Anda di halaman 1dari 28

Referat

RETARDASI MENTAL

Oleh
Lendra Yoga Sugama, S.Ked
712017076

Pembimbing
dr. HM Nazir, Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:
Retardasi Mental
Oleh:
Lendra Yoga Sugama, S.Ked
712017076

Telah dilaksanakan pada bulan September 2018 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, September 2018


Pembimbing

dr. HM Nazir, Sp.A(K)

KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“Retardasi Mental” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. HM Nazir, Sp.A(K) selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang, yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian referat
ini
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Palembang, September 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................ 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3
2.1 Definisi................................................................................. 3
2.2 Etiologi................................................................................. 5
2.3 Diagnosis.............................................................................. 10
2.4 Klasifikasi............................................................................. 15
2.5 Penatalaksnaan...................................................................... 18
2.6 Komplikasi............................................................................ 21
2.7 Prognosis............................................................................... 21
BAB III. KESIMPULAN............................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Retardasi mental (RM) adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri
dari fungsi intelektual yang dibawah rata – rata dan gangguan dalam
ketrampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun.
Gangguan dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan psikososial.
Selama dekade terakhir, semakin dikenali faktor biologis , termasuk kelainan
kromosom kecil, sindrom genetika dan intoksikasi timbal subklinis dan
berbagai pemaparan toksin pranatal pada orang dengan retardasi mental
ringan (sampai 85 persen dari populasi retardasi mental).1
Prevalensi retardasi mental pada suatu waktu diperkirakan adalah kira –
kira 1 persen dari populasi. Insidensi retardasi mental sulit dihitung karena
kesulitan mengenali onsetnya. Pada banyak kasus, retardasi mungkin laten
selama waktu yang panjang sebelum keterbatasan seseorang diketahui atau
karena adaptasi baik. Prevalensi untuk RM ringan 0,37 – 0,59% sedangkan
untuk RM sedang, berat dan sangat berat adalah 0,3 – 0,4%. 2 Insidensi
tertinggi adalah pada anak usia sekolah, dengan puncak usia 10 sampai 14
tahun. Retardasi mental 1,5 kali lebih sering pada laki – laki dibandingkan
dengan wanita. Pada lanjut usia, prevalensi lebih sedikit karena mereka
dengan retardasi mental yang berat atau sangat berat memiliki angka
mortalitas yang tinggi yang disebabkan dari penyulit gangguan fisik yang
menyertai.1
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang
besar terutama bagi negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian
retardasi mental berat sekitar 0.3% dari seluruh populasi dan hamper 3%
mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka
tidak bisa dimanfaatkan karena 0.1% dari anak-anak ini memerlukan
perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.3 Sehingga

v
retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga
dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan
pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.

vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM)
adalah suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama
ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia
(oligo = kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan
tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah
rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk
menyesuaikan diri atau berprilaku adaptif.3
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-
III (PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan
selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat
intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.4
Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002
adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan
yang bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun prilaku adaptif yang
diekspresikan dalam keterampilan konseptual, social dan praktis.
Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR)
adalah sama dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ
70.2
2.2 Etiologi
a. Kelainan Kromosom
1. Sindrom Down
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya
kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan

vii
retardasi mental serta anomali fisik yang beragam. 1 Untuk seorang
ibu usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan
sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi
mental adalah cirri yang menumpang pada sindrom Down.
Sebagian besar pasien berada dlam kelompok retardasi sedang
sampai berat., hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50.
Diagnosis sindrom Down relative mudah pada anak yang lebih
besar tetapi seringkali sukar pada neonates. Tanda yang paling
penting pada neonates adalah hipotonia umum, fisura palpebra
yang oblik, kulit leher yang berlebihan, tengkorak yang kecil dan
datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat
dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis transversal tunggal
pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung
ke dalam.1

Gambar 1. Karakteristik Sindroma Down

2. Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang
diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X.1
Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan

viii
2000 kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari
ringan sampai berat. Ciri perilakunya adalah tingginya angka
gangguan defisit atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan
gangguan perkembangan pervasive seperti gangguan akuisitik.
Defisit dalam fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan
perseveratif dengan kelainan dalam mengkombinasikan kata-kata
membentuk frasa dan kalimat.1

3. Sindrom Prader-Willi
Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15,
biasanya terjadi secara sporadic. Prevalensinya kurang dari 1 dalam
10000. Orang dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan
yang kompulsif dan sering kali obesitas, retardasi mental,
hipogonadisme, perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki
yang kecil. Anak –anak dengan sindrom ini seringkali memiliki
perilaku oposisional yang menyimpang.1

Gambar 2. Karakteristik Sindrom Prader-Willi

4. Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome)


Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian
dari kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan

ix
menunjukkan banyak stigmata yang seringkali disertai dengan
penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya
rendah, fisura palpebra oblik, hipertelorisme, dan mikrognatia.
Tangisan seperti kucing yang khas (disebabkan oleh kelainan laring)
yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah dan
menghilang dengan bertambahnya usia.1

5. Kelainan kromosom lain


Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan
retardasi mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan
Sindrom Down.1

b. Faktor Genetik Lain


Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan yang menghambat
metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental
kecuali bila pola makan amat dikontrol.3 PKU ditransmisikan dengan
trait Mendel autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kira-kira
yang di institusi adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai
15.000 kelahiran hidup. Bagi orang tua yang telah memiliki anak
dengan PKU, kemungkinan memiliki anak lain dengan PKU adalah
satu dalam setiap empat sampai lima kehamilan selanjutnya. Defek
metabolisme dasar pada PKU adalah ketidakmampuan untuk mengubah
fenilalanin, suatu asam amino esensial, menjadi paratirosin karena tidak
adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang
mengkatalisis perubahan tersebut.
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang
berat, tetapi beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang
atau normal. Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal
adalah hiperaktif dan menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak dapat
diramalkan, yang menyebabkan sulit ditangani. Mereka seringkali
memiliki temper tantrum dan seringkali menunjukkan gerakan aneh
pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme memutir tangan,

x
dan perilaku mereka kadang-kadang meyerupai anak autistic atau
skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya sangat
terganggu atau tidak ditemukan. Koordiansi anak adalah buruk, dan
mereka memiliki banyak kesulitan perceptual.1

Gambar 3. Phenylketouria

c. Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan
penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya
terjadi adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak.
Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis,
cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu
selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian
dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah. Anak-
anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir dengan
sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab
retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau
cedera kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena

xi
racun, seperti cat yang mengandung timah sangat berpotensi
menyebabkan retardasi mental.3

d. Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi
dengan berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami
gangguan neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-
tahun sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial atau
tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif.
Derajat gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan
beratnya perdarahan intrakranial.1

e. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak


Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah
secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara
retrospektif, kadang-kadang sulit untuk memastikan gambaran
kemajuan perkembangan anak secara lengkap sebelum terjadinya
gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan atau keterampilan
anak tampak setelah gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada
masa anak-anak antara lain :1
 Infeksi.
Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah
ensefalitis dan meningitis.
 Trauma kepala
Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag
menyebabkan kecacatan mental, termasuk kejang, adalah
kecelakaan kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak cedera
kepala yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti
terjatuh dari tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera
kepala.
 Masalah lain

xii
Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi.
Satu penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia
yang berhubugan dengan nyaris tenggelam. Pemaparan jangka
panjang dengan timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan
keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis
dan asal, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan
fungsi otak

f. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural


Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan
dengan sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti
lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang memberi
stimulasi intelektual, penelantaran atau kekerasan dari orang tua, dapat
menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan
retardasi mental pada anak-anak.3 TIdak ada penyebab biologis yang
telah dikenali pada kasus tersebut.
Anak-anak dalam keluarga yag miskin dan kekurangan secara
sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan dan
secara potensial patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh
perawatan medis yang buruk dan gizi maternal yang buruk. Kehamilan
remaja sering disertai dengan penyulit obstetric, prematuritas, dan berat
badan lahir rendah. Perawatan medis setelah kelahiran buruk,
malnutrisi, pemaparan dengan zat toksin tertentu seperti timbale dan
trauma fisik adalah serig terjadi. Ketidakstabilan keluarga, sering
pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti tetapi tidak adekuat sering
terjadi. Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut sering berpendidikan
rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang sesuai bagi anak-
anaknya.
Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan
mental parental yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu
pengasuhan dan stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka,

xiii
dengan demikian menempatkan anak pada resiko perkembangan. Anak-
anak dari orang tua dengan gagguan mood dan skizofrenia diketahui
berada dalam resiko mengalami gangguan tersebut dan gangguan yang
berhubungan. Penelitian terakhrir menunjukkan tingginya prevalensi
gangguan keterampialan motorik dan gangguan perkembangan lainnya
tetapi tidak selalu disertai retardasi mental.1

2.3 Diagnosis
Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan
merupakan karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai
berdasarkan sejumlah besar ketrampilan khusus yang berbeda. Meskipun
ada kecenderungan umum bahwa semua ketrampilan ini akan berkembang
ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi ada ketimpangan
(discrepancy) yang luas, terutama pada penyandang RM. Orang yang
demikian mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang
tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area ketrampilan
tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial sederhana) pada RM
berat. Keadaan ini akan menimbulkan kesluitan dalam menentukan kriteria
diagnostik dimana seorang penyandang RM harus diklasifikasikan.
Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang
tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan
dengan latar belakang budayanya), dan hasil tes psikometrik.
Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang
meningkatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari
lingkungan sosial biasa sehari – hari. Gangguan jiwa dan fisik yang
menyertai retardasi mental mempunyai pengaruh besar pada gambaran
klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya. Oleh karena itu
kategori diagnostik yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan
global dan bukan atas suatu hendaya atau ketrampilan khusus. Tingkat IQ
yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan seharusnya tidak ditetapkan
secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan lintas budaya.2

xiv
Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai
berikut :
1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah
diperiksa secara individual.
2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan
kekurangan individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai
dengan usianya dari lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal,
yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumah-tangga, ketrampilan
sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas, mengarahkan
diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu
senggang, kesehatan dan keamanan
3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun

Kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai


berikut :4
317 Retardasi mental ringan, IQ 50 – 55 sampai 70
318 Retardasi mental sedang, IQ 35 – 40 sampai 50 – 55
318.1 Retardasi mental berat, IQ 20 – 25 sampai 35 – 40
318.2 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan
hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung
dengan3 :
IQ = MA/CA x 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes
CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan
tanggal lahir

Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit,


pemeriksaan intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif
menyatakan bahwa perilaku anak sekarang adalah secara bermakna di
bawah tingkat yang diharapakan. Diagnosis sendiri tidak menyebutkan

xv
penyebab ataupun prognosisnya. Suatu riwayat psikiatrik adalah berguna
untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan fungsi anak, dan
pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis, dan tes laboratorium dapat
digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.1
a. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua
atau pengasuh, dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu,
persalinan, dan kelahiran. Terdapat riwayat keluarga retardasi
mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan
herediter. Juga dapat menilai latar belakang sosiokultural
pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual
pasien.1
b. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai
pasien adalah sikap pewawancara dan cara berkomunikasi
dengan pasien. Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa
reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan
mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara
pengasuh dan pasien dan dari riwayat penyakit. Sangat
membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya bersama-
sama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh
dapat sebagai penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup
dalam berbagai bidang, dan mereka mungkin mengalami
kecemasan sebelum menjumpai pewawancara. Pewawancara
dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu
penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses
diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang
memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa
yang sesuai dengan usia dan pengertian pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus
dipastikan, dan bukti klinis adanya distraktibilitas dan distorsi
dalam persepsi dan daya ingat harus diperiksa. Pemakaian

xvi
bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman
penting untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien
(menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran,
represi, penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati.
Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan pengendalian impuls
(terutama terhadap dorongan motorik, agresif, dan seksual)
harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan peranannya
dalam perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian
keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan
menggali hal yang tidak diketahui.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang
teretardasi harus mengungkapkan bagaimana pasien
mengalami stadium perkembangan. Dalam hal kegagalan atau
regresi, juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang
memungkinkan perencanaan logis dari penatalaksanaan dan
pendekatan pengobatan. 1
c. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu
yang sering ditemukan pada orang retardasi mental dan
memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh, konfigurasi dan
ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi
seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah
pasien mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental
yang sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut
adalah hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang
menonjol, lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina
yag letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang
menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus
diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan
tekstur kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang
tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang
tubuh dan ekstremitasnya adalah bidang lain yang digali. 1

xvii
d. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi
mental, sebagai contoh sampai 10 persen orang retardasi
mental mengalami gangguan pendengaran empat kali lebih
tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat
berupa gangguan pendengaran dan gangguan visual. Gangguan
pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit
pendengaran yang ringan. Gangguan visual dapat terentang
dari kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan
rancangan, dan konsep citra tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh
kelainan pada tonus otot (spastisitas atau hipotonia), refleks
(hiperefleksia), dan gerakan involunter (koreoatetosis). Derajat
kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan
koordinasi yang buruk.1
e. Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi
mental adalah pemeriksaan urin dan darah untuk mencari
gangguan metabolik. Penentuan kariotipe dalam laboratorium
genetic diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan
kromosom.
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic
diambil dari ruang amnion secara transabdominal antara usia
kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam diagnosis
berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma Down.
Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di
atas 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi
sampling) adalah teknik skrining yang baru untuk menentukan
kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia kehamilan 8 dan
10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa
jam atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan
untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester

xviii
pertama. Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5
persen. 1
f. Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang
berpengalaman, adalah bagian standar dari pemeriksaan untuk
retardasi mental. Pemeriksaan psikologis dilakukan untuk
menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik, dan
kognititf. Informasi tentang factor motivasional, emosional,
dan interpersonal juga penting. 1
2.4 Klasifikasi
Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi menjadi4 :
1. F70 Retardasi Mental Ringan
Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar
antara 50 – 69 menunjukkan retardasi mental ringan.
Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat
pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang
mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai
dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan
bahasa, tapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan bicara
untuk keperluan sehari – hari. Kebanyakan juga dapat mandiri
penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai ketrampilan
praktis dan ketrampilan rumah tangga, walaupun tingkat
perkembangannya agak lambat daripada normal.
Kesulitan utama biassanya tampak dalam pekerjaan sekolah
yang bersifat akademis dan banyak masalah khusus dalam
membaca dan menulis.
Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian
kecil penderita. Keadaan lain yang menyertai, seperti autisme,
gangguan perkembangan lain, epilepsi, gangguan tingkah laku, atau
disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila
terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis
tersendiri.

xix
2. F71 Retardasi Mental Sedang
IQ biasanya berada dalam rentang 35 – 49. Umumnya ada
profil kesenjangan dari kemampuan, beberapa dapat mencapai
tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan visuo-spasial daripada
tugas – tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya
sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan
percakapan sederhana.
Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat
mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat
berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada
kebanyakan penyandang retardasi mental sedang. Autisme masa
kanak atau gangguan perkembangan pervasif lainnya terdapat pada
sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada
gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan.
Epilepsi, disabilitas neurologik dan fisik juga lazim ditemukan
meskipun kebanyakan penyandang retardasi mental sedang mampu
berjalan tanpa bantuan.
Kadang – kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi
karena tingkat perkembangan bahasanya yang terbatas sehingga
sulit menegakkan diagnosis dan harus tergantung dari informasi
yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya. Setiap gangguan
penyerta harus diberi kode diagnosis tersendiri.
3. F72 Retardasi Mental Berat
IQ biasanya berada dalam rentang 20 – 34. Pada umumnya
mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal :
- Gambaran klinis
- Terdapatnya etiologi organik
- Kondisi yang menyertainya
- Tingkat prestasi yang rendah

xx
- Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita
gangguan motorik yang mencolok atau defisit lain yang
menyertainya, menunjukkan adanya kerusakan atau
penyimpangan perkembangan yang bermakna secara
klinis dari susunan saraf pusat.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat
IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan
bahasa terbatas, hanya mengerti perintah dasar dan mengajukan
permohonan sederhana. Keterampilan visuospasial yang paling
dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan mungkin
dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat,
penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan
rumah tangga.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian
besar kasus. Biasanya ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang
berat yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsi dan hendaya
daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan perkembangan
pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak
khas (atypical autism) terutam pada penderita yang dapat bergerak.
5. F78 Retardasi Mental Lainnya
Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat
retardasi mental dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau
tidak mungkin dilakukan karena adanya gangguan sensorik atau
fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang perilakunya
terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
6. F79 Retardasi Mental YTT
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi
yang cukup untuk menggolongkannya dalam salah satu kategori
tersebut diatas.
2.5 Penatalaksanaan

xxi
Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen
dan berbagai faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental
adalah pencegahan primer, sekunder, dan tersier.1
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan
perkembangan gangguan yang disertai dengan retardasi mental.
Tindakan tersebut termasuk :
 Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat umum tentang retardasi mental.
 Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk
menjaga dan memperbaharui kebijaksanaan kesehatan
masyarakat.
 Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan
anak yang optimal.
 Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan
system saraf pusat.
Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi
retardasi mental dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang
berhubungan dengan retardasi mental. Untuk anak-anak dan ibu dengan
sosioekonomi rendah, pelayanan medis prenatal dan perinatal yang
sesuai dan berbagai program pelengakap dan bantuan pelayanan social
dapat menolong menekan komplikasi medis dan psikososial.1
B. Pencegahan Sekunder dan Tersier
Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah
dikenali, gangguan harus diobati untuk mempersingkat perjalanan
penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk menekan sekuele atau
kecacatan yang terjadi setelahnya (pencegahan tersier).1
Gangguan metabolik dan endokrin herediter, seperti PKU dan
hipotiroidisme, dapat diobati dalam stadium awal dengan control diet
atau dengan terapi penggantian hormone. 1,2
Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional
dan perilaku yang memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif
dan sosial yang terbatas yang dimiliki anak tersebut memerlukan

xxii
modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi berdasarkan tingkat
kecerdasan anak. 1,2
a. Pendidikan untuk anak
Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi
mental harus termasuk program yang lengkap yang menjawab
latihan keterampilan adaptif, latihan keterampilan sosial, dan
latihan kejujuran. Perhatian khusus harus dipusatkan pada
komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi
kelompok seringkali merupakan format yang berhasil dimana anak-
anak dengan retardasi mental dapat belajar dan mempraktekkan
situasi hidup nyata dan mendapatkan umpan balik yang
mendukung. 1
b. Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika
Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental
adalah luas dan sangat bervariasi sehingga sejumlah intervensi
sendiri atau dalam kombinasi mungkin berguna.
Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk
membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan untuk
mengendalikan dan menekan perilaku agresif dan destruksi pasien.
Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan memulai
hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang
tidak diinginkan telah banyak menolong.
Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan
latihan relaksasi dengan instruksi dari diri sendiri, juga telah
dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang mampu mengikuti
instruksi pasien.
Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi
mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan
yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang
menetap.
c. Pendidikan keluarga1,2
Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari
pasien dengan retardasi mental adalah tentang cara meningkatkan
kompetensi dan harga diri sambil mempertahnkan harapan yang

xxiii
realistic untuk pasien. Keluarga seringkali merasa sulit untuk
menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan memberikan
lingkungan yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental,
yang kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan
kegagalan di luar konteks keluarga.
Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling
yang terus-menerus datau terpai keluarga. Orang tua harus
diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah,
putus asa, kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul, dan
kemarahan tentang gangguan dan masa depan anak. Dokter
psikiatrik harus siap untuk memberikan semua informasi medis
dasar dan terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang
berhubungan (seperti latihan khusus dan perbaikna defek sensorik).

d. Intervensi farmakologis
Pendekatan farmakologis dalam terpai gangguan mental
komorbid pada pasien retardasi mental adalah banyak kesamaannya
seperti untuk pasien yang tidak mengalami retardasi mental.

2.6 Komplikasi
Anak dengan retardasi mental memiliki resiko lebih tinggi untuk
terjadinya gangguan penglihatan, pendengaran, ortopedi, dan perilaku atau
emosi.Deficit yang paling umum terjadi diantaranya gangguan motoric,
ganngguan perilaku atau emosi, komplikasi medis, dan kejang.Makin parah
tingkat retardasi makin banyak kompikasi yang terjadi.Dengan mengetahui
tingkat retardasi mental dapat membantu memprediksi ganngguan yang dapt
terjasi.Sindrom Fragile Xdan Sindrom Fetal Alcohol dihubungkan dengan
tingginya angka kejadian gangguan perilaku; Down Syndrome memiliki
banyak komplikasi medis (hipotiroidisme, Celiace disease, penyakit jantung
bawaan). 2,5
Bila gangguan tersebut terjadi dibutuhkan terapi fisik jangka panjang,
occupational terapi, terapi wicara, alat bantu dengar, dan obat-obatan medis.
Kegagalan dalam mengidentifikasi dan tata laksana adekuat terhadap

xxiv
gangguan yang terjadi dapat menghambat kesuksesan dan rehabilitasi dan
menyebabkan kesulitan daalam aktifitas di sekolah, rumah, dan lingkungan.5
2.7 Prognosis
Retardasi mental yang diketahui penyakit dasarnya, biasanya
prognosisnya lebih baik. Tetapi pada umumnya sukar untuk menemukan
penyakit dasarnya. Anak dengan retardasi mental ringan, dengan kesehatan
yang baik, tanpa penyakit kardiorespirasi, pada umumnya umur harapan
hidupnya sama dengan orang yang normal. Tetapi sebaliknya pada retardasi
mental yang berat dengan masalah kesehatan dan gizi, sering meninggal
pada usia muda.5
Pada anak dengan retardasi mental berat, gejalanya telah dapat terlihat
sejak dini. Retardasi mental ringan tidak selalu menjadi gangguan yang
berlangsung seumur hidup. Seorang anak bisa saja pada awalnya memenuhi
kriteria retardasi mental saat usianya masih dini, namun seiring dengan
bertambahnya usia, anak tersebut dapat saja hanya menderita gangguan
perkembangan (gangguan komunikasi, autisme, slow learner-intelejensia
ambang normal). Anak yang didiagnosa dengan retardasi mental ringan di
saat masa sekolah, mungkin saja dapat mengembangkan perilaku adaptif
dan berbagai keterampilan yang cukup baik sehingga mereka tidak dapat
lagi dikategorikan menderita retardasi mental ringan, atau dapat dikatakan
efek dari peningkatan maturitas menyebabkan anak berpindah dari satu
kategori diagnosis ke kategori lainnya (contohnya, dari retardasi mental
sedang menjadi retardasi mental ringan). Beberapa anak yang didiagnosis
dengan gangguan belajar spesifik atau gangguan komunikasi dapat
berkembang menjadi retardasi mental seiring dengan berjalannya waktu.
Ketika masa remaja telah dicapai, maka diagnosis biasnya telah menetap.5,6
Prognosis jangka panjang dari retardasi mental tergantung dari
penyebab dasarnya, tingkat defisit adaptif dan kognitif, adanya gangguan
perkembangan dan medis terkait, dukungan keluarga, dukungan
sekolah/masyarakat, dan pelayanan dan training yang tersedia untuk anak
dan keluarga. Saat dewasa, banyak penderita retardasi mental yang mampu

xxv
memenuhi kebutuhan ekonmi dan sosialnya secara mandiri. Mereka
mungkin saja membutuhkan supervisi secara periodik, terutama di saat
mengalami masalah sosial maupun ekonomi. Kebanyakan penderita dapat
hidup dengan baik dalam masyarakat, baik secara mandiri maupun dalam
supervisi. Angka harapan hidup tidak terpengaruh oleh adanya retardasi
mental ini.5,6

xxvi
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam referat ini disimpulkan bahwa
retardasi mental merupakan suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada
semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan
social yang dapat didiagnosis berdasarkan :
1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah
diperiksa secara individual.
2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan
kekurangan individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai
dengan usianya dari lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal,
yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumah-tangga, ketrampilan
sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas, mengarahkan
diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu
senggang, kesehatan dan keamanan
3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun
Berdasatkan Panduan Pedoman Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ)
III, retardasi mental diklasifikasikan menjadi retardasi mental ringan,
retardasi mental sedang, retardasi mental berat, retardasi mental sangat
berat, retardasi mental lainnya, dan retardasi mental yang tidak
tergolongkan. Untuk penatalaksanaanya dibagi menjadi pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

xxvii
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010

2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2010

3. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas


Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010

4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu


Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2013

5. Yatchmink Yvette. Keterlambatan Perkembangan: Maturasi Yang Tertinggal


Hingga Retardasi Mental. In: Bani PA, Limanjaya D, Anggraini D,
Mahanani DA, Hartanto H, Mandera LI, et al, editors. Buku Ajar Pediatri
Rudolph. 20th ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 136-9.

6. Shapiro Bruce K, Batshaw Mark L. Mental Retardation (Mental Disability).


In: Shreiner Jennifer, editor. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. p. 191-7.

xxviii

Anda mungkin juga menyukai