pada minggu pertama, biasanya menurun pada
pagi hari dan meningkat pada malam hari. Pada pasien ini di tegakkan
diagnosa demam typhoid tanpa komplikasi. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan :
 Pasien demam 3 hari yang remitten. Demam menjelang sore hari dan demam
turun pagi harinya.
 Demam disertai dengan gangguan pencernaan berupa bab cair
 Pasien sering jajan makanan dan minumam di luar , yang tidak jelas
kebersihannya
 Diagnosis Utama
 Demam Typhoid

 Diagnosis Diferensial : DHF gr. I

 Rencana Diagnostik:
 Kultur
Tata Laksana

Farmakologi

 Ranitidine 1 mg/kgBB/jam  2x 1mg
 Cefotaxime 1-2 gr setiap 6-8 jam  3x2 gr
 Dexametasone 0,5 – 9 mg/kgBB/Hari  3x1 amp
Tatalaksana

 Non-farmakologi :

 Kebutuhan cairan 2200 cc/ 24 jam
 Oral on demand
 Infus RL  10 tpm makro
 Kebutuhan kalori sebesar 2500 kalori/hari
 Kebutuhan protein 44 gram
 Diet 3x1 porsi nasi dan lauk, rendah serat
 2x1 selingan
 Rencana Evaluasi
 Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, pernapasan) tiap 3 jam
 Observasi balance cairan tiap hari

 Edukasi

 Memberitahu orangtua dan pasien mengenai kondisi penyakit An. Nv
 Memberitahu orangtua dan pasien bahwa penyakit ini dapat berulang
 Memberitahu orangtua dan pasien untuk membiasakan mencuci tangan
sebelum, sesudah makan, BAK dan BAB.
 Memberitahu orangtua dan pasien untuk lebih menjaga kebersihan
makananan dan minuman
 PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad sanationam : ad bonam
 Ad functionam : dubia

 KESIMPULAN
 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis mengalami demam typhoid. Pasien
telah diberi obat cefotaxime, ranitidine, paracetamol, dexametasone.
Pasien sudah diijinkan pulang tanggal 29/8/18 dan disarankan untuk
kembali kontrol ke poli tanggal 1/9/18.

Demam Tifoid
Demam Tifoid (Enteric fever)

 Penyakit sistemik  Salmonella typhi
 Transmisi  konsumsi makanan / air minum yang terkontaminasi
 Demam paratifoid  Salmonella paratyphi A, B, C

• Bakteri Gram (-) anaerobik fakultatif


(Enterobacteriaceae)
• Tumbuh optimal: 37oC
• Mati: pemanasan 60oC selama 15 menit (slow Salmonella typhi
heating), atau rapid boiling

World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.
Epidemiologi Demam Tifoid

 Dunia (2014)  21 juta kasus  meninggal 222.000 org (mortalitas: 2.2 / 100.000
penduduk)
 Asia Tenggara  mortalitas 6.5 / 100.000 penduduk  terutama anak 1-4 tahun!
 Indonesia  morbiditas 81.7 / 100.000 penduduk  terutama anak 2-15 tahun!

Figure 1: Mortality from enteric fever worldwide


Data from Jan 1, 2012, to Dec 31, 2012. 5 741 344 total deaths. CKD=chronic kidney disease. Used from Lozano and colleagues.2
Patofisiologi Demam Tifoid
Salmonella berkembang


Masuk ke lambung 
Makanan IgA usus kurang baik  biak di lamina propria
sebagian mati oleh asam
terkontaminasi kuman menembus sel & difagosit makrofag 
lambung, sebagian lolos
Salmonella M  lamina propria berkembang biak di
ke usus
dalam makrofag

Ke Peyer’s patch di
Salmonella berkembang Menyebar ke seluruh Masuk sirkulasi darah
ileum distal  ke KGB
biak ekstrasel atau organ RES (terutama  bakteremia
mesenterika  ke
ruang sinusoid liver & limpa) asimtomatik
duktus torasikus

Masuk sirkulasi kedua


kalinya  bakteremia
simptomatik (gejala
penyakit infeksi
sistemik)

Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. 549-58.
Faktor Risiko
Dari air tercemar

Dari makanan tercemar Faktor risiko umum

• Konsumsi air isi • Konsumsi makanan- • Pemukiman padat


ulang di tempat kerja makanan yang dijual penduduk
• Komsumsi air yang di tepi jalan • Kebersihan
belum dididihkan • Konsumsi makanan lingkungan & tempat
(dari mata air) dagangan di tempat tinggal yang buruk
• Penggunaan air keran terbuka (outdoor) • Higiene pribadi yg
yang tercemar buruk
• Status sosioekonomi
ke bawah
• Kontak dengan
pasien demam tifoid

Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. 549-58.
Diagnosis: Anamnesis
 Demam >1 minggu dengan suhu agak tinggi, pola stepladder
 Minggu pertama:
 Nyeri kepala
 Berkeringat, menggigil
 Nyeri-nyeri dan pegal-pegal (astenia)
 Anoreksia
 Gejala GI  nyeri abdomen, diare/konstipasi, mual dan muntah, roseola
(jarang pada orang Indonesia)

Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Diagnosis: Pemeriksaan Fisik
 TTV: Temperatur meningkat  38.8-40.5oC  pelan-pelan, terutama sore
hingga malam hari
 Minggu kedua:
 Gangguan kesadaran  somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis
 Demam + bradikardia relatif
 Lidah berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah & tremor), dapat
tidak ditemukan
 Hepatomegali & splenomegali
 Meteorismus

Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.
World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.
World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.

World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.
Diagnosis: PP: Hasil Laboratorium
 Lab darah:
 Leukopenia relatif / leukosit normal / leukositosis tanpa infeksi sekunder
 Anemia & trombositopenia, aneosinofilia / limfopenia
 SGOT/PT, LED sering meningkat
 Uji aglutinasi Widal
 Deteksi Ab terhadap bakteri, (+) karena reaksi aglutinasi antigen S. typhi &
aglutinin
 Aglutinin O (tubuh), H (flagel), Vi (simpai)
 Mulai positif pada minggu 1 demam, mencapai puncak pada minggu 4, tetap
tinggi hingga beberapa minggu (O, diikuti H)

Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Diagnosis: PP: Hasil Laboratorium
 Uji aglutinasi Widal
 Sering digunakan di Indonesia untuk membantu menegakkan diagnosis
(namun tidak disarankan oleh WHO karena kurang spesifik)
 Positif atau negatif palsu dapat terjadi akibat:

Positif palsu Negatif palsu

• Uji tifoid pada daerah • Pengobatan dini dengan Ab


endemik • Gangguan pembentukan Ab
• Reaksi silang dgn • Penggunaan kortikosteroid
Enterobakter lain • Waktu pengambilan darah
• Reaksi anamnestik yg terlalu cepat (belum 1
• Riwayat vaksinasi minggu)

Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Diagnosis: PP: Kultur
 Kultur darah, feses, urin
 Kultur darah (+) awal 2 minggu pertama
 Kultur feses (+) minggu 3-5
 Kultur urin (+) pada minggu 4
 Kultur sumsum tulang  jika kultur darah, feses + urin (-) tapi gejala (+) 
jarang digunakan
 Kemungkinan biakan (-) palsu:
 Sudah diterapi Ab
 Volume darah yang kurang (tidak sampai 5 cc)
 Riwayat vaksinasi yg menekan bakteremia
 Waktu pengambilan darah setelah minggu 1 (aglutinin semakin meningkat)

Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Diagnosis: PP: Kultur
 Biakan dilakukan pada agar Mac Conkey (koloni pucat) & Salmonella-
Shigella (koloni transparan)

Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Diagnosis: PP: Hasil Laboratorium
 TUBEX
 Mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9 pd serum (hari 4-5 pd infeksi primer, 2-3 pd
infeksi sekunder)
 Sensitivitas = 100%, spesifisitas = 90%.
Skor Interpretasi Keterangan
<2 (-) Tidak menunjukkan infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan  ulang pengujian, bila meragukan lakukan pengulangan beberapa hari
kemudian
4-5 (+) Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>=6 (+) Indikasi kuat infeksi tifoid
 Typhidot
 Mendeteksi antibodi IgM & IgG pada protein membran luar S.typhi
 Hasil (+) 2-3 hari setelah infeksi (sensitivitas 98%, spesifisitas 76%, efisiensi 84%)
 ELISA

Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Klasifikasi Diagnosis Demam Tifoid
Demam tifoid  Pasien dengan demam persisten (38oC atau lebih) > 3 hari, dengan hasil biakan (+) infeksi Salmonella
terkonfirmasi typhi (darah, sumsum tulang, feses)
 Pasien dengan presentasi klinis yang khas dan dikonfirmasi oleh hasil biakan (+)
Demam tifoid  Pasien dengan demam persisten (38oC atau lebih) >3 hari, dengan hasil sero-diagnosis atau deteksi
probable antigen (+) infeksi Salmonella typhi, namun tidak didapatkan organismenya
 Pasien dengan presentasi klinis yang khas dan berada di daerah endemis demam tifoid atau sedang KLB
demam tifoid
Karier kronik  Pasien dengan hasil kultur urin atau feses yang (+) adanya bakteri Salmonella typhi setelah lebih dari
setahun sejak onset demam tifoid akut
 Terdapat populasi karier jangka pendek di masyarakat, namun tidak terlalu bermakna secara epidemiologi
 Beberapa pasien dengan hasil kultur positif Salmonella typhi tidak memiliki riwayat terkena demam tifoid.

Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Diagnosis Diferensial


 Demam dengue
 Malaria
 Enteritis bakterial

Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. 549-58.
Tatalaksana
 Isolasi pasien, awasi dengan ketat, hidrasi, obati demam
 Terapi Ab: dengan pemberian AB dini, kematian 10% mnjadi <1%.
 Pemberian oral >>> parenteral.
 Jika pasien tidak mampu mengonsumsi PO, mulai dengan AB IV
kemudian ganti menjadi AB PO secepatnya.
 Drug of choice:

Siprofloksasin Sefiksim

• PO selama 5-7 hari • PO selama 7 hari, sebagai alternatif


• Anak: 30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis ciprofloxacin untuk anak <15 thn
terbagi • Anak >3 bulan: 20 mg/kgBB/hari dalam 2
• Dewasa: 1 gram/hari dalam 2 dosis terbagi dosis terbagi

Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Tatalaksana
 Drug of choice jika gagal (lini 2) dan tidak ada resistensi kuman:

Amoksisilin Kloramfenikol

• PO selama 14 hari • PO selama 10-14 hari, bergantung pada


• Anak: 75-100 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis keparahan
terbagi • Anak 1-12 tahun: 100 mg/kgBB/hari dalam
• Dewasa: 3 gram/hari dalam 3 dosis terbagi 3 dosis terbagi
• Anak >12 thn dan dewasa: 3 gram/hari
dalam 3 dosis terbagi

Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Tatalaksana
 Resisten kuinolon  Ceftriaxone (IM atau IV lambat (3 menit) atau infus
(30 menit), selama 10-14 hari bergantung pada keparahan)
 Anak : 75 mg/kgBB 1x per hari
 Dewasa : 2-4 gram 1x per hari

 Severe typhoid  Dexamethasone IV: Loading dose 3 mg/kgBB, dilanjutkan


1mg/kgBB tiap 6 jam selama 2 hari

Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Komplikasi
Intestinal  Ekstraintestinal

• Perdarahan usus • KV  syok septik, miokarditis


• Perforasi usus tromboflebitis
• Ileus paralitik • Darah  anemia hemolitik,
• Pankreatitis trombositopenia, KID, trombosis
• Paru  pneumonia, empiema, pleuritis
• Hepatobilier  hepatitis, kolesistitis
• Ginjal  glomerulonefritis,
pielonefritis, perinefritis
• Tulang  osteomielitis, periostitis,
spondilitis, artritis
• Neuropsikiatrik atau toksik tifoid

Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Prognosis
• Ad vitam  bonam, jika diobati
– Tidak diobati  mortalitas 10-20%
– Diobati  mortalitas 2%
– Et causa mortalitas  malnutrisi, balita dan lansia
(pasien lansia dan debil memiliki prognosis yang lebih buruk)
• Ad functionam  bonam
• Ad sanationam  dubia (relaps 25% kasus)

Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Pencegahan Demam Tifoid
• Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
– Pengelolaan makanan yang baik
– Distribusi makanan yang bersih
– Pemanasan makanan yang cukup
– Kebiasaan mencuci tangan
• Vaksin tifoid, untuk anak-anak di daerah endemis atau orang dari negara maju yang
hendak bepergian ke daerah endemis tifoid.

Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
8. Erasmus MC: Department of Medical Microbiology and Infectious Diseases. Salmonella typhi
(Salmonella enterica subsp. enterica serovar Typhi). Bacteria. Dikutip 31 Jan 18. Diakses dari

Daftar Pustaka http://microbe-canvas.com/Bacteria/gram-negative-rods/facultative-anaerobic-3/catalase-


positive-3/oxidase-negative/colistin-susceptible-1/salmonella-typhi.html.

1. World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 9. Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Typhoid fever. Dalam: Clinical Guidelines: Diagnosis and
2018. Diakses dari Treatment Manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.
10. Alwi I, Salim S, Hidayat R. Demam Tifoid. Dalam: Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan
2. HealthGrove. Typhoid Fever in South Asia: Statistics on Overall di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. 2015: Jakarta; PAPDI: 892-7.
Impact and Specific Effect on Demographic Groups. [Online]. 2014.
Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://global-disease- 11. WHO. Guidelines for The Management of Typhoid Fever. Geneva: WHO; 2011. 18-9.
burden.healthgrove.com/l/3701/Typhoid-Fever-in-South-Asia.
3. Wain J, Hendriksen RS, Mikoleit ML, et al. Typhoid fever. Lancet.
2015; 385: 1136-45.
4. World Health Organization. Bulletin of The World Health
Organization. 2008; 86(5): 321-46.
5. Purba IE, Wandra T, Nugrahini N, et al. Program Pengendalian
Demam Tifoid di Indonesia: Tantangan dan Peluang. Media
Litbangkes. 2016; 26(2): 99-108.
6. Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna
Publishing; 2014. 549-58.
7. United States Environmental Protection Agency. Salmonella typhi.
Drinking Water Treatablity Database. [Online]. 2009. Dikutip 30 Jan
2018. Diakses dari
https://iaspub.epa.gov/tdb/pages/contaminant/contaminantOverv
iew.do?contaminantId=10460.
Thank you 

Anda mungkin juga menyukai