Penyusun:5
Nely Silvia
406162005
Pendahuluan
Demam tifoid atau enteric fever merupakan penyakit sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella typhi, biasanya melalui konsumsi makanan
atau air minum yang terkontaminasi. Penyakit yang serupa, demam
paratifoid, disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C. Penyakit
demam tifoid ditandai dengan demam yang lama (prolonged fever), nyeri
kepala, mual, anoreksia, konstipasi, atau terkadang diare.
IDENTITAS
Nama : An. Nv Jenis Kelamin : laki-laki
BBBL : 2950gr
Skala Tenner V
PBL : 48cm Riwayat Perkembangan
BB : 55 kg • Mengangkat kepala 45 derajat usia 2 bulan
• Tengkurapusia 4 bulan
TB : 170 cm
•Duduk dan merangkak usia 6 bulan
BB/U : P25 • Berdiri dan berjalanusia 12 bulan
TB/U : P25 – P50 • Bicara usia 1 tahun
BB/TB : P25- P50
BBI : 56 kg PSC-17, jawaban Ya 0
WL : 98,2 %
Kesan :
Status gizi : Baik Pertumbuhan tidak sesuai usia
Perkiraan TB Usia : 3,5 x 48 = 168 cm Perkembangan sesuai usia
Riwayat asupan nutrisi
Pemberian ASI : 24 bulan
MPASI : 6 bulan
Makanan padat : 12 bulan
- Kesan: Secara kuantitas tidak mencukupi dan secara kualitas belum bervariasi
Mata: bentuk simetris, pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), mata cekung (-)
Mulut: sianosis (-), bibir kering, mukosa oral basah, faring hiperemis (-), tonsil T1/T1, hiperemis (-), tremor
lidah (-), coated tounge (+)
Abdomen
Inspeksi : tampak datar, jejas (-), massa (-)
Auskultasi : BU (+) 10-11x/ menit, bruit (-)
Palpasi :supel, turgor kulit kembali dengan cepat, massa (-),nyeri tekan (+)
epigastrium, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : timpani pada ke- 4 kuadran
Tulang Belakang : dalam batas normal, kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
Anus dan Genitalia : Tanner 2, hiperemis (-), sekret (-), anus (+)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologis :
Rangsang meningeal = Negatif
Saraf cranialis I-XII = kesan normal
Reflek fisiologis : biceps (+/+), triceps (+/+), patella (+/+),
achilles (+/+)
Reflek patologis : babinski (-/-), chaddock (-/-), gordon (-/-),
schaeffer (-/-), hoffman tromner (-/-), klonus paha (-/-), klonus
kaki (-/-), oppenheim (-/-)
Normotoni, normotrofi
Kekuatan: kesan normal
Pemeriksaan Penunjang – Darah
Lengkap dan Urinalisa
Hasil
Nilai Acuan
22/3/2018
Eritrosit 5,26 4,50 – 5,90 juta/mikroL
Rencana Diagnostik:
Kultur
Tata Laksana
Farmakologi
Ranitidine 1 mg/kgBB/jam 2x 1mg
Cefotaxime 1-2 gr setiap 6-8 jam 3x2 gr
Dexametasone 0,5 – 9 mg/kgBB/Hari 3x1 amp
Tatalaksana
Non-farmakologi :
Kebutuhan cairan 2200 cc/ 24 jam
Oral on demand
Infus RL 10 tpm makro
Kebutuhan kalori sebesar 2500 kalori/hari
Kebutuhan protein 44 gram
Diet 3x1 porsi nasi dan lauk, rendah serat
2x1 selingan
Rencana Evaluasi
Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, pernapasan) tiap 3 jam
Observasi balance cairan tiap hari
Edukasi
Memberitahu orangtua dan pasien mengenai kondisi penyakit An. Nv
Memberitahu orangtua dan pasien bahwa penyakit ini dapat berulang
Memberitahu orangtua dan pasien untuk membiasakan mencuci tangan
sebelum, sesudah makan, BAK dan BAB.
Memberitahu orangtua dan pasien untuk lebih menjaga kebersihan
makananan dan minuman
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad functionam : dubia
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis mengalami demam typhoid. Pasien
telah diberi obat cefotaxime, ranitidine, paracetamol, dexametasone.
Pasien sudah diijinkan pulang tanggal 29/8/18 dan disarankan untuk
kembali kontrol ke poli tanggal 1/9/18.
Demam Tifoid
Demam Tifoid (Enteric fever)
Penyakit sistemik Salmonella typhi
Transmisi konsumsi makanan / air minum yang terkontaminasi
Demam paratifoid Salmonella paratyphi A, B, C
World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.
Epidemiologi Demam Tifoid
Dunia (2014) 21 juta kasus meninggal 222.000 org (mortalitas: 2.2 / 100.000
penduduk)
Asia Tenggara mortalitas 6.5 / 100.000 penduduk terutama anak 1-4 tahun!
Indonesia morbiditas 81.7 / 100.000 penduduk terutama anak 2-15 tahun!
Masuk ke lambung
Makanan IgA usus kurang baik biak di lamina propria
sebagian mati oleh asam
terkontaminasi kuman menembus sel & difagosit makrofag
lambung, sebagian lolos
Salmonella M lamina propria berkembang biak di
ke usus
dalam makrofag
Ke Peyer’s patch di
Salmonella berkembang Menyebar ke seluruh Masuk sirkulasi darah
ileum distal ke KGB
biak ekstrasel atau organ RES (terutama bakteremia
mesenterika ke
ruang sinusoid liver & limpa) asimtomatik
duktus torasikus
Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. 549-58.
Faktor Risiko
Dari air tercemar
Dari makanan tercemar Faktor risiko umum
Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. 549-58.
Diagnosis: Anamnesis
Demam >1 minggu dengan suhu agak tinggi, pola stepladder
Minggu pertama:
Nyeri kepala
Berkeringat, menggigil
Nyeri-nyeri dan pegal-pegal (astenia)
Anoreksia
Gejala GI nyeri abdomen, diare/konstipasi, mual dan muntah, roseola
(jarang pada orang Indonesia)
Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Diagnosis: Pemeriksaan Fisik
TTV: Temperatur meningkat 38.8-40.5oC pelan-pelan, terutama sore
hingga malam hari
Minggu kedua:
Gangguan kesadaran somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis
Demam + bradikardia relatif
Lidah berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah & tremor), dapat
tidak ditemukan
Hepatomegali & splenomegali
Meteorismus
Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.
World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.
World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.
World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.
Diagnosis: PP: Hasil Laboratorium
Lab darah:
Leukopenia relatif / leukosit normal / leukositosis tanpa infeksi sekunder
Anemia & trombositopenia, aneosinofilia / limfopenia
SGOT/PT, LED sering meningkat
Uji aglutinasi Widal
Deteksi Ab terhadap bakteri, (+) karena reaksi aglutinasi antigen S. typhi &
aglutinin
Aglutinin O (tubuh), H (flagel), Vi (simpai)
Mulai positif pada minggu 1 demam, mencapai puncak pada minggu 4, tetap
tinggi hingga beberapa minggu (O, diikuti H)
Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Diagnosis: PP: Hasil Laboratorium
Uji aglutinasi Widal
Sering digunakan di Indonesia untuk membantu menegakkan diagnosis
(namun tidak disarankan oleh WHO karena kurang spesifik)
Positif atau negatif palsu dapat terjadi akibat:
Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Diagnosis: PP: Kultur
Kultur darah, feses, urin
Kultur darah (+) awal 2 minggu pertama
Kultur feses (+) minggu 3-5
Kultur urin (+) pada minggu 4
Kultur sumsum tulang jika kultur darah, feses + urin (-) tapi gejala (+)
jarang digunakan
Kemungkinan biakan (-) palsu:
Sudah diterapi Ab
Volume darah yang kurang (tidak sampai 5 cc)
Riwayat vaksinasi yg menekan bakteremia
Waktu pengambilan darah setelah minggu 1 (aglutinin semakin meningkat)
Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Diagnosis: PP: Kultur
Biakan dilakukan pada agar Mac Conkey (koloni pucat) & Salmonella-
Shigella (koloni transparan)
Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Diagnosis: PP: Hasil Laboratorium
TUBEX
Mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9 pd serum (hari 4-5 pd infeksi primer, 2-3 pd
infeksi sekunder)
Sensitivitas = 100%, spesifisitas = 90%.
Skor Interpretasi Keterangan
<2 (-) Tidak menunjukkan infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan ulang pengujian, bila meragukan lakukan pengulangan beberapa hari
kemudian
4-5 (+) Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>=6 (+) Indikasi kuat infeksi tifoid
Typhidot
Mendeteksi antibodi IgM & IgG pada protein membran luar S.typhi
Hasil (+) 2-3 hari setelah infeksi (sensitivitas 98%, spesifisitas 76%, efisiensi 84%)
ELISA
Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Klasifikasi Diagnosis Demam Tifoid
Demam tifoid Pasien dengan demam persisten (38oC atau lebih) > 3 hari, dengan hasil biakan (+) infeksi Salmonella
terkonfirmasi typhi (darah, sumsum tulang, feses)
Pasien dengan presentasi klinis yang khas dan dikonfirmasi oleh hasil biakan (+)
Demam tifoid Pasien dengan demam persisten (38oC atau lebih) >3 hari, dengan hasil sero-diagnosis atau deteksi
probable antigen (+) infeksi Salmonella typhi, namun tidak didapatkan organismenya
Pasien dengan presentasi klinis yang khas dan berada di daerah endemis demam tifoid atau sedang KLB
demam tifoid
Karier kronik Pasien dengan hasil kultur urin atau feses yang (+) adanya bakteri Salmonella typhi setelah lebih dari
setahun sejak onset demam tifoid akut
Terdapat populasi karier jangka pendek di masyarakat, namun tidak terlalu bermakna secara epidemiologi
Beberapa pasien dengan hasil kultur positif Salmonella typhi tidak memiliki riwayat terkena demam tifoid.
Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Diagnosis Diferensial
Demam dengue
Malaria
Enteritis bakterial
Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. 549-58.
Tatalaksana
Isolasi pasien, awasi dengan ketat, hidrasi, obati demam
Terapi Ab: dengan pemberian AB dini, kematian 10% mnjadi <1%.
Pemberian oral >>> parenteral.
Jika pasien tidak mampu mengonsumsi PO, mulai dengan AB IV
kemudian ganti menjadi AB PO secepatnya.
Drug of choice:
Siprofloksasin Sefiksim
Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Tatalaksana
Drug of choice jika gagal (lini 2) dan tidak ada resistensi kuman:
Amoksisilin Kloramfenikol
Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Tatalaksana
Resisten kuinolon Ceftriaxone (IM atau IV lambat (3 menit) atau infus
(30 menit), selama 10-14 hari bergantung pada keparahan)
Anak : 75 mg/kgBB 1x per hari
Dewasa : 2-4 gram 1x per hari
Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
Komplikasi
Intestinal Ekstraintestinal
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Prognosis
• Ad vitam bonam, jika diobati
– Tidak diobati mortalitas 10-20%
– Diobati mortalitas 2%
– Et causa mortalitas malnutrisi, balita dan lansia
(pasien lansia dan debil memiliki prognosis yang lebih buruk)
• Ad functionam bonam
• Ad sanationam dubia (relaps 25% kasus)
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
Pencegahan Demam Tifoid
• Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
– Pengelolaan makanan yang baik
– Distribusi makanan yang bersih
– Pemanasan makanan yang cukup
– Kebiasaan mencuci tangan
• Vaksin tifoid, untuk anak-anak di daerah endemis atau orang dari negara maju yang
hendak bepergian ke daerah endemis tifoid.
Demam Tifoid. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R. Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: PAPDI;2015. 892-7.
8. Erasmus MC: Department of Medical Microbiology and Infectious Diseases. Salmonella typhi
(Salmonella enterica subsp. enterica serovar Typhi). Bacteria. Dikutip 31 Jan 18. Diakses dari
1. World Health Organization. Typhoid. [Online]. 2014. Dikutip 30 Jan 9. Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Typhoid fever. Dalam: Clinical Guidelines: Diagnosis and
2018. Diakses dari Treatment Manual. 2016: Paris; Medecins Sans Frontieres: 186-7.
http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/.
10. Alwi I, Salim S, Hidayat R. Demam Tifoid. Dalam: Panduan Praktik Klinis: Penatalaksanaan
2. HealthGrove. Typhoid Fever in South Asia: Statistics on Overall di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. 2015: Jakarta; PAPDI: 892-7.
Impact and Specific Effect on Demographic Groups. [Online]. 2014.
Dikutip 30 Jan 2018. Diakses dari http://global-disease- 11. WHO. Guidelines for The Management of Typhoid Fever. Geneva: WHO; 2011. 18-9.
burden.healthgrove.com/l/3701/Typhoid-Fever-in-South-Asia.
3. Wain J, Hendriksen RS, Mikoleit ML, et al. Typhoid fever. Lancet.
2015; 385: 1136-45.
4. World Health Organization. Bulletin of The World Health
Organization. 2008; 86(5): 321-46.
5. Purba IE, Wandra T, Nugrahini N, et al. Program Pengendalian
Demam Tifoid di Indonesia: Tantangan dan Peluang. Media
Litbangkes. 2016; 26(2): 99-108.
6. Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna
Publishing; 2014. 549-58.
7. United States Environmental Protection Agency. Salmonella typhi.
Drinking Water Treatablity Database. [Online]. 2009. Dikutip 30 Jan
2018. Diakses dari
https://iaspub.epa.gov/tdb/pages/contaminant/contaminantOverv
iew.do?contaminantId=10460.
Thank you