Laporan Kasus
Roseola Infantum
Oleh:
Pembimbing :
Nim : 112016014
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. MF Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Riau, 3 Juni 2016 Suku Bangsa : Jawa
Usia : 11 bulan 20 hari Agama : Islam
Alamat: Jl. Halmahera Blok B3 no 18 Pendidikan : -
Penghasilan - Rp.10.000.000/bulan
Alamat Jl. Halmahera Blok B3 no 18 Jl. Halmahera Blok B3 no 18
A. Anamnesis
Diambil dari : Alloanamnesis dari Ibu Pasien
Tanggal : 23 Maret 2017 di Bangsal Rawat Inap anak
Keluhan utama :
Demam sejak 3 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Tiga hari SMRS, OS mengalami demam yang suhunya tidak sempat diukur ibu OS.
Demam menetap sepanjang hari dan berlangsung terus menerus. Demam turun jika ibu OS
memberikan obat penurun panas. Demam tidak disertai kejang. Tidak ada keluhan batuk dan
pilek. Ibu OS mengatakan tidak ada keluhan mata merah ataupun benjolan pada daerah leher OS.
Ibu OS mengeluhkan OS rewel. Mual dan muntah dikatakan tidak ada. BAB dan BAK dikatakan
ibu OS dalam batas normal.
Satu hari setelah masuk Rumah Sakit, OS sudah tidak demam dan tidak rewel tetapi
muncul ruam kemerahan pada badan OS. Awalnya ruam kemerahan muncul di dada yang
kemudian menyebar ke perut, dan punggung OS. Ruam kemerahan rata dengan kulit, tidak
terdapat cairan dan tidak disertai rasa gatal.
Kelahiran
Tempat kelahiran Rumah Sakit Otorita Batam
Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama 6 bulan
Duduk 6 bulan
Berdiri 10 bulan
Berbicara 10 bulan
Riwayat Imunisasi
Note :
: ibu
: ayah
: anak
(11 bulan)
B. Pemeriksaan Jasmani
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 100 kali/menit, reguler
Suhu : 36,4 C
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 24 kali/menit, teratur, reguler
Tekanan darah :-
Antropometri
Panjang badan : 72 cm
Berat badan : 8 Kg
BB/U : -2 SD s/d 0 SD
PB/U : -2 SD s/d 0 SD
Kepala : Normocephali, distribusi rambut rata, warna rambut hitam
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflek cahaya pupil kanan-kiri
postif dan isokor, kelopak mata kanan-kiri normal
Telinga : Normotia, tidak ada sekret, membran timpani kanan-kiri utuh, refleks cahaya
kanan-kiri (+), tidak ada radang pada telinga, nyeri tekan tragus tidak ada.
Hidung : Tidak ada septum deviasi, tidak tampak sekret, napas cuping hidung tidak ada
Tenggorokan : Faring tidak tampak hiperemis, tonsil kanan-kiri (T1-T1), tdiak eksudat.
Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar, makulopapular eritematosa,
diskret (+)
Gigi-Mulut : Mukosa mulut tidak tampak kering.
Thorax
Paru-Paru :
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Statis dan dinamis simetris, Statis dan dinamis simetris,
retraksi intercostals tidak ada retraksi intercostals tidak ada
Kanan Statis dan dinamis simetris, Statis dan dinamis simetris,
retraksi intercostals tidak ada retraksi intercostals tidak ada
Palpasi Kiri Statis dan dinamis simetris, Statis dan dinamis simetris,
retraksi intercostals tidak ada, retraksi intercostals tidak ada,
nyeri tekan tidak ada nyeri tekan tidak ada
Kanan Statis dan dinamis simetris, Statis dan dinamis simetris,
retraksi intercostals tidak ada, retraksi intercostals tidak ada,
nyeri tekan tidak ada nyeri tekan tidak ada
Perkusi Kiri Sonor dalam batas normal Sonor dalam batas normal
Kanan Sonor dalam batas normal Sonor dalam batas normal
Auskultasi Kiri Suara napas vesikuler Suara napas vesikuler
Wheezing tidak ada Wheezing tidak ada
Ronkhi tidak ada Ronkhi tidak ada
Kanan Suara napas vesikuler Suara napas vesikuler
Wheezing tidak ada Wheezing tidak ada
Ronkhi tidak ada Ronkhi tidak ada
Jantung :
Inspeksi : Pulsasi iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Teraba iktus cordis pada sela iga III linea midclavicula kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi :
Katup Aorta : BJ 2 > BJ 1 murni reguller, mur-mur tidak ada, gallop tidak ada
Katup Pulmonal : BJ 2 > BJ 1 murni reguller, mur-mur tidak ada, gallop tidak ada
Katup Trikuspidal : BJ 1 > BJ 2 murni reguller, mur-mur tidak ada, gallop tidak ada
Katup Mitral : BJ 1 > BJ 2 murni reguller, mur-mur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen :
Inspeksi : datar, retraksi epigastrium (-), makulopapular eritematosa, diskret (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normoperistaltik
Palpasi
Dinding Perut : supel, nyeri tekan epigastrium (-)
Turgor Kulit : Kembali cepat
Hati : Tidak teraba membesar
Limpa : Tidak teraba membesar
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Timpani
Kulit : makulopapular eritematosa (+), diskret pada leher, dada, perut dan punggung.
Ekstremitas
Inspeksi : Deformitas (-), pembengkakan (-), sianosis (-)
Palpasi : Pitting oedema di kedua kaki (-), akral hangat, crt <2
Movement : Pergerakan ke empat ekstremitas baik
Pemeriksaan Penunjang : -
Ringkasan :
OS datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam terus-menerus. Satu hari
Setelah masuk rumah sakit OS sudah tidak demam dan rewel tetapi muncul ruam kemerahan
pada badan OS. Awalnya ruam kemerahan muncul di dada yang kemudian menyebar ke perut
dan punggung OS. Ruam kemerahan rata dengan kulit, tidak terdapat cairan dan tidak disertai
gatal.
Pada pemeriksaan fisik didapati :
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 100 kali/menit, reguler
Suhu : 36,4 C
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 24 kali/menit, teratur, reguler
Kulit : makulopapular eritematosa (+), diskret pada dada, perut dan punggung.
D. Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Paracetamol sirup 3x1 cth (Jika demam)
E. Prognosis
1. Ad Vitam : bonam
2. Ad Fungsionam : bonam
3. Ad Sanationam : bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Roseola infantum (eksantema subitum) adalah penyakit virus pada bayi dan anak kecil
yang bersifat akut, biasanya terjadi secara sporadik dan dapat menimbulkan epidemi. 1
Epidemiologi
Eksantema subitum cenderung timbul di musim semi dan musim gugur pada negara
dengan 4 musim. Angka kejadian penyakit ini pada perempuan dan laki-laki sama besar. Secara
geografis, angka kejadian eksantema subitum tidak berbeda bermakna. Eksantema subitum
diperkirakan memiliki periode inkubasi selama 7-17 hari.1,2
Pada suatu penelitian dengan tes imunofluoresens, secara langsung telah dibuktikan
adanya antibodi terhadap HHV-6 pada awal penyakit. Sebagian besar bayi mempunyai antibodi
maternal untuk beberapa bulan pertama kehidupan. Pada umur 4 bulan hanya 25% didapatkan
antibodi. Persentase ini meninggi sampai 76% pada waktu berumur 11 bulan, 90% pada umur 5
tahun, dan 98% pada waktu berumur 17 tahun. Sebagian besar kasus klinik terjadi antara usia 6-
18 bulan. Didapatkannya virus pada saliva orang dewasa asimtomatik dapat merupakan sumber
infeksi. Hampir semua orang dewasa muda adalah seropositif, walaupun titer HHV-6 mungkin
lebih rendah daripada pada anak. Infeksi primer HHV-6 didapat pada usia 6-18 bulan, dimana
rata-rata usia adalah 9 bulan. Semua bayi aterm memiliki antibodi maternal sejak lahir dan
menurun pada usia 4 bulan.3 Titer ini akan meningkat kembali karena adanya infeksi primer dari
HHV-6. Hal ini menggambarkan bahwa hampir semua anak terkena HHV-6 dalam usia 6 bulan
pertama.1
Di Amerika Serikat, hampir semua tes serologi infeksi HHV-6 hasilnya positif. Pada
penelitian yang lain juga menunjukkan variasi dalam prevalensi penyebaran. Seperti diketahui
terdapat asosiasi kuat antara HHV-6A pada anak di Zambia dengan demam yang terjadi pada
daerah endemik. Pada kejadian infeksi HHV-6 tidak mengenai ras teretentu saja. Penelitian
seroepidemiologi menyatakan bahwa infeksi HHV-7 terjadi pada anak dengan usia yang lebih
lanjut bila dibandingkan dengan infeksi HHV-6. Juga dikatakan antibodi HHV-7 tidak terdeteksi
pada anak usia di bawah 2 tahun.1,2
Etiologi
HHV-6 merupakan salah satu dari tujuh herpes virus manusia. Merupakan anggota genus
Roseolovirus, subfamily Beta-herpesvirus. Seperti pada herpes virus lainnya, HHV-6 memiliki
karakteristik electron-dense core dan kapsid ikosahedral, dikelilingi oleh tegumen dan lapisan
luar yang merupakan lokasi dari glikoprotein yang penting dan membrane protein. Kapsid HHV-
6 dengan diameter 90-110 mm, dirangkai dalam nucleus, dimana terdapat pula tegumen. Kapsid
tegument berdiameter 165nm melepaskan diri masuk ke sitoplasma, kemudian kapsid menjadi
envelope dengan membuat tunas ke dalam vesikel sitoplasma. Virion luar memiliki diameter
sekitar 200 nm.
Telah diketahui bahwa HHV-6 menginfeksi dan mereplikasi dalam limfoit dari sel T.
terdapat 2 jenis dari HHV-6, yaitu jenis HHV-6A dan HHV-6B. Kedua varian ini sangat mirip,
tetapi dapat dibedakan berdasarkan seluler, karakteristik biologi molekuler, epidemiologi dan
asosiasi klinik. Genom DNA HHV-6 sekitar 162-170 kb, dengan panjang segmen sekitar 141-
143 kb. Pada saliva lebih banyak terdapat jenis HHV-6B. Infeksi primer penyakit eksantema
subitum disebabkan oleh HHV-6B. transmisi yang mugkin terjadi adalah saat intrauterine atau
perinatal, dimana dapat ditemukan genom HHV-6 pada sel mononuclear di darah tepi neonates
sehat dan sekrets dari serviks wanita hamil. Isolasi dari HHV-6 diikuti dengan identifikasi dari 2
herpesvirus yang lain yang dapat menginfeksi manusia, yaitu HHV-7 dan HHV-8 atau Kaposiss
ssarcoma-associated herpesvirus (KSHV). HHV-6 dan HHV-7 merupakan subfamily beta
herpesvirus. Infeksi primer HHV-7 yang mirip dengan HHV-6 dapat menyebabkan eksantema
subitum dengan demam yang tinggi. Transmisi HHV-7 belum ditentukan secara pasti, tetapi
dilaporkan bahwa virus dapat diisolasi dari saliva orang dewasa.
Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
Pada roseola, selama beberapa hari pertama demam, dapat dijumpai leukositosis. Selama 24-36
jam pertama panas, jumlah lekosit 16000-20000/mm3 dengan peninggian neutrofil. Pada hari ke
3-4 panas dapat timbul leucopenia (3000-5000/mm3). Dapat terdapat neutropenia absolute
dengan limfositosis relative (90%). Kadang-kadang dapat timbul monosit dalam jumlah besar.1,4
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan terhadap immunoglobulin M terhadap antibody penderita, dan dapat dilakukan
pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteksi DNA HHV-6 pada saliva dan
kelenjar liur. Pemeriksaan secara pasti untuk menentukan infeksi primer dari HHV-6 sangat sulit.
Meskipun terdapat berbagai macam tes serologi tetapi tetap tidak akurat. Adanya antibody
maternal pada bayi dengan peningkatan 4 kali pada titer serologi, dapat menandakan reaktivasi
atau dapat pula berhubungan dengan infeksi yang lain. Pemeriksaan serologis HHV-6 dan HHV-
7 dapat menunjukkan adanya reaksi silang, sehingga menyebabkan hasil positif palsu. Antibody
IgM terhadap HHV-6 umumnya dapat terdeteksi 5-7 hari pertama setelah infeksi primer. Deteksi
DNA HHV-6 pada darah dan saliva, dengan polymerase chain reaction tidak dapat membedakan
suatu infeksi persisten atau infeksi primer. HHV-6 yang persisten pada sel mononuclear darah
tepi umumnya terdapat pada anak setelah infeksi primer.1
Diagnosis Banding
Campak
Campak adalah penyakit infeksi virus akut, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam,
inflamasi mukosa dan saluran napas, yang diikuti erupsi makulopapular berwarna merah dan
diakhiri dengan deskuamasi kulit. Campak adalah penyakit menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu stadium inkubasi, stadium prodormal (kataral), dan stadium erupsi yang
bermanifestasi dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik. Umur terbanyak penderita
campak adalah < 12 bulan, diikuti kelompok umur 1-4 dan 5-14 tahun. Nama lain penyakit ini
adalah morbili, measles, dan rubeola.5
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium:
- Stadium prodromal: berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan
batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda
patognomonik timbulnya bintik putih mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak
Koplik.6 Bercak Koplik merupakan bintik putih keabu-abuan, biasanya sebesar butir pasir.
Bercak ini muncul dan menghilang dengan cepat, biasanya dalam 12-18 jam.
- Stadium erupsi: ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang bertahan selama 5-
6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian
menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke ekstremitas.
- Stadium penyembuhan: stelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai dengan
urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang
1-2 minggu.6
Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan darah tepi dan didapatkan leukosit
normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi,
antibiotic diberikan apabila terjadi infeksi sekunder, antikonvulsi apabila terjadi kejang dan
pemberian vitamin A. Tanpa komplikasi, tirah baring di tempat tidur, vitamin A 100.000 IU,
apabila malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari, diet makanan cukup cairan, kalori yang
memadai.
Indikasi pasien dirawat bila: hiperpireksia (suhu >39.0 oC), dehidrasi, kejang, asupan oral
sulit, adanya komplikasi.
Rubella
Merupakan suatu penyakit virus yang umum pada anak dan dewasa muda, yang ditandai
oleh suatu masa prodromal yang pendek, pembesaran kelenjar getah bening servikal,
suboksipital dan postaurikular, disertai erupsi yang berlangsung 2-3 hari. Disebabkan oleh suatu
RNA virus, genus Rubivirus, family Togaviridae. Dapat diisolasi dari biakan jaringan penderita.
Pada waktu terdapat gejala klinis virus ditemukan pada sekret nasofaring, darah, feses dan urin.1
Penularan terjadi melalui oral droplet, dari nasofaring, atau rute pernapasan, selanjutnya
virus rubella memasuki aliran darah. Penularan dapat terjadi biasanya sejak 7 hari sebelum
hingga 5 hari sesudah timbulnya erupsi. Daya tular tertinggi pada akhir masa inkubasi kemudian
menurun dengan cepat, dan berlangsung hingga menghilangnya erupsi.1
1. Masa inkubasi, berkisar antara 14-21 hari (minimal 12 hari, maksimal 17-21 hari)
2. Masa prodromal, pada anak biasanya erupsi timbul tanpa keluhan sebelumnya, jarang
disertai gejala dan tanda pada masa ini. Namun pada remaja dan dewasa muda, masa
prodromal berlangsung 1-5 hari dan terdiri dari demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorok,
kemerahan pada konjungtiva, rhinitis, batuk dan limfadenopati. Segera menghilang pada
waktu erupsi timbul. Pada 20% penderita selama masa prodromal atau hari pertama erupsi,
timbul suatu enantema, Forschheimer spot, yaitu makula atau ptekiae pada palatum molle,
bisa saling merengkuh sampai seluruh permukaan faucia. Pembesaran kelenjar limfe bisa
timbul 5-7 hari sebelum timbul eksantema, khas mengenai kelenjar suboksipital,
postaurikular dan servikal, disertai nyeri tekan.
3. Masa eksantema, mulai retroaurikuler atau pada muka dan dengan cepat meluas secara
kraniokaudal ke bagian tubuh lain. Mula-mula berupa makula berbatas tegas dan kadang-
kadang dengan cepat meluas dan menyatu, memberikan bentuk morbiliform. Pada hari ke-2
eksantema di muka menghilang, diikuti hari ke-3 di tubuh, dan hari ke-4 di anggota gerak.
Limfadenopati biasanya berlangsung selama 5-8 hari.
Peningkatan sel plasma 5-20% merupakan tanda khas. Kadang-kadang terjadi leukopenia pada
awal penyakit yang dengan segera diikuti limfositosis relatif. Sering terjadi penurunan ringan
jumlah trombosit. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan serologi yaitu adanya
peningkatan titer antibodi 4x pada haemaglutinin inhibition test (HAIR) atau ditemukannya
antibodi IgM yang spesifik untuk rubella.
Prognosis
Prognosis pada penderita eksantem subitum adalah baik. Hal ini disebabkan karena
perjalanan penyakit eksantema subitum adalah akut dan ringan. Penyakit ini dapat sembuh
dengan sempurna. Erupsi yang terjadi pada kulit dapat hilang dan kembali normal tanpa adanya
bekas. Pada penderita imunokompromis yang menderita eksantema subitum, dapat terjadi infeksi
kronis hingga menyebabkan kematian.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Kerja TB Anak. Diagnosis & tatalaksana tuberkulosis anak. Jakarta: DEPKES
IDAI; 2008.
2. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis. Jakarta: Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.h.323-
8.
3. Basir D, Kartasasmita CB. Tuberkulosis epidemiologi. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno
B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.h.165-6.
4. Behrma RE, Kliegman RM, ed. Nelson esensi pediatri. Edisi ke-4. Jakarta: EGC;
2010.h.431.
5. Werdhani R A. Patofisiologi, diagnosis, dan klasifikasi tuberkulosis. Jakarta: Departemen
Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI; 2010.
6. Rahajoe NN, Setyanto DB. Patogenesis dan perjalanan alamiah. Dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.h.169-74.