ALOPESIA ANDROGENIK
Disusun Oleh:
Chelsea Beauty Frabes
(2017-84-045)
Pembimbing:
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan Referat pada bagian ilmu Kesehatan Kulit
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik pada bagian ilmu
Kesehatan Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon tahun 2017.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun selalu penulis harapkan, dan semoga referat ini dapat bermanfaat untuk kita
semua.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas segala pihak yang telah membantu
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR. i
DAFTAR ISI.. ii
BAB I PENDAHULUAN.. 1
B. Epidemiologi.......................... ................... 2
E. Diagnosis ............................. 9
G. Tatalaksana ........................... 11
DAFTAR PUSTAKA..................... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
androgen dan predisposisi genetik. Walaupun paling sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki,
Penyakit ini sangat bervariasi secara epidemiologi, alopesia androgenik terjadi pada 30%
laki-laki kulit putih di usia 30 tahun dan sebanyak 50% pada usia 50 tahun. Berdasarkan ras,
alopesia androgenik lebih sedikit pada laki-laki Asia dan Afrika-Amerika. Pada laki-laki kulit
putih memiliki prevalensi 4 kali lebih banyak untuk mengalami alopesia androgenik sampai
mencapai tipe VIII pada skala Hamilton dibandingkan yang berkulit hitam.2
Pola hilangnya rambut biasanya tergantung pada jenis kelamin. Pada laki-laki biasanya
terlihat adanya kebotakan pada area temporal dan vertex. Pada wanita lebih sering terjadi
Belum terdapat gold standard untuk mendiagnosa alopesia dini.2 Pemeriksaan kulit
kepala dan riwayat pasien biasanya sudah dapat dijadikan diagnosa definitif.1 Pemeriksaan yang
dapat dilakukan mulai dari fotografi serial, biopsi dan histopatologi.2 Selain itu, tes tarik dan
trikogram juga dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang kondisi yang sedang
terjadi.1
oral. Terdapat beberapa terapi farmakologis yang lain namun belum disetujui oleh FDA (Food
and Drugs Administration). Terapi fisik lain yang dapat dilakukan yaitu dengan penyinaran dan
transplantasi rambut.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Alopesia berasal dari bahasa Latin yaitu alopex yang artinya musang, hal ini karena adanya
bercak-bercak kudis tak berambut yang terlihat pada musang liar.3 Alopesia androgenik
merupakan kehilangan rambut yang dipengaruhi oleh hormon androgen dan predisposisi genetik.
Paling sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.1 Alopesia androgenik
termasuk dalam kelompok localized alopecia dan terjadi tanpa adanya bekas luka (non
scarring).4
B. Epidemiologi
Prevalensi alopesia androgenik sangat bervariasi. Sebagian besar laki-laki akan menglami
kemunduran garis rambut selama masa hidupnya. Perkembangan sampai pada setidaknya tipe III
skala Hamilton terjadi pada sekitar 50% laki-laki dan perempuan usia lebih dari 40 tahun.1
Secara epidemiologi, alopesia androgenik terjadi pada 30% laki-laki kulit putih di usia 30 tahun
dan sebanyak 50% pada usia 50 tahun. Berdasarkan ras, alopesia androgenik lebih sedikit pada
laki-laki Asia dan Afrika-Amerika. Pada laki-laki kulit putih memiliki prevalensi empat kali
lebih banyak untuk mengalami alopesia androgenik sampai mencapai tipe VIII pada skala
Risiko kebotakan padan laki-laki tergantung pada adanya riwayat keluarga yaitu pada ayah,
ibu atau kakek. Laki-laki yang memiliki ayah dengan kebotakan akan memiliki risiko dua kali
lipat untuk terjadi kebotakan dibandingkan dengan laki-laki dengan ayah tanpa kebotakan.
Variasi etnik pada insidensi alopesia androgenik untuk laki-laki yaitu empat kali lebih sering
pada laki-laki keturunan Afrika, tiga kali lebih sedikit pada laki-laki Korea dan sekitar 1.5 kali
2
lebih sedikit pada laki-laki yang berasal dari Cina, Jepang atau Thailand. Alopesia androgenik
lebih jarang terjadi pada perempuan, namun sama halnya dengan pada laki-laki, frekuensi dan
keparahannya juga meningkat seiring bertambahnya usia. Kondisi ini dapat dimulai sejak usia
prepubertas pada perempuan maupun laki-laki. Sekitar 40% perempuan ras kaukasian
mengalami alopesia pada usia 70 tahun. Kehilangan rambut memang terlihat lebih sedikit pada
perempuan-perempuan Asia.1
Penyebab yang mendasari terjadinya alopesia belum dapat diukur secara pasti. 1 Alopesia
androgenik bersifat familial dengan pewarisan poligen yang kompleks. Reseptor gen androgen
bersifat polimorfik, 5 reduktase dan dua gen lainnya serta gen-gen yang belum teridentifikasi
pada kromosom 3 dan 21 juga berhubungan dengan kebotakan dini.2 Pada laki-laki, alopesia
terjadi karena adanya kombinasi antara hiperaktivitas androgen dan predisposisi genetik terhadap
hilangnya rambut akibat sensitivitas kerja androgen. Pada jenis kelamin perempuan, etiologinya
mungkin lebih kompleks, namun sebagian besar kasus dipengaruhi oleh kerja hormon androgen
disertai dengan adanya sensitivitas genetik terhadap kerja hormon tersebut.1 Jenis kelamin
perempuan diketahui membutuhkan predisposisi genetik yang lebih kuat dibandingkan pada jenis
Androgen merupakan hormon utama yang mengatur pertumbuhan rambut pada manusia. Pada
saat pubertas, terjadi perubahan secara bertahap dari rambut vellus yang halus menjadi rambut
yang lebih besar dan berpigmen yaitu rambut terminal di area pubis dan aksila. Perubahan yang
sama terjadi pada area yang lebih banyak pada laki-laki yaitu jambang, pubis, rambut dada dan
rambut yang lebih banyak pada ekstremitas. Perubahan ini terjadi secara bertahap dan dapat
3
Sangat kontras bila dibandingkan dengan efek androgen yang tidak tampak pada folikel-
folikel yang menghasilkan rambut terminal di masa kanak-kanak seperti pada bulu mata atau
folikel-folikel pada kulit kepala. Sebaliknya, pada orang-orang dengan predisposisi genetik,
androgen akan meningkatkan transformasi folikel kulit kepala yang besar menjadi rambut vellus
Hormon androgen dapat mecapai kulit melalui sirkulasi atau dapat dihasilkan secara lokal.
Androgen yang dihasilkan berikatan dengan reseptor androgen pada bulb folikel rambut.
Hormon ini akan memediasi perubahan pada ukuran papilla dermal selama fase anagen yang
akan mengurangi ukuran folikel anagen dan rambut yang muncul serta mengurangi durasi fase
Efek dari androgen yang bersirkulasi terhadap folikel rambut sangat spesifik sesuai lokasi.
Rambut pada bagian vertex kulit kepala akan menjadi rambut vellus yang tidak berpigmen,
sedangkan rambut pubis, ketiak, jambang dan dada akan menjadi rambut terminalis. Hormon
androgen dalam sirkulasi tidak mempengaruhi rambut pada kening dan kulit kepala bagian
occipital. Enzim 5 reduktase merupakan enzim yang berfungsi untuk mengubah testosteron
menjadi dihidrotestosteron (DHT) yang merupakan agonis poten terhadap aktivasi reseptor
androgen.2
Sel papilla dermal menyekresi faktor pertumbuhan secara autokrin sebagai respon terhadap
meningkatkan folikel serta korteks rambut. Sel papilla dermal pada area occipital tidak memiliki
respon yang sama terhadap testosteron. Area kebotakan maupun area yang menghasilkan rambut
di kulit kepala memiliki jumlah reseptor androgen dan aktivitas 5 reduktase yang berbeda-beda.
Hal ini berhubungan dengan terjadinya kehilangan rambut dengan pola geografis.2
4
Pada alopesia androgenik, rambut terminal yang besar dan berpigmen akan digantikan secara
berkala dengan rambut vellus halus yang tidak berwarna. Rambut kepala bertumbuh dalam tiga
fase, yaitu:1
1. Fase anagen, disebut juga dengan fase pertumbuhan yang terjadi sekitar 2-6 tahun.1
2. Fase katagen atau fase pendek yang terjadi sekitar 2-3 minggu dan sebenarnya
merupakan terminasi dari anagen.1 Fase ini adalah fase perubahan dari pertumbuhan aktif
ke fase istirahat. Pertumbuhan berhenti dan ujung rambut akan membentuk club-shaped.4
3. Fase telogen. Rambut telogen tidak bertumbuh dan akan terlepas dari folikel setelah
kurang lebih 12 minggu.1 Merupakan fase istirahat dimana pada akhirnya club hair akan
terlepas.4
5
Transisi menjadi katagen menyebabkan penurunan kadar sitokin pengatur anagen yang
terdapat dalam folikel rambut. Pada alopesia, terjadi penurunan progresif pada durasi anagen di
tiap siklus, sehingga akan menghasilkan rambut yang lebih pendek dan lebih tipis. Akhirnya,
terjadi perluasan interval antara terlepasnya rambut telogen akhir dan pertumbuhan rambut baru
yang diinisiasi oleh anagen. Hal ini menyebabkan timbulnya folikel-folikel tanpa rambut dan
pengurangan kepadatan rambut yang nyata di kulit kepala.1 Durasi fase anagen berkurang
sedangkan durasi fase telogen tetap sama atau meningkat akibatnya terjadi penurunan rasio
anagen ke telogen. Hal ini mngakibatkan periode anagen menjadi terlalu pendek dimana rambut
tidak dapat mencapai permukaan kulit. Lebih lanjut, periode antara komponen fase telogen laten
dan pertumbuhan baru pada fase anagen menjadi semakin panjang sehingga mengurangi
Papilla dermal diduga menjadi target mediasi androgen terhadap perubahan siklus rambut
dan proses miniaturisasi folikel. Ukuran papilla menentukan ukuran hair bulb dan rambut yang
dihasilkan. 2
6
D. Manifestasi klinis
Untuk mengidentifikasi alopesia androgenik tidaklah sulit karena alopesia terjadi dengan
pola klinis yang klasik. Pada tahun 1951, Hamilton membuat skala derajat kehilangan rambut
pertama. Skala Hamilton berkisar antara tipe I sampai VIII. Tipe I menunjukan kulit kepala
prepubertas dengan rambut terminal tumbuh pada dahi dan seluruh permukaan kepala. Tipe II
dan III menunjukan kemunduran garis rambut secara bertahap pada bagian frontalis yang
berbentuk huruf M, tipe IV, V danVI menunjukan penipisan secara bertahap di area vertex, tipe
VII dan VIII menunjukan adanya gabungan area kebotakan dan rambut yang tertinggal hanya
Pada tahun 1975, Norwood memodifikasi klasifikasi ini, dengan menambahkan variasi pada
derajat sedang yaitu III a, IV a, dan V a yang memperlihatkan kemunduran yang lebih prominen
pada garis rambut porsio tengah dan frontal. Sedangkan untuk perempuan, pada tahun 1977,
Ludwig memperkenalkan pola klasifikasi alopesia androgenik pada perempuan yang ditandai
dengan hilangnya rambut secara difus pada area mahkota dan garis rambut frontal tetap utuh.
Pada tahun 1994, Olsen menyadari bahwa perempuan dengan alopesia androgenik tidak selalu
menampakan adanya kehilangan rambut yang difus pada bagian puncak kepala namun dapat
mengalami hilangnya rambut kearah depan, yang disebut dengan penekanan frontal atau pola
pohon natal (Christmas tree appearance). Jenis kelamin perempuan juga dapat menunjukan pola
distribusi seperti pada laki-laki, sama halnya dengan laki-laki dapat menunjukan pola seperti
pada perempuan.1
Pola kehilangan rambut pada perempuan yaitu pengurangan difus kepadatan rambut pada
area mahkota. Tampakan pohon natal dapat ditemukan dengan pelebaran garis sentral. Penipisan
7
rambut ini dapat meluas dari kulit kepala bagian parietal kea rah telinga. Pola kehilangan rambut
Alopesia androgenik disebut juga dengan alopesia berpola (patterned alopecia) yang
merupakan bentuk kehilangan rambut yang paling sering terjadi pada laki-laki maupun
perempuan. Ditandai dengan penurunan progresif pada diameter, panjang dan pigmentasi
rambut.6
8
E. Diagnosis
Riwayat klinis seksama pada pasien sangat diperlukan. Pada pasien-pasien yang mengeluhkan
adanya peningkatan kerontokan rambut, dokter harus menginvestigasi adanya pemicu potensial
selama 3 bulan sebelum terjadinya kehilangan rambut, yang meliputi penggunaan obat-obatan,
penyakit sistemik atau penurunan berat badan. Riwayat ginekologis juga penting pada
perempuan, dimana diindikasikan evaluasi hormonal pada wanita dengan alopesia androgenik,
serta riwayat adanya mentruasi yang tidak teratur. Selanjutnya, riwayat keluarga dengan
karakteristik alopesia androgenik dan alopesia areta.6 Tanyakan sudah berapa lama mengalami
kehilangan rambut, apakah ada keluhan lain yang berhubungan seperti perubahan pada kulit atau
kuku, gejala-gejala pada kulit kepala (rasa terbakar, nyeri atau gatal). Selain itu, adakah
pengobatan yang telah dilakukan dan apakah membantu atau tidak, juga riwayat alergi dan
penggunaan obat-obatan karena beberapa jenis obat dapat menyebabkan kondisi ini.9 Durasi dan
lokasi kehilangan rambut juga ditanyakan. Pasien mungkin dapat mengalami kebotakan
Lihat apakah terdapat pola pada hilangnya rambut (Hamilton atau Ludwig) mengindikasikan
adanya alopesia androgen. Periksa batang rambut, apakah mudah terlepas, apakah terdapat ruang
yang tidak teratur dan rambut yang patah. Lihat area kulit kepala, adakah eritem atau skuama,
lesi, papul, nodul atau ulserasi. Adakah bekas luka atau jaringan parut. Amati distribusi rambut
Pada alopesia androgenik, riwayat adanya kebotakan pada pada keluarga sangat berpengaruh
karena penyakit ini berhubungan dengan pewarisan genetik, terutama pada laki-laki.1 Alopesia
androgenik dapat dipercepat atau dieksaserbasi oleh kondisi-kondisi yang dapat meginduksi
telogen effluvium, seperti pengunaan obat-obatan, stresor akut, penurunan berat badan dan
9
partus. Misalnya, obat-obatan dengan efek andogenetik seperti kontrasepsi yang mengandung
progestin androgenik dan terapi hormonal pada menopause dapat menginduksi atau
Tampakan alopesia androgenik menunjukan pola yang dapat dikategorikan berdasarkan skala
Hamilton pada laki-laki dan pada perempuan dengan skala Ludwig.1 Selain itu pada perempuan
Kepadatan rambut dinilai, apakah normal atau menurun. Untuk mengevaluasi keparahan
kerontokan rambuh, dapat dilakukan pull test. Tes ini dilakukan dengan cara menarik 20-30
rambut dari kulit kepala menggunakan jari-jari pasien. Tes sederhana ini dapat mengukur tingkat
keparahan kehilangan rambut atau aktivitas rambut yang sedang berlangsung. Bila terdapat >10
Pemeriksaan kulit kepala dibarengi dengan riwayat pasien biasanya sudah dapat menjadi
diagnosa definitif. Tes tarik dan trikogram dapat memberikan informasi mengenai aktivitas yang
terjadi pada rambut. Videodermoskopi dan teknik fototrikogram dapat bermanfaat sebagai
kontrol terapi. Diagnosa dapat menjadi lebih sulit bila hilangnya rambut terjadi secara difus di
10
seluruh permukaan kepala dan jika terjadi bersamaan dengan hilangnya rambut akibat kondisi
lainya. Biopsi kulit kepala dapat dipakai sebagai diganosa definitif mengingat pemeriksaan
tersebut memberikan informasi mengenai gambaran histologis, jumlah rambut terminal dan
F. Diferensial diagnosis1
1. Telogen effluvium
3. Trichotillomania
G. Tatalaksana
kurang lebih 6% serat rambut per tahun. Namun, peningkatan ini dapat terjadi secara periodik
dan perluasan hilangnya rambut tergantung pada predisposisi genetik. Terdapat 2 macam terapi
1. Minoxidil
dikonsumsi secara oral sebagai antihipertensi. Obat ini sekarang digunakan sebagai terapi
topikal dengan sediaan losion 2% dan 5%. Mekanisme ketja minoxidil belum dipahami
secara menyeluruh. Minoxidil memberikan efek langsung pada sel folikel rambut. Efek
mitogenik pda sel epidermal mengakibatkan waktu hidup yang lebih lama dan
menginduksi peningkatan proliferasi sel rambut secara invitro. Mekanisme yang mungkin
terjadi yaitu dengan mengubah hemostatis kalsium dalam sel, minoxidil berubah menjadi
11
minoxidil sulfat yaitu agonis kanal kalium. Meningkatnya permeabilitas kanal kalsium
rambut menunjukan penebalan kembali rambut yang sudah mengecil dan lebih banyak
terlihat rambut terminal. Walaupun pada penelitian tersebut dilakukan pada area vertex,
namun pengobatan juga bekerja pada area frontal, terutama bila rambut tidak mengecil
seluruhnya menyerupai vellus. Pertumbuhan sedang sampai padat dapat terlihat pda lebih
dari 30-45% pasien. Hanya sejumlah kecil minoxidil yang diabsobrsi secara sistemik dan
kadar serum terlalu sedikit untuk mempengaruhi hemodinamik pada pasien normotensi
dan hipertensi. Larutan minoxidil topikal digunakan 2 kali sehari (1 ml atau 25 tetes bid).
Tersedia juga dalam bentuk foam 5%. Bila melakukan keramas pada kepala, rambut
harus dikeringkan dengan handuk. Losion atau foam yang digunakan harus didiamkan di
kepala setidaknya selama 4 jam sebelum keramas berikutnya. Pasien harus diberikan
informasi bahwa pengobatan ini bersifat seumur hidup. Membutuhkan wantu 4-6 bulan
sebelum pengobatan ini mulai bekerja dan efek maksimal mungkin terjadi setelah 1
tahun.1
2. Finasterida
pada laki-laki sejak tahun 1997.1 Obat ini merupakan inhibitor selektif 5 reduktase tipe
2, dapat menurunkan jumlah DHT serum dan kulit kepala.4 Obat ini terikat pada isoenzim
memiliki waktu paruh sekitar 8 jam. Dengan mengkonsumsi 1 mg finasterida per hari,
12
dapat menurunkan konsentrasi DHT di kulit kepala sebanyak 64% dan penurunan DHT
dengan kehilangan rambut pada daerah vertex dan 70% pada pasien dengan kehilangan
rambut pada area fontal. Kemungkinan terjadinya pertumbuhan ulang ringan sampai
sedang sebesar 61% pada vertex dan 37% pada bagian frontal. Setelah penggunaan
berkelanjutan selama 24 bulan, 66% pasien mengalami pertumbuhan rambut yang banyak
di area vertex.1 Namun, efek bermanfaat dengan pengobatan ini dapat berkurang dan
13
BAB III
PENUTUP
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wloff K. Fitzpatricks
4. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical dermatology. 3rd edition. Blackweel publishing. 2002
Heidelberg. 2010
7. Sinclair R, Torkamani N, Jones Leslie. Androgenetic alopecia: new insights into the
Applications. 2013
9. Sterry W, Paus R. Thieme clinical companions dermatology. Thieme Verlag KG. 2006
15