Anda di halaman 1dari 27

EPISODE MANIK

Paper ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti


kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
atau Psikiatri RSUD dr. Pirngadi Medan.

DI SUSUN OLEH :
Yehezkiel Tell Rogata Sianipar
22010065

PEMBIMBING
dr. Mawar Gloria Tarigan, Sp.KJ

SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2022

1
LEMBAR VERIFIKASI

Dibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter pembimbing

dr. Mawar Gloria Tarigan, Sp.KJ

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF
Psikiatri Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dengan judul“Episode Manik”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –


besarnya kepada dr. Mawar Gloria Tarigan, Sp.KJ, yang telah memberikan
bimbingan dan arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian
SMF Psikiatri Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dalam membantu
menyusun makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak


kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu
kedokteran dalam praktek di masyarakat.

Medan, Oktober 2022

Penulis

ii
iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1

1.2 Tujuan......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3

2.1 Definisi........................................................................................................ 3

2.2 Epidemiologi............................................................................................... 3

2.3 Etiologi........................................................................................................ 3

2.4 Gambaran Klinis......................................................................................... 6

2.5 Diagnosis..................................................................................................... 7

2.6 Tatalaksana............................................................................................... 10

2.7 Diagnosis Banding.................................................................................... 14

2.8 Prognosis................................................................................................... 19

BAB III PENUTUP....................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan mood meliputi sekelompok besar gangguan, dengan mood
patologis serta gangguan yang terkait mood yang mendominasi gambaran
klinisnya. Istilah gangguan mood yang dalam edisi Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM) sebelumnya dikenal sebagai gangguan
afektif, saat ini lebih disukai karena istilah ini mengacu pada keadaan emosi yang
menetap, bukan hanya ekspresi eksternal (afektif) pada keadaan emosional
sementara. Gangguan mood paling baik dianggap sebagai sindrom (bukan
penyakit terpisah), yang terdiri atas sekelompok tanda dan gejala yang bertahan
selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan, yang menunjukan penyimpangan
nyata fungsi habitual seseorang serta kecenderungan untuk kambuh, sering dalam
bentuk periodik atau siklik. Mood dapat normal, meningkat, atau menurun. Orang
normal dapat mengalami berbagai variasi mood yang luas dan memiliki berbagai
ekspresi afektif yang sama besarnya; mereka kurang lebih merasa dibawah
kendali mood dan afek. Pada gangguan mood, pengendalian hilang dan terdapat
pengalaman subjektif akan adanya penderitaan yang berat (Sadock, 2012).
Gangguan suasana perasaan (gangguan mood afektif) merupakan
sekelompok penyakit yang biasanya mengarah ke depresi atau elasi (suasana
perasaan yang meningkat). Afek yang meningkat dengan peningkatan aktivitas
fisik dan mental yang berlebihan serta perasaan gembira luar biasa yang secara
keseluruhan tidak sebanding dengan peristiwa yang terjadi merupakan
karakteristik dari mania. Pasien dengan mood yang meninggi menunjukkan sikap
yang meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat, penurunan kebutuhan tidur,
peninggian harga diri dan gagasan kebesaran. Bentuk mania yang lebih ringan
disebut hipomania. Mania dan hipomania agak sulit ditemukan karena
kegembiraan jarang mendorong seseorang untuk berobat ke dokter. Pada

1
penderita mania sebagian besar tidak menyadari adanya sesuatu yang salah
dengan kondisi mental maupun perilakunya (Sylvira D.E, dkk 2017).
Prevalensi pasien dengan episode manik di Indonesia bila dilihat melalui
prevalensi pasien dengan gangguan bipolar yaitu sekitar 4% dari jumlah populasi.
Pria dan wanita sama-sama memiliki resiko. Episode manik lebih sering terjadi
pada laki-laki. Usia rata-rata timbulnya episode manik adalah sekitar usia 25
tahun. Pria biasanya memiliki usia lebih awal dari wanita (Saadabadi, 2020).

1.2. Tujuan

Paper ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti kepanitraan
klinik senior di Departemen Psikiatri. Paper ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai episode manik sehingga dapat lebih
mengetahui tentang gangguan ini serta mendiagnosisnya. Pemahaman yang lebih
baik tentang gangguan mental ini diharapkan dapat memudahkan dalam diagnosis
sehingga jika diketahui lebih dini, pasien dapat memiliki prognosis yang lebih
baik, sehingga mencegah terjadi kesalahan pengobatan dan mencegah gangguan
ini terjadi berlarut-larut.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.
2.1 Definisi
Mania merupakan suatu episode meningkatnya afek seseorang yang jelas,
abnormal, menetap, eksfansif, atau iritabel. Afek yang abnormal ini membuat
fungsi harian pasien menjadi terganggu karena gangguan pada daya pertimbangan
lingkungan (APA, 2013). Menurut PPDGJ III, episode mania merupakan suatu
kesamaan karakteristik dalam afek meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah
dan kecepatan aktivitas fisik dan mental dalam berbagai derajat keparahan (Rusdi
M, 2013).

2.2 Epidemiologi
Episode manik adalah criteria diagnostic untuk gangguan bipolar I, jadi
epidemiologi gangguan bipolar I juga memberikan kesan tentang prevalensi
mania. Prevalensi episode manik seumur hidup adalah sekitar empat persen. Pria
dan wanita sama-sama memiliki resiko. Episode manik lebih sering terjadi pada
laki-laki. Namun, wanita jauh lebih mungkin mengalami episode mood dalam satu
tahun tertentu (siklus cepat) (Saadabadi, 2020). Walaupun terjadi pada perempuan
lebih sering disertai gambaran campuran (manik dan depresi) dibandingkan pada
laki-laki(Sadock BJ, 2012).
2.3 Etiologi
1. Faktor Biologis
a. Neurotransmiter
Teori biologik untuk gangguan mania memfokuskan pada
abnormalitas norepinefrin (NE) dan serotonin (5-HT). Hipotesis
katekolamin menyatakan peningkatan NE diotak menyebabkan mania.
Hipotesis indolamin juga menyatakan bahwa peningkatan
neurotransmitter serotonin (5-HT) pada otak juga dapat menyebabkan

3
mania. Hipotesis menyatakan bahwa peningkatan NE menyebabkan
mania, hanya bila kadar serotonin 5-HT rendah (Sadock. J, 2015).
Selain itu, penelitian-penelitian juga menunjukkan adanya
kelompok neurotransmitter lain yang berperan penting pada timbulnya
mania, yaitu golongan neuropeptida, termasuk endorphin,
somatostatin, vasopressin, dan oksitonin. Diketahui bahwa
neurotransmitter-neurotransmiter ini dalam beberapa cara tidak
seimbang (unbalanced) pada otak individu mania disbanding otak
individu normal. Misalnya GABA diketahui menurun kadarnya dalam
darah dan cairan spinal pada pasien mania. Dopamine juga meningkat
kadarnya pada celah sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas dan
agresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia. Antidepresan trisiklik
dan MAO inhibitor yang meningkatkan epinefrin bisa merangsang
timbulnya mania, dan antipsikotik yang mem-blok reseptor dopamine
yang menurunkan kadar dopamine bisa memperbaiki mania, seperti
juga pada skizofrenia (Wicaksana, 2011).
b. Genetik
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor yang
penting di dalam suatu perkembangan gangguan mood adalah
genetika, tetapi pola penurunan genetika adalah jenis melalui
mekanisme yang kompleks, bukan saja tidak munkin untuk
menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik
kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan
gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang (Wicaksana, 2011).
Data keluarga menunjukan bahwa jika satu oraang tua memiliki
gangguan mood, anak-anak akan memiliki resiko antar 10-25% untuk
gangguan mood. Jika kedua orang tua yang terkena, risiko ini berlipat
ganda. Lebih banyak anggota keluarga yang terpengaruh, semakin
besar risikonya untuk anak. Risikonya juga lebih besar jika anggota
keluarga dekat terkena disbanding kerabat jauh (Sadock, J. 2015).

4
Data kembar pula memberikan bukti yang kuat bahwa gen hanya
menjelaskan 50-70 persen dari etiologi gangguan mood. Satu studi
menemukan tingkat kesesuaian untuk gangguan mood dalam (MZ)
kembar monozigot adalah 70 hingga 90 persen dibandingkan dengan
dizigotik sesama jenis (DZ) kembar yang hanya 16 hingga 35 persen
(Sadock, J. 2015).
2. Faktor Psikosial
Faktor psikososial terdiri dari 3 faktor yang utama yaitu faktor
limgkungan, faktor kepribadian, dan faktor psikodinamika mania.
a. Faktor Lingkungan
Pengamatan klinis menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan yang
penuh stres lebih sering mendahului episode gangguan mood seperti
gangguan mania
b. Faktor Kepribadian
Tidak ada cirri kepribadian tunggal atau khusus untuk seseorang yang
mengalami gangguan mania, semua manusia, apapun pola
kepribadian, bisa menjadi tertekan dan dalam keadaan sesuai
mengalami gangguan yang sama. Orang dengan kepribadian tertentu
seperti kepribadian antisocial atau menurut PPDGJ III gangguan
kepribadian dissoaial mungkin mengahadapi resiko lebih besar untuk
mengalami gangguan mania dibandingkan orang dengan gangguan
kepribadian paranoid atau cemas.
c. Faktor psikodinamika
Kebanyakan teori-teori episode manik mania dipandang sebagai
pertahanan terhadap depresi yang mendasarinya. Abraham, misalnya
percaya bahwa episode manik mungkin mencerminkan
ketidakmampuan untuk mentolerir tragedi perkembangan, seperti
kehilangan orang tua. Keadaan manik juga mungkin akibat dari
superego tirani, yang menghasilkan kritik-diri yang kemudian
digantikan oleh euphoria kepuasan diri. Bertram Lewin dianggap ego
pasien manik sebagai kewalahan oleh impuls menyenangkan, seperti

5
seks, atau dengan impuls ditakuti, seperti agresi. Klein juga melihat
mania sebagai reaksi defensive terhadap depresi, dengan
menggunakan pertahanan manic seperti kemahakuasaan, dimana
seseorang mengembangkan ‘delusion of grandeur’ (Sadock, J. 2015).

2.4 Gambaran Klinis


 Deskripsi umum
Pasien manic adalah tereksitasi, banyak bicara, kadang-kadang
mengelikan dan sering hiperaktif
 Mood, afek, dan perasaan
Pasien manik biasanya euforik dan cepat marah. Mereka memiliki
toleransi yang rendah dan mudah frustasi yang dapat menyebabkan
perasaan marah dan permusuhan. Secara emosional mereka sangat labil,
mudah beralih dari tertawa menjadi marah kemudian menjadi depresi
dalam hitungan menit atau jam.
 Bicara
Pasien manic tidak dapat disela saat mereka bicara dan sering kali rewel
dan menjadi pengganggu bagi orang-orang disekitarnya. Saat keadaan
teraktifitas, pembicaraan penuh dengan gurauan, kelucuan sajak,
permainan kata-kata dan hal-hal yang tidak relevan.
 Gangguan persepsi
Waham ditemukan pada 75% pasien manik. Waham sesuai mood
seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan atau kekuatan yang luar
biasa. Dapat juga ditemukan waham dan halusinasi aneh yang tidak
sesuai mood.
 Pikiran
Isi pikirannnya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran diri, sering
kali perhatiannya mudah dialihkan. Fungsi kognitif ditandai oleh aliran
gagasan yang tidak terkendali.

6
 Sensorium dan kognisi
Secara umum, orientasi dan daya ingat masih intak walaupun beberapa
pasien manik mungkin sangat euforik sehingga mereka menjawab secara
tidak cepat. Gejala tersebut disebut “mania delirium” (delirious mania)
oleh Emil Kraepelin.
 Pengendalian impuls
Kira-kira 75% pasien manik senang menyerang atau mengancam.
 Pertimbangan dan tilikan
Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari pasien manik. Mereka
mungkin dapat melanggar peraturan.
 Reliabilitas
Pasien manic sulit untuk dipercaya. Kebohongan dan penipuan sering
ditemukan pada pasien mania (Sylvira, D.E, dkk. 2017).

2.5 Diagnosis
PPDGJ III
Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (gangguan mania) dibagi
menjadi:
F30 Episode Manik
 Kesamaan karakteristik pada afek yang meningkat, disertai peningkatan
dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai
derajat keparahan. Kategori ini hanya untuk satu episode manik tunggal
(yang pertama), termasuk gangguan afektif bipolar, episode manik
tunggal. Jika ada episode afektif (depresif, manik, atau hipomanik)
sebelumnya atau sesudahnya, termasuk gangguan afektif bipolar (F31.-).

F30.0 Hipomania
 Derajat gangguan lebih ringan dari mania (F30.1), afek yang meninggi
dan berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurang-
kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan

7
yang bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia (F34.0),
dan tidak disertai halusinasi atau waham.
 Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang
sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat
atau menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1 atau F30.2) harus
ditegakkan.

F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik


 Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya satu minggu, dan cukup
berat sampai mengacaukan seluruh atau hamper seluruh pekerjaan dan
aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
 Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga
terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara,
kebutuhan tidur yang kurang, ide-ide perihal kebesaran/”grandiose ideas”
dan terlalau optimistic.

F30.2 Mania Dengan Gejala psikotik


 Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1
(mania tanpa gejala psikotik),
 Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang
menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur), iritabilitas dan
kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of persecution). Waham dan
halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek tersebut (mood-congruent).

F30.8 Episode Manik Lainnya.


F30.9 Episode Manik YTT (PPDGJ, 2013).

DSM-III-R
Berdasarkan tabel Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder DSM-V-TR, episode manik.

8
A. Periode terpisah yang secara abnormal dan persisten meningkat,
ekspansif, atau iritabel yang berlangsung setidaknya 1 minggu (atau
berapapun lamanya waktunya jika memerlukan rawat inap).
B. Selama periode gangguan mood, tiga atau lebih gejala berikut telah ada
(empat gejala jika mood hanya iritabel dan signifikan):
 Harga diri yang membumbung atau rasa kebesaran
 Berkurangnya kebutuhan tidur (contoh, merasa lelah beristirahat
setelah tidur 3 jam)
 Lebih banyak berbicara daripada biasanya atau ada tekanan untuk
terus berbicara
 Flight of ideas atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya saling
berlomba
 Perhatian mudah teralih
 Meningkatnya aktivitas yang berorientasi tujuan (baik secara sosial,
ditempat kerja atau sekolah, maupun secara seksual) atau agitasi
psikomotor.
 Keterlibatan berlebihan didalam aktivitas yang menyenangkan dan
berpotensi tinggi memiliki akibat menyakitkan (contoh, terlibat
dalam kegiatan berbelanja yang tidak bisa ditahan, tindakan seksual
yang tidak bijaksana dan investasi bisnis yang bodoh.
C. Gejala tidak memenuhi criteria episode campuran
D. Gangguan mood cukup berat hingga menyebabkan hendaya nyata
fungsi pekerjaan maupun aktivitas atau hubungan sosial yang biasa
dengan orang lain, atau memerlukan rawat inap untuk mencegah
mencelakakan diri sendiri dan orang lain, atau terdapat ciri psikotik.
E. Gejala tidak disebabkan pengaruh fisiologis langsung suatu zat (contoh,
obat yang disalahgunakan, obat atau terapi lain atau kondisi medis
umum.
Catatan: Episode menyerupai manik yang secara nyata disebabkan
terapi antidepresan somatic (contoh, terapi elektrokonvulsif, terapi

9
cahaya) sebaiknya tidak dimasukkan kedalam diagnosis Bipolar II
(APA, 2013).

2.6 Tatalaksanaan
1. Antimania yang juga disebut sebagai mood modulator atau mood
stabilizer merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi sindrom
mania dan mencegah berubah-ubahnya suasana hati pasien. Episode
berubahnya mood pada umumnya tidak berhubungan dengan peristiwa-
peristiwa kehidupan. Gangguan biologis yang pasti belum diindetifikasi
tapi diperkirakan berhubungan dengan peningkatan aktivitas
katekolamin. Berdasarkan hipotesis, sindrom mania disebabkan oleh
tingginya kadar serotonin dalam celah sinaps neuron khsusnya pada
system limbic (Sylvira, D. E. 2017).
1) Lithium
Lithium adalah kation monovalen yang kecil. Telah lama dikenal
bahwa lithium merupakan pengobatan yang paling disukai pada
gangguan manic. Angka keberhasilannya pada remisi pasien
dengan fase manic dilaporkan mencapai 60-80%.
Sampai saat ini lithium karbonat dikenal sebagai obat
gangguan bipolar terutama pada fase manik. Pengobatan jangka
panjang menunjukkan penurunan risiko bunuh diri. Bila mania
masih tergolong ringan, lithium sendiri merupakan obat yang
efektif. Pada kasus berat, hamper selalu perlu ditambah clonazepam
atau lorazepam dan kadang ditambah antipsikosis juga. Setelah
mania dapat teratasi, antipsikosis boleh dihentikan dan lithium
digunakan bersamaan dengan benzodiazepine untuk pemeliharaan.
Efek samping:
 Efek neurologis: tremor, koreoatetosis, hiperaktivitas motorik,
atasia, disartria dan afasia

10
 Efek pada fungsi tiroid: dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid
tapi efeknya reversible dan nonprogresif. Beberapa pasien
mengalami pembesaran kelenjar gondok dan gejala-gejala
hipotiroidisme. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengukuran
kadar TSH serum setiap 6-12 bulan.
 Efek pada ginjal: polidipsi dan poliuri sering ditemukan namun
bersifat reversible. Beberapa literature menerangkan bahwa
terapi lithium jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi
ginjal termasuk nefritis interstitial kronis dan glomerulopati
perubahan minimal dengan sindrom nefrotik. Penurunan laju
filtrasi glomerulus telah ditemukan tapi tidak ada contoh
mengenai azotemia maupun gagal ginjal. Tes fungsi ginjal harus
dilakukan secara periodik untuk mendeteksi perubahan-
perubahan pada ginjal.
 Edema: Hal ini mungkin terkait dengan efek lithium pada retensi
natrium. Peningkatan berat badan pada pasien diduga karena
edema namun pada 30% pasien tidak mengalami peningkatan
berat badan.
 Efek pada jantung: Ion lithium dapat menekan pada nodus sinus
sehingga sindrom bradikardi dan takikardi merupakan
kontraindikasi penggunaan lithium.
 Efek pada kehamilan dan menyusui: laporan terdahulu
manyatakan peningkatan frekuensi kelainan jantung pada bayi
dengan ibu yang mengkonsumsi lithium terutama anomali
Ebstein. Namun data terbaru menyebutkan resiko efek
teratogenik relatif rendah. Litium didapatkan pada air susu
dengan kadar sepertiga sampai setengah dari kadar serum.
Toksisitas pada bayi dimanifestasikan dengan letargi, sianosis,
reflek moro dan reflek hisap berkurang dan hepatomegali.
 Efek lainnya: telah dilaporkan efek erupsi jerawat dan folikulitis
pada penggunaan litium. Leukositosis selama pengobatan

11
dengan lithium selalu ada yang merefleksikan efek langsung
pada leukopoieisis.
Preparat yang tersedia
Lithium carbonate (generic, Eskalith)
Oral : 150; 300; 600 mg kapsul, 300 mg tablet, 8 meq/ 5 mL
sirup, 300; 450 mg tablet sustained release
Dosis : 250-500 mg/hari (Sylvira, D. E. 2017).
2) Asam Valproat (valproic acid; valproate)
Obat ini merupakan suatu agen untuk epilepsy dan telah terbukti
memiliki efek anti mania. Valproate manjur untuk pasien-pasien
yang gagal memberikan respon terhadap litium pada awal minggu
pengobatan. Kombinasi valproate dengan obat-obatan psikotropik
lainnya mungkin dapat digunakan dalam pengelolaan fase kedua
pada penyakit bipolar yang umumnya dapat ditoleransi dengan baik.
Valproate telah diakui sebagai pengobatan lini pertama untuk mania.
Preparat yang tersedia
Valproic acid (generic, Depakene)
Oral : 250 mg kapsul, 250 mg/5 mL sirup
Dosis: 3 x 250 mg/hari (Sylvira, D. E. 2017).
3) Carbamazepine
Carbamazepine telah dianggap sebagai alternatif yang pantas untuk
litium jika lithium kurang optimal. Obat ini dapat digunakan untuk
mengobati mania akut dan juga untuk terapi profilaksis.
Efek samping carbamazepine pada umumnya tidak lebih besar dari
lithium dan kadang bahkan lebih rendah. Carbamazepine dapat
digunkan sendiri atau pada pasien yang reflakter dapat dikombinasi
dengan litium.
Cara kerja carbamazepine tidak jelas, tetapi dapat mengurangi
sensitisasi otak terhadap perubahan mood. Mekanisme tersebut
mungkin serupa dengan efek antikonvulsinya. Meskipun efek
disprasia darah menonjol pada penggunaannya sebagai antikonvulsi,

12
namun tidak menjadi masalah besar pada pengunaannya sebagai
penstabil mood.
Prepate yang tersedia
Carbamazepine (generic, tegretol)
Oral : 200 mg tablet; 100 mg tab kuyah; 100 mg/5 mL suspense,
100;200;400 mg tablet extended-release, 200;300 mg kapsul.
Dosis : 400-600 mg/hari (Sylvira, D. E. 2017).
4) Chloropromazine
Cara kerja chloropromazine tidak jelas, tetapi dikatakan dapat
menghalang reseptor D2 pada ‘chemoreceptor trigger zone’ di otak.
Efek sampingnya adalah sedasi, hipotensipostural, peningkatan prolaktin
ditubuh, dsb (Chatu, S. 2011).
5) Neuroleptik atipikal dan tipikal yang lain
Atipikal: Olanzapine, Risperidone, Quetiapine, Ziprasidone dan
Aripiprazole.
Tipikal: Haloperidol
Dibandingkan dengan agen yang tipikal, seperti Haloperidol ( Haldol)
dan Chlorpromazine (Thorazine), antipsikotik atipikal memiliki peluang
yang lebih rendah untuk tardive dyskinesia perangsangan postsynaptic,
dan banyak obat atipikal tidak meningkatkan kadar prolaktine. Tetapi
obat-obat jenis ini akan menyebabkan resiko tinggi dalam penaikan berat
badan, sakit kepala, gangguan jantung dan sebagainya (Chatu, S. 2011).
6) Clonazepam dan Lorazepam
Keduannya berasal dari golongan benzodiazepine dan sangat berguna
untuk mengobati gangguan mania akut. Cara kerja antipsikotik ini adalah
dengan menghalang ‘anihibitory action’ GABA dengan mengikat dirinya
dengan reseptor GABA disistem saraf pusat (Chatu, S. 2011).
2. Psikoterapi
Selain pengobatan, psikoterapi, atau “terapi berbicara”, dapat menjadi
pengobatan yang afektif untuk gangguan mood afektif seperti mania. Hal
ini dapat memberikan dukungan, pendidikan, dan bimbingan untuk orang

13
dengan gangguan mania dan keluarga mereka. Beberapa perawatan
psikoterapi digunkan untuk mengobati gangguan mania meliputi:
1) Terapi prilaku Kognitif (CBT) membantu orang dengan gangguan
mania belajar untuk mengubah pola pikir berbahaya atau negatif dan
prilaku.
2) Keluarga yang berfokus pada terapi termasuk anggota keluarga. Ini
membantu meningkatkan strategi koping keluarga, seperti mengenali
episode baru awal dan membantu mereka cintai. Terapi ini juga
mengingaktkan komunikasi dan pemecahan masalah.
3) Terapi Irama interpersonal dan sosial membantu orang dengan
gangguan bipolar meningkatkan hubungan mereka dengan orang lain
dan mengelola rutinitas sehari-hari. Rutinitas sehari-hari yang teratur
dan jadwal tidur dapat membantu melindungi terhadap episode manik.
4) Psychoeducation mengajarkan orang dengan gangguan mania tentang
penyakit dan pengobatannya. Perawatan ini membantu orang mengenali
tanda-tanda kambuh sehingga mereka dapat mencari pengobatan awal,
sebelum episode besaran terjadi.
Biasanya dilakukan dalam kelompok, psychoeducation juga dapat
membantu untuk anggota keluarga dan pengasuh (Sadock J, 2015).

2.7 Diagnosa Banding


1. Hipertiroidi, anoreksia nervosa
Hipertiroid merupakan suatu penyakit endokrin yang ditandai dengan
meningkatnya kadar hormon T3 dan T4. Penegakkan diagnosa untuk
hipertiiroidisme adalah pemeriksaan laboratoriun kadar TSH, T3 dan T4.
Anoreksia nervosa merupakan suatu penyakit gangguan makan, dengan
ciri khas gangguan mengurangi berat badan dengan sengaja, dipacu dan
atau dipertahankan oleh penderita.Pedoman diagnostic Anoreksia Nervosa
menurut PPDGJ-III adalah :5
 Mempunyai ciri khas gangguan adalah mengurangi berat badan
dengan sengaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita.

14
 Untuk suatu diagnosis yang pasti dibutuhkan semua hal seperti di
bawah ini, yaitu:
a. Berat badan tetap dipertahankan 15% di bawah yang
seharusnya ( baik yang berkurang maupun yang tidak
tercapai) atau Quetelet’s body mass index adalah 17,5%
atau kurang.
b. Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan
menghindari makanan yang mengandung lemak dan salah
satu hal di bawah ini:
- Merangsang muntah oleh dirinya sendiri
- Menggunakan pencahar
- Olah raga berlebihan
- Menggunakan obat penahan nafsu makan dan atau
diuretika.
c. Terdapat distorsi body image dalam psikopatologi yang
spesifik dimana ketakutan gemuk terus menerus menyerang
penderita, penilaian yang berlebihan terhadap berat badan
yang rendah.
d. Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan
hypothalamic-piyuitary-gonadal aksis, dengan manifestasi
pada wanita sebagai amenore dan pada pria suatu
kehilangan minat dan potensi seksual. Juga dapat terjadi
kenaikan hormon pertumbuhan, kortisol, perubahan
metabolisme peripheral dari hormone tiroid, dan sekresi
insulin abnormal.
e. Jika onset terjadinya pada masa prubertas, perkembangan
prubertas tertunda atau dapat juga tertahan. Pada
penyembuhan, prubertas kembali normal, tetapi menarche
terlambat.

15
2. Masa dini dari depresi agitatif
Pada depresi agitatif, biasanya suasana perasaan depresif namun
kegiatannya meningkat dan sang pasien bergerak-gerak dengan resah dan
gelisah tanpa tujuan, dan meremas-remas tangannya.2
3. Skizofrenia (F20)
Merupakan diagnosa banding untuk mania dengan gejala psikotik.
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan
dasar pada kepribadian, distorsi proses pikir, waham yang aneh, gangguan
persepsi, afek yang abnormal. Meskipun demikian, kesadaran pasien
masih jernih, kapasitas intelektual biasanya tidak teganggu dan pasien
mengalami hendaya berat dalam menilai realitas. Dianostik:5
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas):
a. Thought echo, Thought insertion or withdrawal, Thought
broadcasting –

- Thought echo adalah isi pikiran dirinya sendiri yang


berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras)
dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda.
- Thought insertion or withdrawal adalah isi pikiran yang
asing dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion)
atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal).
- Thought broadcasting adalah isi pikirannya tersiar
keluar sehingga orang lain atau umumnya
mengetahuinya

16
b. Delusion of control , Delusion of influence , Delusion of
passivity , Delusion perception
- Delusion of control adalah waham tentang dirinya
dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.
- Delusion of influenceadalahwaham tentang dirinya
dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.
- Delusion of passivity adalah waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar
(tentang dirinya secara jelas, merujuk ke pergerakan
tubuh serta anggota gerak atau pikiran, tindakan atau
penginderaan khusus).
- Delusion perception adalah pengalaman inderawi yang
tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya,
biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik dapat berupa suara halusinasi yang
berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien.
Dan mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara atau jenis suara
halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh).
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahil,misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi
dengan mahluk asing atau dunia lain).
 Atau paling sedikit 2 gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)

17
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), negativisme,
mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neureptika.
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
non psikotik prodromal)
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi ,
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tidak bertujuan ,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, dan penarikan
diri secara sosial.

4. Skizoafektif tipe manik (F25.0)


Diagnosis skizoafektif hanya dibuat apabila ada gejala-gejala definitive
skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau episode penyakit tidak memenuhi
kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
Pedoman diagnostic skizoafektif tipe manik menurut PPDGJ III:5

18
i. Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik
yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian
besar episode skizoafektif tipe manik
ii. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek
yang tak begitu menonjol dikombinasikan dengan irritabilitas atau
kegelisahan yang memuncak
iii. Dalam episode yang sama, harus jelas setidaknya satu, atau lebih baik
lagi dua gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan
sebagai pedoman diagnostic untuk skizofrenia) PPDGJ
2.8 Prognosis
Emil Kraepelin, yang mendeskripsikan sifat episodik mania-depresi,
menyatakan bahwa episode manic tunggal biasanya akan sembuh sendiri seiring
waktu dengan atau tanpa penobatan, akan tetapi kejadian episodik tunggal
sangatlah jarang. Oleh karena itu digunakan istilah ‘bipolar’ untuk
menggambarkan individu yang menalami gabungan episode manik dan juga
depresi.
Studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan berdasarkan usia dan jenis
kelamin saat ini. Namun, angka morbiditas pada masa kecil atau remaja lebih
sering tinggi pada usia lanjut. Pasien yang mengalami langsung dari satu kutub
(mania dan depresi) yang lain juga cenderung membutuhkan waktu lebih lama dan
serangan lebih sering daripada pasien yang mengalami episode diskrit mania atau
depresi (Judd, LL, dkk. 2013).

19
BAB III
PENUTUP

3
3.1 Kesimpulan
Mania merupakan suatu episode meningkatnya afek seseorang yang jelas,
abnormal, menetap, ekspansif, atau iritabel. Afek yang abnormal ini membuat
fungsi harian pasien menjadi terganggu karena gangguan pada daya pertimbangan
lingkungan, episode mania merupakan suatu kesamaan karakteristik dalam afek
meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan
mental dalam berbagai derajat keparahan.kategori ini hanya untuk satu episode
manik tunggal (yang pertama), termasuk gangguan afektif bipolar, episode manik
tunggal. Jika ada episode afektif (depresi, manik atau hipomanik) sebelumnya
atau sesudahnya, termasuk gangguan afektif bipolar.
Faktor yang berperan penting sebagai penyebab mania adalah faktor
biologis, faktor genetika, dan faktor psikososial. Penatalaksanaan untuk mania
adalah dengan terapi psikososial serta farmakoterapi. Pemilihan agen-agen
farmakoterapi untuk mania adalah tergantung pada toleransi pasien terhadap efek
samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien.
Kondisi episode manic tunggal biasanya akan sembuh sendiri seiring
waktu dengan atau tanpa pengobatan, akan tetapi kejadian episodic tunggal
sangatlah jarang. Oleh karena itu digunakan istilah ‘bipolar’ untuk
menggambarkan individu yang mengalami gabungan episode manik dan juga
depresi. Hasil terapi akan menunjukkan kemajuan jika fungsi keluarga dan fungsi
pendukung lainnya baik.

20
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association (APA). 2013. Schizophrenia. Diagnostic and


Statistical Manual of Mental Disorders V. Fifth Edition. American
Psychiatric Publishing. Washington DC.

Departemen Kesehatan RI. Direktoral Jenderal Pelayanan Medik, 2015. Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Inu Wicaksana. 2013. Aspek Neuropsikologi Gangguan Mood: Depresi dan


Mania.

Judd L.L, Akiskal H.S, Schettler PJ, et al. 2013. The Recognition and
Management of Mania: Prognosis.

Rusdi M. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III


Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmaja.

Saadabadi.2020. MWDA. Mania. Stat Pearls Publishing LLC.

Sadock BJ, Sadock Virginia Alcott. 2012. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Edisi 2, New York.

Sadock. J. Benjamin. Sadock. A. Virginia. Ruiz, Pedro. 2015. Schizoprenia


Spectrum and Other Pshychotic Disorders, in: Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiathry. 11th Edition. Wolters

Sukhdev C, 2011. The Hands on Guide to Clinical Pharmacology. Edisi 3. United


Kingdom. Wiley Blackwell.

21
Sylvira D.E, Gitayanti H. 2017. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Ketiga. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai