Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2022


UNIVERSITAS HALU OLEO

ALOPESIA ANDROGENIK

Oleh :
Nurvita Rosidi, S.Ked
K1B1 20 006

PEMBIMBING:
dr. Siti Andayani, M.Kes, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Nurvita Rosidi, S.Ked


NIM : K1B1 20 006
Judul : Alopesia Androgenik
Bagian : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan tugas jurnal dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran, Universitas Halu
Oleo pada Februari 2020.

Kendari, Maret 2022


Pembimbing

dr. Siti Andayani, M.Kes, Sp.KK


ALOPESIA ANDROGENIK

Nurvita Rosidi, Siti Andayani

A. PENDAHULUAN

Rambut pada manusia terdapat hampir pada seluruh permukaan kulit

kecuali telapak tangan, telapak kaki, bibir kuku dan sebagian genetalia.

Pertumbuhan rambut pada manusia tidak kontinyu, melainkan mengikuti suatu

suatu siklus pertumbuhan rambut yang terdiri dari fase anagen, katagen dan

telogen. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

rambut antaralain genetik, hormonal, metabolisme, nutrisi, peradangan,

vaskularisasi dan obat-obatan. Kelainan pada rambut dapat berupa

pertumbuhan berlebih ataupun kebotakan.1

Alopesia androgenik atau androgenic alopecia (AGA) merupakan

penyebab tersering kebotakan baik pada pria dan wanita. Ditandai dengan

miniaturisasi progresif dari folikel rambut dengan fase anagen yang pendek

dan umumnya memiliki pola distribusi yang spesifik. Penyebab AGA yaitu

faktor genetik dan hormonal. Penegakkan diagnosis ditentukan berdasarkan

anamnesis berupa kerontokan rambut yang progresif dengan pola spesifik

serta riwayat kebotakan dalam keluarga. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

rambut velus pada daerah frontal dan vertex. 2-4

Tatalaksana pada AGA yang telah disetujui oleh Food and Drug

Administration (FDA) adalah pengobatan kombinasi monoxidil dan finasterid

oral. Dan terdapat penelitian yang menyebutkan pengobatan monoxidil dan

3
spironolacton memberikan hasil yang baik sebagai terapi pada alopesia

androgenik.2,5

B. DEFINISI

Alopesia androgenik atau androgenic alopecia (AGA) merupakan

bentuk alopesia dengan pola spesifik, ditandai dengan hilangnya rambut yang

tebal dan berpigmen secara progresif diganti dengan rambut velus yang halus

dan mengandung sedikit pigmen sebagai respon terhadap hormon androgen

dalam sirkulasi. Kebotakan pada AGA ditandai dengan miniaturisasi folikel

rambut akibat gangguan siklus folikel rambut. Pada AGA, durasi fase anagen

memendek dan fase telogen memanjang sehingga rambut baru lebih pendek,

terjadi miniaturisasi bahkan kebotakan. 6,7

Alopesia androgenik atau alopesia androgenetik digunakan untuk

merujuk pada bentuk kerontokan rambut baik pada pria maupun wanita

dimana “andro” menandakan etiologi hormonal dan “genetik” mengacu pada

kontribusi generik/turun temurun.8

C. EPIDEMIOLOGI

Alopesia androgenik merupakan penyebab tersering kerontokan

rambut. Paling sering terjadi pada pria, namun wanita juga dapat terkena.

AGA memiliki prevalensi sekitar 30% pada pria kulit putih usia 30% dan 50%

pada usia 50 tahun. AGA dapat terjadi pada semua ras, namun lebih jarang

terlihat pada pria Asia dan Afrika-Amerika.9

4
Pada wanita, prevalensi AGA meningkat seiring peningkatan usia. 3-

13% terjadi pada dekade ke-3 sampai ke ke-4, menjadi 14%-28% pada wanita

pasca menopause dan 29-56% pda usia lebih dari 70 tahun.8

D. FISIOLOGI

Rambut merupakan salah satu adenksa kulit yang terdapat pada

seluruh tubuh kecuali telapak tangan, telapak kaki, kuku dan bibir. Jenis

rambut pada manusia secara garis besar digolongkan menjadi 3 jenis yaitu: 10

1. Rambut lanugo

Di dalam uterus saat kehamilan 24 minggu, mulai terjadi

pembentukan folikel pada kulit kepala, kemudian bagian tubuh lain.

Folike; membentuk rambut lanugo yang pendek, halus, dan akan rontok

pada umur kehamilan 32-36 minggu. Selanjutnya folikel akan membentuk

rambut velus.

2. Rambut velus

Rambut velus adalah rambut yang pendek dan halus. Rambut tipe

ini berdiamater 30 μm, panjang kurang dari 2 cm, tidak mengandung

medula maupun pigmen. Terdapat di seluruh tubuh.

3. Rambut terminal

Rambut ini berdiameter 60 μm dan dapat tumbuh sampai 100 cm,

mengandung medulla. Terdapat pada rambut kepala, bulu mata dan alis.

Saat pubertas, folikel rambut velus pada daerah aksila dan genitalia

berubah menjadi rambut terminal di bawah pengaruh hormon androgen.

Pada laki-laki akan tumbuh rambut terminal pada daerah dagu dan dada

5
a. Analogi rambut

Mulai dari bagian luar, penampang rambut dapat dibagi atas: 10

1. Kutikula terdiri atas lapisan keratin yang berguna untuk perlindungan

terhadap kekeringan dan pengaruh lain. Dari luar, lapisan ini bersusun

seperti genting

2. Korteks terdiri atas selaput polipeptida yang memanjang dan saling

berdekatan. Lapisan ini mengandung pigmen. Kekuatan rambut

tergantung dari struktur dan filamen sel korteks

3. Medulla terdiri atas 3-4 lapis sel kubus yang berisi keratohialin , badan

lemak, dan rongga udara. Rambut velus tidak mempunyai medulla.

Gambar 1. Anatomi folikel rambut 10

Folikel rambut meliputi seluruh permukaan kulit kecuali telapak

tangan, kaki, glans penis dan labia minora. Jumlahnya 5 juta pada badan

dan 100.000 pada kulit kepala. Kepadatan folikel rambut di kulit kepala

adalah 500-700 per cm2 waktu lahir, menurun menjadi 250-350 per cm2.

6
Rambut ikal memiliki penampang rambut berbentuk elips sedangkan

rambut lurus memiliki penampang rambut berbentuk bulat. 10

Warna rambut tergantung dari pigmen melanin yang ada pada

koreks yang dibentuk oleh melanosit pada bulbus. Manusia memiliki

pigmen eumelanin dan feomelanin. Feomelanin banyak terdapat pada

rambut merah, rambut menjadi putih karena fungsi melanosit menurun.

Warna rambut disintesa dibawah pengaruh genetik. Berbeda

dengan warna kulit yang aktivitas melanosit dipengaruhi oleh sinar ultra

violet, pada rambut proliferasi melanosit bertalian dengan siklus folikel

rambut.

b. Siklus aktivitas folikel rambut

Sejak pertama kali terbentuk, folikel rambut mengalami siklus

pertumbuhan yang berulang. Tidak seperti biri-biri, folikel rambut

manusia tidak aktif terus-menerus, tetapi bergantian mengalami fase

istirahat. Fase pertumbuhan dan fase istirahat bervariasi berdasarkan umur

dan regio tempat rambut tersebut tumbuh dan juga dipengaruhi oleh faktor

fisiologis dan patologis.10

Siklus pertumbuhan rambut normal adalah:

1. Masa anagen: sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru,

mendorong sel-sel yang lebih tua ke atas. Aktivitas ini lamanya antara

2-6 tahun. Ada 85% rambut kepala dalam masa anagen.

2. Masa katagen: masa peralihan yang didahului oleh penebalan jaringan

ikat disekitar folikel rambut. Bagian tengah akar rambut menyempit,

7
bagian bawahnya melebar, dan mengalami pertandukkan sehingga

berbentuk gada (club). Masa peralihan ini hanya berlangsung 2-3

minggu. Hanya sekitar 1% rambut kepala dalam fase ini.

3. Masa telogen: masa istirahat dimulai dengan memendeknya sel epitel

dan berbentuk tunas kecil yang membuat rambut baru sehingga rambut

gada akan terdorong keluar. Jumlah rambut dalam fase telogen

berkisar 10-15%.

Lama masa anagen adalah berkisar 1.000 hari, sedangkan masa

telogen sekitar 100 hari. Oleh karena itu, perbadingan antara rabut anagen

dan telogen berkisar antara 9:1. Jumlah folikel rambut pada kepala

manusia sekitar 100.000. rambut pirang dan merah jumlahnya lebih sedikit

dari rambut hitam. Jumlah rambut yang rontok per hari 100 helai. Densitas

folikel rambut pada bayi 1135/cm2 dan berkurang menjadi 615/cm2 pada

usai 30an karena meluasnya permukaan kulit. Pada usia 50an ada

pengurangan atau kerusakan beberapa folikel sehingga jumlahnya menjadi

485/cm2. Untuk mengetahui jumlah rambut anagen dan telogen, diperiksa


10
rasio rambut anagen terhadap telogen yang trikogram.

E. ETIOLOGI

Etiologi alopesia androgeik adalah faktor genetik dan hormonal.

Faktor genetik autosomal dominan jika kedua orang tuanya penderita alopesia

androgenik. Reseptor endrogen pada kromosom lokus AR/EDA2R dan lokus

PAX1/FOX A2 pada kromosom 20 akhir-akhir ini diyakini sebagai faktor

penyebab genetik. Faktor hormonal yaitu hormon dihydrotestosteron (DHT)

8
merupakan hasil konversi dari hormon testosteron dengan bantuan enzim 5

alfa-reduktase tipe II yang banyak terdapat di lapisan akar rambut. 2,7

Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan rambut

antara lain:7

1. Malnutrisi, terutama malnutrisi protein, defisiensi asam amino,

karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral menyebabkan rambut kering dan

kusam.

2. Vaskularisasi folikel rambut

3. Proses penuaan, menyebabkan folikel rambut akan atrofi, fase

pertumbuhan rambut makin singkat dan densitas rambut berkurang

4. Faktor patologis berupa penyakit yang diderita serta obat-obatan yang

dikonsumsi.

F. PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya alopesia androgenik masih belum jelas.

Namun, terdapat 3 mekanisme yang diterima saat ini.

1. Adanya miniaturisasi rambut kepala yang menyebabkan pemendekkan dan

penipisan rambut. Miniaturisasi ini terjadi pada 1 atau beberapa siklus

rambut dan biasanya terjadi pada fase anagen. Pemendekan fase anagen

menyebabkan rambut tidak dapat berdiferensiasi.

2. Pemanjangan fase telogen.

3. Pemanjangan fase kenogen/katagen (fase antara fase telogen dan fase

anagen) sehingga terjadi keterlambatan pergantian rambut telogen yang

telah dilepas oleh rambut anagen.1

9
Papilla dermis yang berasal dari mesenkim memegang peranan

penting pada folikel rambut dan menentukan tipe rambut yang diproduksi.

Hormon androgen di sirkulasi masuk ke papila dermis melalui pembuluh

darah kapiler, dimetabolisme menjadi DHT oleh enzim 5 alfa-reduktase tipe II

dan akan berikatan kuat pada reseptor androgen yang banyak terdapat pada

folikel rambut terutama daerah frontal dan vertex. Setelah androen berikatan

dengan reseptornya, ekspresi gen berubah sehingga produksi faktor

pertumbuhan atau protein matriks ekstraselular terganggu. Target indirek

meliputi sel keratinosit, melanosit dan pembuluh darah. Kerusakan-kerusakan

ini menyebabkan fase anagen menjadi lebih singkat dan fase telogen lebih

panjang sehingga terjadi miniaturisasi folikel rambut terminal yang

seharusnya panjang, tebal, berpigmen menjadi kecil, tipis, dan kurang

berpigmen. Selama proses miniaturisasi, glandula sebasea yang terpengaruh

androgen membesar sehingga kulit kepala menjadi berminyak serta pasokan

darah ke folikel menurun.7,9

Enzim lain yang mengubah androgen lemah menjadi androgen kuat

adalah 3-β hydroxysteroid dehydrogenase (3-β HSD) an 17-β hydroxysteroid

dehydrogenase (17- β HSD), kadarnya meningkat pada penderita AGA.

Ditambah lagi faktor sitokin (TGFβ 1, LA-1α, dan TNF- α) mencetuskan

apoptosis sel folikel rambut.

Faktor lingkungan juga berpegaruh seperti toksin mikroba

propionibacterium sp, staphylococcus sp, Malassezia sp atau iritasi bahan

kimia produk rambut dan sinar ultraviolet yang melepas radikal bebas dan

10
inflamasi pada folikel rambut. Faktor-faktor tersebut mengubah folikel rambut

terminal yang seharusnya panjang, tebal berpigmen menjadi kecil, tipis dan

kurang berpigmen.1,7

G. KLASIFIKASI

Klasifikasi alopesia androgenik menurut Norwood-Hamilton yaitu:9

 Tipe I : rambut masih tampak penuh

 Tipe II: pengurangan rambut sepanjang garis fronto-temporal berbentuk

segitiga dan simetris

 Tipe IIa: garis batas rambut 2 cm anterior dari garis korona diantara kedua

daun telinga

 Tipe III: borderline. Pengurangan rambut area fronto-temporal pada tipe II

yang semakin jelas terlihat, simetris, dan dibatasi oleh rambut daerah

frontal

 Tipe IIIa: garis batas rambut tepat di pertemuan garis korona dan diantara

kedua daun telinga

 Tipe III vertex: kebotakan dominan terjadi pada area vertex dengan

penguragan rambut yang minimal pada daerah fronto-temporal

 Tipe IV: pengurangan rambut daerah fronto-temporal lebih berat

dibandingkan tipe III dan sangat sedikit rambut atau bahkan tidak ada lagi

rambut di daerah vertex. Kedua area ini dipisahkan oleh jembatan rambut

yang telah menipis dan kedua ujungnya menyatu dengan rambut dibagian

temporal

11
 Tipe IVa: garis batas rambut melewati garis korona diantara kedua daun

telinga tetapi belum mencapai vertex

 Tipe V: kebotakan daerah vertex masih terpisah dengan area fronto-

temporal, namun jaraknya semakin sempit dikarenakan area kebotakan

yang meluas dan jembatan rambut diantara keduanya semakin menipis.

 Tipe Va: garis batas rambut sudah mencapai vertex

 Tipe VI: kebotakan di daerah vertex dan fronto-temporal sudah menjadi

satu dan area kebotakan semakin meluas

 Tipe VII: tipe kebotakan paling berat, rambut yang tersisa di tepi sisi

kanan dan kiri dan oksipital dengan pola menyerupai tapal kuda. Rambut

di area tersebut tampak tipis dan densitasnya menurun.

Gambar 2. Klasifikasi Norwood-Hamilton7

Klasifikasi ludwig untuk alopesia androgenik pada wanita yaitu:

 Tipe I: mulai terjadi pengurangan rambut pada area frontal dan vertex

12
 Tipe II: mulai tampak pengurangan rambut yang signifikan, rambut

terlihat semakin tipis.

 Tipe III: kebotakan rambut terlihat jelas, tetapi rambut dibagian frontal

masih ada.

Gambar 3. Klasifikasi Ludwig7

Salah satu studi menyatakan 80% wanita belum mencapai menopause

mengalami pengurangan rambut dengan klasifikasi ludwig tipe I-III, 13%

sisanya mengalami pengurangan rambut dengan klasifikasi Norwood-

Hamilton tipe III-IV. Sedangkan wanita yang telah menopause 37%

mengalami pengurangan rambut dengan pola seperti pria, namun tidak

melebihi Norwood-Hamilton tipe-IV.7

H. DIAGNOSIS

Diagnosis alopesia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan rambut rontok

progresif, tampak penipisan rambut atau kebotakan yang bertahap dari area

frontal ataupun vertex. Gejala awal terjadi kemunduran garis rambut frontal

sehingga dahi terlihat bertambah lebar membentuk huruf “M” dan menipisnya

rambut bagian vertex, kemudian secara progresif diikuti dengan kebotakan

daerah frontal dan vertex. Dapat disertai rasa gatal atau terbakar. Terdapat

13
riwayat penyakit sistemik dan penggunaan obat-obatan dalam 1 tahun terakhir

serta riwayat keluarga dengan penipisan rambut atau kebotakan. Gaya hidup

seperti menyisir rambut atau mengikat rambut terlalu ketat, merokok, paparan

sinar ultraviolet berisiko terjadinya alopesia. 1,2

Pemeriksaan fisik didapatkan rambut tipis dan halus pada daerah

frontal dan vertex, tampak lebih jelas dengan bantuan kaca pembesar. Selain

itu dapat dilakukan evaluasi batang rambut dengan menilai panjang, diameter

dan kerusakannya. Pada kulit kepala dapat dinilai apakah ada peradangan atau

eritema1,7

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

1. Wash test

Pada pemeriksaan ini pasien tidak boleh mencuci rambut selama 5

hari. Setelah 5 hari, rambut dicuci dengan shampoo dan rambut yang

rontok dikumpulkan. Rambut yang rontok tersebut dihitung dan

dipisahkan antara yang panjangnya kurang dari 3 cm dan lebih dari 5 cm.

Pada AGA, lebih dari 10% rambut yang rontok adalah rambut vellus (yang

panjangnya kurang dari 3 cm) dan jumlah rambut yang rontok kurang dari

200 helai rambut.9

2. Hitung rambut rontok

Rambut yang rontok dihitung sebelum dan sesudah 3 bulan

pengobatan. Hari pertama rambut dicuci dengan shampoo, hari kedua

sampai keempat rambut tidak dicuci dan rambut disisir hanya sekali sehari.

Rambut yang rontok saat penyisiran dihitung dan dikumpulkan dalam

14
plastik atau amplop setiap hari. Jika rata-rata rambut yang rontok >100

helai per hari, maka perlu dipertimbangkan penyebab lain seperti

efluvium.9

3. Pull test

Pull test merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui

derajat keparahan kerontokan rambut. Rambut tidak dicuci dalam 24 jam

sebelum tes. Sekitar 60 helai rambut diremas kemudian ditarik secara

lembut dengan kekuatan cukup dari dasar sampai akhir rambut terminal.

Tes negatif apabila ≤ 6 helai rambut atau <10% helao rambut rontok.

Positif apabila > 6 helai rambut atau 10% rambut rontok. Umumnya pada

AGA pull test negatif, apabila positif maka perlu dipertimbangkan

penyebablain seperti telogen efluvium. 9

4. Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopi dilakukan dengan cara meletakkan

beberapa helai rambut (akar dan batang rambut) menggunakan kaca objek.

Penilaian akar dan batang rambut dilakukan dengan mikroskop cahaya

ataupun mikroskop elektron. Akar rambut telogen terlihat relatif lebih

pendek dan berbentuk gada, tanpa selubung akar serta tidak berpigmen

pada bagian bagian proksimal batang rambut. Rambut katagen memiliki

selubung akar yang berlekuk dan jarang dijumpai, sedangkan rambut

anagen memiliki selubung akar dalam dan luar serta berpigmen.7

15
5. Dermoskopi

Kulit kepala diperiksa dengan alat dermoskop. Pada AGA dapat

dijumpai perbedaan diameter rambut (hair diameter diversity atau HDD)

>20% karena miniaturiasi folikel rambut, pigmentasi perifolikel dengan

diameter 1 mm, bintik kuning dan area kebotakan tanpa folikel rambut

akibat fase anagen yang terhambat setelah rambut telogen rontok.9

6. Fotografi serial

Fotoserial dilakukan pada area kebitakan untuk memantau

progresivitas kerontokan dan densitas folikel rambut. Posisi dan

penggunaan alat harus sama (jarak sama, sudut dan pencahayaan

memenuhi standar) sebleum, selama dan sesudah terapi. Selama follow-up

pasien dianjurkan tidak mengecat rambut agar perbedaan terlihat lebih

jelas9

7. Histopatologi

Bipssi bertujuan untuk mencari penyebab atau jenis kerontokan

rambut. Biopsi dilakukan secara transversal atau vertikal. Biopsi trasversal

pada ujung duktus sebasea akan tampak diameter batang rambut yang

menipis akibat miniaturisasi folikel rambut. Pada AGA, rasio rambut

terminal dan vellus umumnya kurang dari 4:1. Pada biopsi vertikal

didaptkan susunan rambut velus di dalam papila dermis dan rambut

terminal di dalam subkutaneus dan retikular dermis.9

8. Pemeriksaan laboratorium

16
Beberapa sudi menyarankan pemeriksaan laboratorium seperti

pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) untuk memulai terapi

finasterid pada pria di atas 45 tahun. Sedangkan pada waita, pemeriksaan

laboratorium disarankan jika dijumpai gejala-gejala hiperandrogenisme

antara lain FSH, LH, androgen serum, estrogen, trigliserid,

dehydroepianrosteron (DHEAS), dan prolaktin utnuk menyingkirkan

kelainan hormonaldan penyakit ovarium polikistik.9

I. DIAGNOSIS BANDING

1. Efluvium telogen

Eflufium telogen merupakan kerusakan rambut akut, episodik atau

kronik yang dihubungkan dengan faktor hormonal, nutrisi, obat dan bahan

kimia serta penyakit kulit dan sistemik. Etiologinya berupa demam >390

C, penyakit sistemik seperti karsinoma, kolitis ulserativam leukimia dan

tuberkulosis, pasca partus, pasca natal, psikis dan kronis (riwayat keluarga

dan hormonal). 10

Pemeriksaan penunjang penting dilakukan untuk diagnosis

efluvium telogen seperti tarik rambut, cabut rambut atau pemeriksaan

mikroskopik. Normal hitung telogen ialah 5-23% dan didiagnosis

efluvium jika hitung telogen >25%. Pada pemeriksaan mikroskopis

didapatkan rambut anagen basah, berpigmen, bulbus piramid disertai

selubung dalam dan luar rambut serta rambut anagen hanya tercabut

dengan hair pluck. Jika rambut anagen tercabut dengan hair pull,

17
menunjukkan diagnosis anagen efluvium, alopesia areata atau loose

anagen syndrome.10

2. Alopesia areata

Alopesia areata merupakan kelainan inflamasi kronis yang

mengenai rambut dan kuku. Dapat mengenai semua umur, namun 50%

terjadi sebelum usia 20 tahun. Prevalensi lebih banyak pada perempuan

dibandingkan laki-laki.

Faktor genetik diduga menjadi penyebab namun biasanya timbul

bersamaan dengan penyakit lain seperti dermatitis atopik, penyakit

autoimun seperti miksidema dan anemia pernisiosa. Pada penderita

alopesia areata juga dijumpai adanya autoantibodi spesifik dan nonspesifik

organ, jumlah sel T perifer yang abnormal serta autoantibodi pada folikel

rambut.10

Alopesia areata didahului dengan peningkatan rambut telogen dan

diantaranya terdapat rambut distropik. Dijumpai rambut seperti tanda seru

yaitu rmabut gada yang menyempit di bawah dan mudah lepas. Folikel

anagen pada area ini menunjukkan inflamasi peribulbar. Pada fase awal

terjadi pengecilan ukuran dari folikel rambut bagian bawah. Inflamasi

ditandai dengan adanya infiltrat perifolikular and interfolikuler pada lesi

awal. Pada keadaan lanjut, terdapat infiltrat limfosit di papil dermal dan

epitel matriks dari folikel anagen. 10

Alopesia areata merupakan penyakit sistemik karena dapat disertai

dengan kelainan organ lain seperti kuku dan mata (glaukoma) atau

18
penyakit-penyakit seperti rinitis alergi, asma, dermatitis atopk, kelainan

tiroid, kelainan autoimun seperti lupus eritematosus diskoidm anemia

pernisiosa dan myastenia gravis.10

J. PENATALAKSANAAN

1. Topikal

a. Minoxidil

Minoxidil merupakan derivat piperidinopyrimidine dan vasodiator

arteriol poten. Minoxidil 2% dalam larutan 10% propylen glycol water

base cukup efektif mengkonversi rambut vellus menjadi rambut

terminal. Diaplikasikan sebanyak 1 ml 2 kali sehari. Minoxidil 5%

lebih superior dibandingkan Minoxidil 2%, namun wanita lebih

berisiko hipertrikosis, hirsutisme ataupun hipersensitifitas terhadap

Minoxidil 5% dibandingkan Minoxidil 2%. Efek maksimal apat dilihat

dalam 6 bulan setelah terapi an untuk mempertahankan efek tersebut,

diharapkan penggunaan seumur hidup. Efektivitas minoxidil dapat

ditingkatkan dengan kombinasi krim atralin 1% (dioleskan 1 jam

sehari sebelum minoxidil), asam retinoad, dan propilen glikol,

keberhasilan pengobatan kombinasi minoxidil dan asam retinoad atau

propilen glikol sebesar 66%.7,9

b. Kortikosteroid

Kortikosteroid dapat meredakan inflamasi di folikel rambut.

Kortikosteroid topikal seperti betamethasone dipropinate 0,05%,

fluocinolone aceetonide 0,2% atau momethasone dalam bentuk losio,

19
foam, gel, krim atau ointment dioleskan pada kulit kepala dengan dosis

1 ml sebanyak 2 kali sehari. Dosis dan frekuensi kortikosteroid topikal

dikurangi bertahap apabila tampak perbaikam. Umumnya pemakaian

kortikosteroid topikal untuk alopesia selama 3 bulan. 7,9

Injeksi triamsinolon setonid di area kebotakan dengan dosis 0,5 ml (1

mh/0,1 ml) per 1 cm2 area dalam jarak 1-2 bulan. Pengobatan

kortikosteroid (larutan atau injeksi) dapat dikombinasi dengan krim

antalin 1% dan minoxidil 5%. Efek samping kortikosteroid adalah

atrofi kulitsehingga harus dengan pengawasan.1,7

c. Antralin

Antralin merupakan bahan iritan topikal yang dapat menstimulasi

pertumbuhan rambut melalui efek dermatitis kontak iritan, dengan

demikian mengubah sistem imun kulit setempat. Sediaan antalin 0,5-

1% dalam bentuk salep atau krim dioleskan 1-2 kali sehari selama 3-9

bulan.1,2

d. Ketokonazole

Ketokonazole merupakan anti-jamur Malassezia species dan inhibitor

biosintesis steroid. Ketokonazole shampoo 2% jangka panjang dapat

meningkatkan densitas, ukuran dan proporsi fase anagen pada pria 21-

33 tahun. Studi tersebut mengemukakan penyebab AGA multifaktorial

termasuk reaksi inflamasi akibat infeksi jamur dan ketokonazole

bekerja meredakan reaksi inflamasi tersebut. Ketokonazole shampoo

20
2% juga diduga berpotensi mencegah produksi DHT dan menghambar

DHT berikatan dengan reseptor androgen di kulit kepala. 1

e. Terapi sinar

Tepai sinar menggunakan low level laser (light) therapy (LLLT) dapat

menstimulasi pertumbuhan rambut pria dan wanita dengan cukup

efektif dan aman. LLLT dianggap dapat menstimulasi fase re-entry

anagen folikel rambut telogen, memperpanjang durasi anagen,

meningkatkan proliferasi foliket rambut anagen aktif, dan mencegah

fase katagen yang prematur. Mekanisme LLLT secara pasti belum

diketahui, diduga LLLT bekerja pada mitokondria dan mempengaruhi

metabolisme sel, sehingga produksi ATP meningkat dan faktor

transkripsi. Meningkatkan proses proliferasi dan migrasi, mengontrol

kadar sitokin, growth factors dan mediator inflamasi serta

meningkatkan oksiigenasi jaringan. Penggunaan LLLT (655-nm red

light dan 780-nm infrared light) 2 kali semingg selama 20 menit

selama 3-6 bulan memberikan hasil signifikan terhadap pertumbuhan

rambut, mengurangi jumlah rambut velus dan meningkatkan densitas

rambut.7,9

2. Sistemik

a. Spironolakton

Spironolakton merupakan agen kompetitif steroid sistemik yang paling

sering digunakan sebagai anti-androgen poten di Amerika Serikat.

Spironolakton bekerja sebagai antagonis aldosteron, menghambat

21
produksi testosteron di kelenjar adrenal, secara kompetitif memblok

reseptor DHT sitoplasma dan menghambat biosintesis androgen. Dosis

yang direkomendasikan 100-300 mg/hari, umumnya wanita

membutuhkan dosis minimal 100 mg/hari. Efek samping antara lain

pembesaran payudara, menstruasi iregular, gangguan keseimbangan

elektrolit, dan hipotensi postural. Pemantauan tekanan darah dan

elektrolit perlu dilakukan.1,7

b. Finasterid

Dinasterid merupakan agen kompetitif enzim 5-alfa reduktase tipe 8

yang bayak terdapat pada akar rambut. Fonasterid hanya menghambat

produksi DHT, bukan menghambat DHT berikatan dengan reseptor

androgen. Dosis optimal finasterid untuk terapi AGA 1 mg/hari,

mampu menurunkan kadar DHT serum hingga 71,4% dan DHT di

kulit kepala hingga 64,1%. Beberapa studi memaparkan finasterid

selama 12 bulan secara signifikan meningkatkan jumlah rambut dan

perbaikan kulit kepala. Pada perempua finasterid kurang efektif,

beberpa uji klinis pada wanita post menopause dengan finasterid 1

mg/hari selama 1 tahun tidak menunjukkan hasil yang bermakna.

Namun, studi di kore melaporkan perbaikan bermakna baik densitas

maupun ketebalan rambut pada anita pre dan post menopause dengan

kadar androgen normal yang diobati dengan finasterid 5 mg/hari.

Sebuah laporan kasus seorang wanita dengan finasterid dosis yang

sama menunjukkan pertumbuhan rambut yang bermakna setelah 12

22
bulan. Kerontokan rambut dapat terjadi kemmbali sesudah pengobatan

dihentikan selama 1 tahun. Efek samping finasterid diantaranya

feminisasi pada fetus laki-laki, menurunnya libido, disfungsi ereksi

dan depresi.7,9

c. Dutasterid

Dutasterid merupakan penghambat spesifik enzim 5-alfa reduktase tipe

I dan II, memiliki potensi 3 kali lebih kuat menghambat enzim 5-alfa

reduktase tipe II, serta 100 kali lebih kuat menghambat enzim 5-alfa

reduktase tipe I dibandingkan finasterid. Dutasetrid dapat menurunkan

kadar DHT serum sampai 90% dan kadar DHT dik kulit kepala sampai

41%. Dengan dosis 0,5 mg/hari selama 6-12 bulan dutasterid efektif

menumbuhkan rambut dan menebalkan batang rambut pada AGA.

Efek samping dutasterid sama dengan finasterid.1,2

d. Suplemen dan herbal

Defisiensi beberpa jenis vitamin dan mineral seperti vitamin B6, B12,

D, biotin, kalsium pantotenat, besi dan seng dapat menyebabkan

kerontokan rambut. Vitamin B6 intramuskular setiap hari selama 20-

30 hari menghasilkan perbaikan pertumbuhan rambut bermakna. Dosis

vitamin B6 dapat diulang dengan interval 6 bulan. Vitamin B12

diberikan 1 mg/minggu intramuskular pada bulan pertama, selanjutnya

1 mg/bulan dan menghasilkan perbaikan setelah 1 tahun terapi.

Konsumsi biotin 150 μg/hari mulai menunjukkan perbaikan setelah 1

minggu. Dosis vitamin D yang direkomendasikan adalah 200-400

23
IU/hari. Kombinasi kalsium pantotenat 60 mg dengan tiamin nitrat 60

mg, sistin 20 mg, kerain 20mg dan asam p-aminobenzoat 20 mg

dengan dosis 3 kali sehari bermanfaat merangsang pertumbuhan

rambut dan mencegah kerontokan.7

e. Transplantasi rambut

Transplantasi rammbut adalah suatu teknik memindahkan rambut dari

area kulit kepala donor ke area resepien. Tindakan ini merupakan

alternatif yang baik pada alopesia yang disertai kerusakan folikel

rambut seperti AGA dan alopesia sikatrial (alopesia yang disebabkan

infeksi bakteri, jamur, luka bakar atau penyakit autoimun). Untuk

mendapatkan hasil yang ideal, sangat dibutuhkan keahlian,

keterampilan, pengalaman serta konsentrasi dan kesabaran yang tinggi.

Prosedur transplantasi rambut ini terdiri dari beberapa teknik antara

lain punch hair grafting, flap micograft, temporo-parietooccipital flap

(TPO). Komplikasi tindakan ini diantaranya edema fasial, sefalgia,

rasa kebas pada kulit kepaala yang bersifat sementara dan skar. 7

K. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat timbul pada alopesia androgenik berupa

komplikasi psikososial seperti kecemasan dan depresi akibat terjadinya

kebotakan terutama pada pasien-pasien usia muda.11

L. PROGNOSIS

Prognosis dari alopesia androgenik tidak diketahui. Beberapa pasien,

terjadi kehilangan rambut hampir seluruhnya. Dan pada wanita biasanya

24
hanya terjadi penipisan dan jarang meluas menyebabkan kehilangan rambut

secara total.12

Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara pola

kebotakan, terutama onset dini dengan penyakit kardiovaskular termasuk

hipertensi, infark miokard, resistensi insulin, kematian akibat diabetes atau

penyakit jantung, lipid abnormal, obesitas, dan infertilitas. Terdapat beberapa

data yang menunjukkan risiko kanker prostat dua kali lipat dan insiden

kematian akibat kanker prostat yang lebih tinggi pada pasien dengan alopesia

androgenik.12

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Pramita RJ, Wiryawan IGNS, Linawati NM, Rusyati LMM. Farmakoterapi

alopesia androgenetik pada laki-laki. Fakultas Kedokteran Udayana [Internet].

Available from:

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad

=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiV16HG9Zb2AhWkSmwGHcmEDmsQFnoEC

AUQAQ&url=https%3A%2F%2Fojs.unud.ac.id%2Findex.php%2Feum%2Far

ticle%2Fdownload%2F4937%2F3727&usg=AOvVaw2xSiDMG9KKamwqf-

Is6vJy

2. Trilisnawati D, Diba S, Kurniawati Y, et al. Updatetreatment of male

androgenetic alopecia. Berkala ilmu kesehatan kulit dan kelamin. April 2021;

33(1): 63-9.

3. Palloti F, Rossi A, Caro G, Fortuna MC. Androgenetic alopecia: a review.

Springer. Feb 2017:

4. Alves R. Androgenetic alopecia: a review and emerging treatment. Clin res

dermatol. 2017; 4(4): 1-13.

5. Rasha A. A novel topical combination of minoxidil and spironolactone for

androgenetic alopecia: clinical, histopathological and physico-chemical study.

Dermatologic therapy. Feb 2021; 34(1):2-3.

6. Paus R, Olsen EA, Messenger AG. Hair growth disorders. In: Wolf K,

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.

26
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New York: McGraw

Hill; 2012.p.753-77

7. Stephanie A. Tatalaksana alopesia androgenik. CKD-267. 2018; 45(8): 582-6.

8. Starace M, Orlando G, Alessandrini A. Female androgenetic Alopecia: an

update on diagnosis and management. American journal of clinical

dermatology. 2019: 1-5.

9. Perera E, Sinclair R. Androgenetic alopecia. Research gate [serial on internet].

2015 [cited 15 februari 2022]

10. Soepardiman L, Legiawati L. Kelainan rambut. In: Menaldi, SLSW. Ilmu

penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI, 2016; 2: 359-62

11. Robert PF. Androgenetic alopecia. Medscape. Jan 2022 [internet]. Available

from: https://emedicine.medscape.com/article/1070167-overview#showall

12. Chin HH, Tanuj S, Patrick MZ. Androgenetic alopecia. Statpearls. Nov 2021.

[internet]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430924/

27

Anda mungkin juga menyukai