Anda di halaman 1dari 8

JOURNAL READING

ILMU KESEHATAN JIWA


“Dependent Personality Disorder and Physical Abuse”

Disusun Oleh :
Rafinail Raditya (1102018251)
Sendang Tri Winayu (1102018229)

Dosen Pembimbing :
dr. Esther Margaritha Livida Sinsuw, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I R. SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 13 JUNI 2022 – 16 JULI 2022
LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING

Diajukan Sebagai Pemenuhan Persyaratan


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa
Rumah Sakit Bhayangkara TK. I R. Said Sukanto

Disusun Oleh:
Rafinail Raditya (1102018251)
Sendang Tri Winayu (1102018229)

Telah dibimbing dan disahkan oleh:

Pembimbing:
dr. Esther Margaritha Livida Sinsuw, Sp.KJ

1
GANGGUAN KEPRIBADIRAN DEPENDEN DAN KEKERASAN FISIK

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji hipotesis bahwa lebih besar
kemungkinan terjadinya kekerasan fisik oleh pasangan pada gangguan
kepribadian dependen (DPD) dibanding gangguan kepribadian lain. Sampel terdiri
dari 305 peserta dan dibagi menggunakan Structured Clinical Interview for
Disorders, screen questionnaire (SCID-II-SQ) menjadi 3 kelompok, yaitu tanpa
gangguan kepribadian (WPD), gangguan kepribaidan non dependen (NDPD) dan
gangguan kepribadian dependen (DPD). Sebesar 44.4% kekerasan fisik
disebabkan oleh pasangan sendiri pada DPD dan hanya 11.2% pada WPD dan
20.1% pada NDPD.
Hasil penelitian menunjukan bahwa orang dengan DPD memiliki resiko tinggi
kekerasan fisik oleh pasangan mereka sendiri, begitu pula dengan dua gangguan
kepribadian lain di kelompok gangguan kepribadian C.

PENDAHULUAN
Ada banyak masalah psikologis tentang gangguan kepribadian dependen,
meskipun studi tentang gangguan kepribadian dependen jarang dilakukan.
Menurut Bornstein (1993), sebagian besar studi gangguan dependen telah
difokuskan pada prevalensi gangguan ini di berbagai kelompok, pada hubungan
gangguan dependen dengan gangguan psikologis lainnya.
Ketergantungan dapat menjadi faktor risiko untuk perilaku kekerasan, terutama
dalam konteks hubungan yang sedang berlangsung. Hubungan antara gangguan
kepribadian dependen dan kekerasan fisik jelas tertera pada kriteria 5 DSM-IV,
definisi gangguan kepribadian dependen adalah: “Terlalu berlebihan untuk
mendapatkan pengasuhan dan dukungan dari orang lain, sehingga sukarela
melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan."
Bornstein (1993) berpendapat bahwa tingkat tinggi ketergantungan
emosional pada satu pasangan meningkatkan kemungkinan bahwa pasangan ini
akan melakukan kekerasan fisik kepada pasangan yang lain. Bornstein (2006) juga

2
melaporkan bahwa ketergantungan ekonomi perempuan memainkan peran penting
dalam risiko kekerasan.
Di antara studi-studi yang dilakukan, hanya satu (Watson et al., 1997)
yang dapat menilai secara langsung hubungan dependen emosional perempuan
dengan risiko kekerasan fisik. peneliti membandingkan 110 wanita korban
kekerasan fisik dan 50 wanita yang bukan korban pada usia yang sama.
Menggunakan Wawancara Klinis Struktural untuk DSM-III-R (SCID) dan
inventaris perilaku penyalahgunaan, peneliti menemukan peningkatan yang tidak
signifikan dari tingkat prevalensi gangguan dependen pada wanita yang korban
kekerasan fisik (8%) dibandingkan dengan kontrol (2%). Selain itu, prevalensi
gangguan kepribadian dependen sangat terkait dengan keparahan kekerasan fisik
dalam sampel yang disalahgunakan.
Namun, penelitian Watson memiliki beberapa kekurangan. Pertama,
perbedaan yang signifikan pada prevalensi gangguan kepribadian dependen pada
perempuan korban kekerasan dan kontrol tidak dapat dijelaskan karena
perempuan korban kekerasan dengan gangguan dependen memiliki kemungkinan
yang lebih rendah untuk meminta bantuan untuk menghindari hilangnya
dukungan pasangan dibandingkan gangguan kepribadian lain seperti gangguan
kepribadian menghindar. Kedua Watson merekrut hanya Wanita, meskipun
beberapa studi kasus tentang pria korban kekerasan dengan gangguan kepribadian
dependen telah dilaporkan dalam literatur, terutama tentang pemukulan suami
(Litman, 2003).

METODE
Penelitian dilakukan pada sebuah rumah sakit di Prancis yang terdiri dari
305 peserta yang sebelumnya mengisi kuesioner layar SCID-II. Kuesioner SCID-
II terdiri dari 119 pertanyaan yang memungkinkan diagnosis gangguan
kepribadian DSM-IV. Kemudian, peserta dibagi menjadi tiga kelompok, tanpa
gangguan kepribadian (WPD), gangguan kepribadian non dependen (NDPD), dan
gangguan kepribadian dependen (DPD), tiga kelompok dibandingkan dengan uji
chi square dengan Sembilan variable (jenis kelamin, riwayat Pendidikan, status

3
pernikahan, pekerjaan, riwayat penyakit kejiwaan, riwayat penyakit somatis,
riwayat kekerasan fisik, dan pelakunya.

HASIL
Ada 108 WPD (35,41%, 72 laki-laki dan 36 perempuan), 179 NDPD
(58,69%, 97 laki-laki dan 82 perempuan) dan 18 DPD (5,9%, sembilan laki-laki
dan sembilan perempuan). Rata-rata peserta DPD dengan riwayat kekerasan fisik
adalah 7.1% pada Wanita dan 5.1% pada laki-laki, ditemukan bahwa DPD
memiliki lebih banyak riwayat kejiwaan (64.7%) dibanding WPD (15.9%). DPD
juga memiliki lebih banyak riwayat penyakit somatis (66.7%) dibanding NDPD
(29.4%) dan WPD (16.8%), Subyek DPD memiliki komorbiditas yang tinggi
dengan gangguan kepribadian lain dan terutama dengan cluster C (kepribadian
penghindar dan obsesif-kompulsif) dan BPD. Di antara 18 subjek DPD, 10
(55,6%) memenuhi kriteria gangguan kepribadian menghindar atau kompulsif dan
9 (50%) memenuhi kriteria BPD, 44.4% pelaku kekerasan fisik adalah
pasangannya sendiri pada peserta DPD dan hanya 11.4% pada WPD. Jika
dibandingkan dengan WPD dan NDPD, kekerasan fisik oleh pasangan 3.2-6.4
lebih tinggi pada DPD, sementara gangguan kepribadian lain seperti gangguan
kepribadian menghindar atau ambang yang memiliki komorbiditas tinggi dengan
DPD menaikan kemungkinan pasangan sebagai pelaku kekerasan fisik 1.8-3.6
kali. Diketahui beberapa faktor lain yang berperan diantaranya usia yang

4
bertambah, jenis kelamin Wanita, riwayat kekerasan fisik dan kejiwaan menaikan
kemungkinan pasangan sebagai pelaku kekerasan fisik 1-11 kali.

PEMBAHASAN
Lebih banyak ditemukan pasangan sebagai pelaku kekerasan fisik pada
peserta DPD dibanding WPD dan NDPD, hasil menunjukan bahwa kemungkinan
kekerasan fisik dilakukan oleh pasangan lebih terkait dengan peserta DPD
dibanding kelompok lain. Namun jika membandingkan DPD dengan gangguan
kepribadian menghindar, anankastic dan ambang, penelitian ini menjadi non-
spesifik karena diketahui gangguan-gangguan kepribadian tersebut menaikan
kemungkinan kekerasan fisik dilakukan oleh pasangan 1.85-4 kali.
Penelitian yang sama dilakukan oleh Watson (1997) menunjukan bahwa
terdapat resiko tinggi kekerasan fisik oleh pasangan pada gangguan kepribadian
dependen, menghindar, anankastik, dan ambang. Penelitian tersebut menunjukan
keparahan kekerasan fisik berhubungan dengan salah satu dari tiga gangguan
kepribadian, yaitu gangguan kepribadian dependen, menghindar dan ambang
(Bornstein 1993). Penelitian sekarang ini menunjukan bahwa gangguan
kepribadian dependen memiliki kemungkinan lebih tinggi sebagai korban

5
kekerasan fisik, begitu juga pula pada gangguan kepribadian kelompok C yang
lain seperti gangguan kepribadian menghindar, anankastik, dan ambang.
Demikian ketika orang dengan gangguan kepribadian dependen adalah
korban kekerasan fisik, kekerasan tersebut akan lebih parah pada daripada orang
tanpa gangguan kepribadian, dan kemungkinannya kekerasan tersebut dilakukan
oleh pasangannya sendiri juga lebih tinggi, penelitian ini perlu dikonfirmasi lebih
lanjut oleh penelitian di masa depan menggunakan sampel DPD tanpa komorbid
gangguan kepribadian lain.

6
DAFTAR PUSTAKA

Loas, G., Cormier, J., & Perez-Diaz, F. (2011). Dependent personality disorder
and physical abuse. Psychiatry research, 185(1-2), 167–170.
https://doi.org/10.1016/j.psychres.2009.06.011

Anda mungkin juga menyukai