Anda di halaman 1dari 116

PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR

NITRITE OXIDE DAN GASTROPATI


HIPERTENSI PORTAL PADA PASIEN
SIROSIS HEPATIS

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat


Magister Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu
Biomedik

Oleh:
Ahmad Husin
S501102003

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR
NITRITE OXIDE DAN GASTROPATI
HIPERTENSI PORTAL PADA
PASIEN SIROSIS HEPATIS

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat


Magister Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu
Biomedik

Oleh:
Ahmad Husin
S501102003

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

ii
PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR
NITRITE OXIDE DAN GASTROPATI
HIPERTENSI PORTAL PADA
PASIEN SIROSIS HEPATIS

TESIS

Oleh:

Ahmad Husin
S501102003

Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal


Pembimbing
Pembimbing I Prof. Dr. dr. HM. Bambang
Purwanto, SpPD, FINASIM
NIP.195106011979031002 …………….. ……………

Pembimbing II dr. Paulus Kusnanto,


SpPD, KGEH, FINASIM …………….. ……………
NIP. 196403201991031006

Telah dinyatakan memenuhi syarat


pada tanggal Juni 2016

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga


Program Pasca Sarjana UNS

Prof. Dr. dr. A. A Subiyanto, MS


NIP. 194811071973101003

iii
PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR
NITRITE OXIDE DAN GASTROPATI
HIPERTENSI PORTAL PADA
PASIEN SIROSIS HEPATIS

TESIS

Oleh:
Ahmad Husin
S501102003

Telah disetujui olehTim Penguji

Komisi Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan tanggal
Ketua Dr. dr. Hari Wujoso, SpF, MM
NIP. 196210221995031001
………………………… …………..
Sekretaris Dr. dr. Sugiarto, SpPD, KEMD, FINASIM
Penguji NIP. 196205221989011001
………………………… …………..
Anggota Prof. Dr. dr. HM Bambang Purwanto,
Penguji Sp.PD-KGH, FINASIM
NIP. 194807191976091001 ………………………… …………..

dr. Paulus Kusnanto,


SpPD, KGEH, FINASIM
NIP. 196403201991031006 ………………………… …………..

Telah dipertahankan didepan Penguji


Dinyatakan telah memenuhi syarat
Pada tanggal ........................

Mengetahui,

Direktur Program Pascasarjana Kepala Program Studi Magister


Kedokteran Keluarga

Prof. Dr.M.Furqon Hidayatulloh.M.Pd Prof. Dr. dr. A. A Subiyanto, MS


NIP.196107171986011 NIP. 194811071973101003

iv
PERNYATAAN

Nama : Ahmad Husin

NIM : S 50961102002

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis dengan judul “Pengaruh

Simvastatin Terhadap Kadar Nitrit Oksida Dan Gastropati hipertensi portal Pada

Pasien Sirosis Hati” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya

saya dalam tesis tersebut diberi tanda sitasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar maka saya

bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya

peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, ..... Mei 2016

Yang membuat pernyataan

Ahmad Husin

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillahirabbil'alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT atas segala limpahan kasih sayang, rahmat dan hidayahNya sehingga

penyusunan tesis yang berjudul “Pengaruh Simvastatin Terhadap Kadar Nitrit

Oksida Dan Gastropati Hipertensi Portal Pada Pasien Sirosis Hati” ini dapat

terselesaikan. Penelitian ini untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I bidang Ilmu Penyakit

Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan

penghargaan yang tinggi kepada:

1. ALLOH SWT dan ROSUL Nabi Muhammad SAW dan para sahabat serta

pengikutnya samapai akir zaman sehingga penulis senantiasa dalam keadaan

iman dan islam serta selalu bisa menempuh jalan yang lurus.

2. Prof. Dr. S . Syeikh Kadirun Yahya MA. M. Sc sebagai guru penulis yang

senantiasa memotivasi dan menginspirasi penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini sebagai sumbangsih penulis terhadap ilmu

pengetahuan serta sebagai amal jariyah penulis.

3. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan kemudahan penulis dalam melaksanakan

pendidikan Pascasarjana Program studi Magister Kedokteran Keluarga minat

utama Biomedik.

vi
4. Prof. Dr. dr. Hartono, M.Si selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Negeri Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kemudahan dan

dukungan kepada penulis selama menjalani pendidikan PPDS Ilmu Penyakit

Dalam.

5. dr. Endang Agustinar, M.Kes sebagai Direktur RSUD Dr. Moewardi beserta

seluruh jajaran staf direksi yang telah berkenan dan mengijinkan untuk

menjalani program pendidikan PPDS interna.

6. Prof. Dr. dr. HM. Bambang Purwanto, SpPD, KGH, FINASIM selaku

Pembimbing I dan Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/ RSUD Dr

Moewardi yang telah memberikan ijin, bimbingan dan pengarahan dalam

penyusunan usulan tesis ini,serta memberikan kemudahan penulis dalam

melaksanakan program pendidikan Pascasarjana dan PPDS I Ilmu Penyakit

Dalam.

7. dr. Paulus Kusnanto, SpPD-KGEH, FINASIM selaku Pembimbing II dan

Ketua Program Studi PPDS I Interna, yang telah membimbing dan

memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis ini dan memberikan

kemudahan penulis dalam melaksanakan program pendidikan Pascasarjana

dan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam.

8. Alm Prof. Dr. HA. Guntur Hermawan, dr. SpPD-KPTI, FINASIM, selaku

Guru besar Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/RSUD Dr Moewardi yang telah

memberikan motivasi, inspirasi dan semangat sehingga tugas penulisan tesis

ini terwujud.

vii
9. Prof.Dr.dr. Zainal Arifin Adnan, SpPD,KR,FINASIM selaku Guru besar Ilmu

Penyakit Dalam FK UNS/RSUD Dr Moewardi yang telah memberikan

motivasi, inspirasi dan semangat sehingga tugas penulisan tesis ini terwujud.

10. Dr Tantoro Harmono SpPD - KGEH selaku Guru Ilmu Penyakit Dalam FK

UNS/RSUD Dr Moewardi yang telah memberikan motivasi, inspirasi dan

semangat sehingga tugas penulisan tesis ini terwujud.

11. Dr. dr. Sugiarto, SpPD, KEMD, FINASIM selaku selaku tim penguji Magister

Kedokteran Keluarga yang telah memberikan dorongan dan arahan kepada

penulis untuk pelaksanaan dan penulisantesis ini.

12. Drs. Sumardi, MM selaku pembimbing/ konsultan statistik penelitian, yang

dengan kesabaran telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam

penyusunan usulan tesis.

13. Dr. Hari Wujoso, dr. SpF, M.M sebagai tim penguji Magister Kedokteran

Keluarga yang telah memberikan dorongan dan arahan kepada penulis untuk

pelaksanaan dan penulisantesis ini.

14. Seluruh Staf Pengajar Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/ RSUD Dr Moewardi

Surakarta. Prof. Dr. dr. H A Guntur Hermawan SpPD KPTI FINASIM (alm),

Prof.Dr.dr. Djoko Hardiman, SpPD KEMD FINASIM, dr. Suradi Maryono,

SpPD KHOM FINASIM, dr. Sumarmi Soewoto SpPD KGER FINASIM, dr.

Tatar Sumandjar, SpPD KPTI FINASIM, dr. Tantoro Harmono, SpPD KGEH

FINASIM, dr. Tri Yuli Pramana SpPD KGEH FINASIM, dr. Supriyanto

Kartodarsono, SpPD KEMD FINASIM, dr. Supriyanto Muktiatmojo,

SpPDFINASIM, dr. Dhani Redhono, SpPD KPTI FINASIM, dr. Wachid

viii
Putranto, SpPD KGH FINASIM, dr. Arifin, SpPD KIC FINASIM, dr. Fatichati

Budiningsih, SpPD KGer FINASIM, dr. Agung Susanto SpPD FINASIM, dr.

Arief Nurudin SpPD FINASIM, dr. Agus Joko Susanto SpPD, FINASIM, dr.

Yulyani Werdiningsih, SpPD FINASIM, dr.Sri Marwanta SpPD Mkes,

dr.Aritantri D SpPD MSc, dr. Bayu Basuki Wijaya SpPD Mkes, dr.R. Satriyo

SpPD Mkes, dr. Evi Nurhayatun SpPD Mkes, dr. Eva N SpPD Mkes, dr. Ratih

Tri K SpPD, dr. Yudhi Hadjianto Sp.PD Mkes, dr. Diding Heri Prasetyo,

SpPD,Mkes,Msi dan dr. Agus Jati, Sp.PD yang telah memberi dorongan,

bimbingan dan bantuan dalam segala bentuk sehingga penulis bisa

menyelesaikan penyusunan tesis.

15. Seluruh Staf dan Karyawan terkhusus Bagian Endoscopi dr. Tantoro Harmono,

SpPD KGEH FINASIM, dr. Tri Yuli Pramana SpPD KGEH FINASIM, dr.

Paulus Kusnanto, SpPD-KGEH, FINASIM , dr.Aritantri D SpPD MSc, Mas

agus S Kep, mbak anik S Kep, mbak Endar S Kep, bu Harni AMK, RS dr.

Moewardi Surakarta, yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam

penelitian ini.

16. Dr Isrianto SpPD Mkes, dr Widhy Puji Hartanto SpPD Mkes yang selama ini

telah melakukan penelitian bersama kami dan bahu membahu sehingga

terselesai tesis ini.

17. Orang tua yang kami hormati dan sayangi Bapak H. Mustajab dan Alm Ibu Hj

Darniti, Bapak dan Ibu mertua Bp Dr H Sutikno SpB dan Drs Sri

Wahiyadatun, Istriku tercinta dr satya septia Wahyuningrum, buah hati penulis

Izzah kamilah selima, Syafiqoh ghoniu nayotama, Bari nafi jalaluddin, saudara

ix
kandung, yang telah memberikan kasih sayang dan semangat dengan sabar dan

tulus memberikan dorongan moril dan materiil dalam penyelesaian tesis ini

dan proses menjalani program pendidikan Pasca Sarjana dan PPDS I Ilmu

Penyakit Dalam.

18. Seluruh teman sejawat seperjuangan Residen Penyakit Dalam yang telah

memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis dalam penelitian ini dan

selama menjalani pendidikan. Teruntuk angkatan 14. Dr pras, dr puguh, dr

irda, dr topan, dr ibe, dr dia, dr antok, dr indra, dr ninda, dr eka, dr indah, dr

kamal, dr ajik.

19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

membantu penulis baik dalam menjalani pendidikan maupun dalam persiapan

penelitian ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan tesis ini masih

banyak terdapat kekurangan, untuk itu penyusun mohon maaf dan sangat

mengharapkan saran serta kritik dalam rangka perbaikan penulisan tesis ini.

Surakarta, Mei 2016

Penyusun

x
Ahmad Husin. 2016. Pengaruh Simvastatin Terhadap Kadar Nitrit Oksida Dan
Gastropati Hipertensi Portyal Pada Pasien Sirosis Hati. TESIS. Pembimbing I:
Prof. Dr. dr. HM Bambang Purwanto, Sp.PD-KGH, FINASIM, Pembimbing II: dr.
P. Kusnanto, Sp.PD-KGEH, FINASIM. Program Studi Kedokteran Keluarga,
Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Latar Belakang
Prevalensi Sirosis Hati (SH) diseluruh dunia tersering yaitu varises oesopagus
dan gastropai hipertensi portal yang menyebabkan perdarahan berujung kematian.
Adanya disfungsi endotel menyebabkan penurunan kadar Nitrite Okside (NO)
yang mengakibatkan gastropati hipertensi portal. Simvastatin mempunyai efek
pleiotrofik meningkatkan kadar NO dan memperbaiki disfungsi endotel pada
pasien SH ditandai dengan perbaikan dari gastropati hipertensi portal.
Tujuan Penelitian
Untuk membuktikan pengaruh pemberian simvastatin terhadap kadar nitrit
oksida dan gastropati hipertensi portal pada pasien sirosis hati.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Randomized
Double Blind control trial, dengan sampel 30 pasien SH, terbagi kelompok
perlakuan 15 pasien (14 di beri simvastatin , 1 meninggal) dan kelompok plasebo
15 pasien selama penelitian. Kadar NO serum ditentukan menggunakan enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA). Alat endoscopi untuk menilai gastropati
hipertensi portal serta statistik di gunakan uji beda 2 mean dan uji t dengan nilai p
(< 0,05) dianggap signifikan.
Hasil Penelitian
Pemberian simvastatin secara bermakna meningkatkan kadar NO serum
pada kelompok perlakuan di banding kelompok plasebo (-1,86 ± 1,56 µg/mL vs
1,00 ± 0,99µg/mL; p =0,020) dan memperbaiki gastropati hipertensi portal pada
kelompok perlakuan dari berat ke sedang (41,4%), sedang ke ringan (50%), dan
dari ringan ke arah normal (21,4%) siknifikan nilai (p < 0,001**). Pada kelompok
plasebo terjadi perburukan dari sedang ke berat (20,0%), ringan ke sedang
(20,0%), dari normal ke ringan (33,3%) siknifikan nilai (p < 0,001**).
Kesimpulan
Simvastatin meningkatkan kadar NO serum dan memperbaiki gastropati
hipertensi portal pada pasien sirosis hati.
Kata kunci:
Nitrit okside, gastropati hipertensi portal, simvastatin, sirosis hepatis.

xi
Ahmad Husin. 2016. Effect Of Simvastatin Against Nitric Oxide Levels and
Gastropathy Hypertension Portal in Patients With Liver Cirrhosis. THESIS.
Supervisor I: Prof. Dr. dr. HM Bambang Purwanto, Sp.PD-KGH, FINASIM,
Supervisor II: dr. P.Kusnanto, Sp.PD-KGEH, FINASIM. Program Study of
Medical Family, Post-graduate Program of Sebelas Maret University Surakarta.
ABSTRACT
Background
The prevalence of liver cirrhosis (SH) around the world and the most
common are varicose oesopagus gastropai portal hypertension which causes
bleeding lead to death. The presence of endothelial dysfunction lead to decreased
levels of Nitrite oxide (NO) which results in portal hypertension gastropathy.
Simvastatin has the effect of increasing the levels of NO pleiotrofik and improve
endothelial dysfunction in patients with SH marked improvement of portal
hypertension gastropathy.
Objectives
To prove the effect of simvastatin on levels of nitric oxide and portal
hypertensive gastropathy in patients with liver cirrhosis.
Methods
This study was an experimental study with Double Blind Randomized
control trial, with a sample of 30 patients with SH, divided into treatment groups
of 15 patients (14 in the given simvastatin, 1 died) and 15 patients in the placebo
group during the study. NO serum levels were determined using enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA). Endoscopi tool to assess gastropathy of portal
hypertension as well as statistics on the use of different test two mean t test with p
values (<0.05) was considered significant.
Results
Giving simvastatin significantly increased serum levels of NO in the
treatment group compared to the placebo group (-1.86 ± 1.56 pg / mL vs 1.00 ±
0,99μg / mL; p = 0.020) and fix gastropathy of portal hypertension in the
treatment group from severe to moderate (41.4%), moderate to mild (50%), and
from mild to normal direction (21.4%) with significant values (p <0.001 **). In
the placebo group occurred deterioration of moderate to severe (20.0%), mild to
moderate (20.0%), from normal to mild (33.3%) with significant values (p <0.001
**).
Conclusions
Simvastatin increasing serum levels of NO and improve gastropathy of portal
hypertension in patients with liver cirrhosis.
Key words:
Nitric oxide, portal hypertension gastropathy, simvastatin, liver cirrhosis.

xii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………………………………………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………... iii

PANITIA PENGUJI TESIS …………………………………. iv

PERNYATAAN ……………………………………………… v

KATA PENGANTAR …………………………………………. vi

ABSTRAK ………………………………………………….. xi

DAFTAR ISI ………………………………………………... xiii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………….. xvi

DAFTAR TABEL ………………………………………….. xix

DAFTAR SINGKATAN …………………………………… xxi

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………… 1

A. Latar Belakang …………………………………….. 1

B. Rumusan Masalah …………………………………. 3

C. Tujuan Penelitian ………………………………….. 3

D. Manfaat penelitian ………………………………… 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………… 6

A. Kajian Teori …………………………………….….. 6

1. Sirosis Hati ………………………………………. 6

2. Sirkulasi Kolateral…………………………………. 10

a. Kolateral Portosistemik………………………... 11

b. Sirkulasi Hiperdinamik………………………… 14

xiii
3. Disfungsi Endotel………………………………….. 16

4. Nitrit Oksida …………………………………… 18

a. Nitrit Okside pada Sirosis Hepatis……………... 20

5. Gastropati Hipertensi Portal (GHP)……………….. 22

a. Temuan Klinis GHP…………………………… 23

b. Diagnosa dan Klasifikasi GHP………………… 24

c. Patogenesis dan Profilaksis GHP………………. 27

6. Simvastatin …………………………...………… 29

a. Efek Pleiotropik Simvasatatin…………………. 32

B. Penelitian Relevan …………………………………... 42

C. Kerangka Pikir ………………………………………. 44

1. Kerangka Konseptual ……………………………. 44

2. Keterangan Bagan Kerangka Konseptual ………... 45

D. Hipotesis Penelitian …………………………………. 48

BAB III. METODE PENELITIAN …….................................. 49

A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………….……… 49

1. Tempat Penelitian ……………………………….. 49

2. Waktu ……………………………………………. 49

B. Jenis Penelitian ………………………………........... 41

C. Subjek Penelitian dan Besar Sampel ………………... 49

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………... 52

1. Klasifikasi variable penelitian …………………... 52

2. Definisi operasional penelitian ………………….. 52

xiv
E. Cara Kerja …………………………………………… 53

F. Teknik Analisis Data ………………………………... 57

G. Alur Penelitian ……………………………………….. 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …… 59

A. Hasil Penelitian ……………………………………... 59

1. Karakteristik subjek penelitian ………………….


59

2. Deskrepsi Variabel Penelitian 61

3. Pengujian variabel utama ………………….......... 66

B. Pembahasan ………………………………................ 76

1. Pendekatan prinsip ontologi ……………............. 76

2. Pendekatan prinsip epistomologi ……………….. 80

3. Pendekatan prinsip axiologi …………………….. 83

4. Nilai kebaruan penelitian ……………………….. 83

5. Keterbatasan Penelitian 85

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ……… 86

1. Kesimpulan ……………………….....................
86

2. Implikasi
………………………………………. 86

3. Implikasi tambahan………………………………… 87

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………… 88

LAMPIRAN ………………………………………………… 93
xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Histologi Hati.......................................................................................8

Gambar 2 Etiologi Hipertensi Portal.................................................................8

Gambar 3 Sirkulasi Kolateral.............................................................................11

Gambar 4 Aliran portal Sistim Korateral Sirkulasi Pada Sirosis 13

Hepatis ............................................................................

Gambar 5 Sistem Vasodilatasi Seluler.............................................................15

Gambar 6 Mikroanatomi dari Kapiler.............................................................16

Gambar 7 Mekanisme Disfungsi Endotel......................................................18

Gambar 8 Gambaran Molekul Nitri Oksida..................................................19

Gambar 9 Fungsi NO............................................................................................20

Gambar 10 Metabolisme Penghambat Sintesa NO........................................21

Gambar 11 Gambaran Gastropati Hipertensi Portal (GHP)........................26

Gambar 12 Stuktur Molekul Simvastatin…....................................................30

Gambar 13 Mekanisme Efek Pleiotrofik Statin dengan Inhibisi


Sintesis Isoprenoid Intermediates Jalur Mevalonat .......
33

Gambar 14 Efek Statin pada Aktivitas Small G-protein..............................34

Gambar 15 Efek Pleiotrofik Statin pada Sintesis NO...................................36

xvi
Gambar 16 Pengaruh Hs-CRP Terhadap Disfungsi Endotel dan 39

Produksi Sitokin .............................................................

Gambar 17 Antioksidan Menghambat Sitokin Proinflamasi......................39

Gambar 18 Kerangka Konsep..............................................................................44

Gambar 19 Alur Penelitian....................................................................................58

Gambar 20 Perjalanan Penelitian........................................................................60

Gambar 21 Perbandingan Jenis Kelamin Kelompok Kontrol dan 62

Kelompok Perlakuan ......................................................

Gambar 22 Perbandingan Child-pugh Kelompok Kontrol dan 65

Kelompok Perlakuan .....................................................

Gambar 23 Perbandingan Kadar NO pada Kelompok Kontrol dan 69

Perlakuan untuk Kondisi Sebelum maupun Sesudah

Perlakuan .......................................................................

Gambar 24 Perbandingan Kadar NO dan Gastropati Hipertensi 70

Portal Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada

Kelompok Kontrol.........................................................

Gambar 25 Perbandingan Delta-NO pada Kelompok Kontrol dan 72

Kelompok Perlakuan ......................................................

Gambar 26 Perbandingan Grade Gastropati hipertensi portal Pada 74

kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada

xvii
masing masing grade sebelum dan sesudah perlakuan..

Gambar 27 Hasil Analisis Sign Test Variabel GHP pada 73

Kelompok Kontrol dan Perlakuan ..................................

Gambar 28 Aspek-aspek Nilai-nilai Kebaruan...............................................81

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor Child pugh...........................................................................................9

Tabel 2 Klasifikasi Gastropati Hipertensi Portal..............................................25

Tabel 3 Jadwal Penelitian........................................................................................49

Tabel 4 Definisi Operasional..................................................................................52

Tabel 5 Perbandingan Jenis Kelamin Kelompok Kontrol dan

Kelompok Perlakuan 61

Tabel 6 Perbandingan Umur Kelompok Kontrol dan Kelompok

Perlakuan 63

Tabel 7 Tabel 7. Perbandingan Variabel Karakteristik Klinis Awal

pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan 64

Tabel 8 Tabel 8. Perbandingan Child-pugh Kelompok Kontrol dan

Kelompok Perlakuan 65

Tabel 9 Tabel 9. Perbandingan Kadar NO pada Kelompok Kontrol

dan Perlakuan untuk Kondisi Sebelum maupun Sesudah 68

Perlakuan ..............................................................................

Tabel 10 Tabel 10. Perbandingan Kadar NO dan Gastropati

Hipertensi Portal Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada 70

Kelompok Kontrol ................................................................

Tabel 11 Tabel 11. Perbandingan Delta-NO pada Kelompok Kontrol

dan Kelompok Perlakuan 71

Tabel 12 Perbandingan Grade Gastropati hipertensi portal Pada 74

xix
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada masing

masing grade sebelum dan sesudah perlakuan..

Tabel 13 Tabel 12. Hasil Analisis Sign Test Variabel GHP pada

Kelompok Kontrol dan Perlakuan 73

xx
DAFTAR SINGKATAN

ADH : antidiuretik hormone

ADMA : Asimetris dimethylarginine

AKI : Acute Kidney Injury

APC : Antigen Processing and Presenting Cell

AS : Amerika serikat

AT1 : Angiotensin 1

AVP : Arginine vasopressin

BH4 : tetrahydrobiopterin

CDUS : Colour Doppler Duplex Ultrasonography

CI : confidence interval

c-NOS : constitutive nitric oxide synthase

CNP : C Type natriuretic peptide

COX : Cyclooxigenase

CSF : Colony Stimulating Factor

DAMP : Damage Associated Molecular Pattern

DDAH : Dimethylarginine dimethylaminohydrolase

EDV : end diastolic flow velocity

EGF : endothelial growth factor

eNOS : Endotel Nitrite Oxide Synthase

GDP : guanosine diphosphate

GHP : Gastropati Hipertensi Portal

xxi
GFR : Glomerulo filtration rate

GLUT-4 : Glucose transporter-4

GTP : Guanosine-triphosphate

GTPCH : GTP cyclohydrolase

HMG-CoA : 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzim A

Hsp90 : Heat stroke protein 90

IFN-γ : Interferon-γ

IKK : Inhibitor of Kappa  Kinase

IL : Interleukin

iNOS : inducible NOS

INR : International normalized ratio

k : Kappa 

LDL-C : low-density lipoprotein cholesterol

LFG : Laju filtrasi glomerulus

MAPK : Mitogen-activated protein kinase

mRNA : messanger Ribonucleic acid

NADPH : Nicotinamide adenine dinucleotide phosphate

NFĸ-β : Nuclear Factor-ĸβ

NO : Nitrit oksida

NOS : Nitrit Oksida Sintase

PBS : Peritonitis Bakterial Spontan

PGE2 : Prostaglandin E2

PI-3K : Phosphatidil Inositol-3 Kinase

xxii
PSV : Peak systolic flow velocity

PT : Protrombin time

RAAS : Renin-angiotensin-aldosteron system

RCT : Randomized control trial

RI : Resistive Index

ROS : Reactive Oxygen Species

RS : Rumah Sakit

SBP : Spontaneus bacterial peritonitis

SGOT : Serum glutamic-oxaloacetic transaminase

SGPT : Serum glutamic-pyruvic transaminase

SH : Sirosis hati

SHR : Sindrom hepatorenal

SMC : Smooth Muscle Cell

SNS : Sympathetic Nervous System

TLR 9 : Toll Like Receptor-9

USG : Ultrasonografi

VLDL : Very Low Density Lipoprotein

WHO : World Health Organization

xxiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir

berbagai penyakit hati (Franchis R, 2005). Prevalensi sirosis hati (SH) diseluruh

dunia menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang

meninggal tiap tahun akibat penyakit ini. Prevalensi penyakit SH dapat

menimbulkan sekitar 35.000 kematian pertahun di AS. Sirosis adalah penyebab

kematian utama nomer sembilan di AS dan bertanggung jawab terhadap 1-2%

seluruh kematian di AS. Banyak pasien meninggal pada dekade keempat atau

kelima kehidupan mereka akibat penyakit ini. (Garcia et al. 2001). Dari beberapa

laporan di Rumah Sakit (RS) pemerintah di Indonesia berdasarkan klinis saja,

dapat dilihat bahwa prevalensi SH yang dirawat dibangsal penyakit dalam

umumnya berkisar antara 3,6 – 8,4 % di jawa dan sumatera, sedang Sulawesi dan

Kalimantan dibawah 1% (Agus S. 2007).

Pada pasien SH, jaringan ikat dalam hati menghambat aliran darah dari

usus yang kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkan tekanan dalam

vena portal (Hipertensi Portal (HP)). Sebagai hasil peningkatan aliran darah dan

peningkatan tekanan vena portal ini, vena-vena yang bermuara pada vena portal

akan terbendung dan menjadi aliran darah balik, seperti varises oesopagus dan

gastropati hipertensi portal serta komplikasi yang lain. Makin tinggi tekanan

portalnya, makin besar Gastropati Hipertensi Portal (GHP) dan varisesnya makin

1
2

besar kemungkinannya pasien mengalami perdarahan. Kondisi perdarahan ini

biasanya hebat dan tanpa pengobatan yang cepat dapat berakibat fatal (Caesar J et

al.2000).

Beberapa penelitian klinis dan eksperimen mendapatkan adanya disfungsi

endotel pada sirosis hati yang ditunjukkan melalui penurunan kadar NO.

Penyebab penurunan dari kadar ini masih belum diketahui dengan jelas, diduga

ada hubunganya dengan sirkulasi hiperdinamik dan adanya endotoksemia yang

umum dijumpai pada sirosis hati. Disfungsi endotel dapat mempengaruhi ketidak

seimbangan antara faktor faktor relaksasi dan kontraksi, antara mediator

prokoagulan dan antikoagulan atau antara zat-zat yang menghambat dan

mendorong pertumbuhan. Petanda biokimia yang lazim dipakai untuk penentuan

disfungsi endotel maupun perbaikan fungsi endotel salah satunya NO. (Yu Q et al.

2000)

Simvastatin dapat memberi efek pleiotropik pada sel-sel pembuluh darah

disamping menurunkan plasma kolesterol (Wassmann S et al, 2000). Efek klinis

dari statin tidak selalu diakibatkan oleh penurunan kadar kolesterol plasma.

Simvastatin dan Lovastatin mampu menginduksi aktivasi sintesis NO secara in

vitro pada sel endotelial manusia (Mason JC, 2003). Pemberian simvastatin secara

signifikan meningkatkan kadar NO melalui jalur Rho-eNOSmRNA–eNOS-NO,

BH4-eNOS-NO di dalam endotel vascular (Zhang Z et al, 2012). Statin juga

menurunkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) dengan cara mengurangi

pengeluaran AT1-reseptor sehingga meningkatkan ekspresi eNOS yang akan

berkontribusi pada peningkatan fungsi endotel (Wassmann S et al, 2000).


3

Penelitian Juan G Abraldes dkk penggunaan preparat statin dapat meningkatkan

kadar NO dan memperbaikin disfungsi endotel pada pasien SH dan penggunaan

preparat statin mampu menurunkan tekanan vena porta ditandai dengan penurunan

Hepatic Venous Pressure Gradient (HPVG) (Yu Q et al. 2000). Peningkatan

produksi NO akan memperbaikan endotel vaskular hati dengan meningkatkan

endothelial Nitric Oxide Syntase (eNOS) pada pasien SH sehingga preparat ini

dapat dipakai sebagai vasodilator selektif hipertensi portal pada SH. (Wiest R et al

2002).

Banyaknya kejadian HP dan adanya gangguan kadar NO pada pasien SH,

membuat peneliti memfokuskan penelitian ini mengenai pengaruh simvastatin

terhadap kadar NO dan reduksi tekanan vena portal yang di tandai dengan

terjadinya GHP pada pasien SH dapat di kurangi.

B. Rumusan Masalah

1. Adakah efek pemberian simvastatin terhadap kadar nitrit oksida pada

pasien sirosis hati ?

2. Adakah efek pemberian simvastatin terhadap perbaikan Gastropati

Hipertensi Portal (GHP) melalui Endoscopi pada pasien sirosis hati ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
4

Membuktikan dan mengetahui pengaruh pemberian simvastatin terhadap

kadar nitrit oksida dan perbaikan perbaikan Gastropati Hipertensi Portal

(GHP) melalui Endoscopi pada pasien sirosis hati.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis efek pemberian simvastatin terhadap kadar nitrit

oksida pada pasien sirosis hati

b. Menganalisis efek pemberian simvastatin terhadap perbaikan

Gastropati Hipertensi Portal (GHP) melalui Endoscopi pada pasien

sirosis hati ?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan bukti ilmiah mengenai pengaruh pemberian

simvastatin terhadap kadar nitrit oksida dan perbaikan Gastropati

Hipertensi Portal (GHP) melalui Endoscopi pada pasien sirosis

hati?

b. Sebagai bahan infomasi untuk melakukan penelitian lanjutan

mengenai efek simvastatin terhadap kadar nitrit oksida dan

perbaikan Gastropati Hipertensi Portal (GHP) pada pasien sirosis

hati?
5

c. Dapat digunakan sebagai dasar penelitian pemberian simvastatin

pada pasien sirosis hati untuk mencegah komplikasi Gastropati

Hipertensi Portal (GHP) pada pasien sirosis hati.

2. Manfaat Terapan

a. Efek simvastatin terhadap penurunan risiko komplikasi Gastropati

Hipertensi Portal (GHP) pada pasien sirosis hati.

b. Menjadikan simvastatin sebagai salah satu terapi tembahan atau

suplementasi pada pasien sirosis hati dalam menurunkan resiko

komplikasi Gastropati Hipertensi Portal (GHP) melalui kenaikan

kadar nitrit oksida dengan melihat perbaikan gambaran Gastropati

Hipertensi Portal (GHP) melalui Endoscopi pada pasien sirosis

hati.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

A. Kajian Teori

1. Sirosis Hati

Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir berbagai

penyakit hati. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) memberi

batasan histologi SH sebagai proses kelainan hati yang bersifat difus, ditandai

fibrosis dan perubahan bentuk hati normal menjadi bentuk abnormal. Batasan

fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebih matriks ekstrasellular (seperti

kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati (Franchis R.2005).

Prevalensi Sirosis Hati (SH) diseluruh dunia menempati urutan ketujuh

penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal tiap tahun akibat penyakit

ini. Sirosis adalah penyebab kematian utama yang kesembilan di Amerika Serikat

(AS) dan bertanggung jawab terhadap 1-2% seluruh kematian di AS sekitar

35.000 kematian pertahun. Banyak pasien meninggal pada dekade keempat atau

kelima kehidupan mereka akibat penyakit ini. (Garcia et al. 2001). Dinegara maju

SH merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 46 –

54 tahun. Belum ada data resmi nasional tentang SH di Indonesia. Namun dari

beberapa laporan di Rumah Sakit (RS) pemerintah di Indonesia berdasarkan klinis

saja, dapat dilihat bahwa prevalensi SH yang dirawat dibangsal penyakit dalam

umumnya berkisar antara 3,6 – 8,4 % di jawa dan sumatera, sedang Sulawesi dan

Kalimantan dibawah 1% (Agus S. 2007). Dari seluruh pasien SH yang dirawat,

6
7

perbandingan pria dengan wanita rata-rata adalah 2 : 1 dan usia rata-rata 40 tahun

(Hernomo O, 2007).

Secara histologi hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi

±60 % sel hati, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epitelial sistem empedu

dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di

dalamnya endotelium, sel Kupffer, dan sel Stellata yang berbentuk seperti bintang.

Di antara lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan

cabang vena porta dan arteria hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel

Kupffer) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan

bakteri dan benda asing lain di dalam tubuh. Sinusoid hati memiliki lapisan

endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang

perisinusoidal) sesuai gambar 2.1. Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding

sinusoid adalah sel fagositik Kupffer yang merupakan bagian penting sistem

retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang

memiliki aktifitas mikrofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran

darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan

hati. Peningkatan aktivitas sel Stellata tampaknya menjadi faktor kunci dalam

pembentukan fibrosis di hati.


8

Gambar 1. Histologi Hati (DeLeve et al. 2008).

Jika potongan melintang di jalinan pembuluh darah hati terbatas, tekanan

vena portal meningkat dan terjadi hipertensi portal. Penyebabnya dapat berupa

peningkatan resistensi intra hepatik seperti sirosis, kerusakan akibat alkohal,

toksin, amiloidosis, hepatitis akut dan SH akan mempermudah terjadinya

obstruksi sinusoid yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal berdasarkan

gambar 2.2 dibawah ini. (DeLeve et al. 2008).

Gambar 2. Etiologi Hipertensi Portal (DeLeve et al. 2008).


9

Tabel. 1. Skor Child pugh (Cheung A, 2013).

Pengukuran 1 poin 2 poin 3 poin

Bilirubin total, μmol/l (mg/dl) <34 (<2) 34-50 (2-3) >50 (>3)

Serum albumin, g/dl >3.5 2.8-3.5 <2.8

PT / INR 1-3x / <1.7 4-6x / 1.71-2.30 >6x / > 2.30

Ascites - ringan Sedang - berat

Grade I-II (atau Grade III-IV


Ensefalopati hepatikum - terkendali dengan (atau
medikasi) refraktori)
Interpretasi skor Child Pugh :
 Poin 5-6 kelas A, survival 1 tahun 100%, survival 2 tahun 85%

 Poin 7-9 kelas B, survival 1 tahun 81%, survival 2 tahun 57%

 Poin 10-15 kelas C, survival 1 tahun 45%, survival 2 tahun 35%

Terjadinya sirosis hati menggambarkan kondisi ketidak seimbangan antara

produksi matriks ekstraselular dan proses degradasinya. Hepatosit terdiri dari

jaringan kolagen (terutama tipe I, III, V), glikoprotein dan proteoglikan. Sel-sel

stelata berada dalam ruangan perisinusoidal merupakan sel penting untuk

memproduksi matrik ekstraselular. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi

oleh sel hepatosit, sel kuffer, dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati.

Peningkatan deposisi kolagen dalam disse room (ruang antra hepatosit dan

sinusoid) dan pengurangan ukuran fenestra endotel akan menimbulkan

kapilarisasi sinusoid. Sel-sel stelata juga mempuyai sifat kontriksi. Kapilarisasi


10

dan kontriksi sinusoid oleh sel stelata dapat memicu terjadinya hipertensi portal

(Hernomo O. 2007)

Morbiditas dan mortalitas SH meningkat oleh karena komplikasinya.

Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan

komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai pada SH diantaranya edema dan

asites, spontaneus bacterial peritonitis (SBP), hipertensi portal, perdarahan

saluran cerna, encefalopati hepatikum, sindroma hepatorenal, hipersplenisme dan

kanker hati. (DeLeve et al. 2008). SHR dianggap komplikasi yang paling berat

dari sirosis hati, pasien dengan SHR tipe 1 dan tipe 2 masing-masing memiliki

kelangsungan hidup rata-rata hanya 1-3 minggu dan 6 bulan setelah timbulnya

gagal ginjal (Arroyo V, 2008).

2. Sirkulasi Kolateral

Sirkulasi kolateral merupakan konsukuensi atas terjadinya sumbatan

sebagai upaya kompensasi mengalihkan aliran portal kedalam vena sistemik. Pada

keadaan normal seluruh aliran vena porta diteruskan ke vena hepatika, namun

pada keadaan SH hanya 13%, sisanya akan masuk kedalam sirkulasi kolateral.

(Agus S. 2007).

Didaerah cardia dari lambung ditempat anastomosis antara vena gastrika

kiri, gastrika posterior dan vena gastrika breves dari sistem portal dengan vena

interkostalis, diafragma esophageal dan azygos minor dari sistem kaval. Keadaan

ini akan menghasilkan varices didaerah lapisan submukosa esophagus bagian

bawah dan fundus lambung. (Lee JS et al. 2007)


11

Gambar 3. Sirkulasi Kolateral (Agus S. 2007)

Obstruksi vena portal ekstra hepatik membentuk kolateral tambahan,

memintas obstruksi dan mengalir menuju hati. Masuk kedalam vena portal di

portal hepatika. Akibat terjadinya sistem kolateral pasokan darah kehati oleh

aliran portal terputus, maka hal ini lebih tergantung pada aliran arteri hepatika.

Akibatnya hati akan tampak mengkerut dan kehilangan kemampuan beregenerasi.

(Agus S. 2007).

Kolateral mempuyai pengaruh tidak langsung terhadap HP, walaupun

kadang-kadaang bila terjadi sirkulasi kolateral yang sangat luas dapat menurunkan

tekanan portal pada HP. Sebaliknya tekanan portal yang terjadi dalam waktu

singkat tidak selalu disertai oleh terjadinya sistem kolateral. (Navasa M et al.

2005)

a. Kolateral portosistemik

Terbentuknya sirkulasi portal-kolateral merupakan konsukuensi

penting yang lain. Pembentukan kolateral dipicu oleh peningkatan tekanan


12

portal yang melibatkan pembuluh yang telah ada sebelumnya yang

menghubungkan portal dengan sirkulasi sistemik, akibat peran faktor

pertumbuhan endotel vaskular, Vasculer Endothelial Growth Factor (VEGF)

dan kemungkinan oleh beberapa faktor lainnya. Sirkulasi porto-kolateral

sendiri kemungkinan mengatur tekanan portal. (Muller S. et al. 2007)

1). Terbukanya saluran vaskular yang sudah ada

Sirkulasi splanik adalah pembuluh darah utama yang

bertanggung jawab atas menurunnya hambatan vasklar pada kejadian

hipertensi portal. Kenaikan aliran darah splanik pada hipertensi portal

adalah hasil dari vasodilatasi dari arteri organ splanik, yang mana

mengalirkan darah dari sistem vena portal. Kenaikan aliran darah dari

organ splanik dan kenaikan aliran vena portal setelah itu, bersama dengan

kenaikan hambatan aliran portal, semakin memperburuk sindrom

hipertensi portal. Kenaikan produksi aktivasi sistem dan mediator

vasodilator, dan penurunan reaktifitas vaskular untuk berkonstriksi,

adalah hal yang bertanggung jawab terhadap vasodilatasi. Sebagai

tambahan, kenaikan angiogenesis dimungkinkan berperan dalam

kenaikan aliran darah splanik. (Ahmed A, Keeffe E.B. 2006).

2). Terbentuknya saluran vaskular baru

Pada sirosis dengan hipertensi portal, kelebihan pembuluh darah

adalah dapat berdilatasi walaupun terdapat aktivasi sistemik


13

vasokonstriktor. Resistensi lien untuk bervasokontriksi dapat bergantung

pada hiporesponsifitas terhadap vaskular. Kenaikan tekanan portal

memainkan peran penting pada hubungan antara pembuluh darah porta

dan sirkulasi tubuh. Usaha ini untuk menurunkan tekanan vena porta

sebelaum menjadi komplikasi yang serius, seperti varises esophagus.

Formasi tambahan sistem porto, yang mana terdiri dari neovaskularisasi

dan terbukanya pembuluh darah yang telah ada, akan menjadi

angiogenetik-dependen/ ketergantungan angiogenetik. (Abraldes J, et al.

2003).

Gambar 4 Aliran portal. Sistim korateral sirculasi pada sirosis hepatis.


(Andrew K. Burroughs. 2011)
14

Angiogenesis dimediasi terutama oleh faktor pertumbuhan

vaskuler endothelial/ the vasculer endothelial growth factors (VEGF).

Fernandez dkk mendemonstrasikan bahwa antibody monoclonal

reseptor-2 anti-VEGF melindungi formasi pembuluh darah tambahan

porto-sistemik pada hewan tikus putih dengan hipertensi porta. Lebih

lanjut, sejak NAD(P)H dibutuhkan untuk angiogenesis VEGF-induced/

induksi VEGF, blokade oksidasi NAD(P)H mengurangi formasi

tambahan porto-sistemik secara signifikan. Beberapa penulis mengatakan

hal yang sama bahwa tikus dengan hipertensi portal yang diobati

hambatan VEGF dan platelet derived growth factor (PDGF) berkurang

penambahan sistem porto-nya secara signifikan.(Agus S. 2007)

b. Sirkulasi hiperdinamik

Dasar dari gangguan hemodinamik pada HP adalah resistensi terhadap

aliran portal, baik karna faktor intrahepatik seperti pada SH atau karna

sumbatan vena portal. Untuk mempertahankan tekanan portal sebagai akibat

penurunan tekanan portal karna munculnya kolateral yang mengalirkan darah

ke sirkulasi pembuluh darah balik sistemik, sehingga terjadi sirkulasi

hiperdinamik yaitu peningkatan aliran darah pada sistem portal. (Agus S. 2007)

Setidaknya terdapat tiga mekanisme yang berperan pada dilatasi

pembuluh darah perifer, yaitu : a). Meningkatnya konsentrasi vasodilator

sirkulasi, b). Meningkatnya produksi vasodilator lokal oleh endotel, c).

Menurunnya respon terhadap vasokontriktor. Sifat vaskuler arteri ini


15

ditentukan oleh keseimbangan antara efek dari vasoaktif molekul yang bereaksi

pada vaskularisasi otot halus. Ada beberapa zat vasoaktif yang diproduksi oleh

endotel seperti NO dan prostaglandin dan sebagai tambahan ada vasodilator

autokrin atau parakrin yang diketahui memberikan konstribusi dalam

perkembangan vasodilasi sistemik dan splangnikus. (Lake J.R. et al . 2006)

Molekul vasoaktif terdapat pada tekanan vaskular arteri di sirkulasi

lien. Nitric oxide (NO), Carbon monoksida (CO), Prostaglandin (PGI 2),atau

Hydrogen Sulfide (H2S) melalui jalur yang berbeda, menyebabkan vasodilatasi

di sel otot polos vaskular melalui soluble guanylate cyclase (sGC) menjadi

cyclic guanosin monophosphate (cGMP),menstimuli adenylate cyclase (AC)

dan cyclic adenosine monophosphat (cAMP) atau melalui pembukaan kanal K-

ATP,anadamid mengaktifkan reseptor 1 kanabinoid endotel (CB1R) untuk

vasodilatasi, lihat gambar 2.8. dibawah ini (Montesa Et al. 2009)

Gambar 5. Sistem vasodilator seluler (Montesa Et al. 2009)


AA:arachidonic acid; AC:adenylyl cyclase; Akt:protein kinase B; BH4: tetrahydrobiopterin;
CaM: calmodulin; CSE: cystathionine-γ-lyase; COX: cyclooksigenase; eNOS: endotileal nitric
okside synthase; HSP 90: heat shock protein 90; IP3: inositol triphosphate; TNFά: tumor
nekrosis factor ά; VEGF:vaskular endothelial growth factor.
16

3. Disfungsi Endotel

Sel endotel merupakan lapisan bagian dalam lumen dari seluruh pembuluh

darah dan berperan sebagai penghubung antara sirkulasi darah dan sel-sel otot

polos pembuluh darah. Disamping berperan sebagai sawar fisik antara darah dan

jaringan, sel endotel memfasilitasi berbagai fungsi yang kompleks dari sel otot

polos pembuluh darah dan sel-sel didalam kompartemen darah, sesuai gambar

2.9.

Gambar 6. Mikroanatomi dari kapiler (Navasa M et al. 2005)


Endotel berperan sebagai penghubung antara sirkulasi darah dan sel-sel otot
polos pembuluh darah.

Sel endotel (EC) melapisi pembuluh darah diseluruh tubuh, berinteraksi

langsung dengan sel-sel otot polos pembuluh darah (VSMC) dan sel-sel darah

serta komponen plasma. Melalui berbagai mediator kimiawi, sel endotel berfungsi

sebagai regulator dari sel-sel otot polos pembuluh darah dan berperan penting

dalam mempertahankan homeostasis dan kekentalan darah. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel endotel memegang peran penting dalam proses

homeostasis yang terjadi melalui integrasi berbagai mediator kimiawi

(Newsholme P. et al. 2007).


17

Sel endotel berfungsi sebagai vasodilator, anti trombotik dan anti

inflamasi. Sel endotel paling sedikit mensintesis 3 faktor vasodilator yang

berbeda; NO, PGI2 dan EDHF (endothelium-derived hyperpolarizing factor).

Pada beberapa kondisi patologis, sel endotel juga mensintesis beberapa faktor

vasokonstriksi (EDCF=endothelium-derived constriction factor) termasuk

endothelin, superoksid dan prostaglandin vasokonstriktor. (Van de CM, et al.

2002).

Disfungsi endotel merupakan lesi aterosklerotik dini, dimana terjadi

respon inflamasi yang merubah homeostasis normal endotel, dengan cara; 1)

permeabilitas dan adesivitas yang meningkat terhadap lipoprotein, lekosit, platelet

dan kandungan plasma lain, diperantarai NO, prostasiklin, PDGF, angiotensin II

dan endotelin, 2) prokoagulan yang lebih banyak dibandingkan antikoagulan, 3)

up-regulation (pemacuan) molekul adesi lekosit (meliputi; L-selektin, integrin dan

PECAM 1 dan molekul adhesi endotel (meliputi; E-selektin, P-selektin, ICAM 1,

dan VCAM 1, dan 4) memacu migrasi lekosit ke dalam dinding arteri yang

diperantarai oleh LDL-oks, MCP 1, IL-8, PDGF, MCSF dan osteoponin.

Shimokawa dkk menggambarkan secara skematik mekanisme disfungsi endotel

yang melibatkan beberapa mekanisme, meliputi; 1) penurunan dan kegagalan

transduksi sinyal pada endotel, 2) berkurangnya ketersediaan L-arginin, 3)

berkurangnya ekspresi eNOS, 4) berkurangnya ko-faktor untuk eNOS, 5)

peningkatan inaktivasi NO akibat peran oleh anion superoksid yang berasal dari

makrofag sel inflamasi lain, 6) pelepasan EDCF secara bersamaan, 7) penebalan

intima, dan 8) respon vaskuler miosit.


18

Gambar 7. Mekanisme disfungsi endotel (Yu Q,et al. 2000)


1). Penurunan dan kegagalan transduksi sinyal pada endotel, 2) berkurangnya ketersediaan L-
arginin, 3) berkurangnya ekspresi eNOS, 4) berkurangnya ko-faktor untuk eNOS, 5)
peningkatan inaktivasi NO akibat peran oleh anion superoksid yang berasal dari makrofag sel
inflamasi lain, 6) pelepasan EDCF secara bersamaan, 7) penebalan intima, dan 8) respon
vaskuler miosit.

4. Nitrit Oksida

Nitrit Oksida merupakan substansi vasoaktif yang berperan dalam

mengontrol tonus vasomotor, homeostasis pembuluh darah dan syaraf serta proses

imonologik. Nitrit Oksida merupakan substansi vasoaktif, berasal dari atom

nitrogen gugus guanidasi yang terdapat pada L-arginin yang disintesa oleh enzim

Nitrogen Oksidase Sintase eNOS menjadi NO dan L- Citrulin, Enzim ini pada

endotel bersifat constitutive nitric oxide synthase (c-NOS). Aktivitas atau

bioavabilitas dari c-NOS dapat dihambat oleh Endogen NOS Inhibitor seperti

ADMA (Suciu M, 2009).

Salah satu komponen penting yang berperan pada relaksasi vaskuler yang

bergantung pada endotel adalah nitrit oksida (NO). NO tidak hanya berperan pada
19

relaksasi sel otot polos, tetapi juga menghambat aktifasi, adhesi, dan agregasi

platelet, serta pencegahan proliferasi sel otot polos vaskular dan adhesi leukosit

pada lapisan endotelium.

Gambar 8. Gambar molekul Nitrit Oksida.

Melalui respons produk dari lapisan sel endotel tersebut, seperti NO,

maka endotel dapat menjalankan fungsi normalnya, untuk pengaturan berbagai

aspek homeostasis vaskular, termasuk di antaranya tonus vaskular, interaksi

leukosit-pembuluh darah, pertumbuhan sel otot polos, dan proliferasi; serta

hemostasis-fibrinolisis lokal. Sebaliknya, pada disfungsi endotel, jejas vaskuler

mengakibatkan serangkaian fenomena maladaptif yang mengakibatkan terjadinya

respons vaskuler yang tidak menguntungkan. Sebagai dampak dari stres oksidatif

dan perubahan secara lokal adalah gangguan profibrinolitik vaskuler, yang

mengakibatkan tercetusnya proses thrombogenesis. Gangguan modulasi

pertumbuhan selluler sehingga terjadi proliferasi dan remodelling dinding

vaskuler yang abnormal. Rangsangan oksidan dari adaptasi molekuler inflamasi

akan meningkatkan kemampuan adhesi monosit dan peningkatan permeabilitas

vaskular terhadap lipoprotein plasma. (Chen. 2008 ; Cooke J.P. 2000)


20

Gambar 9 Fungsi NO

a. Nitrit Oksida Pada Sirosis Hati

Peningkatan aktivitas inducible NOS (iNOS) didapatkan pada pasien

dengan sirosis hati. Pada hewan coba, NO bertanggung jawab untuk

mengurangi efek vasokonstriktor endogen pada sirkulasi splanknikus. Selain

itu, penghambatan sintesis NO memperbaiki kelainan peredaran darah dan

memperbaiki perubahan neurohormonal pada tikus sirosis. Pada manusia,

penghambatan aktivitas NOS pada 10 pasien dengan sirosis dan asites terjadi

penurunan aliran darah lengan dan meningkatkan tahanan pembuluh darah.

Demikian pula, penghambatan Nitrit Oksida Sintase (NOS) secara cepat akan

meningkatkan tahanan pembuluh darah sistemik pada pasien dengan sirosis

dekompensasi dan menurunkan aktivitas renin plasma dan ekskresi

prostaglandin E2 urin. Pasien dengan sirosis dan ascites memiliki konsentrasi

plasma NO lebih tinggi daripada individu normal atau pasien dengan sirosis

terkompensasi, dan serum NO yang tinggi berkorelasi dengan aktivitas Renin


21

Angiotensin Aldosteron system (RAAS) plasma yang tinggi dan kadar hormon

antidiuretik serta natrium ekskresi urin yang rendah. Konsentrasi NO lebih

tinggi didapatkan pada plasma vena porta dibandingkan di plasma vena perifer,

menunjukkan terjadi peningkatan produksi NO di splanknikus. Meskipun ada

tanggapan untuk peran NO pada vasodilatasi perifer, tetapi masih didapatkan

kontroversi tentang apakah NO merupakan faktor utama dalam pembentukan

dan pemeliharaan sirkulasi hiperdinamik.(Martin L et al, 2006).

NO Synthase

L-Arginine NO + Citrulline

Oxidative
stress

ADMA
Citrulline
Asymetric Dimethyl
Arginine DDAH
Dimethylamino
hydrolase

Renal excretion

JASN 15:S77, 2007

Gambar 10. Metabolisme penghambatan sintesis NO oleh


ADMA (Cangemi R, et al. 2007).

Dari tiga bentuk isoform NOS (neuronal-NOS, inducible-NOS,

endothelial-NOS), eNOS adalah komponen yang paling berperan dalam

menjaga homeostasis vaskular dan sehingga terlibat langsung pada

patobiologi disfungsi endotel. Bilamana di-coupled oleh tetrahhydrobiopterin

(BH4) dan L-arginine, maka eNOS mengkatalisis produksi dari NO yang

berasal dari endotelium. Dalam keadaan uncoupled state, eNOS kekurangan

L-arginine atau BH4, sehingga terjadi produksi O2" dan H2O2. Keadaan
22

tersebut terjadi pada disfungsi endotel, menurunnya bioavailabilitas NO,

peningkatan produksi O2", dan pembentukan peroksinitrit (ONOO), yang

merupakan mediator penting pada peroksidase lipid peroxidation dan

pembentukan sel busa pada lesi aterosklerotik. Peroksinitrit dengan mudah

mengoksidasi BH4, sehingga mengakibatkan eNOS dalam keadaan

uncoupled bersamaan dengan terjadinya disfungsi endotel. Bukti

eksperimental menunjukkan bahwa pemberian BH4 dapat mengembalikan/

memperbaiki vasodilatasi yang tergantung sel endotelium pada keadaan

diabetes, dislipidemia, dan obesitas. (Van de CM, et al. 2002)

Selanjutknya, ADMA, suatu inhibitor NO endogen, mengalami

peningkatan pada penderita hipsertensi, penyakit oklusi arteri perifer, dan

penderita penyakit jantung kongestif. Kadar ADMA plasma lebih berkorelasi

dengan keberadaan/ derajat disfungsi endotel pada penderita HP. Selain itu

pemberian L-arginine pada penderita tersebut dapat memperbaiki fungsi

endotel. (Bambang P. 2010)

5. Gastropati Hipertensi Portal (GHP)

Prevalensi GHP pada pasien dengan sirosis bervariasi dari 20% sampai

98%. (Thuluvath PJ, et al. 2002). Variasi ini tampaknya disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain studi populasi yang berbeda, seleksi variabel pada pasien yang

berbeda, interpretasi yang berbeda dari lesi endoskopi dan kurangnya kriteria

diagnostik yang seragam serta klasifikasi dari hasil endoscopi yang bebeda.
23

a. Temuan klinis Gastropati Hipertensi Portal (GHP)

Beberapa penelitian telah menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi

dari PHG pada pasien dengan penyakit hati kronis yang di sertai dengan

varises esofagus dan sejarah sclerotherapy atau ligasi pada varices. ( Merli M,

et al.2004). Secara umum, data yang tersedia menunjukkan bahwa PHG sering

terkait dengan varises oesopagus. (Cubillas R,2010) prevalensi PHG

meningkat bila varises esofagus di hilangkan. (Thuluvath PJ, et al. 2002).

meskipun hal ini masih kontroversial.

Kebanyakan pasien dengan GHP tidak menunjukkan gejala, tetapi

sejumlah besar pasien menunjukan gejala yang berhubungan dengan

perdarahan saluran pencernaan kronis dan kehilangan darah / kekurangan zat

besi yang kronis (anemia). Sebagian kecil pasien menunjukkan bukti

perdarahan yang aktif pada salural pencernaan. Perdarahan kronis dari GHP

telah dilaporkan terjadi pada 3% sampai 60% dari pasien. ( Merli M, et

al.2004) (Sarin SK, et al. 2000).

Definisi perdarahan kronis yang paling umum digunakan adalah

penurunan hemoglobin dari 2 g / dL dalam jangka waktu 6 bulan tanpa bukti

perdarahan akut dan juga bukti obat nonsteroidal anti-inflamasi. Definisi

lainnya termasuk anemia defisiensi besi dengan menggunakan test feses (darah

samar) positif. Prevalensi perdarahan akut saluran cerna dari GHP pada pasien

dengan sirosis telah dilaporkan antara 2% dan 12% 0,( Merli M, et al.2004).

Sebagian besar kasus ini disebabkan oleh GHP berat (90% -95%). (D’Amico

G, et al.),( Merli M, et al.2004). Diagnosis perdarahan akut dari GHP dibuat


24

ketika perdarahan aktif dari lesi GHP yang diidentifikasi selama endoskopi,

atau jika ada bukti hipertensi portal, lesi lambung khas, dan tidak ada sumber

lain dari perdarahan tersebut yang dapat diidentifikasi setelah evaluasi lengkap

dari GI tract. (Ripoll C, et al 2010)

b. Diagnostik dan Klasifikasi Gastropati Hipertensi Portal (GHP)

Diagnosis GHP dibuat pada saat evaluasi endoskopi. Gambaran

endoskopi termasuk pola mosaik yang khas seperti sisik kulit ular, datar atau

menggelembung dengan tanda merah atau bintik-bintik merah menyerupai

ectasias vaskular atau bintik-bintik hitam-coklat. Lokasi yang paling sering

untuk GHP adalah perut dan proksimal (fundus dan bulbus). Cales P ,et al

1990) Vigneri S,et al 1991). Kapsul endoskopi juga telah digunakan dan

terbukti memiliki sensitivitas 74% dan spesifisitas 83% bila dibandingkan

dengan esophagogastroduodenoscopy (de Franchis R, et al 2008). Studi lain

yang dilakukan pada 119 pasien menunjukkan bahwa sensitivitas kapsul

endoskopi adalah 69% dan spesifisitas 99%. Hasil diagnosis pada bulbus

secara signifikan lebih besar dari pada di fundus untuk GHP (100% vs 48%),

(Aoyama T, et al.2013).

Klasifikasi GHP dilakukan berdasarkan tingkat keparahan dan

gambaran GHP. Ada beberapa sistem penilaian yang telah diusulkan, tetapi

kebanyakan ahli merekomendasikan dua kategori sistem klasifikasi meskipun

sistem tiga-kategori juga telah diusulkan (Tabel 2.2). (de Franchis R. 2000).
25

Tabel : 2 Klasifikasi Gastropati Hipertensi Portal (GHP)


Kategori Konsensus NIEC McCormack et al, Tanoue et al,
BAVANO III 1999 1985 1992
2000
Ringan Pola seperti Pola seperti Titik titik Grade 1:
Mosaik mosaik. kemerahan yang kemerahan
Derajad Ringan : merah beraturan atau rast ringan/samar
ringan (tanpa muda merata tipe scarlatina –samar
kemerahan di areola atau kemerahan mukosa yang
pada areola) Sedang :titik superfisialis lemah
merah dengan pola
mendatar pada seperti kulit ular
ariola yang
berwarna
merah muda
Berat :warna
merah
menyeluruh di
ariola
Sedang N/A N/A N/A Grade 2:
kemerahan
yang jelas +
pola reticular
di area
mukosa yang
menonjol.
Berat Tanda tanda Lesi warna Titik merah jelas Grade3:
merah atau merah dengan perdarahan Grade 2 +
tanda merah diameter diffus/menyeluruh titik
lainnya atau bervariasi, perdarahan
adanya titik datar, atau
hitam coklat. terlihat
menonjol,
tersembunyi
ataun terlihat.

Singkatan : MLP, mosaic-like pattern; NIEC, New Italian Endoscopic Club for the Study dan
pengobatan varisen oesovagus. (de Franchis R. 2000).

Klasifikasi dua gradasi diusulkan oleh konsensus Baveno III mirip

dengan versi yang lebih tua. GHP diklasifikasikan ringan ketika satu-satunya

perubahan terdiri dari pola kulit ular atau mosaik, dan diklasifikasikan
26

berat/parah ketika di samping Pola mosaik ada bintik-bintik merah datar atau

menggelembung atau hitam-coklat terlihat dan/atau ketika ada perdarahan aktif

(Gamabar 2.11). (de Franchis R. 2000).

Gambar. 11.Gambaran Portal Gastropati Hipertensi.(de Franchis R. 2000).


(A, B) Sekilas gambar PHG yang ringan. A menunjukkan gambar dari perut proksimal. B
menunjukkan gambaran dari kardia dengan bentuk klasik PHG, yang khas "seperti pola
mosaik" tanpa stigmata perdarahan yang signifikan atau eritema atau edema. (C, D) Skilas
gambar PHG yang parah. Lesi warna merah dengan diameter bervariasi, datar, atau terlihat
menonjol, tersembunyi atau terlihat. Mukosa yang tidak teratur. Bintik kemerahan mungkin
terlihat atau tidak. Dapat dilihat seperti pada D, pada gambaran dekat di perut proksimal.
27

Dua kategori sistem klasifikasi memiliki pengamatan secara

signifikan lebih baik.(Yoo HY,2002). Sebuah studi terbaru menunjukkan

bahwa Kriteria endoskopi untuk diagnosis GHP yang dikaitkan dengan tingkat

keandalan interobserver adalah pola seperti mosaik, lesi titik - titik merah, dan

bintik merah cherry.(Ide Macedo GF,2013). Pentingnya sistem penilaian klinis

ini berada pada kenyataan bahwa pasien dengan GHP yang parah memiliki

resiko lebih tinggi perdarahan atau mengalami anemia kronis dibandingkan

pasien dengan GHP yang ringan. (Stewart CA, Sanyal AJ.2003).

c. Patogenesis dan Profilaksis Gastropati Hipertensi Portal (GHP)

Patogenesis GHP ini tidak sepenuhnya dipahami. Kehadiran hipertensi

portal tampaknya menjadi penting. Meskipun beberapa penelitian masih

kontroverasi untuk menunjukkan bahwa ada korelasi linear antara tingkat

hipertensi portal dan tingkat keparahan GHP.(Ohta M et al.2002) penelitian

yang menunjukkan peningkatan GHP setelah operasi shunt atau transjugular

intrahepatik portosystemic shunt (TIPS) yang mendukung hubungan tersebut. .

(Mezawa S, et al.2001). (Kamath PS, et al.2000). Perubahan histologis utama

di GHP meliputi dilatasi kapiler dan venula di mukosa dan submukosa tanpa

peradangan yang signifikan. Beberapa studi penelitian telah menunjukkan

bahwa kelainan pada mikrosirkulasi mukosa mungkin berhubungan dengan

bendungan yang terlihat pada GHP. GHP tampaknya untuk kompensasi

sekunder karena penyumbatan aliran darah lambung. (Kamath PS, et al.2000).

Sebuah proses yang jelas utama di GHP adalah disregulasi (pengaturan) dari
28

mikrosirkulasi mukosa, yang menyebabkan mukosa hipoksia, mengubah

integritas sel epitel oleh kelebihan produksi radikal bebas oksigen, nitrat

oksida, tumor necrosis factor-a, endotelin-1, dan prostaglandins. (Kawanaka H,

et al.2001). Selain itu, karena karakteristik aliran darah terganggu, dan

mungkin disregulasi sitokin lokal, dan faktor vaskular, mukosa abnormal pada

GHP menggambarkan gangguan penyembuhan dan mekanisme pertahanan,

yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko perdarahan (Perini RF,

Camara PR,2009).

Hal ini tidak jarang untuk mengidentifikasi PHG selama skrining

endoskopi untuk varises esofagus pada pasien dengan sirosis. Dalam skenario

ini, pasien mungkin asimtomatik tanpa bukti perdarahan. Profilaksis primer

pada perdarahan saluran cerna pada pasien dengan GHP belum dinilai dan

biasanya tidak dianjurkan. Namun, manajemen dalam situasi ini perlu

dilakukan secara individual. Tingkat keparahan GHP merupakan faktor penting

untuk mengambil pertimbangan. GHP sedang tidak memerlukan profilaksis

primer. Jika pasien memiliki varises esofagus kecil dan ringan pada GHP,

penggunaan nonselektif b-blocker dapat dipertimbangkan karena secara teori

itu dapat bermanfaat untuk GHP.(Cubillas R, Rockey DC.2010). Pada pasien

dengan GHP parah dan tidak ada varises, profilaksis dengan non selektif b-

blocker harus dipertimbangkan. Namun, pendekatan pada penelitian ini masih

kontroversial dan lebih diperlukan untuk mengklarifikasi apakah b-blocker

harus dipakai sebagai profilaksis utama untuk perdarahan dari PHG.


29

6. Simvastatin

Simvastatin termasuk golongan obat statin yaitu obat yang paling efektif

dan paling dapat ditoleransi dengan baik untuk mengatasi peningkatan low-density

lipoprotein cholesterol (LDL-C). Obat ini merupakan kompetitif inhibitor 3-

hydroxy-3-methylglutaryl coenzim A (HMG-CoA) reduktase, enzim yang

bertanggung jawab merubah HMG-CoA menjadi mevalonat yang merupakan

langkah penentu kecepatan biosintesis kolesterol (Tamargo et al, 2007; Goodman

dan Gillman, 2008; Sadowitz et al., 2010). Simvastatin mempunyai struktur mirip

HMG-CoA yang dapat menghambat HMG-CoA reduktase dengan cara mengikat

sisi aktif enzim tersebut sehingga tidak dapat berikatan dengan substrat aslinya

(Tamargo et al., 2007; Yanez et al., 2008). Hal ini akan berakibat HMG-CoA tidak

dapat dirubah menjadi mevalonat dan akan terjadi penurunan sintesis kolesterol

terutama di hepatosit (Yanez et al., 2008).

Struktur statin dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu analog HMG-CoA,

struktur hydrophobic ring yang berikatan dengan HMG-CoA redukatase dan side

ring group yang menentukan solubilitas statin (Sadowitz et al., 2010). Simvastatin

adalah lipofilik statin, sedangkan pravastatin dan rosuvastatin adalah hidrofilik

statin (Tamargo et al., 2007; Sadowitz et al., 2010). Lipofilik statin dapat dengan

mudah menembus membran sel di semua organ, akumulasinya di hepatosit karena

difusi pasif, sedangkan akumulasi hidrofilik statin di liver melalui carrier-

mediated uptake. Distribusi lipofilik statin jauh lebih luas dibandingkan hidrofilik

statin sehingga efek pleiotrofik lipofilik statin lebih banyak dibandingkan

hidrofilik statin (Sadowitz et al., 2010).


30

Gambar 12. Stuktur molekul simvastatin

Absorbsi intestinal statin bervariasi antara 30-50% (Goodman dan Gillman, 2008).

Absorbsi Simvastatin tidak dipengaruhi makanan. Pemberian statin sebaiknya

pada malam hari karena sintesis kolesterol endogen paling tinggi saat malam

(Knopp, 1999). Simvastatin dan lovastatin digunakan masih dalam bentuk

inactive lactone sehingga perlu dirubah menjadi bentuk active β-hydroxy acid di

liver (Goodman dan Gillman, 2008; Stancu dan Sima, 2001).

Seluruh statin yang diserap akan melalui metabolisme pertama di liver,

tetapi mekanisme masuk ke liver berbeda-beda. Bentuk lipofilik lactone dari

simvastatin diserap ke liver dengan cara difusi (Goodman dan Gillman, 2008).

Liver merupakan organ target statin, persentase dosis statin yang berada di liver

sebagai berikut; fluvastatin dan lovastatin > 70%, simvastatin > 80%, pravastatin

> 46%, sedangkan atorvastatin dan cerivastatin belum ada data (Stancu dan Sima,

2001). Akibat dari metabolisme pertama di liver menyebabkan bioavailabilitas

statin bervariasi antara 5-30% dari dosis yang diberikan. Di plasma, semua statin

dan metabolitnya berikatan dengan protein > 95%, kecuali pravastatin dan

metabolitnya yang hanya 50% berikatan denga protein plasma (Goodman dan

Gillman, 2008).
31

Konsentrasi simvastatin di plasma setelah pemberian oral mencapai

puncak setelah 1-4 jam. Waktu paruh komponen induk 1-4 jam. Biotransformasi

statin terjadi di liver dan lebih dari 70% diekskresi melalui liver yang selanjutnya

dibuang melalui feses (Goodman dan Gillman, 2008). Rute ekskresi utama

melalui empedu setelah mengalami biotransformasi di liver, sebagian kecil di

ekskresi melalui ginjal sehingga konsentrasinya akan lebih tinggi pada pasien

penyakit ginjal dan perlu dosis yang lebih kecil pada pasien dengan penyakit liver.

Kontraindikasi semua statin untuk diberikan pada wanita hamil karena bersifat

teratogenik, tetapi statin tidak mempengaruhi steroidogenesis di adrenal dan

gonadal (Knopp, 1999).

Statin menghambat biosintesis kolesterol, yaitu pada jalur konversi

HMG-CoA menjadi mevalonat. Ketika sintesis kolesterol dihambat maka

hepatosit akan merespon dengan meningkatkan sintesis HMG-CoA dan

meningkatkan reseptor LDL pada permukaan hepatosit, sehingga ambilan LDL

meningkat (Goodman dan Gillman, 2008; Yanez et al., 2008). Hal ini akan

menurunkan kadar LDL kolesterol dari 55% menjadi 22%. Oleh karena itu, efek

statin terutama meningkatkan ambilan LDL kolesterol plasma dibandingkan

penurunan sintesis kolesterol (Yanez et al., 2008). Statin juga dapat menurunkan

kadar LDL dengan cara menurunkan produksi Very Low Density Lipoprotein

(VLDL) di hepar sehingga prekursor LDL (VLDL dan IDL) akan menurun.

Mekanisme ini merupakan penyebab penurunan trigliseride akibat statin dan

bertanggung jawab pada penurunan sekitar 25% LDL kolesterol pada pasien
32

familial hiperkolesterolemia homozigot yang diterapi dengan 80 mg atorvastatin

atau simvastatin (Goodman dan Gillman, 2008).

a. Efek Pleiotrofik Simvastatin

Simvastatin, selain mempunyai kemampuan menurunkan kadar LDL

kolesterol tetapi juga mempunyai efek-efek yang lain. Efek simvastatin selain

menurunkan kadar kolesterol seringkali disebut sebagai efek pleiotrofik, yang

diambil dari bahasa Yunani; pleio berarti banyak, dan tropos berarti sifat

(Kotyla, 2010; Yanez et al., 2008). Efek ini terjadi segera setelah dimulai terapi

dan seringkali mendahului efek penurunan kolesterol (Kotyla, 2010).

Mekanisme efek pleiotrofik statin berhubungan dengan inhibisi

sintesis isoprenoid intermediates jalur mevalonat seperti isopentenyl

adenosine, farnesylpyrophosphate dan geranyl-geranyl pyrophosphate.

Intermediate ini berfungsi sebagai pengait protein ke lipid di membran sel

(lipid anchors) untuk modifikasi paska translasi sejumlah protein yang terlibat

dalam jalur transduksi sinyal intraseluler termasuk heterotrimeric G proteins

dan small guanosine-triphosphate (GTP)-binding protein, seperti Ras, Rho dan

Rac1 (Tamargo et al., 2007). Small molecular weight G-protein tersebut

terlibat dalam proliferasi sel, diferensiasi, apoptosis, migrasi, kontraksi dan

pengaturan trankripsi gen (McFarlane et al, 2002).


33

Gambar 13. Mekanisme efek pleiotrofik statin dengan inhibisi sintesis


isoprenoid intermediates jalur mevalonat (Mc Farlane et al, 2002)

Pengaitan (anchoring) small G-protein ke membran sel membutuhkan

phrenylation; Ras membutuhkan farnesylation sedangkan Rho membutuhkan

geranylgeranylation. Small G-protein berada di sitoplasma dalam bentuk

inaktif berikatan dengan guanosine diphosphate (GDP), untuk menjadi aktif

membutuhkan phrenylation sehingga GDP menjadi GTP (guanosine

triphosphate), kemudian terjadi translokasi ke membran sel yang akan

menimbulkan aktivitas biologisnya (McFarlane et al., 2002). Statin akan

menghambat proses phrenylation dengan menghambat pembentukan

farnesylation dan geranylgeranylation small G-protein dengan cara

menghambat konversi HMG-CoA menjadi mevalonat sehingga tidak terbentuk

substrat untuk proses phrenylation seperti tampak pada gambar 2.19


34

(McFarlane et al., 2002; Paul dan Gahtan, 2003, Wolfrum et al., 2003;

Tamargo et al., 2007; Yanez et al., 2008; Kotyla, 2010; Sadowitz et al., 2010).

Isoprenoids penting untuk mempertahankan fluiditas membran,

pertumbuhan dan proliferasi sel, ekspresi gen, assembly cytoskeletal dan

motilitas sel, pengambilan lipid dan protein, nuclear transport dan pertahanan

host. Efek pleiotrofik statin meliputi memperbaiki disfungsi endotel, modulasi

fungsi autonom, stabilisasi plak, antioksidan, antiinflamasi, antitrombotik dan

kardioprotektif (Tamargo et al., 2007).

Ras berhubungan dengan migrasi dan proliferasi VSMC serta

penumpukan fatty streaks. Berbagai penelitian membuktikan, inhibisi aktivasi

Ras akan menurunkan progresi aterosklerosis dan hiperplasi neointima

(Sadowitz et al., 2010). Ras terletak diatas (upstream) jalur Mitogen-activated

protein kinase (MAPK) sehingga inhibisi Ras maka akan terjadi inhibisi MAPK

(Paul dan Gahtan, 2003).

Gambar 14. Efek statin pada aktivitas small G-protein.(McFarlane et


al., 2002).
35

Rho mempunyai aktivitas biologis yang sangat luas, meliputi

pengaturan actin cytoskeleton, migrasi seluler, perkembangan neuronal,

morfogenesis, transkripsi gen dan stabilitas messanger Ribonucleic acid

(mRNA) serta divisi dan adhesi sel. Juga berperan pada struktur dan fungsi

vaskuler. Secara singkat, efek Rho terhadap VSMC dan sel endotel adalah

proaterogenik (Sadowitz et al., 2010).

Rac mengaktifkan Nicotinamide adenine dinucleotide phosphate

(NADPH) oksidase pada Smooth Muscle Cell (SMC) dan endotel, merupakan

sumber utama ROS pada dinding vaskuler. Peningkatan produksi ROS akan

berakibat terjadinya disfungsi endotel dan perkembangan aterosklerosis.

Wassmann et al melaporkan bahwa atorvastatin menurunkan produksi ROS

yang dipicu oleh angiotensin II dan endothelial growth factor (EGF). Lebih

lanjut dijelaskan bahwa atorvastatin tersebut menurunkan Rac di membran dan

meningkatkan Rac di sitoplasmik sehingga terjadi penurunan aktivitas NADPH

oksidase (Paul 2003).

Kureishi et al melaporkan bahwa statin dapat mengaktivasi Akt yang

penting dalam metabolisme dan apoptosis. Akt merupakan bagian jalur

Phosphatidil Inositol-3 Kinase (PI-3K), aktivasi Akt oleh statin akan

menghambat apoptosis dan meningkatkan produksi eNOS pada sel endotel

(Wolfrum et al., 2003). Aktivasi PI-3K akan merubah keseimbangan kearah

antiapoptosis (Bcl-2) sehingga tidak terjadi aktivasi caspase-9 (Wolfrum et al.,

2003). Aktivasi Akt mengakibatkan peningkatan ekspresi glucose transporter-

4 (GLUT-4) yang akan mengatasi resistensi insulin dan peningkatan produksi


36

eNOS dengan cara melepas ikatan eNOS-caveolin dan mengikatkan eNOS

dengan calmodulin (McFarlane et al., 2002).

Gambar 15. Efek pleiotrofik statin pada sintesis NO. (Antonopoulos AS et al,
2012).

Statin berefek positif pada ekspresi gen eNOS, eNOS mRNA dan

tingkat protein serta eNOS berpasangan. Dengan menghambat pembentukan

isoprenoid intraseluler, statin mengurangi aktivasi protein kecil GTPase Rho,

mengakibatkan peningkatan ekspresi gen eNOS melalui Klf2 dan stabilisasi

eNOS mRNA oleh polyadenylation. Ekspresi gen eNOS juga meningkat

melalui stimulasi jalur PI3-Akt oleh statin. Upregulation Heat stroke protein

90 (Hsp90) oleh statin mungkin juga meningkatkan Jalur PI3-Akt. PI3-Akt dan

Hsp90 keduanya menginduksi eNOS protein fosforilasi di Ser1177 yang akan

meningkatkan aktivitas eNOS. Caveolin-1 diketahui mengatur lokalisasi

subselular eNOS dan menginaktivasi enzim tersebut. Sedangkan statin


37

mengurangi ekspresi caveolin-1 dan karenanya meningkatkan eNOS di sitosol.

Penghambatan HMG-CoA reduktase intraseluler oleh statin meningkatkan

ekspresi GTP cyclohydrolase 1 (GCH1) mRNA, gen yang mengkodekan GTP

cyclohydrolase (GTPCH), penghambatan enzim tersebut di biosintesis

tetrahydrobiopterin (BH4) sangat penting untuk perangkaian eNOS. Statin juga

secara tidak langsung meningkatkan perangkaian eNOS kopling dengan

menurunkan generasi O2 vaskular. Inaktivasi Rac1 oleh statin menghambat

aktivitas NADPH oksidase dan NAPDH oksidase derived O2 sementara

pengambilan langsung O2 oleh statin juga telah dilaporkan. O2 mengurangi

bioavailabilitas NO dengan bereaksi membentuk ONOO- hal tersebut terutama

bertanggung jawab pada BH4 oksidasi. Akhirnya, peningkatan

Dimethylarginine dimethylaminohydrolase (DDAH) oleh statin, enzim yang

bertanggung jawab untuk katabolisme ADMA menyebabkan menurunnya

ADMA dan meningkatkan rangkaian eNOS (Antonopoulos AS, 2012).

Pada sirosis hepatis akan terjadi hiperteni portal (HP) yang akan

bertindak sebagai Damage Associated Molecular Pattern (DAMP) yang akan

ditangkap oleh Antigen Processing and Presenting Cell (APC) melalui jalur

Toll Like Receptor-9 (TLR 9) dan akan mempresentasikannya melalui MHC II,

kejadian ini akan merubah keseimbangan kearah Th1 yang akan menghasilkan

Colony Stimulating Factor (CSF) dan Interferon-γ (IFN-γ). CSF akan

mengaktifkan netrofil, dan IFN-γ akan mengaktivasi makrofag untuk

mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, Interleukin (IL-1, IL-6 dan

IL-8). Kondisi ini merupakan kejadian low grade inflamation pada sirosis
38

hepatis dan dapat menyebabkan disfungsi endotel sehingga terjadi penurunan

produksi kadar nitrit oksida. Pada hipertensi portal, terjadi low grade

inflammation. Inflamasi ditandai oleh pelepasan pro inflammatory sitokin

seperti TNF-, IL-1 , dan IL-6 dan mediator inflamasi termasuk NO,

Prostaglandin E2 (PGE2), iNOS dan Cyclooxigenase (COX). Nucleus Factor

kappa Beta (NFκ) memiliki peran dalam kekebalan seminal, karena hal itu

akan mengaktifkan gen pro inflamasi encoding. Hal ini diaktifkan oleh

fosforilasi, ubiquitination, dan degradasi proteolitik berikutnya dari Inhibitor

of Kappa  Kinase (IKK). NFκ yang dibebaskan bertranslokasi ke inti dan

mengikat sebagai faktor transkripsi motif Kappa  (k) dalam target promotor

gen, yang mengarah ke transkripsi. Antioksidan dapat menghambat aktivasi

nucleus factor κβ (NFκ) (Guntur 2008).

Interleukin-6 akan menstimulir hepatosit sehingga hepatosit akan

mengekspresikan Hs-CRP. Hs-CRP akan menghambat enzim NO Synthase

(NOS) sehingga produksi NO berkurang. Hs-CRP akan mengaktifkan Nuclear

Factor Kappa Beta (NF-ĸB) yang akan mengakibatkan ekspresi sitokin pro-

inflamasi makin bertambah. Hs-CRP merangsang endothel pembuluh darah

menghasilkan ICAM, serta merangsang reseptor AT-1R sehingga menghasilkan

ROS, Vascular Endothel Growth Factor (VEGF) yang akan mengakibatkan

restenosis pembuluh darah (Malaponte G, 2002).


39

IL-6

Sel Hepar

HCRP

Disfungsi endothel

↓ eNOS mRNA NFkβ aktif ↑ ET-1 ↑ VCAM ↑ AT-1R

↓ NO ↑ ekspresi Sitokin ↑ ICAM ↑ MCP-1


↑ ROS
↓ BCL-2 ↑ VSM proliferasi
↑ Restenosis
↑ Apoptosis Endothel
(Szmitko PE, 2003)

Gambar 16. Pengaruh Hs-CRP terhadap disfungsi endotel dan produksi


sitokin (Szmitko, 2003).

Statin mempunyai kemampuan antioksidan sehingga mampu sebagai

antioksidan berperan sebagai inhibitor terhadap Inhibitor κβ kinase (IKK)

sehingga aktifasi NFκβ terhambat akibatnya terjadi penurunan jumlah sitokin

proinflamasi diantaranya IL-6 dan TNF-α. TNF-α yang berlebihan akan

memicu terjadinya stres oksidatif (Guntur, 2008)

Gambar 17. Antioksidan menghambat sitokin proinflamasi (Guntur, 2008)


40

Dalam sel-sel pembuluh darah, aktivasi reseptor Angiotensin 1 (AT1)

angiotensin oleh angiotensin II adalah salah satu mekanisme yang paling

menonjol dari produksi ROS in vitro maupun in vivo. Tingkat ekspresi reseptor

AT1 mengikuti dan dipengaruhi oleh up atau down-regulasi dari aktivitas renin

angiotensin sistem (RAAS). Reseptor AT1 diatur oleh berbagai agen

pathophysiologically penting dan hormon, seperti estrogen dan lipoprotein

pada in vitro maupun in vivo, menunjukkan peran penting reseptor ini dalam

perkembangan aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Telah ditunjukkan

bahwa statin menghambat isoprenylation posttranslational GTP-binding

protein kecil dalam sel otot polos pembuluh darah. Rac1 GTPase diduga

penting bagi aktivasi NADPH oksidase dan pelepasan radikal bebas. Rac1

adalah pascatranslasi geranylgeranylated. Pemberian statin menurunkan

translokasi membran Rac1 bawah kondisi basal dan benar-benar mencegah

angiotensin II yang dimediasi peningkatan ekspresi Rac1 dalam membran sel

(Wassmann S et al, 2001).

Statin secara umum dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang

paling penting adalah toksisitas ke liver dan otot. Miopati dapat terjadi bila

inhibitor sitokrom P-450 atau inhibitor metabolisme statin yang lain diberikan

bersamaan dengan statin sehingga terjadi peningkatan kadar statin dalam darah

(Stancu dan Sima, 2001). Lovastatin, simvastatin, atorvastatin, dimetabolisme

oleh sitokrom P-450 3A4; fluvastatin oleh sitokrom P-450 2C9; sedangkan

pravastatin tidak melalui sitokrom P-450 tatapi melalui proses sulfation. Obat

yang menghambat sitokrom P-450 akan meningkatkan kadar statin sehingga

efek samping juga akan meningkat, sedangkan obat yang menginduksi


41

sitokrom P-450 akan menurunkan kadarnya sehingga menurunkan aktivitas

biologisnya (Knopp, 1999).

Hepatotoksisitas terjadi kurang dari 1% pasien yang diberikan statin

dosis tinggi dan lebih jarang lagi pada dosis rendah (Knopp, 1999).

Hepatotoksisitas berat sangat jarang terjadi, hanya satu kasus persejuta orang

pemakai statin pertahun (Goodman dan Gillman, 2008). Bahkan kebanyakan

hepatologis sudah tidak menganggap statin menyebabkan hepatotoksis yang

signifikan. Para ahli tersebut menyimpulkan peningkatan aminotransferase

sehubungan terapi statin bukan merupakan bukti kerusakan liver (Bader, 2010).

Efek samping yang paling signifikan terkait pemakaian statin adalah

miopati. Insiden miopati sangat rendah (0,01%) tetapi resiko miopati dan

rhabdomyolysis meningkat sesuai dengan peningkatan kadar statin di plasma.

Faktor yang menghambat katabolisme statin seperti usia lanjut (>80 tahun),

gangguan hepar dan renal, periode perioperatif dan hipotiroidisme akan

meningkatkan resiko tersebut. Obat-obat seperti fibrat terutama gemfibrozil,

siklosporin, digoxin, warfarin, antibiotik golongan makrolide, mibefradil dan

antijamur golongan azole juga meningkatkan resiko miopati (Goodman dan

Gillman, 2008).

Meta-analisis terhadap tujuh penelitian randomized control trial

(RCT) yang melibatkan 29.395 pasien dengan terapi intensif dan kurang

intensif statin, diikuti selama minimal satu tahun, didapatkan efek samping

peningkatan aminotransferase hanya 1% dan miopati hanya 0,05%. Dan

disimpulkan terapi statin aman dan ditoleransi baik (Josan et al, 2008).

Pemakaian statin pada wanita hamil dan menyusui sebaiknya dihindari karena

keamanannya belum jelas (Goodman dan Gillman, 2008).


42

Kumar et al melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh terapi

statin terhadap resiko dekompensasi hati pada 82 orang dengan sirosis hati

yang telah ditegakkan dengan biopsi, diberikan statin selama minimal 3 bulan

untuk pengobatan dislipidemia. Dibandingkan dengan subyek kontrol 162

dengan sirosis hati tapi tidak diberikan statin. Durasi rata-rata penggunaan

statin 25 bulan. Median follow up adalah 36 bulan untuk kelompok statin dan

30 bulan untuk kelompok kontrol. Didapatkan penggunaan statin dikaitkan

dengan penurunan 56 % resiko dekompensasi hati (95 % confidence interval

[CI] , 0,27-0,71) . Kejadian dekompensasi lebih sedikit pada kelompok statin

dibandingkan pada kelompok kontrol (39,5 % vs 55,6 % , P = 0.01) (Kumar et

al, 2012).

B. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dibutuhkan dalam mendukung kajian teori yang

dikemukakan, sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan kajian untuk hipotesis.

Hasil penelitian dan teori yang relevan dengan penelitian ini adalah:

S Kumar dkk, melakukan penelitian pada 81 pengguna statin dan 162

kontrol dilakukan follow up selama 36 bulan. Dimana 70,4 % merupakan pasien

Child-Pugh A menurut Model for End-Stage Liver Disease ( MELD ), tidak ada

perbedaan signifikan antar kelompok pada albumin, varises dan penggunaan

penyekat beta. Pengguna statin memiliki angka kematian lebih rendah pada

analisis multivariat (HR 0,53 , p = 0,01), dan pada analisis Kaplan-Meier pasien

Child-Pugh A memiliki kelangsungan hidup yang lebih panjang. Analisis

multivariat Cox menunjukkan risiko yang lebih rendah terjadi dekompensasi pada

perlakuan statin. (Kumar dkk., 2014).


43

Dalam penelitian Trocha dkk, didapatkan efek dari simvastatin (SV) pada

level Sintase oksida nitrat, dan arginine (Arg) dan turunannya dievaluasi di hati

tikus pada kondisi iskemia-reperfusi (I/R). Konsentrasi Arg meningkat secara

signifikan pada kelompok dengan pemberian Simvastatin, meskipun sebelumnya

menurun secara signifikan selama 30 menit pada awal reperfusi di kedua

kelompok Simvastatin dan kontrol. Konsentrasi eNOS secara signifikan lebih

tinggi pada kelompok Simvastatin dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Simvastatin memberikan tindakan protektif dengan meningkatkan kadar eNOS

dalam kondisi normal dan tingkat Arg setelah iskemia dan dengan mencegah

peningkatan yang signifikan dalam konsentrasi iNOS setelah I/R. (Trocha dkk.,

2010).

Telah dilaporkan pula bahwa statin juga memiliki efek antioksidan yang

dapat memperbaiki disfungsi endotel, termasuk efek penghambatan terhadap

oksidasi LDL dan peningkatan regulasi eNOS. Akhirnya, statin dapat

menghambat IL-1b serta peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) dan

yang dikenal sebagai mediator inflamasi. Mengingat efek pleotropik antioksidan

dan antiinflamsi (Ritzel dkk., 2002). Pada pasien SH, peningkatan level nitrat dan

nitrit, hasil degradasi dari oksidasi NO, telah diteliti. Pada sistem vaskular

splangnik tikus uji dengan hipertensi portal, overproduksi NO telah diuji

bertanggung jawab kepada hiposensitifitas vasopresor. Lebih jauh, inhibisi

produksi NO mengurangi shunting portosistemik dan melindungi secara luas

pembentukan sirkulasi hiperdinamik. (Montesa, 2009).


44

C. Kerangka pikir

1. kerangka Konseptual

VIRUS

SEL KUFFER

SIMVASTATIN NFkβ

IL 6 TNF α IL 1β TGF β1

HEPATOSIT FIBROSIS

CRP ECM

D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN

E SELEKTIN

iNOS eNOS

PMN

NEKROSE

NO

S I R O S I S H E P A T I S

GASTROPATI
HIPERTENSI PORTAL

Gambar 18. Kerangka konsep


45

Keterangan :

1. : menghambat 5. : menurunkan

2. : mengaktivasi 6. : meningkatkan

3. : meningkatkan 7. : menurunkan

4. : variabel tergantung 8. : variabel bebas

2. Keterangan Bagan Kerangka Konseptual

Pada sirosis hati terjadi peningkatan tekanan portal dengan dasar tersebut

kita melakukan hipotesa bahwa terdapat rangsangan mekanik “Shear Stess” dan

biokimiawi pada pasien dengan hipertensi portal karena sirosis hati maka akan

terjadi “Endotel injuri”yang lama kelamaan akan menjadi “Endotel disfunction”

(Disfungsi Endotel). Disfungsi endotel sinusoidal pada sirosis hati dihubungkan

dengan menurunnya aktivitas Endotel Nitrite Oxide Synthase (eNOS) meskipun

ekspresi protein masih normal. Kekurangan produksi endotel NO ini

bermanifestasi sebagai suatu hiper responsif vasokonstriksi yang disebabkan oleh

berkurangnya vasodilatasi yang bergantung pada endothelium (Abralges JG et al,

2007).

Aktivasi reseptor AT1 angiotensin oleh angiotensin II adalah salah satu

mekanisme yang paling menonjol dari produksi ROS in vitro maupun in vivo.

Telah ditunjukkan bahwa statin menghambat isoprenylation posttranslational

GTP-binding protein kecil dalam sel otot polos pembuluh darah. Rac1 GTPase

diduga penting bagi aktivasi NADPH oksidase dan pelepasan radikal bebas. Rac1

adalah pascatranslasi geranylgeranylated. Pemberian statin menurunkan


46

translokasi membran Rac1 bawah kondisi basal dan benar-benar mencegah

angiotensin II yang dimediasi peningkatan ekspresi Rac1 dalam membran sel

(Wassmann S et al, 2001).

Kerusakan endotel maka endotel akan mengekspresiksn sitokin-sitokin pro

inflamasi antara lain adalah TNF ά , IL6, IL1β dan TGFβ1, TNF ά yang dapat

menstimulasi endotel mengeluarkan e-selektin, e-selektin ini akan mengikat (tight

binding) PMN sehingga dapat dimasukan kedalam ke sub endotel pembuluh darah

(diapesis). Bila PMN berlebihan akan mengekspresikan lisosim yang akan

melisiskan (nekrosis) endotel dan sel-sel lain sehingga terjadi kerusakan

pembuluh darah berupa fragmen. Fragmen ini yang akan ditangkap oleh reseptor

signaling yaitu TLR-4 yang akan menstimulasi target sel yaitu sel kuffer pada

organ hati dengan cara mengktivasi NFĸβ. Aktivasi NFĸβ akan menyebabkan

peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-8. IL-6 bila

berebihan akan menstimulasi sel target (sel kuffer) sehingga hepatosit akan

mengekspresikan HsRCP yang akan mengakibatkan disfungsi endotel yang akan

menyebabkan terhambatnya enzim NOS sehingga produksi NO berkurang yang

berakibat berkurangnya bcl dan akan meningkatkan apoptosis dari endotel sel.

Hipertensi portal akan bertindak sebagai Damage Associated Molecular

Pattern (DAMP) yang akan ditangkap oleh Antigen Processing and Presenting

Cell (APC) melalui jalur Toll Like Receptor-9 (TLR 9) dan akan

mempresentasikannya melalui MHC II, kejadian ini akan merubah keseimbangan

kearah Th1 yang akan menghasilkan Colony Stimulating Factor (CSF) dan

Interferon-γ (IFN-γ). CSF akan mengaktifkan netrofil, dan IFN-γ akan


47

mengaktivasi makrofag untuk mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF-α,

Interleukin (IL-1, IL-6 dan IL-8). Kondisi ini merupakan kejadian low grade

inflamation pada HP dan dapat menyebabkan disfungsi endotel sehingga terjadi

penurunan produksi kadar nitrit oksida. Pada hipertensi portal, terjadi low grade

inflammation. Inflamasi ditandai oleh pelepasan pro inflammatory sitokin seperti

TNF-, IL-1 , dan IL-6 dan mediator inflamasi termasuk NO, PGE2, iNOS dan

Cyclooxigenase (COX) (Guntur 2008).

Statin mempunyai kemampuan antioksidan sehingga mampu sebagai

antioksidan berperan sebagai inhibitor terhadap Inhibitor κβ kinase (IKK)

sehingga aktifasi nucleus factor κβ (NFκβ) terhambat akibatnya terjadi penurunan

jumlah sitokin proinflamasi diantaranya IL-6 dan TNF-α. TNF-α yang berlebihan

akan memicu terjadinya stres oksidatif (Guntur, 2008).

Statin berefek positif pada ekspresi gen eNOS, eNOS mRNA dan tingkat

protein serta eNOS berpasangan. Dengan menghambat pembentukan isoprenoid

intraseluler, statin mengurangi aktivasi protein kecil GTPase Rho, mengakibatkan

peningkatan ekspresi gen eNOS melalui Klf2 dan stabilisasi eNOS mRNA oleh

polyadenylation. Ekspresi gen eNOS juga meningkat melalui stimulasi jalur PI3-

Akt oleh statin. Upregulation Hsp90 oleh statin menginduksi eNOS protein

fosforilasi di Ser1177 yang akan meningkatkan aktivitas eNOS. Statin mengurangi

ekspresi caveolin-1 dan karenanya meningkatkan eNOS di sitosol. Statin

meningkatkan ekspresi GCH1 mRNA, gen yang mengkodekan GTPCH,

penghambatan enzim tersebut di biosintesis BH4 sangat penting untuk

perangkaian eNOS. Inaktivasi Rac1 oleh statin menghambat aktivitas NADPH

oksidase dan NAPDH oksidase derived O2 , O2 akan mengurangi bioavailabilitas


48

NO dengan bereaksi membentuk ONOO-. Peningkatan DDAH oleh statin

menyebabkan menurunnya ADMA dan meningkatkan rangkaian eNOS

(Antonopoulos AS, 2012).

Hal tersebut yang mendasari hipotesis bahwa simvastatin berpengaruh

terhadap kadar NO dan penurunan tekanan vena porta yang ditandai dengan

menurunnya kecepatan aliran vena porta pada pasien SH.

D. Hipotesis Penelitian

1. Ada efek pemberian simvastatin terhadap kadar nitrit oksida pada

pasien sirosis hati.

2. Ada efek pemberian simvastatin terhadap perbaikan gambaran

gastropati hipertensi portal (GHP) melalui Endoscopi pada pasien

sirosis hati.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret Surakarta / Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta

2. Waktu

Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini selama 5 bulan dengan jadwal

penelitian sebagai berikut.

Tabel 3. Jadwal Penelitian

Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V


I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Pesan reagen Olah
Penelitian Pelaporan
Sampling Run in periode data

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan

metode randomized double blind controlled trial.

C. Subjek Penelitian dan Besar Sampel

Subjek penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

1. Populasi sasaran:

Pasien Sirosis Hepatis dengan pengobatan rutin standar propanolol 10 mg per

hari dan spironolakton 100 mg per hari.

49
50

2. Populasi sumber:

Pasien Sirosis Hepatis yang dirawat maupun kontrol rutin tiap bulan di Poli

Gastroentero-Hepatologi RSUD dr. Moewardi Surakarta.

3. Sampel:

Diambil secara acak pada pasien SH yang dirawat atau berobat di poli

Gastroentero-Hepatologi RSUD dr. Moerwardi Surakarta, memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi serta bersedia ikut dalam penelitian dengan

menandatangani blangko persetujuan.

Kriteria inklusi:

1. Usia 18 s/d 60 tahun

2. Sirosis Hepatis ditandai secara klinis, laboratorium dan USG Hepar

Kriteria Eklusi :

1. Pasien Hamil

2. Pasien menderita Sepsis

3. Pasien Encephalopathy grade IV

4. Hepatocelluar Carsinoma

5. Kelainan ginjal obstruksi (nefrolitiasis dan urethrolitiasis)

6. Gagal ginjal kronik

7. Post operasi Transjugular intra hepatic portosystemik shunt

8. Terapi Simvastatin > 3 bulan

Penentuan besar sampel (sample size) melibatkan parameter tingkat

kesalahan (error term) atau α dan tingkat kekuatan pengujian (power test) atau 1 -
51

β Formulasi besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (Dahlan,

2009; Santjaka, 2011)

(Z1  Z1 )2  2
n
2
dimana:

n : besarnya sampel.

Z1-α : nilai standar normal tingkat kesalahan, jika α = 0,05 maka

Z1-α = 1,96.

Z1-β : nilai standar normal power test, jika 1 - β = 0,90 maka:

Z1-β = 1,282.

δ : selisih yang diinginkan (difference of interest)

σ : besarnya penyimpangan (standar deviasi) yang bisa ditolerir.


2 2
Karena untuk kelompok sampel berpasangan berlaku: δ = σ = 1,
sehingga:

n  (Z1  Z1 )2
maka dengan kondisi diatas, penelitian ini menggunakan ukuran sampel minimal
adalah:
2
n = (1,96 + 1,282) = 10,51 dibulatkan menjadi 11.
Dengan demikian sampel minimal dalam penelitian ini adalah 11

responden dalam setiap kelompok. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan

mempertimbangkan kemungkinan terjadi drop out maka ditetapkan angka drop

out sebesar 10% (Sri dkk., 2011). Dengan mempertimbangkan minimal besar

sampel dan drop out maka diambil sampel sebesar 15 pasien SH (n=15 pasien

untuk tiap kelompok) sehingga besar sampel telah cukup memadai dan memenuhi
52

formulasi besar sampel. Teknik pengambilan sampel dengan simple random

sampling menggunakan program Open Epi versi 2.3.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Klasifikasi variabel penelitian:

a. Variabel bebas : Simvastatin

b. Variabel tergantung :

Variabel tergantung adalah variable yang akan diteliti yaitu

1) Gastropati Hipertensi Portal (GHP)

2) Nitrit Oksida (NO).

2. Definisi operasional variabel

Tabel 4. Definisi Operasional

Parameter Definisi Alat Satuan Skala


Ukur Data Data
NO Adalah substansi vasoaktif yang berperan ELISA μM Rasio
sebagai vasodilator. Kadar NO diukur dari
spesimen plasma darah dengan hasil
membentuk kurva standar menggunakan
analisis regresi linier, kemudian menghitung
konsentrasi nitrit dalam sampel berdasarkan
kurva standar atau rumus regresi linier yang
berada dalam kit kontrol.

Gastropathi Adalah gambaran pola mosaik/sisik ular Kuantitatif Ordin


Hipertensi yang khas datar atau menggelembung baik dengan al
dengan atau tanpa bintik-bintik merah / Endoscopy
Portal bintik-bintik coklat perdarahan untuk OLYMPUS
menilai gambaran pada gaster yang di EXERA
sebabkan oleh hipertensi portal sebagai (CV-180)
komplikasi dari sirosis hepatis sesuai kriteria
Baveno III. Derajad satu: Pola seperti
mosaik derajad ringan (tanpa kemerahan
pada areola). Derajad dua: diantara derajad
satu dan dua, Derajad tiga: Tanda tanda
merah atau tanda merah lainnya atau adanya
titik hitam coklat.
53

Simvastatin Merupakan senyawa yang berperan sebagai - mg/dl Nomi


kompetitif inhibitor terhadap (HMG-CoA) nal
reduktase . Adapun efek pleotropik dari
statin yang diharapkan pada penelitian ini
mempuyai peran terhadap perbaikan fungsi
endotel yang nantinya meningkatkan
produksi NO.

E. Cara Kerja

Subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil sebanyak 30

orang secara acak dengan metode simple random sampling kemudian dibagi

menjadi dua kelompok yaitu kelompok uji dan kelompok kontrol masing-masing

n=16. Proses pengambilan sampel dan membaginya menjadi dua kelompok

menggunakan program komputer Open Epi versi 2.3. Selama penelitian

berlangsung, regimen terapi tidak dirubah.

1. Perlakuan:

a. Kelompok uji: Simvastatin 20mg/hari, diminum antara jam 18.00-21.00,

selama 28 hari.

b. Kelompok kontrol: Diberikan plasebo.

2. Monitoring:

a. Dilakukan monitoring tiap dua minggu untuk mengetahui efek samping

yang timbul dengan wawancara dan pemeriksaan fisik. Dicari adanya

konstipasi, flatulensie, dispepsia, nyeri abdomen, mialgia dan keluhan

lain terkait efek samping pemakaian simvastain/plasebo.

b. Bila ada indikasi akan dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium

seperti serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT), serum


54

glutamic-pyruvic transaminase (SGPT), ureum, kreatinin dan kreatin

kinase.

c. Dilakukan penghitungan jumlah obat tiap kali kontrol, dikatakan patuh

bila jumlah obat yang minum 90 – 110 % (Krysiak dkk., 2010).

d. Selama perlakuan, subyek akan dieksklusi bila terdapat salah satu dari

berikut ini; kepatuhan minum obat < 80% atau > 120%, efek samping

serius dari obat yang diteliti dan masuk rumah sakit (Tharavanij dkk.,

2010).

3. Tindakan bila ada efek samping:

a. Penanganan efek samping sesuai indikasi.

b. Melaporkan kejadian tersebut ke Komisi Etik secepatnya.

4. Teknik pengambilan darah dan penanganan spesimen:

a. Pemeriksaan Nitrit oksida dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan.

b. Pemeriksaan darah tersebut dilakukan setelah puasa selama 12 jam.

c. Dilakukan pemeriksaan Nitrit oksida, melalui vena antecubiti pada

0
ruangan yang tenang dengan temperatur terkontrol (24 – 25 C) antara

jam 08.00 – 09.00 pagi.

d. Proses penanganan spesimen untuk Nitrit oksida, ambil darah dengan

tabung sitrat sebanyak 3 cc kemudian bolak-balik perlahan-lahan 10 kali

hingga homogen. Sentrifugasi 3000 g selama 10 menit, segera pisahkan

plasma masukkan kedalam 3 sampel cup @ 0,3 cc plasma. Beri identitas,

0
nama, tanggal dan jeins pemeriksaan. Simpan di – 20 C (stabillitas 3

bulan).
55

e. Proses penanganan spesimen untuk Sampel darah yang di peroleh di

masukkan ke dalam tabung sentrifius yang sudah di berikode dan di

biarkan membeku. Sampel darah yang sudah membeku di pusingkan

selama 5 – 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm.

f. Pemeriksaan Nitrit oksida dilakukan setelah semua sampel sebelum dan

sesudah perlakuan terkumpul semua, untuk menghindari rusaknya kit

Nitrit oksida, bila pemeriksaan dilakukan tidak secara bersamaan.

g. Pemprosesan darah untuk diambil plasmanya, penyimpanan plasma pada

0
suhu – 20 C dan pemeriksaan Nitrit oksida dilakukan dengan bekerja

sama dengan Laboratorium Klinik Prodia. Alat untuk pemeriksaan Nitrit

oksida.

5. Teknik pemeriksaan NO :

Prosedur kerja:

a. Memasukkan 100μl reagen Griess (reagen chromogenic) dalam tiap

sumuran.

b. Memasukan 15 spesimen darah yang akan diuji dan nitrit standard ke

dalam sumuran (duplo) dengan menggunakan medium kontrol sebagai

blanko.

c. Tunggu 5 menit pada suhu kamar untuk perubahan warna dan stabilisasi.

d. Mengukur absorbansinya pada 550 nm menggunakan automated micro-

plate reader.
56

e. Membuat kurva standar menggunakan analisis regresi linier sederhana

dari pembacaan nitrit standar, kemudian menghitung konsentrasi nitrit

dalam sampel berdasarkan kurva standar atau rumus regresi.

6. Teknik pemeriksaan Gastropati Hipertensi Portal dengan Endoscopi

Prosedur kerja:

Prosedur kerja Persiapan Umum :

a. Psikologis : penyuluhan / edukasi tentang prosedur dan kemungkinan

yang mungkin terjadi demi kelancaran saat pemeriksaan endoskopi (ex

: menghilangkan rasa cemas dan takut).

b. Administrasi : surat persetujuan tindakan (inform consent)

Prosedur kerja Persiapan Khusus :

a. Puasa minimal 6 jam sebelum pemeriksaan

b. Gigi palsu dan kacamata harus dilepas selama pemeriksaan

c. Sebelum tindakan dimulai, daerah oropharing disemprot dengan

Xyllocain spray 10 %

d. Berbaring ke sisi kiri dengan letak kepala miring hadap ke

bawah. Prosedur Pelaksanaan :

a. Hidupkan mesin endoskopi

b. Siapkan alat dan obat emergensi

c. Masukkan data pasien ke dalam monitor

d. Tidurkan pasien pada posisi miring ke kiri dan kepala agak ditekuk

Kebawah. Semprot oropharing dengan Xyllocain spray 10% dan anjurkan

untuk Menelan.
57

e. Pasang montpice pada mulut pasien, bila ada gigi palsu dilepas dahulu

dan suruh pasien menggigit montpice.

f. Masukkan scope ke dalam mulut pasien, anjurkan pasien untuk

membantu menelan dan napas panjang.

g. Observasi KU pasien selama tindakan, bila sudah selesai tarik scope

pelan-pelan keluar, dan montpice dilepas.

h. Alat-alat dibersihkan dan dikembalikan pada tempatnya.

F. Teknik Analisis Data

Data disajikan dalam bentuk mean ± SD kemudian dianalisis menggunakan

SPSS 17 for windows dengan nilai p < 0,05 dianggap signifikan secara statistik.

Digunakan uji beda mean. Untuk mengetahui beda mean antara kelompok

perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah perlakuan digunakan uji t - sampel

independen bila distribusi data normal (bila tidak normal digunakan uji mann

whitney). Untuk mengetahui beda mean antara sebelum dengan sesudah perlakuan

dalam satu kelompok digunakan uji t sampel berpasangan bila distribusi data

normal (bila tidak normal digunakan uji wilcoxon). Untuk menguji perubahan

GHP sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol maupun perlakuan di

gunakan uji tanda ( sign test).


58

G. Alur Penelitian

SIROSIS HATI

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Randomisasi

Kelompok Uji Kelompok Kontrol

Sebelum perlakuan: Sebelum perlakuan:


NO dan gastropati NO dan gastropati
hipertensi portal hipertensi portal

Simvastatin 20 mg
Simvastatin 20 mg
(4 minggu) (-)

Setelah perlakuan: Sebelum perlakuan:


NO dan gastropati NO dan gastropati
hipertensi portal hipertensi portal

Analisis Statistik

Gambar 19. Alur penelitian


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Subyek Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh Simvastatin

terhadap kadar Nitrit Oksida (NO) dan Gastropati Hipertensi Portal pada pasien

Sirosis Hari. Obyek penelitian dikumpulkan 40 pasien sirosis hati dilakukan

inklusi dan eksklusi didapatkan 30 pasien. Dari 30 pasien dilakukan randomisasi

dibagi menjadi 2 kelompok yang digolongkan menjadi kelompok kontrol dan

perlakuan masing-masing 15 pasien. Dalam perjalanan kelompok perlakuan drop

out 1 pasien karena meninggal. Sehingga tersisa pasien perlakuan berjumlah 29

orang dibagi dalam dua kelompok sampel yaitu kelompok kontrol dengan jumlah

sampel sebanyak 15 orang dan kelompok perlakuan dengan jumlah sampel

sebanyak 14 orang. Kelompok perlakuan mendapatkan perlakuan dengan

pemberian Simvastatin, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapatkan

perlakuan dimaksud dan kepada kelompok kontrol ini diberikan plasebo.

59
60

40 pasien SIROSIS HATI

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

30 pasien Randomisasi

15 pasien Kelompok Uji 15 pasien Kelompok Kontrol

Sebelum perlakuan: Sebelum perlakuan:


NO dan Gastropati NO dan Gastropati
Hipertensi Portal Hipertensi Portal

Simvastatin 20 mg Placebo
(4 minggu)
Drop Out :
Kelompok uji (1)
14 pasien setelah 15 pasien setelah
perlakuan: perlakuan:
NO dan Gastropati NO dan Gastropati
Hipertensi Portal Hipertensi Portal

Analisis Statistik

Gambar 20. Perjalanan penelitian

Sebelum melakukan analisis lebih lanjut, lebih dahulu dijelaskan

karakteristik obyek penelitian untuk masing-masing kelompok sampel. Selain

deskripsi singkat tentang karakteristik obyek penelitian, sekaligus dilihat

sejauhmana tingkat homogenitas karakteristik obyek penelitian itu berdasarkan

kelompok sampel. Karakteristik penelitian yang berupa variabel kualitatif, uji

homogenitas dilakukan menggunakan uji Chi Square. Karakteristik penelitian

yang berupa variabel-variabel kuantitatif, uji homogenitas dilakukan


61

menggunakan uji beda 2 mean dimana jenis ujinya didasarkan pada distribusi data

variabel karakteristik itu. Jika distribusi data variabel bersifat normal, maka uji

beda 2 mean menggunakan jenis analisis statistik parametrik yaitu uji t untuk beda

2 mean sampel independent. Namun apabila distribusi data bersifat tidak normal,

maka uji beda 2 mean menggunakan jenis analisis statistik non parametrik yaitu

uji Mann-Whitney.

2. Deskripsi Variabel Penelitian

Variabel karakteristik demografis responden yang bersifat kualitatif antara

lain adalah variable jenis kelamin. Hasil uji homogenitas variabel karakteristik

jenis kelamin dimaksud menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin ternyata

homogen antara kelompok sampel kontrol dan perlakuan. Nilai chi kuadrat

didapatkan sebesar 0,109 dengan probabilitas sebesar 0,742 (p > 0,05) yang

berarti tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin laki-laki atau perempuan antara

kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

Tabel 5. Perbandingan Jenis Kelamin Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan

Perlakuan Kontrol Uji Chi Square


2
Jenis Kelamin n % n % Χ P value
Laki-laki 11 73,3 11 78,6
0,109 0,742
Perempuan 3 26,7 4 21,4
62

11

11
12
10 4.4
8
6
3
4 KONTROL

2 PERLAKUAN
0
LAKI-LAKI PEREMPUAN

PERLAKUAN KONTROL

Gambar 21. Perbandingan Jenis Kelamin Kelompok Kontrol dan


Kelompok Perlakuan

Berdasarkan table 5. di atas, pada kelompok perlakuan dari 14 orang sampel

terdiri dari 11 orang laki-laki (73,3 persen) dan 3 orang perempuan (26,7 persen),

sedangkan pada kelompok kontrol dengan 15 orang sampel terdiri dari 11 orang

laki-laki (78,6 persen) dan 4 orang perempuan (21,4 persen). Dengan komposisi

jenis kelamin yang persis sama itu didapatkan hasil pengujian bahwa variabel

jenis kelamin homogen berdasarkan kelompok sampel.

Sementara itu variabel karakteristik demografis responden yang bersifat

kuantitatif antara lain adalah umur responden. Variabel karakteristik umur

responden menunjukkan nilai rata-rata 52,21 tahun untuk kelompok perlakuan

dengan standar deviasi 7,07 tahun dan sebesar 50,33 tahun untuk kelompok

kontrol dengan standar deviasi sebesar 9,15 tahun. Distribusi data variabel umur
63

bersifat tidak normal sehingga uji homogenitas untuk variabel umur digunakan uji

non parametrik uji Mann-Whitney untuk beda 2 mean sampel independent.

Hasil analisis uji beda 2 mean menggunakan uji Mann-Whitney sampel

independent mendapatkan nilai Z sebesar -0,416 dengan probabilitas 0,683 (p >

0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada derajat

signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata umur antar kedua kelompok

sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel

karakteristik umur bersifat homogen. Deskripsi dan hasil pengujian karakteristik

umur adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Perbandingan Umur Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan


Perlakuan Kontrol Uji Beda 2 Mean
Variabel Rata- Std Rata- Std Nilai P value
rata Deviasi rata Deviasi Z
Umur 52,21 7,07 50,33 9,15
-0,416 0,683
(tahun)

Selain jenis kelamin dan umur sebagai karakteristik demografis, pengujian

homogenitas juga dilakukan terhadap variabel karakteristik klinis yang meliputi

SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Albumin, Bilirubin1, Bilirubin2, Bilirubintotal,

PT, INR, Ascites, CN_test dan child-pugh. Setelah masing-masing variable,

kecuali child-pugh, diuji normalitas datanya, kemudian dilanjutkan uji

homogenitas variabel itu menurut kelompok sampel.

Distribusi data variable Kratinin, Albumin, PT, dan CN_test berfisat

normal sehingga uji homogenitas atas variable-variabel di atas menggunakan

statistik uji t untuk beda 2 mean sampel indepanden, sedangkan distribusi variable
64

SGOT, SGPT, Ureum, Bilirubin1, Bilirubin 2, Bilirubintotal, INR, dan Ascites

bersifat tidak normal sehingga uji homogenitas yang dilakukan menggunakan uji

statistik Mann-Whitney. Berdasarkan deskripsi dan pengujian homogenitas

variabel karakteristik klinis dalam tabel 7. berikut menunjukkan bahwa semua

variabel karakteristik klinis bersifat homogen karena perbedaan rata-rata variabel-

variabel karakteristik klinis tersebut pada dua kelompok sampel yaitu kelompok

perlakuan dan kelompok sampel tidak signifikan pada derajat signifikansi 5

persen.

Deskripsi dan hasil pengujian homogenitas variabel karakteristik klinis

yang bersifat dalam penelitian ini dapat disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 7. Perbandingan Variabel Karakteristik Klinis Awal pada Kelompok Kontrol dan Kelompok
Perlakuan
Perlakuan Kontrol Uji Beda 2 Mean
Variabel Rata- Std Rata- Std Nilai P value
rata Deviasi rata Deviasi Statistik
SGOT 140,64 134,38 106,93 94,79 Z = -0,218 0,847
SGPT 88,64 78,50 56,80 52,59 Z = -1,004 0,331
Ureum 53,07 45,66 52,67 39,35 Z = -0,066 0,949
Kreatinin 1,17 0,29 1,22 1,20 t = 0,299 0,767
Albumin 3,09 0,73 2,91 0,56 t = -0,743 0,464
Bilirubin1 1,04 0,69 0,84 0,47 Z = -0,743 0,477
Bilirubin2 0,66 0,40 0,76 0,49 Z = -0,895 0,377
Bilirubibtotal 1,70 1,06 1,60 0,85 Z = -0,196 0,847
PT 15,81 1,85 16,73 4,35 t = 0,726 0,474
INR 1,34 0,28 1,43 0,50 Z = -0,131 0,914
Ascites 0,86 0,86 0,87 0,83 Z = -0,047 0,983
CN_test 93,79 21,81 91,00 29,19 t = -0,289 0,774

Uji homogenitas atas variable kualitatif karakteristik child-pugh

menunjukkan bahwa variabel child-pugh tersebut ternyata homogen antara


65

kelompok sampel kontrol dan perlakuan. Nilai chi kuadrat didapatkan sebesar

1,803 dengan probabilitas sebesar 0,406 (p > 0,05) yang berarti tidak ada

perbedaan proporsi child-pugh A, B atau C antara kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol, dari 15 sampel terdapat 4 orang

yang memiliki child-pugh A (26,7 persen), dan 5 orang yang memiliki child-pugh

B (33,3 persen), serta 6 orang selebihnya memiliki child-pugh kategori C (40,0

persen). Sedangkan pada kelompok perlakuan, dari 14 sampel terdapat 3 orang

memiliki child-pugh kategori A (21,4 persen), dan 8 orang yang memiliki child-

pugh kategori B (57,1 persen), serta 3 orang yang memiliki child-pugh kategori C

(21,4 persen).

Tabel 8. Perbandingan Child-pugh Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan


Perlakuan Kontrol Uji Chi Square
2
Child-pugh n % n % Χ P value
Kategori A 3 21,4 4 26,7
Kategori B 8 57,1 5 33,3 1,803 0,406
Kategori C 3 21,4 6 40,0

6
8 8 5
6 4
4 KONTROL
3 3
2
PERLAKUAN
0
KATEGORI A KATEGORI B KATEGORI C

PERLAKUAN KONTROL

Gambar 22. Perbandingan Child-pugh Kelompok Kontrol dan Kelompok


Perlakuan
66

Dengan komposisi child-pugh untuk masing-masing kelompok control dan

perlakuan tersebut di atas didapatkan hasil pengujian bahwa variabel jenis

kelamin homogen berdasarkan kelompok sampel.

Dengan demikian karena semua variabel karakteristik baik demografis

(jenis kelamin dan umur) maupun variabel klinis (SGOT, SGPT, Ureum,

Kreatinin, Albumin, Bilirubin1, Bilirubin2, Bilirubintotal, PT, INR, Ascites dan

CN_Test, serta child-pugh) bersifat homogen, maka dapat dilanjutkan pada

pengujian selanjutnya yaitu menguji variabel utama kadar NO dan gambaran

gastropati hipertensi portal.

3. Pengujian Variabel Utama

Pembuktian hipotesis ada pengaruh pemberian simvastatin terhadap kadar

NO dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Menguji beda 2 mean kadar NO antara kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol untuk masing-masing kondisi sebelum dan sesudah pemberian

simvastatin dengan uji beda 2 mean sampel independent. Dengan langkah ini

diharapkan pada kondisi setelah pemberian perlakuan perbedaan mean

kelompok kontrol dan kelompok sampel akan terjadi perbedaan yang

signifikan, sedangkan pada kondisi sebelum pemberian perlakuan tidak terjadi

perbedaan yang signifikan, karena pada kondisi ini sama-sama tidak diberikan

perlakuan pemberian simvastatin

b. Menguji beda 2 mean kadar NO sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan

untuk masing-masing kelompok sampel dengan uji beda 2 mean untuk sampel
67

berpasangan. Dengan langkah ini diharapkan pada kelompok perlakuan akan

terjadi perbedaan yang signifikan, sedangkan pada kelompok kontrol tidak

terjadi perbedaan yang signifikan karena pada kelompok ini tidak diberikan

perlakuan pemberian simvastatin.

c. Menguji beda 2 mean variabel perubahan kadar NO (delta-NO) dengan uji

beda 2 mean untuk sampel independent. Dengan langkah ini diharapkan ada

perbedaan signifikan beda 2 mean variabel perubahan NO (delta-NO) tersebut

antar kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, karena kelompok perlakuan

diharapkan mengalami perubahan setelah perlakuan sedangkan kelompok

kontrol tidak berubah setelah perlakuan.

Sebelum dilakukan pengujian beda 2 mean itu, terlebih dahulu juga dilakukan

pengujian normalitas data variabel utama untuk memastikan jenis uji statistik

yang akan digunakan untuk pengujian beda 2 mean dimaksud. Uji normalitas

distribusi data variable NO tersebut menggunakan uji Shapiro-Wilk.

Langkah Pertama, variable kadar NO pada kondisi sebelum perlakuan

pemberian simvastatin, untuk data pada kelompok kontrol tidak berdistribusi

normal namun pada kelompok perlakuan berdistribusi normal. Dengan demikian

uji beda 2 mean kadar NO kelompok kontrol dan perlakuan pada kondisi sebelum

perlakuan itu dapat menggunakan uji beda 2 mean uji t untuk sampel independent.

Hasil pengujian beda 2 mean kelompok kontrol dan perlakuan untuk variable

kadar NO pada kondisi sebelum pemberian perlakuan pemberian simvastatin itu

menunjukkan hasil pengujian yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5

persen (p > 0,05). Berdasarkan hasil pengujian terhadap variabel kadar NO di atas
68

maka dapat dinyatakan bahwa variable kadar NO pada kelompok kontrol dan

perlakuan pada kondisi sebelum perlakuan pemberian simvastatin tidak berbeda

secara meyakinkan.

Data variable kadar NO kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan

pada kondisi sesudah perlakuan pemberian simvastatin berdistribusi normal,

sehingga pengujian beda dua mean kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

pada kondisi sesudah perlakuan itu menggunakan uji beda dua mean uji t untuk

sampel independent. Hasil pengujian beda 2 mean kelompok kontrol dan

perlakuan untuk variable kadar NO pada kondisi sesudah perlakuan pemberian

simvastatin menunjukkan hasil pengujian beda 2 mean yang signifikan pada

derajat signifikansi 5 persen (p < 0,05). Hal itu berarti setelah mendapat perlakuan

pemberian simvastatin variable kadar NO mengalami perubahan secara

meyakinkan.

Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “Ada efek

pemberian Simvastatin terhadap kadar Nitrit Oksida pada pasien sirosis hati”,

dapat dibuktikan kebenarannya. Jadi dengan pemberian simvastatin dapat

mempengaruhi kadar NO, yaitu meningkatkat kadar NO. Data mean dan standar

deviasi variable kadar NO sebelum dan sesudah perlakuan baik pada kelompok

kontrol maupun pada kelompok perlakuan dapat disajikan dalam table sebagai

berikut:
69

Tabel 9. Perbandingan Kadar NO pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan untuk Kondisi Sebelum
maupun Sesudah Perlakuan
Kontrol Perlakuan Uji Beda 2 Mean
Variabel Rata- Std Rata- Std Nilai
P value
rata Deviasi rata Deviasi Statistik
NO_pre 5,87 2,62 5,14 2,55 t = 0,769 0,449
NO_post 4,87 2,28 7,00 2,37 t = -2,462 0,020*

Keterangan : *) Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen.


**) Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen.

5.14
4.4
5.87
6 4.87

4
PERLAKUAN
2
KONTROL
0
NO-PRE NO-POST
KONTROL PERLAKUAN

Gambar 23. Perbandingan Kadar NO pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan


untuk Kondisi Sebelum maupun Sesudah Perlakuan

Langkah Kedua, variable kadar NO sebelum perlakuan pada kelompok

kontrol tidak berdistribusi normal namun sesudah perlakuan berdistribusi normal,

maka uji beda 2 mean tersebut dapat dilakukan dengan uji beda dua mean uji t

untuk sampel berpasangan. Hasil pengujian beda 2 mean variabel NO sebelum

dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa beda 2 mean
70

variable NO tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p > 0,05). Dengan

demikian berarti variabel NO pada kelompok kontrol tidak mengalami perubahan

secara meyakinkan setelah perlakuan pemberian simvastatin.

Data variabel kadar NO sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok

perlakuan semuanya berdistribusi normal, sehingga pengujian beda 2 mean

sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan ini menggunakan uji

beda 2 mean uji t untuk sampel berpasangan. Hasil pengujian atas variable NO

sebelum dan sesudah perlakuan pada kondisi sesudah perlakuan pemberian

simvastatin itu menunjukkan ada perbedaan yang signifikan kedua mean itu pada

derajat signifikansi sebesar 5 persen (p < 0,05). Hal itu dapat diartikan bahwa

setelah mendapatkan perlakuan pemberian simvastatin, variabel NO mengalami

perubahan secara meyakinkan. Variabel NO setelah perlakuan mengalami

perubahan meningkat yang meyakinkan. Dengan demikian hipotesis pertama yang

menyatakan bahwa : “Ada efek pemberian simvastatin terhadap kadar nitrit

oksida (NO) pada pasien sirosis hati” dapat dibuktikan kebenarannya.

Tabel 10 Perbandingan Kadar NO dan Tekanan Vena Portal Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada
Kelompok Kontrol

Sebelum Sesudah Uji Beda 2 Mean


Rata- Std Rata- Std Nilai P value
Variabel
rata Deviasi rata Deviasi Statistik

NO pd Klp 5,87 2,62 4,87 2,28


t = 3,912 0,002*
Kontrol
NO pd Klp 5,14 2,55 7,00 2,37
t = -4,462 0,001**
Perlakuan
Keterangan: * Signifikan pada Derajat Signifikansi 5 persen.
** Signifikan pada Derajat Signifikansi 1 persen.
71

Chart Title

4.87
5.87 4.4
5.14
6

4
PERLAKUAN
2
KONTROL
0
NO KEL KONTROL NO KEL
PERLAKUAN

KONTROL PERLAKUAN

Gambar 24. Perbandingan Kadar NO dan Tekanan Vena Portal Sebelum dan
Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol.

Langkah Ketiga, pembuktian hipotesis pertama itu juga dapat dilakukan

dengan menggunakan pengujian atas variabel perubahan NO (delta-NO). Variabel

perubahan NO (delta-NO) merupakan selisih NO sebelum perlakuan dengan NO

sesudah perlakuan. Maka apabila rata-rata variabel perubahan (delta) itu positif

menunjukkan adanya penurunan setelah ada perlakuan, dan sebaliknya jika rata-

rata variabel perubahan (delta) itu negatif berarti setelah ada perlakuan variabel itu

mengalami peningkatan.

Data variable delta-NO pada kelompok kontrol maupun kelompok

perlakuan sama-sama berdistribusi normal sehingga uji beda dua mean kelompok

control dan perlakuan menggunakan uji beda dua mean uji t untuk sampel

independent. Hasil perhitungan beda 2 mean kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan dengan uji t untuk sampel independent untuk variable delta-NO


72

menunjukkan bahwa variabel itu berbeda secara meyakinkan pada derajat

signifikansi 5 persen. Sehingga hipotesis pertama yang menyatakan bahwa : “Ada

efek pemberian simvastatin terhadap kadar nitrit oksida (NO) pada pasien sirosis

hati” dapat dibuktikan kebenarannya.

Tabel 11. Perbandingan Delta-NO pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan
Kontrol Perlakuan Uji Beda 2 Mean
Variabel Rata- Std Rata- Std Nilai P value
rata Deviasi rata Deviasi Statistik
Delta-NO 1,00 0,99 -1,86 1,56 t = 5,938 0,001**

Keterangan : * Signifikan pada derajat 5 persen.


**Signifikan pada derajat 1 persen.

1 PERLAKUAN

KONTROL
0
DELTA _NO

-1 -1.56

-2
KONTROL PERLAKUAN

Gambar 25. Perbandingan Delta-NO pada Kelompok Kontrol dan


Kelompok Perlakuan
73

Selanjutnya untuk membuktikan hipotesis kedua yang menyatakan bahwa

: “Ada efek pemberian simvastatin terhadap perbaikan gambaran gastropati

hipertensi portal (GHP) melalui Endoscopi pada pasien sirosis hati” digunakan

analisis statistik Uji Beda (Sign Test) baik pada kelompok kontrol maupun pada

kelompok perlakuan. Ini adalah data yang di uraikan dari masing masing kriteria

ringan, sedang, dan berat, dengan cara menunjukan data perburukan, tetap

ataupun perbaikan dari masing masing kriteria tersebut dalam pasien kontrol

maupun perlakuan dari 15 pasien kontrol dan 14 pasien perlakuan.Untuk

kelompok ringan untuk kelompok kontrol terjadi 3 perburukan 1 tetap, kriteria

sedang 3 perburukan, 2 tetap, kriteria berat 5 perburukan , 1 tetap. Sedangkan

untuk perlakuan Kriteria ringan didapatkan 3 membaik, kriteria sedang 7

membaik , 1tetap, kriteria berat 3 membaik.

Tabel 12. Perbandingan Grade Gastropati hipertensi portal Pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan pada masing masing grade sebelum dan sesudah perlakuan.
Kontrol Prosentase Perlakuan Prosentase
Ringan
Memburuk 3 20,0% - -
Tetap 1 6,6% - -
Membaik - - 3 21,4%
Sedang
Memburuk 3 20,0% - -
Tetap 2 13,3% 1 7,1%
Membaik - - 7 50,0%
Berat
Memburuk 5 33,3% - -
Tetap 1 6,6% - -
Membaik - - 3 21,4%
Keseluruhan
Memburuk 11 73,3% -
Tetap 4 26,6% 1 7,1%
Membaik - 13 92,8%
74

5
7
6 3 3
3 3
5 0
1 Memburuk2
4 0 0
2 Tetap2
3
1 1 Membaik2
2 Memburuk
Tetap
1 0 0 0
Membaik
0
Kat RinganKat Sedang Kat Berat

Membaik Tetap Memburuk Membaik2 Tetap2 Memburuk2

Gambar 26. Perbandingan Grade Gastropati hipertensi portal Pada kelompok


kontrol dan kelompok perlakuan pada masing masing grade sebelum dan sesudah
perlakuan.

Pada kelompok kontrol dengan jumlah responden 15 orang, sesudah

perlakuan (karena tidak diberi simvastatin) terjadi perubahan memburuk sebanyak

11 orang responden, dan ada 4 orang responden yang tetap (tidak mengalami

perubahan). Sementara pada kelompok kontrol dengan jumlah reeponden sebanya

14 orang, sesudah perlakuan (dengan diberi simvastatin) terjadi perubahan

membaik sebanyak 13 orang responden, dan ada 1 orang responden yang tetap

(tidak mengalami perubahan). persen (p < 0,05). Dengan demikian hipotesis yang

kedua yang berbunyi “Ada efek pemberian simvastatin terhadap perbaikan

gambaran gastropati hipertensi portal (GHP) melalui Endoscopi pada pasien

sirosis hati” dapat terbukti secara meyakinkan.


75

Hasil analisis Uji Tanda (Sign Test) variabel GHP pada kelompok kontrol

dan perlakuan adalah sebagai berikut:

Tabel 13. Hasil Analisis Sign Test Variabel GHP pada Kelompok Kontrol dan
Perlakuan

GHP Kontrol Perlakuan


Positif (+) 0 13
Tetap (0) 4 1
Negatif (-) 11 0
Signifikansi (P) 0,001** 0,001**
Keterangan : *Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen.
**Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen.

15 13

10 11

1 0
5 PERLAKU…
0 4
KONTROL
0
POSITIF TETAP NEGATIP

KONTROL PERLAKUAN

Gambar 27. Hasil Analisis Sign Test Variabel GHP pada Kelompok
Kontrol dan Perlakuan.
76

Maka dengan analisis uji tanda (Sign Test) didapatkan hasil bahwa pada

kelompok kontrol perubahan kondisi GHP membutuk itu terjadi secara

meyakinkan dengan derajat signifikansi sebesar 5 persen (p < 0,05). Setelah

diberikan simvastastin maka pada kelompok perlakuan terjadi perubahan kondisi

GHP membaik secara meyakinkan dengan derajat signifikansi 5.

b. Pembahasan

1. Pendekatan Prinsip Ontologi

Sirosis hati (SH) merupakan perjalanan patologi akhir berbagai penyakit

hati. Berdasar prinsip ontologi, SH merupakan kelainan hati dengan karakteristik

adanya fibrosis dan perubahan bentuk hati normal menjadi bentuk abnormal.

Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebih matriks ekstrasellular

(seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati (Franchis, 2005). Sirosis

hati sering menimbulkan komplikasi hipertensi portal (DeLeve dkk., 2008). Pada

pasien SH, jaringan ikat dalam hati menghambat aliran darah dari usus yang

kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkan tekanan dalam vena porta

[Hipertensi Portal (HP)] (Caesar dkk., 2000). Pada sirosis terjadi peningkatan

resistensi intrahepatik sebagai konsukuensi perubahan fungsi dan anatomi yang

disebabkan karna terjadi distorsi dari arsitektur vaskular hati karna fibrosis

jaringan parut dan pembentukan nodul kistik (Lake, 2006). Dengan adanya

rangsangan biokimiawi dan atau rangsangan mekanis dapat menimbulkan

“endothelial injury” (jejas endotel). Dengan terjadinya jejas endotel ini akan
77

terjadi gangguan keseimbangan kontraksi dan relaksasi atau NO (Newsholme

dkk., 2007).

Pada sirhosis hepatis, kenaikan produksi vasokonstriktor dan kekurangan

pelepasan vasodilator, dalam kombinasi dari respon berlebihan vasokonstriktor

dan kekurangan respon vasodilatasi dari dasar vaskular hepatal, adalah

mekanisme yang bertanggungjawab pada kenaikan komponen dinamik IHVR/

pada hambatan intrahepatal. (Lake, 2006; Cangemi, 2007). Molekul NO

merupakan faktor pelepasan yang diturunkan dari endotel, dirancang sebagai

molekul vasodilator yang sangat penting yang menengahi vasodilatasi arteri yang

berlebihan pada hipertensi porta. Lebih jauh, inhibisi produksi NO mengurangi

shunting portosistemik dan melindungi secara luas pembentukan sirkulasi

hiperdinamik (Montesa dkk., 2009). Penurunan NO meningkatkan hambatan di

vena porta, hipertensi porta disebabkan oleh kenaikan aliran darah, kenaikan

hambatan atau kedua-duanya terjadi bersamaan. Mekanisme awal yang

bertanggung jawab pada hipertensi portal adalah kenaikan hambatan hepatis,

terutama dari hasil hambatan mekanis (Agus, 2007). Pada pasien dengan sirosis

dan asites terjadi penghambatan aktivitas Nitrit Oksida Sintase (NOS)

menyebabkan penurunan aliran darah, meningkatkan tahanan pembuluh darah

sistemik pada pasien dengan sirosis dekompensasi dan menurunkan ekskresi

prostaglandin E2 urin serta menyebabkan aktivitas Renin Angiotensin Aldosteron

system (RAAS) plasma yang tinggi dan kadar hormon antidiuretik serta natrium

ekskresi urin yang rendah (Martin dkk., 2006).


78

Tekanan normal vena portal adalah 5 - 8 mmHg dengan kecepatan aliran

portal 1-1,2 L/menit. Vena portal adalah jalur pasif yang membawa darah dari

usus ke hati. Hipertensi portal muncul bila tekanan portal melebihi 8 mmHg.

Hipertensi portal bermula dari resistensi awal dari aliran vena porta diikuti

timbulnya kolateral dari jaringan hipertensi sirkulasi sistemik. Hal ini kemudian

diikuti peningkatan volume plasma, timbulnya sirkulasi sistemik yang

hiperdinamik dan hyperemia splanknik yang signifikan. Semua itu berkontribusi

pada peningkatan aliran dan tekanan vena porta. (Caesar dkk.,2000).

Beberapa penelitian telah menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari

Gastropati Hipertensi Portal (GHP) pada pasien dengan penyakit hati kronis yang

di sertai dengan varises esofagus dan yang pernah melakukan sclerotherapy atau

ligasi pada varises. ( Merli M, et al.2004). Secara umum, data yang tersedia

menunjukkan bahwa Gastropati Hipertensi Portal (GHP) sering terkait dengan

varises oesopagus. (Cubillas R,2010) prevalensi Gastropati Hipertensi Portal

GHP meningkat bila varises esofagus di hilangkan. (Thuluvath PJ, et al. 2002).

meskipun hal ini masih kontroversial. Kebanyakan pasien dengan GHP tidak

menunjukkan gejala, tetapi sejumlah besar pasien menunjukan gejala yang

berhubungan dengan perdarahan saluran pencernaan kronis dan kehilangan darah

atau kekurangan zat besi yang kronis (anemia). Sebagian kecil pasien

menunjukkan bukti perdarahan yang aktif pada saluran pencernaan. Perdarahan

kronis dari GHP telah dilaporkan terjadi pada 3% sampai 60% dari pasien. ( Merli

M, et al.2004) (Sarin SK, et al. 2000). Prevalensi perdarahan akut saluran cerna

dari GHP pada pasien dengan sirosis telah dilaporkan antara 2% dan 12% 0,(
79

Merli M, et al.2004). Sebagian besar kasus ini disebabkan oleh GHP berat (90% -

95%). (D’Amico G, et al.),( Merli M, et al.2004). Diagnosis perdarahan akut dari

GHP dibuat ketika perdarahan aktif dari lesi GHP yang diidentifikasi selama

endoskopi atau jika ada bukti hipertensi portal, lesi lambung khas, dan tidak ada

sumber lain dari perdarahan tersebut yang dapat diidentifikasi setelah evaluasi

lengkap dari GI tract. (Ripoll C, et al 2010)

Statin berefek positif pada ekspresi gen eNOS, eNOS mRNA dan eNOS

berpasangan. Dengan menghambat pembentukan isoprenoid intraseluler, statin

mengurangi aktivasi protein kecil GTPase Rho, mengakibatkan peningkatan

ekspresi gen eNOS melalui Klf2 dan stabilisasi eNOS mRNA oleh

polyadenylation. (Antonopoulos AS, 2012). Statin juga menghambat

isoprenylation posttranslational GTP-binding protein kecil dalam sel otot polos

pembuluh darah. Rac1 GTPase diduga penting bagi aktivasi NADPH oksidase dan

pelepasan radikal bebas. Rac1 adalah pascatranslasi geranylgeranylated.

Pemberian statin menurunkan translokasi membran Rac1 bawah kondisi basal dan

benar-benar mencegah angiotensin II yang dimediasi peningkatan ekspresi Rac1

dalam membran sel. Dalam sel-sel pembuluh darah, aktivasi reseptor Angiotensin

1 (AT1) angiotensin oleh angiotensin II adalah salah satu mekanisme yang paling

menonjol dari produksi ROS in vitro maupun in vivo. Tingkat ekspresi reseptor

AT1 mengikuti dan dipengaruhi oleh up atau down-regulasi dari aktivitas renin

angiotensin sistem (RAAS) (Wassmann dkk., 2001). Terjadi low grade

inflamation pada sirosis hepatis dan dapat menyebabkan disfungsi endotel

sehingga terjadi penurunan produksi kadar nitrit oksida sedangkan statin


80

mempunyai kemampuan antioksidan sehingga mampu sebagai inhibitor terhadap

Inhibitor κβ kinase (IKK) sehingga aktifasi NFκβ terhambat akibatnya terjadi

penurunan jumlah sitokin proinflamasi diantaranya IL-6 dan TNF-α.TNF-α yang

berlebihan akan memicu terjadinya stres oksidatif (Guntur, 2008).

Simvastatin berperan dengan menekan produksi ROS, menghambat

aktivasi NFĸβ, berperan langsung dalam memperbaiki kadar NO dan berperan

dalam pencegahan HMG CoA.Penurunan kadar NFĸβ akan mampu meningkatan

kadar NO dan juga dapat langsung memperbaiki kadar NO melalui jalur BH4 -

NO. Penurunan kadarNFĸβ yang akan mampu memperbiki kadar NO dan akan

mencegah kejadian disfungsi endotel serta menurunkan tekanan vena porta yang

dapat menurunkan kecepatan aliran vena porta (Guntur, 2008). Endotel memiliki

letak yang strategis diantara sirkulasi dan dinding pembuluh darah sehingga

berinteraksi dengan mediator selular maupun hormonal. Endotel memproduksi

Nitric Oxide (NO) dan prostaglandin yang mempuyai kontribusi dalam

perkembangan vasodilatasi sistemik dan splangnikus yang berperan pada dilatasi

pembuluh darah perifer, yang dapat menurunkan HP (Wiest dkk., 2002).

2. Pendekatan prinsip Epistomologi

a. Efek pemberian simvastatin terhadap kadar nitrit oksida pada pasien sirosis

hati.

Penelitian ini menunjukkan, kelompok perlakuan mengalami peningkatan

nitrit oksida (NO) yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol dan pemberian

simvastatin dapat meningkatkan kadar NO pada sirosis hati. Keadaan ini

disebabkan pada sirosis hepatis akan terjadi hiperteni portal (HP) yang akan
81

bertindak sebagai Damage Associated Molecular Pattern (DAMP) yang akan

ditangkap oleh Antigen Processing and Presenting Cell (APC) melalui jalur Toll

Like Receptor-9 (TLR 9) dan akan dipresentasikannya melalui MHC II, kejadian

ini akan merubah keseimbangan kearah Th1 yang akan menghasilkan Colony

Stimulating Factor (CSF) dan Interferon-γ (IFN-γ). CSF akan mengaktifkan

netrofil, dan IFN-γ akan mengaktivasi makrofag untuk mengeluarkan sitokin

proinflamasi seperti TNF-α, Interleukin (IL-1, IL-6 dan IL-8). Kondisi ini

merupakan kejadian low grade inflamation pada sirosis hepatis dan dapat

menyebabkan disfungsi endotel (Guntur, 2008), disfungsi endotel akan memicu

stress oksidatif sehingga terjadi penurunan produksi kadar nitrit oksida (Rajat,

2003).

Pemberian simvastatin pada pasien perlakuan meningkatkan kadar NO

secara signifikan karena akan menghambat Rho geranylgeranylation sehingga

memicu kestabilan eNOS mRNA dan juga simvastatin memicu upregulation

eNOS (Laufs dkk., 1998). Sesuai penelitian statin mempunyai kemampuan

antioksidan sehingga mampu sebagai Inhibitor κβ kinase (IKK) sehingga aktifasi

NFκβ terhambat dan memicu penurunan stres oksidatif (Guntur, 2008).

Simvastatin juga menurunkan membran Rac1 bawah kondisi basal sehingga

menurunkan angiotensin II. Penurunan angiotensin II akan menurunkan aktivasi

reseptor Angiotensin 1 (AT1) dan menurunkan produksi (Reactive Oxygen

Species) ROS in vitro maupun in vivo (Diez dkk., 2010). Sesuai dengan penelitian

(Suciu, 2009) bahwa Statin akan memperbaiki disfungsi endotel karena stres

oksidatif dan meningkatkan NO dengan berbagai cara, begitupun (Trocha dkk.,

2010) dalam penelitiannya bahwa simvastatin akan meningkatkan eNOS.


82

b. Ada pengaruh pemberian simvastatin terhadap penurunan gastropati hipertensi

portal pada pasien sirosis hati.

Penelitian ini menunjukkan,kelompok perlakuan memiliki kecenderungan

penurunan rata-rata gastropati hipertensi portal dibandingkan dengan kelompok

kontrol secara meyakinkan, dan pemberian simvastatin secara bermakna dapat

menurunkan gastropati hipertensi portal. Tekanan normal vena portal adalah 5 - 8

mmHg dengan kecepatan aliran portal 1-1,2 L/menit. Vena portal adalah jalur

pasif yang membawa darah dari usus ke hati. Hipertensi portal dan aliran darah

balik vena kolateral yang menyebabkan gastropati hipertensi portal akan muncul

bila tekanan portal melebihi 8 mmHg. penurunan NO sebabkan meningkatnya

resistensi awal dari aliran vena portal yang akan berkontribusi pada peningkatan

aliran dan tekanan vena porta. (Caesar dkk.,2000).

Terdapat penelitan yang sejalan dengan penelitian ini mengenai

penggunaan preparat simvastatin dapat memperbaiki fungsi dari eNOS. Dimana

statin (3-hidroksi-3-methylglutaryl-koenzim A reduktaseinhibitor) yang dapat

memperbaiki fungsi dari ’uncouple’ dari eNOS. Pada penelitian Juan G Abraldes

dkk didapatkan hasil bahwa penggunaan preparat statin dapat meningkatkan kadar

NO dan memperbaikin disfungsi endotel pada pasien SH dan penggunaan preparat

statin mampu menurunkan tekanan vena porta ditandai dengan penurunan Hepatic

Venous Pressure Gradient (HPVG) (Yu dkk., 2000). Penelitian dari Suciu juga

mendukung bahwa statin akan memperbaiki disfungsi endotel karena stres

oksidatif dan meningkatkan NO (Suciu, 2009), begitupun menurut (Trocha dkk.,

2010) dalam penelitiannya bahwa simvastatin akan meningkatkan eNOS yang


83

berujung peningkatan NO. Efek vasodilatasi NO diharapkan untuk menurunkan

kecepatan aliran vena porta (Martin dkk., 2006). Maka sejalan dengan penelitian

ini pemberian Statin (3-Hydroxy-3-methylglutary-coenzym A reduktase inhibitor)

dapat menurunkan tekanan tahanan vaskular intrahepatik dan perbaikan aliran

aliran darah hepar dengan adanya vasodilatasi pada sirosis hati. Hal ini

diperantarai dari peningkatan produksi NO oleh karna perbaikan endotel vaskular

hati dengan meningkatkan endothelial Nitric Oxide Syntase (eNOS). Diharapkan

statin dapat memperbaiki endotel pada jaringan hati untuk produksi NO, sehingga

preparat ini dapat dipakai sebagai vasodilator selektif hipertensi portal pada sirosis

hati (Wiest dkk., 2002).

3. Pendekatan prinsip axiologi

Berdasarkan prinsip axiology, secara keseluruhan manfaat hasil penelitian

ini adalah pemberian simvastatin dosis 20mg pada sirosis hati, dapat memperbaiki

gastropati hipertensi portal. Hal ini, terlihat adanya perbaikan kadar nitrit oksida

dan penurunan stage/ tingkat keparahan dari gastropati hipertensi porta pasca

pemberian simvastatin 20 mg pada pasien sirosis hati. Dari hasil penelitian ini

menunjukkan dapat digunakannya simvastatin 20 mg sebagai terapi alternatif atau

suplementasi dalam penatalaksanaan pasien sirosis hati.

4. Nilai Kebaruan Penelitian

Nilai-nilai kebaruan suatu penelitian meliputi berbagai aspek, yang secara

lengkap disajikan pada gambar 27.


84

Strategi Wilayah
Baru Baru

Perspektif Solusi
MASALAH
Baru Baru

Kondisi
Alat Baru
baru

Gambar 28. Aspek-aspek Nilai-nilai Kebaruan (Bambang, 2010)


Nilai-nilai kebaruan dari penelitian ini adalah:

a. Solusi baru. Kerangka konsep dan hasil penelitian ini merupakan solusi
Masalah
baru dengan penggunaan simvastatin akan meningkatkan kadar nitir oksida.

Peningkatan kadar Nitrit oksida ini dapat menurunkan resiko perdarahan

lambung yang di akibalkan gastropati hipertensi portal pada sirosis hati.

b. Strategi baru. Hasil penelitian ini memberikan suatu informasi, bahwa

simvastatin dapat digunakan sebagai terapi suplementasi dalam

penatalaksanaan pasien sirosis hati untuk mencegah atau mengurangi

terjadinya perdarahan lambung yang di akibatkan oleh gastropati hipertensi

portal.
85

c. Perspektif baru. Hasil penelitian ini dapat digunakan, dikembangkan lebih

lanjut dalam usaha mengurangi ataupun mengontrol progresifitas sirosis hati.

d. Kondisi baru. Hasil penelitian ini menginformasikan kondisi penderita

menjadi lebih baik, bila dalam terapi sirosis hati sebaiknya dikombinasikan

dengan simvastatin, sehingga progresifitas dan kualitas hidup penderita

menjadi lebih baik.

5. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan di antaranya adalah

a. Perlunya lebih banyak jumlah sampel untuk masing masing kategori

kerusakan hati (Child Pugh) sehingga dapat lebih spesifik penilaian

perbaaikan hati dan perbaikan gastropati hipertensi portal dari masing masing

kategori.

b. Penilaian di lakukan multi senter dengan jumlah sampel yang lebih banyak,

waktu yang lebih lama, dan menggunakan meta analisa.


BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI dan IMPLIKASI TAMBAHAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemberian simvastatin meningkatkan kadar nitrit oksida pada pasien sirosis

hati.

2. Pemberian simvastatin menurunkan Gastropati Hipertensi Portal pada pasien

sirosis hati.

3. Terdapat korelasi antara kadar nitrit oksida dengan Gastropati Hipertensi

Portal pada pasien sirosis hati.

B. Implikasi

Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa pemberian simvastatin

20mg/hari pada pasien sirosis hati, dapat mengurangi resiko komplikasi sindrom

hepatorenal pada pasien sirosis hati. Hal ini, terlihat adanya peningkatan kadar

nitrit oksida dan perbaikan Gastropati Hipertensi Portal pasca pemberian

simvastatin 20mg/hr pada pasien sirosis hati. Dari hasil penelitian ini

menunjukkan dapat digunakannya simvastatin 20mg sebagai terapi alternatif atau

suplementasi dalam penatalaksanaan pasien sirosis hati.

Hasil penelitian ini memberikan nilai-nilai kebaruan meliputi solusi, strategi,

perspektif dan kondisi baru dalam penatalaksanaan pasien sirosis hati, sehingga dapat

86
87

digunakan dan dikembangkan lebih lanjut dalam usaha mengurangi ataupun

mengontrol progresifitas sirosis hati.

C. Implikasi Tambahan

1. Pada penelitian ditemukan implikasi baru untuk penghitungan cut off antara

berat ringan sirosis hati (Child Pugh) dengan Gastropati Hipertensi Portal,

sebaiknya dilakukan penelitian multi center dengan jumlah sampel yang lebih

besar dan jangka waktu penelitian yang lebih panjang dan dilakukan meta

analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Abraldes JG, Rodriguez-Vilarrupla A, Graupera M, et al. 2007. Simvastatin


treatment improves liver sinusoidal endothelial dysfunction in CCl4
cirrhotic rats. J Hepatol. 46. Pp : 1040–1046.
Ahmed A, Keeffe E.B. 2006. Pretransplant evaluation and care. In: Boyer T.D,
Wright T.C, Manns M.P. Zakim and Boyer’s Hepatology : A textbook of
th
liver disease. 5 edition. Elsevier.. Pp :933-960.
Agus S. 2007. Hipertensi Portal. Dalam : Ali S, Nurul A, Sjaifolleh N, Lesmama
L (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jayabadi Press. Pp : 347-360.
Andrew K. Burroughs. 2011. The Hepatic Artery, Portal Venous System and
Portal Hypertension: the Hepatic Veins and Liver in Circulatory Failure.
James S. Dooley, Anna S.F. Lok, Andrew K. Burroughs, E. Jenny
Heathcote.(eds). Sherlock’s Diseases of the Liver and Biliary System. Pp :
125-207
Antonopoulos AS, Margaritis M, Lee R, Channon K, Antoniades C. 2012. Statins
as Anti-Inflammatory Agents in Atherogenesis: Molecular Mechanisms
and Lessons from the Recent Clinical Trials. Current Pharmaceutical
Design 18. Pp: 1519-1530
Aoyama T, Oka S, Aikata H, et al. (2013). Is small-bowel capsule endoscopy
effective for diagnosis of esophagogastric lesions related to portal
hypertension? J Gastroenterol Hepatol. [Epub ahead of print].
ArroyoV, Fernandez J, Ginès P. 2008. Pathogenesis and treatment of hepatorenal
syndrome. Semin. Liver Dis. 28, 81–95.
Bader T. 2010. The Myth of Statin-Induced Hepatotoxicity. Am J Gastroenterol;
105 Pp: 978–980.
Bambang P. 2012. Hipertensi. Dalam : Agung S, Wachid P, Restu F (eds).
Hipertensi (Patogenesis, Kerusakan Target Organ dan Penatalaksanaan).
UNS Press. Pp : 3-58.
Caesar J, Shaldon S, Chiandussi L, et al.2000. The use of indocyanine green in the
measurement of hepatic blood flow and as a test of hepatic function. Clin
Sci .21 Pp : 43–57.
Cales P, Pascal JP. (1990). Gastroesophageal endoscopic features in cirrhosis:
compar-ison of intracenter and intercenter observer variability.
Gastroenterology; 99:1189.
Cangemi R, Angelio F, Pignatelli, Del Ben M, Martini A, Violi F, et al. 2007.
Oxidative stress-mediated arterial dysfunction in patient with metabolic
syndrome : Effect of ascorbic acid. Free Radic Biol Med. 43 (5). Pp : 853-9.
Chen. 2008. Antioxidant effects of vitamins C and E are associated with altered
activation of vascular NADPH oxidase and superoxide dismutase in stroke-
prone SHR. HypertensionPt :, 606 EOF-11 EOF.
Cheung A. 2013. The Child-Pugh score: Prognosis in chronic liver disease and
cirrhosis [Classics Series]. Accessed on 17 may 2014.
http://www.2minutemedicine.com/

88
89

Cubillas R, Rockey DC. (2010). Portal hypertensive gastropathy: a review. Liver


Int ;30:1094–102.
2 Dahlan M.S. 2009. Menggunakan rumus besar sampel secara benar. Dalam
: Dewi J (ed). Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam
penelitian kedokteran dan kesehatan. Salemba Medika. Jakarta. Edisi 2.
Pp: 33-78.
Deanfield J.E, Halcox J.P, Rabelink T.J. 2007. Endothelial function and
dysfunction, testing and clinical relevance. Circulation. 115. Pp : 1285-95.
De Franchis R. (2000). Updating consensus in portal hypertension: report of the
Baveno III Consensus Workshop on definitions, methodology and
therapeutic strategies in portal hypertension. J Hepatol ;33:846–52.
De Franchis R. Evolving. 2005. consensus in portal hypertension report of the
Baveno IV consensus workshop on methodology of diagnosis and therapy
in portal hypertension. J Hepatol .43. Pp : 167–176.
De Franchis R, Eisen GM, Laine L, et al. (2008). Esophageal capsule endoscopy
for screening and surveillance of esophageal varices in patients with portal
hypertension. Hepatology;47:1595–603.
De Leve LD, Wang X, Guo Y. 2008.Sinusoidal endothelial cells prevent rat
stellate cell activation and promote reversion to quiescence. Hepatology;
48. Pp :920–930.
De Macedo GF, Ferreira FG, Ribeiro MA, et al. (2013). Reliability in endoscopic
diagnosis of portal hypertensive gastropathy. World J Gastrointest Endosc
;5: 323–31.
Garcia-Pagan JC, Feu F, Bosch J, et al. 2001. Propranolol compared with
propranolol plus isosorbide-5-mononitrate for portal hypertension in
cirrhosis. A randomized controlled study. Ann Intern Med;114. Pp: 869–
873.
Goodman and Gilman. 2008. Drug Therapy for Hypercholesterolemia and
Dyslipidemia. In Brunton L, Parker K, Blumental D and Buxton I
(editors). Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology and
Therapeutics. Mc Graw-Hill Companies. USA, Pp 611-15.
Gulberg V, Moller S, Gerbes Al,Henriksen JH. 2000. Increased Renal
production of Natriuretic Peptide (CNP) in Patients with Cirrhosis
and Funtional Renal Failure. Gut;47: Pp: 852-857.
Guntur HA. 2001. Perbedaan respon imun yang berperan pada sepsis dan syok
sepsis. Disertasi program doktor pasca sarjana Universitas Airlangga
Surabaya. Pp : 27-33.
Guntur HA, 2004. Peran kortikosteroid dalam inflamasi-alergi. Dalam: Guntur
HA dkk. Perspektif Masa Depan Imunologi-Infeksi. Sebelas Maret
University Press. Edisi I: pp 154-58.
Guntur HA, 2008. SIRS, sepsis dan syok septik iImunologi, Diagnosis dan
Penatalaksanaan). Dalam : Guntur dkk. Perspektif masa depan imunologi-
infeksi. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Pp: 35-7.
Hernomo O 2007. Sirosis Hati. Dalam : Ali S, Nurul A, Sjaifolleh N, Lesmama L
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jayabadi Press. Pp : 335-344.
Kamath PS, Lacerda M, Ahlquist DA, et al. (2000). Gastric mucosal responses to
90

intrahepatic portosystemic shunting in patients with cirrhosis.


Gastroenterology ;118:905–11.
Kawanaka H, Tomikawa M, Jones MK, et al. (2001). Defective mitogen-activated
protein kinase (ERK2) signaling in gastric mucosa of portal hypertensive
rats: potential therapeutic implications. Hepatology ;34:990–9.
Knopp RH. 1999. Drug Treatment of Lipid Disorders. NEJM, 341(7) Pp: 498-
508
Kotyla P. 2010. The Role of 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl Coenzyme a Reductase
Inhibitors (Statins) in Modern Rheumatology. Ther Adv Musculoskelet
Dis. 2(5), Pp: 257–269
Kumar S, Grace ND, Qamar AA. 2012. Statin Therapy Decreases the Risk of
Hepatic Decompensation in Cirrhosis. Gastroenterology 142 (5) 1 Pp:
919-920.
Lake J.R. Indications and Patients Selection. In: Bacon B.R, O’Grady J.G,
nd
DiBisaglie A.M, et all . 2006. Comprehensive Clinical hepatology. 2
edition. Elsevier.. Pp:585-604.
Lee JS, Semela D, Iredale J, et al. 2007. Sinusoidal remodeling and angiogenesis:
a new function for the liver-specific pericyte Hepatology ;45 Pp : 817–
825.
Martin L, Wadei HM, Ahsan M, Gonwa TA. 2006. Hepatorenal Syndrome:
Pathophysiology and Management. Clin J Am Soc Nephrol 1. Pp: 1066–
1079
Merli M, Nicolini G, Angeloni S, et al. 2004. The natural history of portal
hypertensive gastropathy in patients with liver cirrhosis and mild portal
hypertension. Am J Gastroenterol ;99:1959–65.
Mason JC. 2003. Statins And Their Role In Vascular Protection. Clinical Science
105, Pp: 251–266.
McFarlane SI, Muniyappa R, Francisco R, Sowers JR. 2002. Pleiotropic Effects
Of Statins: Lipid Reduction And Beyond. J Clin Endocrinol Metab 87(4)
Pp: 1451–1458
Mezawa S, Homma H, Ohta H, et al. (2001). Effect of transjugular intrahepatic
portosystemic shunt formation on portal hypertensive gastropathy and
gastric circulation. Am J Gastroenterol ;96:1155–9.
Montesa, Giustarini, Dalle-Donne, Tsikas, Rossi, Andrew, et al. 2009. Oxidative
stress and human diseases: Origin, link, measurement, mechanisms, and
biomarkers.Critical Reviews in Clinical Laboratory Science. Vol.46, No.(5-
6) . Pp : 241–28.1
Muller S.A, Mehrabi A, Schmied B.M, Welsch T, Fonouni H, Engelmann G, et al.
2007. Partial liver transplantation-living donor liver transplantation and
split liver transplantation. Nephrol Dial Transplant.. 22(suppl 8) Pp:13-22.
Navasa M, Bosch J, Mastai R, et al. 2005. Measurement of hepatic blood flow,
hepatic extraction and intrinsic clearance of indocyanine green in cirrhosis.
Comparison of a non-invasive pharmacokinetic method with measurements
using hepatic vein catheterization. Eur J Gastroenterol Hepatol;3. Pp :305–
312.
91

Newsholme P, Haber EP, Hirabara SM, Robelato ELO, Procopio J, Morgan D et


al. 2007. Diabetes Associated Cell Stress and Dysfunction : Role of
Mitochodrial and non-Mitochondrial ROS Production and Activity. J
Physiol 583(1) : 9-24
Ohta M, Yamaguchi S, Gotoh N, et al. (2002). Pathogenesis of portal
hypertensive gastropathy: a clinical and experimental review.
Surgery;131:S165–70.
Paul DP, Gahtan V. 2003. Noncholesterol-Lowering Effect of Statins. Vasc
Endovasc Surg, 37 Pp: 301-13.
Perini RF, Camara PR, Ferraz JG. (2009). Pathogenesis of portal hypertensive
gastropathy: translating basic research into clinical practice. Nat Clin
Pract Gastroenterol Hepatol;6:150–8.
Ripoll C, Garcia-Tsao G. (2010). Management of gastropathy and gastric
vascular ecta-sia in portal hypertension. Clin Liver Dis ;14:281–95.
Sadowitz B, Maier KG, Gahtan V. 2010. The pleiotropic effects of statins in
cardiovascular disease. Vasc Endovascular Surg 44(4) Pp: 241-251
Santjaka A. 2011. Teknik sampling. dalam : Sigit H, Abay F (editors). Statistik
untuk penelitian kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta. Edisi I. Pp: 50-66 Sarin
SK, Shahi HM, Jain M, et al. (2000). The natural history of portal
hypertensive gastropathy: influence of variceal eradication. Am J
Gastroentero ;95: 2888–93.
Shishehbor MH and Bhatt DL. 2004. Inflammation and atherosclerosis. Current
Atherosclerosis Reports. 6: pp 131-39.
Stancu C, Sima A. 2001. Statins: Mechanism Of Action And Effects. J Cell Mol
Med (5) 4 Pp: 378-387.
Stewart CA, Sanyal AJ. (2003). Grading portal gastropathy: validation of a
gastropathy scoring system. Am J Gastroenterol ;98:1758–65.
Suciu M. 2009. The Role Of Nitric Oxide (NO) And Statins In Endothelial
Dysfunction And Atherosclerosis. Farmacia Vol. 57 (2). Pp: 131-140
Tamargo J, Caballero R, Gómez R, Núñez L, Vaquero M, Delpón E. 2007. Lipid
Lowering Therapy With Statins, A New Approach To Antiarrhythmic
Therapy. Pharmacology & Therapeutics 114 Pp: 107–126.
Tanoue K, Hashizume M, Wada H, et al. (1992). Effects of endoscopic injection
sclerotherapy on portal hypertensive gastropathy: a prospective study.
Gastrointest Endosc ;38:582–5.
Trebicka J, Hennenberg M, Laleman W, et al. 2007. Simvastatin lowers portal
pressure in cirrhotic rats by inhibition of RhoA/Rho-kinase and activation
of endothelial nitric oxide synthase. Hepatology. 46 Pp : 242–253.
Thuluvath PJ, Yoo HY. 2002. Portal hypertensive gastropathy. AmJ
Gastroenterol ;97:2973–8.
Wassmann S, Laufs U, Baumer AT, Muller K, Konkol C, Sauer H, et al. 2000.
Inhibition of Geranylgeranylation Reduces Angiotensin II Mediated Free
Radical Production in Vascular Smooth Muscle Cells: Involvement of
Angiotensin AT1 Receptor Expression and Rac1 GTPase. Mol
Pharmacol (59). Pp :646–654
92

Wolfrum S, Jensen KS, Liao JK. 2003. Endothelium-Dependent Effects of


Statins. Arterioscler Thromb Vasc Biol 23 Pp: 729-736
Van de CM, Omasta A, Janssens S, et al. 2002. In vivo gene transfer of endothelial
nitric oxide synthase decreases portal pressure in anaesthetised carbon
tetrachloride cirrhotic rats. Gut;51.Pp : 440–445.
Vigneri S, Termini R, Piraino A, et al. (1991). The stomach in liver cirrhosis.
Endoscopic, morphological, and clinical correlations. Gastroenterology;
101:472–8.
Wiest R, Groszmann RJ. 2002. The paradox of nitric oxide in cirrhosis and portal
hypertension: too much, not enough. Hepatology;35. Pp : 478–491.
Wu L,. Chiou C-C, Chang P-Y, Wu J-T, Shien S, Lieh P-N, et al. 2004. Urinary 8-
OHdG: A Marker Of Oxidative Stress To DNA And A Risk Factor For
Cancer, Atherosclerosis And Diabetics. Clinica Chim. Acta. 339. Pp : 1-9.
Yanez RM, Dávalos A, Castillo J. 2008. Withdrawal From Statins: Implications
For Secondary Stroke Prevention And Acute Treatment. Int J Stroke 3(2)
Pp: 85-87
Yoo HY, Eustace JA, Verma S, et al. (2002). Accuracy and reliability of the
endoscopic classification of portal hypertensive gastropathy. Gastrointest
Endosc;56: 675–80.
Yu Q, Shao R, Qian HS, et al. 2000. Gene transfer of the neuronal NO synthase
isoform to cirrhotic rat liver ameliorates portal hypertension. J Clin
Invest;105. Pp :741–748.
Zhang Z, Wang M, Xue SJ, Liu DH, Tang YB. 2012. Simvastatin Ameliorates
Angiotensin II-Induced Endothelial Dysfunction Through Restoration of
Rho-BH4-eNOS-NO Pathway. Cardiovasc Drugs Ther 26(1) Pp: 31-40

Anda mungkin juga menyukai