FARINGITIS AKUT
Disusun oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
FARINGITIS AKUT
oleh :
Tamalia Vidyas Kartanti
30101407337
FARING
2.1 Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantung fibromuskular yang berbentuk seperti corong
dibagian atas dan sempit dibagian bawah, dari dasar tengkorak menyambung ke
esofagus setinggi S-6. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar): selaput
lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot, sebagian besar bukofaringeal.
Batas-batas faring :
O Atas : rongga hidung melalui koana
O Bawah : esofagus melalui aditus laring
O Depan : rongga mulut melalui ismus orofaring
O Belakang : vertebra servikalis
Secara histologis faring terdiri dari :
- Mukosa
- Nasofaring : mukosa bersilia, epitel torak berlapis yang mengandung sel goblet
- Orofaring & laringofaring : epitel gepeng berlapis dan tidak bersilia
- Palut lendir (Mukous blanket) :
Daerah nasofaring dilalui udara respirasi yang temperaturnya berbeda-
beda (bagian atas nasofaring ditutupi oleh palut lender yang terletak di atas
silia dan bergerak kea rah belakang. Berfungsi menangkap partikel kotoran
yang terbawa oleh udara yang diisap, dan sebagai proteksi (enzim lysozyme).
- Muskularis : sirkular (melingkar) & longitudinal (memanjang)
OTOT-OTOT
a) Otot sirkular faring (terletak di sebelah luar). Terdiri dari :
m. konstriktor faring superior
m. konstriktor faring media
m. konstriktor faring inferior
Berfungsi untuk mengecilkan lumen faring. Dipersyarafi oleh
n.vagus (n.x). Pada bagian belakang bertemu jaringan ikat: rafe faring
(raphe pharyngis).
b) Otot Longitudinal (terletak di sebelah dalam). Terdiri dari :
M. Stilofaring
• untuk melebarkan faring dan menarik laring
• dipersyarafi oleh n.glossofaring (n.ix)
M. Palatofaring sebagai otot elevator penting waktu menelan
• mempertemukan istmus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring
dan laring (n.vagus)/n.x
Otot Palatum Mole:
1. m. levator veli palatine: sebagian besar palatum mole mempersempit
isthmus faring dan memperlebar ostium tuba eustachius, n.x
2. m. tensor veli palatine: membentuk tenda palatum mole dan mengencangkan
bagian anterior palatum mole dan membuka tuba eustachius, n.x
3. m.palatoglossus: membentuk arcus anterior faring dan mempersempit
isthmus faring,n.x
4. m. palatofaring: bentuk arkus posterior faring, n.x
5. m.origo-origo orofaring: memperpendek dan menaikkan uvula ke atas, n.x
VASKULARISASI
- Cabang a. karotis eksterna (cabang faring ascendens dan cabang fausial)
- Cabang a.maksila interna (cabang palatine superior)
INERVASI
- Persarafan motorik dan sensorik berasal dari pleksus faring yang dibentuk
oleh: cabang faring dari n.vagus (n.x), cabang n. glosofaring (n.ix), serabut
simpatis
SISTEM LIMFATIK
Superior : mengalir ke KGB retrofaring dan KGB servikal dalam atas
Media : mengalir ke KGB jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas
Inferior : mengalir ke KGB servikal dalam bawah
PEMBAGIAN FARING
1. NASOFARING
Batasan
Batas atas : sinus sphenoid
Batas bawah : palatum mole
Batas depan : rongga hidung
Batas belakang : vertebra servikal I
2. OROFARING
Batasan
Batas atas : palatum mole
Batas bawah : tepi atas epiglotis
Batas depan : rongga mulut
Batas belakang : vertebra cervical
3. LARINGOFARING (HIPOFARING)
- Batasan
Superior: tepi atas epiglottis
Anterior: laring
Inferior: bagian anterior: cartilage krikoidea dan bagian posterior: porta
esophagus
Posterior: vertebra servikalis IV-VI
- Struktur:
Epiglottis
Valekula (2 buah cekungan yang dibentuk oleh lig.glosoepiglotika medial
dan lateral)
Sinus piriformis (bagian lateral laringofaring dan di bawah dasarnya
berjalan n.laring superior dan a.carotis)
2.2 Faringitis
1) Definisi
Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau
dapat juga tonsilopalatina. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi
akut orofaring yaitu tonsilofaringitis akut atau bagian dari influenza
(rinofaringitis). Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh
virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat
dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise.
2) Etiologi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus
(40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Faringitis bisa
disebabkan oleh virus maupun bakteri.
- Virus yaitu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein –
Barr virus, Herpes virus.
- Bakteri yaitu, Streptococcus ß hemolyticus group A, Chlamydia,
Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae.
- Jamur yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada penderita imunokompromis
yaitu mereka dengan HIV dan AIDS, Iritasi makanan yang merangsang sering
merupakan faktor pencetus atau yang memperberat
3) Faktor Risiko
Faktor risiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin,
turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi
makanan pedas, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok dan seseorang yang
tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau demam.
4) Epidemiologi
Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan
karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3−5 kali
infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Frekuensi
munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 15−30%
kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang
dewasa. Biasanya terjadi pada musim dingin yaitu akibat dari infeksi
Streptococcus ß hemolyticus group A. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak
kurang dari tiga tahun.
5) Klasifikasi Faringitis
I. Faringitis Akut
a. Faringitis viral
Dapat disebabkan oleh Rinovirus, Adenovirus, Epstein Barr Virus
(EBV), Virus influenza, Coxsachievirus, Cytomegalovirus dan lain-lain.
Gejala dan tanda biasanya terdapat demam disertai rinorea, mual, nyeri
tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil
hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus dan Cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di
orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Pada adenovirus juga
menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein bar virus
menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang
banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV-1
menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam.
Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati
akut di leher dan pasien tampak lemah.
b. Faringitis bakterial
Infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A merupakan penyebab
faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Gejala dan
tanda biasanya penderita mengeluhkan nyeri kepala yang hebat, muntah,
kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai
batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil
hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian
timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher
anterior membesar, kenyal dan nyeri apabila ada penekanan. Faringitis
akibat infeksi bakteri Streptococcus ß hemolyticus group A dapat
diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :
Demam
Anterior Cervical lymphadenopathy
Eksudat tonsil
Tidak adanya batuk
Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor satu. Bila skor 0−1 maka
pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi Streptococcus ß
hemolyticus group A, bila skor 1−3 maka pasien memiliki kemungkian 40%
terinfeksi Streptococcus ß hemolyticus group A dan bila skor empat pasien
memiliki kemungkinan 50% terinfeksi Streptococcus ß hemolyticus group
A.
c. Faringitis fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala
dan tanda biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya
hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar sabouroud dextrosa.
d. Faringitis gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.
II. Faringitis Kronik
a. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding
posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral
hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata,
bergranular. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluh mula-mula
tenggorok kering dan gatal dan akhirnya batuk yang bereak.
b. Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi.
Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya
sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan
tanda biasanya pasien mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal serta
mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir
yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
III. Faringitis Spesifik
a. Faringitis tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Pada infeksi
kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis faring primer.
Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman
atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi endogen yaitu penyebaran
melalui darah pada tuberkulosis miliaris. Bila infeksi timbul secara
hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering
ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding
lateral hipofaring, palatum mole dan palatum durum. Kelenjar regional
leher membengkak, saat ini penyebaraan secara limfogen. Gejala dan tanda
biasanya pasien dalam keadaan umum yang buruk karena anoreksi dan
odinofagia. Pasien mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga
atau otalgia serta pembesaran kelenjar limfa servikal.
b. Faringitis Luetika
Treponema pallidum (Syphilis) dapat menimbulkan infeksi di daerah
faring, seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik tergantung
stadium penyakitnya. Kelainan stadium primer terdapat pada lidah, palatum
mole, tonsil dan dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan.
Apabila infeksi terus berlangsung akan timbul ulkus pada daerah faring
seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri dan didapatkan pula
pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan. Kelainan stadium
sekunder jarang ditemukan, namun dapat terjadi eritema pada dinding faring
yang menjalar ke arah laring. Kelainan stadium tersier terdapat pada tonsil
dan palatum, jarang ditemukan pada dinding posterior faring. Pada stadium
tersier biasanya terdapat guma, guma pada dinding posterior faring dapat
meluas ke vertebra servikal dan apabila pecah akan menyebabkan kematian.
Guma yang terdapat di palatum mole, apabila sembuh akan membentuk
jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara
permanen. Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan serologik, terapi
penisilin dengan dosis tinggi merupakan pilihan utama untuk
menyembuhkan nya.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dsn Kedakan, Desa Kenalan, Ke.Pakis, Magelang
Pendidikan : Petani
No.RM : 17-67-40
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 21 November 2018 di poli
THT RST dr. Soedjono Magelang
2.1. Keluhan Utama:
Sakit tenggorokan
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poli THT dengan keluhan sakit tenggorokan.
Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 4 hari yang lalu dan memberat sejak
pagi hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan terus menerus dan
terasa sakit. Pasien mengeluhkan tenggorokan terasa kering. Pasien juga
mengeluhkan rasa nyeri saat menelan makanan, dan mengalami kesulitan dalam
menelan makanan. Pasien mengeluhkan badannya terasa lemas dan pusing.
Karena rasa sakit saat menelan, pasien mengaku nafsu makannya juga
menurun. Tidak terjadi penurunan berat badan pada pasien. Pasien tidak
mengalami kesulitan dalam membuka mulut. Pasien tidak mual dan muntah.
Pasien tidak mengeluh demam. Pasien tidak mengeluhkan batuk dan pilek,
ataupun adanya dahak di dalam tenggorokan. Pasien tidak mengeluhkan
suaranya serak, tidur tidak mendengkur. Pasien tidak sesak nafas.
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pendengaran dan nyeri pada
telinga. Pasien juga tidak mengeluhkan hidung tersumbat, atau bersin dipagi
hari.
2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat ISPA : (+)
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat tonsilitis : (+)
- Riwayat sakit gigi : disangkal
- Riwayat operasi : tonsilektomi dextra et sinistra (5tahun yang
lalu)
IV. RESUME
1. Anamnesis
Odinofagia
Disfagia
Tenggorokan terasa kering
Anorexia
Malaise
Pusing
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat ISPA : (+)
- Riwayat Operasi : Tonsilektomi dextra et sinistra 5tahun yang lalu
Riwayat Pengobatan
Pasien belum melakukan pengobatan penyakit yang dikeluhkannya tersebut.
Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku sering memakan makanan yang pedas
2. Pemeriksaan Tenggorokan
Pembesaran kelenjar limfe (-), nyeri tekan (-)
Tonsil: T0-T0,
Permukaan fossa tonsilaris kanan : tidak rata, hiperemis (+)
Permukaan fossa tonsilaris kiri : rata, hiperemis (-)
Faring: Mukosa hiperemis (+), dinding rata, granular (-)
V. DIAGNOSIS BANDING
• Faringitis akut et causa virus
• Faringitis akut et causa bakteri
• Faringitis akut et causa fungi
• Rhinofaringitis akut
2. Medikamentosa
Analgetik : Asam mefenamat 3x 500 mg
Antibiotik : Ciprofloxacin 2x 500mg
Betadine kumur : Kumur-kumur selama 30 detik. Ulangi tiap 2-4 jam.
3. Edukasi
Istirahat
Minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.
Menjaga higiene mulut dengan baik (sikat gigi pagi hari dan sebelum tidur).
Jangan makan makanan atau minuman yang mengiritasi.
X. PROGNOSA
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
XI. KOMPLIKASI
- Otitis Media
- Demam reumatik
- Epiglotitis
BAB III
PEMBAHASAN
Patofisiologi
Medikamentosa
Analgetik (anti nyeri) : Asam mefenamat 3x 500 mg
Antibiotik (sebagai pencegahan infeksi sekunder) : Ciprofloxacin 2x 500mg
Betadine kumur : Kumur-kumur selama 30 detik. Ulangi tiap 2-4 jam.
Edukasi
• Minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.
• Menjaga higiene mulut dengan baik (sikat gigi pagi hari dan sebelum tidur).
• Jangan makan makanan atau minuman yang mengiritasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono dan Soepardi, EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Dalam
Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. ed 6. Jakarta. FKUI, 2009: p. 217-225
2. Adams, GL. . Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Rongga Mulut, Faring, Esofagus, dan
Leher. Dalam Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi
Keenam. Ed 6. Jakarta. EGC, 1997: p. 263-271
3. Seeley, Stephen, Tate. Respiratory System. Anatomy and Physiology.Chapter 23.The
McGraw-Hill Companies, 2004: p. 816
4. Probst, R, Grever, G, Iro, H. Diseases of the Nasopharynx. Basic Otorhinolaryngology.
New York. Thieme, 2006: p. 119