Anda di halaman 1dari 87

Anatomi, Fisiologi dan

Patologi Faring
Novalia Gheda Bili
Faring
• Faring adalah struktur konduktif yang terletak di garis tengah leher.

• Sebagai saluran pencernaan (GIT) dan sistem pernapasan.

• Berbentuk corong dengan ujung atasnya lebih lebar dan terletak tepat di bawah permukaan bawah tengkorak,

dan ujung bawahnya lebih sempit dan terletak di tingkat vertebra serviks keenam (C6) di mana permulaan

esofagus di posterior dan laring anterior terjadi


ANATOMI FARING
NASOFARING
• Terletak di belakang lubang hidung posterior (choanae)

• Bagian atas dibentuk oleh korpus spenoid dan prosesus


basilar os oksipital berhubungan

• Bagian anterior: koana

• Bagian posterior oleh vertebra servikal

• Inferior : pallatum mole

• Lateral: saluran Eustachius atau tabung faringotimpani,


berfungsi untuk menyamakan tekanan dan memfasilitasi
drainase sekret telinga tengah

• Pada atap dan dinding belakang nasofaring terdapat adenoid


Orofaring
• Disebut mesofaring adalah bagian tengah faring, terletak di antara
langit-langit lunak dan batas superior epiglotis.

• Batas atas palatum mole

• Batas bawah adalah tepi atas epiglotis

• Batas depan adalah ismust fausium rongga mulut,

• Batas belakang vertebra servikal.

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah

• dinding posterior faring,


• tonsil palatina (jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsil antara lengkungan
palatoglossal dan palatopharyngeal rongga mulut)
• fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior
• uvula

• tonsil lingual jaringan limfoid di dasar lidah


• Otot konstriktor superior
Tonsil
• Tonsil adalah massa yang terdiri dari
jaringan limfoid yang terdapat di dalam
faring, diliputi epitel skuamosa dan
ditunjang oleh jaringan ikat dengan
kriptus didalamnya

• Cincin Waldeyer adalah cincin jaringan


limfoid di naso- dan orofaring yang • Pertahanan terhadap kuman patogen
dibentuk oleh tonsil palatine
• Penghasil antibodi spesifik (Ig)
berpasangan, tonsil adenoid dan tonsil
lingual. • Penghasil limfosit

• Berperan terhadap proses imunologis


Vaskularisasi tonsil
• A. Palatina Ascenden, cabang A. Fasialis, memperdarahi

bagian postero inferior

• A. Tonsilaris, cabang A. Fasialis, memperdarahi daerah

antero-inferior

• A. Lingualis Dorsalis, cabang A. Maksilaris Interna,

memperdarahi daerah antero-media Persarafan tonsil


• A. Faringeal Ascenden, cabang A. Karotis Eksterna,
• Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang
memperdarahi daerah postero-superior melewati ganglion sphenopaltina yaitu n. palatina
• Bagian bawah tonsil dipersarafi n. glossopharingeu
• A. Palatida Descenden dan cabangnya, A. Palatina Mayor dan

A. Palatina Minor, memperdarahi daerah antero-superior


Aliran Limfatik Tonsil
• Daerah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke V.
Lingualis dan pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara
Aliran limfe dari parenkim tonsil ditampung pada ujung pembuluh
limfe eferen yang terletak pada trabekula,  membentuk
ke V. Jugularis Interna. pleksusmenembus M. Konstriktor faringeus superior menembus
fascia bukofaringeus kelenjar servikalis profundam duktus
• Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum, menyilang bagian lateral
torasikus
kapsula dan selanjutnya menembus dinding faring
Hipofaring (laringofaring)
Bagian paling distal dari faring, laringofaring terletak di
antara

• Batas superior: tepi atas epiglottis

• batas anterior: laring

• batas inferior: esofagus

• batas posterior: vertebra servikal


Ruang Retrofaring (Retro Pharyngeal Space)
• Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri

dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring.

• Ruang ini berisi jaringan ikat dan fasia prevertebralis.

• Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas

paling bawah dari fasia servikalis.

• Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra.

• Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila.


Ruang Parafaring / Pharyngo-maxilarry Fossa
• Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang

terletak pada dasar tengkorak dekat foramen

jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hioid.

• Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh m.konstriktor

faring superior,

• batas luar: ramus asenden mandibula yang melekat

dengan m.pterigoid intema

• bagian posterior: kelenjar parotis.


Mukosa Faring
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. • Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan
limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang
• Pada nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka
termasuk dalam sistem retikuloendotelial.
mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang

mengandung sel goblet.

• Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring; karena

fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan

tidak bersilia
Otot faring
• Ada dua kelompok utama otot faring;

longitudinal dan sirkular.

• Otot-otot faring sebagian besar dipersarafi oleh

saraf vagus - satu-satunya pengecualian adalah

stylopharyngeus (saraf glossopharyngeal).


Persarafan faring
• Faring menerima serabut saraf sensorik dan motorik.

• Serabut sensorik (aferen) mensuplai membran mukosa dari tiga bagian faring dan mengirimkan sensasi umum (nyeri, suhu,
tekanan, dan sentuhan)

• Nasofaring dipersarafi divisi kedua dari saraf kranial kelima (divisi maksila dari saraf trigeminal atau CN V2).

• Orofaring dipersarafi oleh saraf kranial kesembilan (saraf glossopharyngeal atau CN IX),

• Hipofaring dipersarafi saraf laring internal yang merupakan cabang dari saraf laring superior dari saraf kranial kesepuluh vagus
atau CNX )
Perdarahan faring
• Suplai arteri ke faring adalah melalui cabang-cabang arteri karotis eksterna:

1. Arteri faring asendens

2. Cabang dari arteri wajah

3. Cabang dari arteri lingual dan maksilaris.

• Drainase vena dicapai oleh pleksus vena faring, yang mengalir ke vena jugularis interna.
Aliran limfa
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni

• Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam
atas.
• Saluran limfa rnedia mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas,
sedangkan
• Saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah
Fisiologi Faring
Fungsi utama faring ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan untuk artikulasi.

 Proses menelan

Pada fase oral fase faringeal fase esofagal

 Proses bicara
INFEKSI
Faringitis Akut (merupakan
peadangan akut dinding faring)

Faringitis Kronik (merupakan


faringitis
FARINGITIS
peradangan dinding faring kronik)

FARINGITIS SPESIFIK
FARINGITIS AKUT
Faringitis viral
Etiologi: Pemeriksaan fisik

1. Adenovirus Faring dan tonsil hiperemis

2. Rinovirus
1. Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan
3. Virus influenza eksudat.
4. Coxsachievirus
2. Coxachievirus dapat Menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulil
5. Hsv
berupa maculoppular rash.
6. Campak
7. EBV 3. Epstein Earr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi
8. CMV eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di

9. HIV tipe 1 seluruh tubuh retroservikal dan hepatosplenomegaly

4. Faringitis yang disebabkan HIV-1. Pada pemeriksaan tampak faring


Gejala
hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak
• demam
lemah.
• Rinorea
• Mual 5. Herpes sipleks virus, lesi vesicular mudah berdarah atau tampak ulkus pada
• Nyeri tenggorokan tonsil yang tertutup eksudar keabuan. Pembesaran dan nyeri pada
• Sulit menelan limfadenopati servikal
• Adenovirus: konjungtivitis terutama pada anak
• HIV-I: nyeri menelan, atralgia, fotofobia,
ruammakulopapular
Istirahat dan minum cukup

Kumur air hangat

Terapi Anelgetika dan tablet isap

Antivirus
• metisoprinol
Dewasa: infeksi herpes simpleks dosis 60-100 mg/kgBB
dalam 4-6x/hari
Anak-anak: <5 th 50 mg/kgBB dalam 4-6x/hari
Faringitis akut
Faringitis Bakteri
lnfeksi grup A Streptokokus Beta hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).

Gejala klinik

• Sakit tenggorok

• Sulit menelan

• Demam

Streptokokus
Tanda

• Rinore, batuk (-)

• Limfadenopati servikal
Diagnosis

• Paling sederhana: Swab kultur dari faring


• Immunoassay: sensitivitas & spesifisitas
baik
• Kultur
• Rapid test
Tatalaksana

• Antibiotik
Penisilin G Benzatin 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal
Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis terbagi 3x/hari selama 10 hari /dewasa 3x500
mg selama 5-10 hari
Eritromisin 4x500 mg/hari
• Kortikosteroid
Deksametason 8-16 mg, IM, 1x. Anak: 0.08-0,3 mg/kgBB, IM, 1x
• Analgetik
• Kumur dengan air hangat/antiseptic
Komplikasi

• Nonsupuratif: glomerulonefritis, demam rematik, grisel sindrom,


subluxatio atlantoaxial joint, proses inflamasi pada kepala dan
leher

• Supuratif: otitis media dan sinusitis akut.


Gonorrhea

Neisseria gonorrhoeae

Etiolog (bakteri gram negatif

i Pyogenic Diplococcus).

Patofisiologi • Organisme menginfeksi mukosa dan kelenjar 


ulserasi epitel dan infiltrat lekosit PMN.
• Kebanyaka
a
nsimptomatik, tetapi
Gejal kadang-kadang
a nyeri tenggorok.

• Tonsil hipertrofi
Tand dan
a adenopati servikal.

Tata- • Sefalosporin gen III,


laksana ceftriaxone 250 mg,
IV
Faringitis akut
Faringitis Fungal

Infeksi o.k jamur atau parasit umumnya tidakmenimbulkan gejala kecuali pasien
dengan imunosupresi atau kondisi lemah kronis.
Flora normal di mulut tetapi jika Sistem imun terganggu dapat menginvasi mukosa 
sakit / disfagi

terjadi pada pasien kanker, pencakokan organ, perawatan dengan agen


imunosupresi dan AIDS.
Candida
(Oral Thrush)

Gejala: nyeri tenggorokan dan nyeri


menelan

Pemeriksaan fisik:
• Tampak plak putih diorofaring
• Mukosa faring hiperemis
Candida
(Oral Thrush)

Identifikasi jamur: pengecatan gram stain atau acid-schiff stain berkala, kultur
dengan agar Sabouraud

Histologi: pseudohifa saling berhubungan, infiltrasi sel-sel radang

Penatalaksanaan: Nystatin pada rongga mulut/faring 100.000-400.000


2/hari, Ketoconazol oral/Fluconazol; peradangan antibiotic Amphotericin B

Pencegahan pasien dengan HlV-positif : fluconazol oral sangat efektif


Faringitis kronik
hiperplastik
Perubahan mukosa dinding posterior faring

Pemeriksaan fisik
• Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring
• Lateral band hiperplasi
• Mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranula

Gejala
• Tenggorokan kering gatal
• Batuk berdahak

Terapi
• Kaustik faring dengan memakai zat kimia laurutan nitras
argenti
• Pengobatan simtomatis: obat kumur/tablet hisap
• Obat antitusiff/ekspektoran
Faringitis kronik atrofi
Sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi

Gejala dan tanda


• Tenggorok kering & tebal
• Mulut berbau

Pemeriksaan fisik
• Tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental
• Bila diangkat mukosa tampak kering

Terapi
• Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya
• Untuk faringitis kronik atrofi dengan obat kumur
• Menjaga kebersihan mulut
Faringitis spesifik

FARINGITIS LEUTIKA

Penyakit kelamin sistemik yang bermanifestasi klinik di kepala dan leher.

Etiologi: Treponema palidum.

M asa inkubasi bervariasi dari 3 - 9 0 hari (rata-rata 3 minggu)


Faringitis Luetika

Stadium
• Lidah, palatum mole,
tonsil, dinding post sekunder • Berkembang dlm
beberapa tahun
faring sejak infeksi
• Bercak keputihan  (pelan &
awal
• Jarang ditemukan • Guma :
progresif)
ulkus faring (= • Eritema dinding
genitalia) tidak nyeri tonsil, palatum
predileksi
faring menjalar ke sembuh: sikatrik
• Pembesaran KGB laring  disfagi permanen
mandibular • Sangat menular • Jarang dinding
tidak nyeri tekan bila tidak diobati post faring 
• Umumnya • 1/3 sembuh meluas ke
sembuh sempurna, 1/3 v. servikal: pecah 
spontan dlm 3-6 carrier, 1/3 ke kematian
mgg st. tersier
Stadium Stadium
primer tersier
Faringitis Luetika

Tes serologik

• Nonspesifik nontreponemal antibody test:


• Murah, mudah, cepat
• VDRL, rapid plasma test  skrining
• Sangat sensitif pada st. sekunder : 99% (+)
• Spesifik treponemal antibody test:
• FTA-ABS test
• Untuk diagnosis & prognosis karena sangat
sensitif
Terapi

• Dosis tunggal penisilin


• Alergi : tetrasiklin, eritromisin
Faringitis Tuberkulosis
• Faringitis tuberkulosis merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru.

• Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis faring primer.

• Cara infeksi
eksogen yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara.
endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris.
Gejala:
Keadaan umum pasien buruk karena anoreksi dan odinofagia.
Pasien mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia serta pembesaran kelenjar
limfa servikal.

Pemeriksaan Fisik:
Hematogen: tonsil terkena kedua sisi
Lesi pd dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole & durum
Kelenjar regional membengkak

Diagnosis:
Pemeriksaan sputum basil tahan asam
Foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru
Biopsi jaringan yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta mencari kuman
basil tahan asam di jaringan.

Terapi sesuai dengan terapi tuberkulosis paru.


• Viral • Difteri
• Bakterial • Septik
• Angina Plaut Vincent
(stomatitis
ulseromembranosa)
• Peny. Kelainan
• Peradangan darah

tonsil palatina AKUT MEMBRANOSA

TONSILITIS

KRONIK
Tonsilitis Akut (Tonsilitis Viral)
• Merupakan peradangan akit pada tonsila palatina
• Gejala : menyerupai common cold yang disertai nyeri tenggorok
• Penyebab tersering : Virus Epstein Barr
• Hemofilus Influenzae : penyebab tonsilitis akut supuratif
• Infeksi virus Coxschakie : pemeriksaan rongga mulut → luka-
luka kecil di palatum dan tonsil, sangat nyeri

Terapi • Istirahat, minum cukup, analgetika, antivirus (gejala berat)


TONSILITIS
BAKTERIAL

Etiologi: Grup A Streptokokus beta hemolitikus (GABHS),


pneumokokus, streptokokus viridan, streptokokus piogenes

Infiltrasi bakteri di epitel  reaksi radang : leukosit PMN keluar 


detritus (kumpulan lekosit, bakteri mati, epitel terlepas)  mengisi
kriptus tonsil ( bercak kekuningan)
TONSILITIS
BAKTERIAL

TONSILITIS
TONSILITIS TONSILITIS
MEMBRANOSA
LAKUNARI
FOLIKULARIS Bercak detritus
S
Bentuk faringitis melebar
Bercak detritus membentuk
akut dengan
menyatu pseudomembran
detritus yang jelas
membentuk menutupi tonsil
alur
TONSILITIS
BAKTERIAL
Gejala / tanda Terapi
Komplikasi
• Masa inkubasi 2-4 hr • Umum: istirahat dan minum yang cukup

• Nyeri tenggorok, nyeri • Medikamentosa


• Anak: OMA, sinusitis, abses
menelan, demam, lesu, nyeri 1. Analgesik
dewasa: ibuprofen dan parasetamol peritonsil, abses parafaring,
di sendi2 ,nafsu makan (-),
otalgia ( referred pain, N IX) anak: parasetamol bronchitis, GNA, miokarditis,
• Tonsil bengkak, hiperemis, 2. Terapi tambahan
artritis, septikemi (Infeksi v.
detritus (folikel, lakuna, kotikosteroid(dipertimbangkan pada pasien dengan gejala
berat) jugularis interna / sindrom
membran)
obat kumur antiseptic Lemierre)
• KGB submandibular
berkumur dengan menggunakan air garam hangat
bengkak,nyeri tekan • Hipertrofi tonsil  nafas via
3. Antibiotik sistemik:
amoxicillin, cefadroxil, erythromycin. mulut, ngorok, OSAS
TONSILITIS
MEMBRANOSA
Tonsilitis Membranosa (Tonsilitis difteri)
• Penyebab : Coryne Bacterium Diphteriae (gram +)
• Tidak semua terinfeksi akan sakit : tergantung titer Anti-Toksin
• Anti toksin : 0.03 satuan /cc darah (cukup memberikan dasar
imunitas) → dipakai pada tes Schick
• Ditemukan pada anak <10 tahun, tertinggi :2-5 tahun, dewasa masih
mungkin
Gejala Umum • Seperti infeksi pada umumnya : Demam subfebris, Nyeri kepala,
Tidak nafsu makan, Badan lemah, Nadi lambat, Nyeri menelan

• Tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang semakin lama meluas
dan membentuk pseudomembran
• Pseudomembran dapat menyebar ke palatum mole, uvula, nasofaring,
Gejala Lokal laring, trakea dan bronkus →menyumbat saluran nafas
• Melekat erat → diangkat mudah berdarah
• Infeksi berjalan terus → kelenjar limfa leher membengkak → menyerupai
leher sapi (bull neck) / Burgemeester’s hals

Gejala akibat • Jantung → miokarditis-decompensation cordis


• Saraf kranial → kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan
eksotoksin • Ginjal → albuminuria
Diagnosis
• Ditegakan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparate langsung
kuman yang diambil dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman
Corynebacteriu diptheriae

Terapi
• Anti-Difteri Serum (ADS) diberi segera : 20.000-100.000 Unit
• Antibiotik penisilin/eritomisin 25-50 mg/kgBB, 3 x 1, 14 hari
• Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB/hari
• Antipiretik : simptomatis
• Isolasi
• Istirahat di tempat tidur 2-3 minggu
Komplikasi
• Laringitis bakteri
• Miokarditis → mengakibatkan payah jantung/ dekompensatio cordis
• Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata, otot faring, otot laring → kesulitan menelan, suara parau dan
kelumpuhan otot pernafasan
• Albuminuria
Tonsilitis Membranosa (Angina Plaut Vincent/Stomatitis ulsero
membranosa)

• Penyebab : bakteri spirochaete / triponema (penderita hygiene mulut


kurang dan def. Vit C)
• Gejala : demam hingga 39 C, nyeri kepala, badan lemah, kadang
gangguan pencernaan, nyeri mulut, hipersalivasi gigi dan gusi mudah
berdarahPemeriksaan : mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak
membrane putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta
prosesus alveolaris mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar sub
mandibula membesar
• Terapi :
• Antibiotik spektrum luas selama 1 minggu
• Perbaiki hygiene mulut
• Vit C dan Vit B kompleks
TONSILITIS
KRONIK

• Rangsangan menahun rokok


• Makanan tertentu
• Higiene mulut buruk
Predisposis
• Cuaca
i
• Kelelahan fisik
• Tx tonsillitis akut tidak adekuat
Penyebab • Kuman gram postitif dan negatif
TONSILITIS
KRONIK

Epitel
Proses Proses Perlekata Pembesar
penyembuha Kripte radang n dengan an KGB
mukosa & n Jar. limfoid
melebar, berulang, jaringan submandi
jar. limfoid diganti jar.
terisi menemb sekitar bular
terkikis parut yang
detritus us kapsul fosa
mengerut
tonsil tonsilaris
pada
anak
Tanda dan
Terapi Komplikasi
gejala
• Lokal: hygiene mulut: kumur,
• Tonsil membesar, permukaan obat hisap • PERKONTINUITATUM:
tidak rata, kripte melebar, rinitis kronik,sinusitis, otitis
beberapa terisi detritus Tonsilektomi dilakukan: terjadi media
infeksi beru;ang atau kronik,
• Rasa mengganjal ditenggorok gejala sumbatan atau tanda • Hematogen/Limfogen:
neoplasma
• Nafas berbau endocarditis, artritis, myositis,
nefritis, uveitis, iridosiklitis,
dermatitis, pruritus, urtikaria,
furunkulosis
HIPERTROFI
ADENOID
Adenoid
(tonsila faringealis)
• Massa berbentuk triangular yang berasal
dari jaringan limfoid dan terletak pada
dinding posterior nasofaring

• Fisiologis: membesar usia 3 th 


rudimenter usia 14 th
Hipertrofi
adenoid
Gangguan tidur,
Sumbatan Sumbatan tuba
koane eustachius tidur ngorok,
retardasi mental,
pertumbuhan fisik
berkurang
Fasies adenoid OMA berulang

Faringitis &
bronchitis
OMK

Fasies adenoid
Sinusitis kronik OMSK
Gejala

Trias gejala

Obstruksi hidung
kronik (snoring, Suara sengau
Rhinorrhea
bernafas via (hyponasal voice)
mulut)
Diagnosis

Pemeriksaa
n radiologik
Pemeriksaan (foto
Digital lateral
Rinoskopi (meraba kepala)
posterior adanya
Rinoskopi Nasoendoskopi adenoid)
anterior:
Tanda & gejala fenomena
klinik palatum mole
(tertahannya
(-)
velum
palatum
moleh saat
fonasi)
Terapi
• Pada hipertrofi adenoid dilakukan terapi bedah adenoidektomi dengan cara kuretase memakai adenotom.

• Indikasi Adenoidektomi:

1. Sumbatan
Sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut
Sleep apnea
Gangguan menelan
Gangguan berbicara
Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)

2. Infeksi
Adenoiditis berulang / kronik
Otitis media efusi berulang / kronik
Otitis media akut berulang

3. Kecurigaan neoplasma jinak/ganas


Komplikasi
Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerokan adenoid kurang bersih. Bila
tedalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase tedalu ke
lateral maka lorus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba Eustachius dan akan
timbultuli konduktif.
Abses Peritonsilar (Quinsy)
Definisi
• Merupakan penumpukan pus pada ruang peritonsil dan biasanya bersifat unilateral

Etiologi
• Terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus weber di kutub
atas tonsil.
• Kuman penyebab biasanya sama dengan penyebab tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob.
Abses Peritonsilar (Quinsy)
Pemeriksaan fisik
Gejala umum:
Demam • Biasnya sulit dilakukan akibat trismus
Nyeri kepala
Malaise • Palatum mole edema dan menonjol ke depan
Mual / muntah
• Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus dan
terdorong ke tengah, depan, bawah

Gejala local: • Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral


• Odinofagia yang hebat
• Mulut berbau
• Suara berbumam (hot potato
voice)
• Nyeri telinga (otalgia) pada sisi
yang sama
• Trismus akibat spasme dari m.
pterygoideus interna
Abses Peritonsilar (Quinsy)
Tatalaksana:
• Stadium infiltrasi: antibiotic penisilin atau klindamisin
• Simtomatik: analgesic/antipirektik
• Jika terbentuk abses  insisi untuk keluarkan nanah
• Insisi dilakukan pada pertengahan garis yang menghubung dasar uvula dengan geraham atas terkahir pada sisi yang
sakit.
• Tonsilektomi:
• Tonsilektomi + drainase abses  tonsilektomi a chaud
• Tonsilektomi + drainase abses 3-4 hari setelah tonsilektomi  tonsilektomi a tiede
• Tonsilektomi + drainase 4-6 minggu setalah tonsilektomi  tonsilektomi a froid

• Komplikasi:
• Abses pecah spontan  perdarahan  aspirasi paru (asfiksia) atau terjadi piemia
• Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring  abses parafaring
• Penjalaran ke daerah intracranial  thrombus sinus kavernosus, meningitis, abses otak
Abses Parafaring
• Definisi:
Gambaran nerupakan
Klinis: penumpukan pus pada ruang
parafaring
• Trismus
• Indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus
mandibula
• Etiologi
• Demam tinggi
• Infeksi langsung akibat tusukan jarum pada saat
• Pembengkakkan dindingProses
melakukan tonsilektomi. lateral faring
infeksisehingga dinding
akibat ujung
menonjol ke arah
jarum suntik yang medial
telah terkontaminasi kuman
menembus lapisan otot tipis m. konstriktor faring
• Tatalaksana
superior yang memisahkan ruang parafaring dari
• Antibiotik dosis tinggi secara parenteral terhadap kuman
fossa tonsilaris
aerob dan anaerob
• Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam,
• Evakuasi abses (bila tidak ada perbaikan dengan
gigi, tonsil, faring, hidung, sinun paranasalis,
antibiotic dalam
mastoid, dan 24-48 servikal.
vertebra jam)
• Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofiring,
atau submandibular.
Abses Retrofaring
• Definisi: merupakan penumpukan pus pada ruang retrofiring
• Biasa ditemukan pada anak < 5 tahun
• Pada usia <5 tahun ruang retrofiring masih berisi kelenjar limfa dan masing masing 2-5 buah pada sisi kanan
dan kiri.
• Kelenjar ini menampung aliran limfe dari hidung, sinus paranasal, nasifaring, faring, tuba eustachius, dan telinga
tengah.
• Pada usia >6 tahun kelenjar limfe mengalami atrofi
• Etiologi:
• Infeksi saluran napas atas yang menyebabkan
limfadenitis retrofiring
• Truma pada dinding belakang faring oleh benda asing
atau Tindakan medis seperti adenoidektomi, intubasi
endotrakea, dan endoskopi
• Gambaran Klinis
• Demam, leeher kaku dan terasa nyeri
• Nyeri dan sukar menelan, pada anak biasanya rewel
dan tidak mau makan dan minum
• Sesak napas – akibat sumbatan jalan napas
• Stridor bila mengenai laring
• Perubahan suara
Abses Retrofaring
• Pemeriksaan Fisik
• Dinding belakang faring tampak benjolan biasanya unilateral
• Mukosa terlihat bengkak dan hiperemis
• Pemeriksaan penunjang: X-ray Servical posisi lateral
• Tatalaksana:
• Antibiotik untuk kuman aerob dan anaerob parenteral
• Pungsi da insisi abses melalui laringoskopi langsung dalam posisi Trendelenburg (posisi kepala lebih di bawah).
• Pus yang keluar segera di hisal enggunakan suction agar tidak terjadi asipirasi
• Trakeostomi jika abses besar dan menyebabkan sumbatan jalan napas
Angina Ludovisi

Anamnesis
• Definisi Riwayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi
Infeksi ruang submandibular berupa selulitis dengan
tanda khas berupa pembenngkaakan seluruh ruang Gambaran klinis:
submandibular. Tidak membentuk abses sehingga keras • Nyeri tenggorokan dan leher disertai
pada perabaan submandibular pembengkakan di daerah submandibular yang
tampak hiperemis dan keras pada perabaan.
• Etiologi • Dasar mulut membengkak dapat mendorong
lidah ke atas belakang sehingga menimbulkan
• Sumber infeksi berasal dari gigi atau dasar mulut sesak napas karena sumbatan jalan napas
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob
Angina Ludovici
Tatalaksana:

• Antibiotik parenteral dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob

• Ekspolari untuk dekompresi dan evakuasi pus atau jaringan nekrosis

• Pengobatan terhadap sumber infeksi untuk mencegah kekambuhan

Komplikasi

• Sumbatan jalan napas

• Penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum

• Sepsis
Abses Submandibula
• Ruang submandibula terdiri dari ruang Etiologi
sublingual dan ruang submaksila. • Infeksi bersumber dari gigi, dasar mulut, faring,
kelenjar liur atau kelenjar limfa submandibular
• Ruang sublingual dipisahkan dari ruang
submaksila oleh otot milohioid • Kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain

• Kuman penyebab: campuran kuman aerob dan


• Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi
anaerob
atas ruang submental dan ruang
submaksila (lateral) oleh otot digastrikus Gejala klinis

anterior • Demam

• Nyeri leher disertai pembengkakan dibawah


• Abses dapat terbentuk di ruang
mandibula dan atau dibawah lidah, berfluktuasi
submandibula atau salah satu
• Trismus
komponennya sebagai kelanjutan infeksi
dari daerah kepala leher
Abses Submandibula
• Tatalaksana

• Antibiotika dosis tinggi kuman aerob dan anaerob parenteral

• Evakuasi abses dengan anestesi local untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau ekplorasi bila letak
abses dalam dan luas

• Insisi dibuat pada tempat paling bergluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses.

• Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda
TRAUMA
Trauma Alkali/ kerosif pada faring
Etiologi
• Secara tidak sengaja menelan cairan panaskerusakan mukosa bibir, rongga mulut, dan
Tatalaksana
ororfaring
• Trauma korosifmengkonsumsi cairan bersifat kausatif(biasanya rencana bunuh diri) • Terapi awal: bilas rongga mulut
dengan air dingin
Gejala Kliniks
• Jika zat korosif mengenai
• Dominan nyeri hebat terutama saat menelan
• Hipersaliva bibirointment mengandung
kortikostroid

Diagnosis • Kerusakan beratkortikosteroid


• Mukosa faring eritematosus, dapat timbul veiskel diikuti pemebentukan lapisan fibrin sistemik, antibiotic dan analgetik
• Pemeriksaan X-ray dan endoskopi untuk menilai keparahan dan kelaianan esofagus
• Pasien dengan disfagiaNGT
Benda asing didalam orofaring

• Biasanya terdapat pada tonsil dan dasar lidah

• Benda asing sering ditemukan: tulang ikan dan pecahan tulang, penjepit kertas (riwayat makan nasi bungkus)

• Gejala: Nyeri saat menelan

• Penatalaksanaan:mengeluarkan benda asing secepat mungkin karena berpotensi menyebabkan infeksi

1. Pinset/cunam: digunakan pada benda asing dengan letak pada dasar lidah dan tonsil

2. Laringoskop indirek: dasar valekula dan sinus piriformis


Kongenital
Sindrom Pierre Robin
Definisi
• Salah satu kelainan bawaan sejak lahir akibat ganggaun perkembangan organ tubuh ketika janin di dalam
kandungan.
• Ditandai dengan rahang yang kurang berkembang, lidah tergeser ke belakang, dan obstruksi jalan napas
bagian atas.

Epidimiologi
• 1 dari 8.500 hingga 1 dari 14.000 bayi baru lahir per tahun

Etiologi
• Isolated PRS (mutations on chromosomes 2, 4, 11, or 17)
• Syndromic PRS (60% dari PRS)
• 34 sindrom yang terkait dengan sindrom PRS paling umum adalah sindrom Stickler

Patologi
• Secara klinis, mandibula kecil yang tidak berkembang  menyebabkan pangkal lidah jatuh kembali ke
tenggorokan  menyebabkan gangguan saluran napas bagian atas.
Sindrom Pierre Robin
• Mikrognatia
• Mandibula yang kurang berkembang
• Biasanya mencakup panjang tubuh mandibula
yang lebih pendek dan sudut mandibula yang
lebih besar.
• Glosoptosis
• Perpindahan pangkal lidah ke arah faring
• Obstruksi jalan napas
• Suara napas abnormal, peningkatan
penggunaan otot aksesori pernapasan,
desaturasi, kesulitan makan/menelan, refluks,
dan aspirasi.
• Tanda-tanda jangka panjang dari obstruksi jalan
napas mungkin termasuk penurunan berat
badan, kesulitan berbicara, defisit neurologis,
dan akhirnya hipertensi pulmonal dan kor
pulmonal.
Sindrom Pierre Robin
• Tatalaksana

• Penyakit ringan:

• Manajemen konservatif tanpa operasi.

• Posisi tengkurap dan lateral untuk memungkinkan gravitasi menarik lidah ke anterior dan memperbaiki
obstruksi jalan napas, menyelesaikan sekitar 70% kasus PRS.

• Pemasangan stent nasofaring juga telah digunakan sebagai tindakan sementara untuk menjaga jalan
napas tetap terbuka, mesikupan komplikasi seperti aspirasi dan obstruksi tabung.

• Kasus PRS parah memerlukan manajemen bedah, Pilihan bedah:

• Adhesi lidah-bibir: prosedur di mana lidah dijahit ke selaput lendir dan otot bibir bawah untuk
menahan lidah pada posisi anterior dalam upaya untuk mengurangi jumlah obstruksi jalan napas

• Osteogenesis distraksi mandibula


Kista Thornwald
• Kista bawaan langka dan jinak di daerah median nasofaring, yang dibentuk oleh komunikasi antara notochord
dan endoderm nasofaring.

• Akibat dari obstruksi mekanis, inflamasi.


Kista Thornwald
• Sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala

• Pasien jarang datang bergejala seperti:

• sumbatan hidung

• sensasi benda asing

• gangguan pendengaran

• halitosis periodic

• Sering secara tidak sengaja didiagnosis pada MRI

Tatalaksana:

• Kista asimtomatik tidak memerlukan pengobatan

• Kasus simptomatik memerlukan intervensi bedah dengan endonasal atau transoralmendekati.

• Marsupialisasi adalah prosedur pilihan untuk menghindari kekambuhan


NEOPLASMA
Kasinoma Nasofaring
• Tumor berasal dari sel epitel mukosa / kelenjar yang
terdapat pada nasofaring

• Karsinoma  pertumbuhan sel yang ganas & tidak


terkendali yang terdiri dari sel-sel epithelial yang
cenderung menginfiltrasi jaringan sekitar (metastasis)

Etiologi:
1. Infeksi Epstein Barr Virus
2. Genetik Akibat mutasi, putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel
somatik
3. Lingkungan  asap rokok, serbuk kayu industri
Manifestasi klinis
Epistaksis ringan atau
Gejala Nasofaring
sumbatan hidung

Gejala Telinga Tinitus dan otalgia

Gejala Mata diplopia

Gejala Saraf Neuralgia trigeminal


Benjolan pada leher

Klasifikasi menurut histopatologi


Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma tidak berkeratinisasi

Karsinoma tidak berdiferensiasi


Diagnosis
• Anamnesis dan pemeriksaan fisik

• Biopsi Nasofaring (dapat dilakukan dari hidung dan mulut)

• Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA

• CT-Scan/ MRI (tampaknya masa Tumor dengan karsinoma nasofaring)

• Pemeriksaan penunjang lainnya:


Foto thoraks: untuk menilai metastasis
USG Abdomen: untuk menilai metastasis
Bone Survey Survey: Untuk meniai metastasis
TNM menurut Union for International Cancer Control (2002)
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIA T2a N0 M0
Stadium IIB T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0,N1
Stadium III T1 N2 M0
T2a,T2b N2 M0
T3 N2 M0
Stadium IVa T4 N0,N1,N2 M0
Stadium IVb Semua T N3 M0
Stadium IVc Semua T Semua N M1

T = Tumor primer N = Pembesaran kelenjar getah bening regional M = Metastasis jauh


Tis = Karsinoma in situ NX = Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai Mx = Metastasis jauh tidak
T0 = Tidak tampak tumor N0 = Tidak ada pembesaran dapat dinilai
T1 = Tumor terbatas di nasofaring N1 = metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan M0 = Tidak ada metastasis
T2 = Tumor meluas ke jaringan lunak ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa M1 = Terdapat metastasis
- T2a= perluasan tumor ke orofaring dan/ rongga hidung supraklavikula jauh
tanpa perluasan ke parafaring N2 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan
- T2b= disertai perluasan ke parafaring ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa
T3 = Tumor menginvasi struktur tulang dan/ sinus supraklavikula
paranasal N3 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran
T4 = Tumor dengan perluasan intrakranial dan/ lebih besar dari 6 cm, atau terletak didalam fossa supraklavikula
terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, N3a = ukuran lebih dari 6 cm
hipofaring, orbita atau ruang mastikator N3b = di dalam fossa supraklavikula
Tatalaksana
•Tatalaksana sesuai stadium :
 Stadium I : Radioterapi
 Stadium II & III : Kemoradiasi
 Stadium IV dengan N<6cm : Kemoradiasi
• Stadium IV dengan N>6cm : Kemoterapi dosis penuh
dilanjutkan kemoradiasi
Angifribroma Nasofaring

Definisi • Faktor ketidak-seimbangan hormonal juga banyak dikemukakan sebagai penyebab adanya kekurangan androgen
atau kelebihan estrogen

Etiologi • Faktor ketidak-seimbangan hormonal juga banyak dikemukakan sebagai penyebab adanya kekurangan androgen
atau kelebihan estrogen.

Gambaran • Hidung tersumbat yang progresif


• Epistaksi berulang yang massif

Klinis
• Rinore kronik dengan gangguan penciuman
• Ketulian
• Sakit kepa ahebat (tanda sudah metastasis ke intracranial)
Diagnosis
• Pemeriksaan fisik secara rinoskopi posterior  terlihat massa tumor yang konsistensinya kenyal, warna
bervariasi dari abu-abu sampai merah muda. Mukosanya mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang
ditemukan adanya ulserasi.

• Karena tumor sangat mudah berdarah dilakukan pemeriksaan CT scan serta pemeriksaan arteriografi.

• foto kepala potongan antero-posterior, lateral dan posisi Waters  tanda 'Holman Millef, pendorongan prosesus
pterigoideus ke belakang fisura pterigo-palatina melebar.

• CT scan dengan zat kontras akan tampak secara tepat perluasan massa tumor serta destruksi tulang ke
jaringan sekitarnya.

• MRl dilakukan untuk menentukan batas tumor terutama yang telah meluas ke intra kranial
Diagnosis
Tatalaksana
• Tindakan operasi merupakan pilihan utama selain terapi hormonal, radioterapi

• Operasi melalui transpalatal, rinotomi lateral, rinotomi sublabial (sublabial mid-facial degloving) atau kombinasi
dengan kraniotomi frcntotemporal bila sudah meluas ke intracranial

• Pengobatan hormonal diberikan pada pasien dengan stadium I dan ll dengan preparat testosteron reseptor
bloker (flutamid).

Anda mungkin juga menyukai