Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SWAMEDIKASI

“KEBOTAKAN (ALOPECIA)”

Disusun oleh:

GITA SYEFIRA SALSABILA

052191166

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN
2020

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rambut terdapat hampir seluruh bagian tubuh dan memiliki berbagai funsgi,
antara lain fungsi estetika bagi manusia. Rambut adalah mahkota bagi semua orang
karena berfungsi selain untuk memberikan kehangatan, perlindungan, rambut juga
untuk keindahan dan penunjang penampilan. Rambut sering disebut sebagai mahkota
bagi wanita, sedangkan bagi pria rambut memengaruhi rasa percaya diri. Salah satu
permasalahan yang sering dijumpai dan paling dikhawatirkan setiap orang adalah
kerontokan rambut yang mengakibatkan kebotakan (alopecia) (Sari & Wibowo,
2016).
Kerontokan rambut merupakan keadaan dimana rambut terlepas dari permukaan
kulit, seperti pada daerah kepala dan badan. Kerontokan rambut menyebabkan
hilangnya fungsi biologis rambut sebagai pelindung dari sinar matahari (terutama
rambut kepala) dan dalam penyebarakan produk kelenjer keringat. Selain itum
rambut di bagian keala memiliki fungsi fisiologis yang penting dalam social dan
estetika (Triarini & Hendriani, 2020).
Rambut rontok yang terjadi di United States menimpa 50 juta orang dan 20 juta
diantaranya adalah wanita. Penyebabnya beraneka ragam, digolongkan menjadi
endogen yaitu akibat penyakit sistemik, hormonal, status gizi, intoksikasi, maupun
kelainan genetik dan eksogen yaitu berupa stimulasi dari lingkungan maupun
kosmetik rambut. Saat ini banyak kosmetik rambut digunakan. Rambut rontok akibat
kosmetik dan penataan rambut banyak dijumpai pada wanita Afrika-Amerika.
Penggunaan bahan pelurus rambut menyebabkan kerontokan/kerusakan rambut pada
95% penggunanya di Amerika dan 53% di Nigeria (Umborowati & Rahmadewi,
2012).
Salah satu kelainan yang menyerang rambut yaitu alopesia. Alopesia merupakan
kondisi hilang atau rontoknya rambut di bagian kepala pada wanita maupun pria.
Walaupun alopesia bukan penyakit yang mengancam jiwa, namun kondisi kebotakan
dapat menyebabkan stress dan traumatis bagi penderitanya (Triarini & Hendriani,
2020). Jumlah folikel rambut kepala normalnya sekitar 100.000 dan disebut sebagai
kelainan jika jumlahnya mencapai 50% yang berarti sekitar 50.000 helai rambut.
Normalnya rambut kepala terlepas sebanyak 80-120 helai rambut/hari (Sari &
Wibowo, 2016).
Obat sintetik yang termasuk dalam golongan bebas (OTC) seperti minoxidil yang
sering digunakan dan telah terbukti dalam mengatasi alopesia. Namun penggunaan
obat sintetik sering memberikan efek samping, sehingga dalam menangani alopesia
sering dilakukan pengobatan alternatif mengunakan tanaman herbal untuk
menghindari efek samping yang tidak diinginkan. Tanaman herbal yang digunakan
untuk menangani kebotakan rambut antara lain lidah buaya (Aloe vera), kemiri
(Aleurites moluccana W.), buah apel, bawang, madu dan lainnya (Sari & Wibowo,
2016). Oleh karena itu makalah dibuat untuk mengetahui pengobatan sintetik/alami
yang digunakan untuk mencegah alopesia (kebotakan rambut).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengobatan sintetik/alami yang digunakan untuk mencegah
alopesia (kebotakan rambut) ?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah tersebut sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengobatan sintetik/alami yang bertujuan mencegah
alopesia (kebotakan rambut)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Rambut
a. Definisi Rambut
Rambut merupakan bagian penting dari kecantikan. Terutama bagi
seorang wanita sehingga timbul istilah Rambutmu adalah mahkotamu‖.
Rambut yang sehat, lebat dan berkilau dengan pemilihan gaya rambut yang
tepat akan meningkatkan nilai kecantikan seseorang (Wirakusumah, 2007).
Rambut merupakan salah satu adneksa kulit yang terdapat pada seluruh tubuh,
kecuali telapak tangan, telapak kaki, kuku dan bibir (Soepardiman, 2010).
b. Anatomi Rambut
Menurut letaknya, rambut dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian yang
muncul dipermukaan dan bagian yang tenggelam di bawah kulit. Bagian
rambut yang terlihat dan muncul dipermukaan kulit disebut dengan batang
rambut yang terdiri dari jaringan mati. Sementara itu, bagian rambut yang
tenggelam di bawah kulit di sebut akar rambut (Wirakusumah, 2007).
Anatomi rambut dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut :
Gambar 2.1 Anatomi Rambut (Martini, 2001)

Menurut Kalangi (2013) batang rambut apabila dipotong melintang, maka


terlihat tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu :
1. Kutikula

Kutikula terdiri dari sel-sel keratin yang pipih dan saling bertumpuk. Lapisan
ini keras dan berfungsi melindungi kekeringan dan masuknya senyawa-senyawa
asing dari luar ke dalam rambut.
2. Korteks

Korteks merupakan lapisan yang lebih dalam, terdiri dari serabut polipeptida
yang memanjang, tersusun rapat. Lapisan ini sebagian besar terdiri dari pigmen
rambut dan rongga-rongga udara. Struktur korteks menentukan tipe rambut lurus
berombak, atau keriting.
3. Medulla

Medulla disebut juga sumsum rambut. Terdiri dari tiga atau empat lapis sel
kubus, berisi keratohialin, butir-butir lemak dan rongga udara. Rambut velus
tidak memiliki medulla.
4. Akar rambut

Akar rambut atau folikel rambut terletak di dalam lapisan dermis kulit. folikel
rambut dikelilingi oleh pembuluh. Akar rambut terdiri dari dua bagian, yaitu :
a. Umbi rambut adalah bagian yang akan terbawa jika rambut dicabut
b. Papil rambut adalah bagian yang tertinggal didalam kulit meskipun rambut
dicabut sampai ke akar-akarnya, sehingga terjadi pertumbuhan rambut baru
kecuali jika papil rambut itu rusak, misalnya dengan bahan kimia atau arus
listrik.

c. Jenis Rambut

Menurut Wirakusumah (2007) terdapat berbagai jenis rambut, yaitu normal,


berminyak dan kering :
1. Jenis rambut berminyak

Jenis rambut ini mempunyai kelenjer minyak yang bekerja secara berlebihan
sehingga rambut nampak selalu berminyak.
2. Jenis rambut normal

Jenis rambut ini memiliki kelenjer minyak yang memproduksi minyak secara
cukup. Rambut ini tidak cepat terlihat ktor dan kemps (tidak mengembang
sehingga perawatannya lebih mudah).
3. Jenis rambut kering

Jenis rambut ini terlihat mengembang sekali, kering dan mudah rapuh. Hal ini
disebabkan kandungan minyak pada kelenjer lemaknya sedikit. Jumlah
kandungan minyak disebabkan oleh kelenjer minyaknya yang kurang aktif.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan proses pemijatan pada kulit
kepala.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Rambut

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rambut menurut Sari dan


Wibowo (2016) sebagai berikut :
1. Hormon

Hormon yang berperan adalah androgen, estrogen, tiroksin dan


kortikosteroid. Masa pertumbuhan rambut 0,35 mm/hari, lebih cepat pada wanita
daripada pria. Hormon androgen dapat merangsang dan mempercepat
pertumbuhan dan menebalkan rambut di daerah janggut, kumis, ketiak,
kemaluan, dada, tungkai laki-laki serta rambut kasar lainnya.

2. Nutrisi

Malnutrisi berpengaruh pada pertumbuhan rambut terutama malnutrisi


protein dan kalori. Pada keadaan ini rambut menjadi kering dan suram. Adanya
kehilangan pigmen setempat sehingga rambut tampak berbagai warna.
Kekurangan vitamin B12, asma folat, asam amino, karbohidrat, lemak, vitamin,
mineral dna zat besi juga dapat menyebabkan kerontokan rambut.
3. Kehamilan

Pada kehamilan muda, yaitu tiga bulan pertama jumlah rambut telogen
masih dalam batas normal, tetapi pada kehamilan tua menurun sampai 10%.
4. Vaskularisasi

Vaskularisasi dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut, namun bukan


merupakan penyebab primer dari gangguan pertumbuhan rambut, karena
dekstruksi 2/3 bawah folikel sudah berlangsung sebelum susunan pembuluh
darah mengalami perubahan.

2. Alopesia (Kebotakan)
a. Definisi Alopesia
Istilah alopecia dari kata Yunani alopecia, artinya rubah. Rubah mudah
terserang penyakit tertentu sehingga kehilangan bulu badannya. Kebotakan
dengan ciri-ciri khas tertentu disebut alopecia

Gambar 2.2 Alopesia (Wendy, 2020)


b. Jenis – Jenis Alopesia (Kebotakan) Menurut Hlaila (2020)

1. Alopesia Androgenik (AGA)

Alopesia Androgenik adalah penyebab kebotakan yang terkenal pada


pria dan wanita secara turun-temurun, gejala penuaan, kondisi kerontokan
rambut yang semakin parah. Pada pria, AGA biasanya dimulai di atas
kedua pelipis.
2. Alopesia Areata (AA)

Alopesia Areata adalah kerontokan rambut non-citricial di semua


wilayah tubuh dengan beberapa penyakit autoimun dan penyebab yang
tidak diketahui. Gangguan ini menyerang hingga 2% pria dan wanita.
Orang yang mengalami alopesia areata mungkin menderita kerontokan
rambut yang tiba-tiba dan progresif.
3. Alopesia Sikatrikal

Alopesia Sikatrikal melibatkan kumpulan gangguan yang berbeda


dengan peradangan dan kerusakan folikel rambut yang menyebabkan
kerontokan rambut yang tidak dapat diperbaiki.
4. Alopesia Universalis
Alopesia Universalis (AU) adalah kategori kerontokan rambut yang
dibedakan dengan kerontokan rambut yang terjadi di seluruh tubuh. AU
biasanya ditemukan pada orang dengan disfungsi tiroid dan vitiligo.
Penderita alopesia universalis tidak mengalami gejala apapun kecuali rasa
panas dan gatal.

3. Patogenesis
Papilla dermis yang berasal dari mesenkim memegang peranan penting pada
folikel rambut dan menentukan tipe rambut yang diproduksi. Hormon androgen
di sirkulasi masuk ke papilla dermis melalui pembuluh darah kapiler,
dimetabolisme menjadi DHT oleh enzim 5 alfa-reduktase tipe II dan akan
berikatan kuat pada reseptor androgen yang banyak terdapat pada folikel rambut
terutama area frontal dan vertex. Setelah androgen berikatan dengan reseptornya,
ekspresi gen berubah sehingga produksi faktor pertumbuhan atau protein matriks
ekstraseluler terganggu. Target indirek meliputi sel keratinosit, melanosit, dan
pembuluh darah. Kerusakan-kerusakan ini mengakibatkan fase anagen menjadi
lebih singkat dan fase telogen lebih panjang, sehingga terjadi miniaturisasi folikel
rambut terminal yang seharusnya panjang, tebal, berpigmen menjadi kecil, tipis,
dan kurang berpigmen. Selama proses miniaturisasi, glandula sebasea yang
terpengaruh androgen membesar sehingga kulit kepala menjadi berminyak serta
pasokan darah ke folikel menurun (Stephanie, 2018).
Enzim lain yang mengubah androgen lemah menjadi androgen kuat adalah
3-β hydroxysteroid dehydrogenase (3-β HSD) dan 17-β hydroxysteroid
dehydrogenase (17-β HSD), kadarnya meningkat pada penderita AGA. Ditambah
lagi, faktor sitokin (TGFβ 1, IL -1α, dan TNF α) mencetuskan apoptosis sel
folikel rambut. Enzim lain yang mengubah androgen lemah menjadi androgen
kuat adalah 3-β hydroxysteroid dehydrogenase (3-β HSD) dan 17-β
hydroxysteroid dehydrogenase (17-β HSD), kadarnya meningkat pada penderita
AGA. Ditambah lagi, faktor sitokin (TGFβ 1, IL -1α, dan TNF α) mencetuskan
apoptosis sel folikel rambut (Stephanie, 2018).
4. Klasifikasi
Klasifikasi alopesia androgenik menurut Norwood-Hamilton (Stephanie,
2018).

Gambar 2.3 (Klasifikasi Norwood-Hamilton untuk alopesia androgenik


pada pria)
 Tipe I
Rambut masih tampak penuh
 Tipe II
Pengurangan rambut pada sepanjang garis fronto-temporal berbentuk
segitiga dan simetris
 Tipe II a:
Garis batas rambut 2 cm anterior dari garis korona di antara kedua daun
telinga
 Tipe III Border line.
Pengurangan rambut area fronto-temporal pada tipe II yang semakin jelas
terlihat, simetris, dan dibatasi oleh rambut di area frontal
 Tipe III a
Garis batas rambut tepat di pertemuan garis korona dan di antara kedua
dauntelinga
 Tipe III vertex:
Kebotakan dominan terjadi pada area vertex dengan pengurangan rambut
yang minimal pada daerah fronto-temporal
 Tipe IV
Pengurangan rambut daerah frontotemporal lebih berat dibandingkan tipe
III dan sangat sedikit rambut atau bahkan tidak ada lagi rambut di area
vertex. Kedua area ini dipisahkan oleh jembatan rambut yang telah menipis
dan kedua ujungnya menyatu dengan rambut dibagian temporal
 Tipe IV a
Garis batas rambut melewati garis korona di antara kedua daun telinga
tetapi belum mencapai vertex
 Tipe V
Kebotakan pada area vertex masih terpisah dengan area fronto-temporal,
namun jaraknya semakin sempit dikarenakan area kebotakan yang meluas
dan jembatan rambut di antara keduanya semakin menipis
 Tipe V a
Garis batas rambut sudah mencapai vertex
 Tipe VI
Kebotakan di area vertex dan frontotemporal telah menjadi satu dan area
kebotakan semakin meluas
 Tipe VII
Tipe kebotakan paling berat, rambut yang tersisa di tepi sisi kanan dan kiri
dan oksipital dengan pola menyerupai tapal kuda. Rambut di area tersebut
tampak tipis dan densitasnya menurun. Klasifikasi Ludwig untuk alopesia
androgenik pada wanita.

Gambar 2.4 (Klasifikasi Ludwiq untuk alopesia androgentik pada


Wanita)
 Tipe I
Mulai terjadi pengurangan rambut pada bagian frontal dan vertex
 Tipe II
Mulai tampak pengurangan rambut yang signifikan, rambut terlihat
semakin tipis
 Tipe III
Kebotakan rambut jelas terlihat, tetapi rambut di bagian frontal masih ada
Salah satu studi menyatakan 80% wanita belum menopause mengalami
pengurangan rambut dengan klasifikasi Ludwig tipe I-III, 13% sisanya
mengalami pengurangan rambut dengan klasifikasi Norwood-Hamilton tipe
IV, sedangkan wanita yang telah menopause sebanyak 37% mengalami
pengurangan rambut dengan pola seperti pria, namun tidak melebihi
Norwood-Hamilton tipe IV.
5. Diagnosis
Diagnosis alopesia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan rambut rontok
yang progresif, tampak penipisan rambut atau kebotakan pada area frontal
ataupun vertex, rasa gatal atau terbakar, riwayat penyakit sistemik, dan
penggunaan obat-obatan dalam 1 tahun terakhir serta riwayat keluarga
penipisan rambut atau kebotakan. Gaya hidup seperti menyisir rambut atau
mengikat rambut terlalu ketat, merokok, paparan langsung sinar ultraviolet
berisiko terjadinya alopesia. Pemeriksaan fisik mendapatkan rambut tipis dan
halus pada area frontal dan vertex, tampak lebih jelas dengan bantuan kaca
pembesar.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
Wash Test
Pasien tidak boleh mencuci rambut selama 5 hari. Setelah 5 hari, rambut
dicuci dengan shampoo dan rambut yang rontok dikumpulkan. Rambut yang
rontok tersebut dihitung dan dipisahkan antara yang panjangnya kurang dari 3
cm dan lebih dari 5 cm. Pada AGA, lebih dari 10% rambut yang rontok adalah
rambut vellus (yang panjangnya kurang dari 3 cm) dan jumlah rambut yang
rontok kurang dari 200 helai rambut.
Hitung Rambut yang Rontok
Rambut yang rontok dihitung sebelum dan sesudah 3 bulan pengobatan.
Hari pertama rambut dicuci dengan shampoo, hari kedua sampai keempat
rambut tidak dicuci dan rambut disisir hanya sekali sehari. Rambut yang
rontok saat penyisiran dihitung dan dikumpulkan di dalam plastik atau amplop
setiap hari. Jika rata-rata rambut yang rontok > 100 helai per hari, maka perlu
dipertimbangkan penyebab lain seperti telogen effluvium.
Pull Test
Pull test merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui derajat
keparahan kerontokan rambut. Rambut tidak dicuci dalam 24 jam sebelum tes.
Sekitar 60 helai rambut diremas kemudian ditarik secara lembut dengan
kekuatan cukup dari dasar sampai akhir rambut terminal. Tes negatif apabila
≤6 helai rambut atau 6 helai rambut atau 10% rambut rontok. Umumnya pada
AGA pull test negatif, apabila positif perlu dipertimbangkan penyebab lainnya
seperti telogen effluvium.
Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan cara meletakkan beberapa
helai rambut (akar dan batang rambut) menggunakan kaca objek. Penilaian
akar dan batang rambut dilakukan dengan mikroskop cahaya ataupun
mikroskop elektron. Akar rambut telogen terlihat relatif lebih pendek dan
berbentuk gada, tanpa selubung akar serta tidak berpigmen pada bagian
proksimal batang rambut. Rambut katagen memiliki selubung akar yang
berlekuk dan jarang dijumpai, sedangkan rambut anagen memiliki selubung
akar dalam dan luar dan berpigmen.
Dermoskopi
Kulit kepala diperiksa dengan alat dermatoskop. Pada AGA dapat
dijumpai perbedaan diameter rambut (hair diameter diversity atau HDD)
>20% karena miniaturisasi folikel rambut, pigmentasi perifolikel dengan
diameter 1 mm, bintik kuning dan area kebotakan tanpa folikel rambut akibat
fase anagen yang terhambat setelah rambut telogen rontok.
Fotografi Serial
Fotografi serial dilakukan pada area kebotakan untuk memantau
progresivitas kerontokan dan densitas folikel rambut. Posisi dan penggunaan
alat harus sama (jarak sama, sudut dan pencahayaan memenuhi standard)
sebelum, selama, dan sesudah terapi. Selama follow-up pasien dianjurkan
tidak mengecat rambut agar perbedaan lebih jelas terlihat.
Histopatologi
Biopsi bertujuan mencari penyebab atau jenis kerontokan rambut. Biopsi
dilakukan secara transversal atau vertikal. Biopsi transversal pada ujung
duktus sebasea akan tampak diameter batang rambut yang menipis akibat
miniaturisasi folikel rambut. Pada AGA, rasio rambut terminal dan vellus
umumnya kurang dari 4:1. Pada biopsi vertikal didapatkan susunan rambut
vellus di dalam papilla dermis dan rambut terminal di dalam subkutaneus dan
retikular dermis.
Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa studi menyarankan pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) untuk memulai terapi finasterid
bagi pria di atas 45 tahun. Sedangkan pada wanita, pemeriksaan laboratorium
disarankan jika dijumpai gejala-gejala hiperandrogenisme, antara lain FSH,
LH, androgen serum, estrogen, trigliserid, dehydroepiandrosterone (DHEAS),
dan prolaktin untuk menyingkirkan kelainan hormonal dan penyakit ovarium
polikistik.3 Pemeriksaan lain antara lain hitung darah lengkap, kadar ferritin,
total iron binding capacity (TIBC), thyroid stimulating hormone (TSH), dan
tiroksin (Stephanie, 2018).
BAB III
PEMBAHASAN

Manusia memiliki rambut di seluruh tubuhnya, kecuali pada telapak tangan dan
kaki, bibir, kuku dan sebagian genitalia. Pertumbuhan rambut tidaklah kontinyu
melainkan mengikuti suatu siklus antara lain fase tumbuh (anagen), fase transisi
(catagen) dan fase istirahat (telogen). Pertumbuhan rambut tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya faktor herediter, hormonal, nutrisi, metabolism,
vaskularisasi, obat-obatan dan peradangan. Kelainan yang terjadi pada rambut dapat
berupa kerontokan atau kebotakan (alopesia) dan pertumbuhan rambut yang
berlebih. Alopesia memiliki dua tipe berdasarkan morfologinya yaitu alopesia
dengan sikatrik bersifat permanen dan alopesia non sikatrik dapat tumbuh kembali
(Mukti & Salsabila, 2020).
Alopesia non sikatrik yang sering terjadi pada kaum wanita dan pria yaitu
Alopesia Androgenetik (AGA) dan Alopesia Areata (AA). Alopesia Androgenetik
(AGA) merupakan bentuk alopesia dengan pola spesifik, ditandai hilangnya rambut
terminal yang tebal dan berpigmen secara progresif, diganti dengan rambut velus
yang halus dan mengandung sedikit pigmen sebagai respon terhadap hormone
androgen dalam sirkulasi. Alopesia Androgenetik (AGA) banyak terjadi di usia 20
tahun akhir atau awal usia 30 tahun dan lebih banyak terjadi pada laki- laki.
Diagnosis alopesia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (Stephanie, 2018).
Alopesia Areata (AA) adalah penyakit yang ditandai dengan kehilangan rambut
dari kulit kepala secara tiba-tiba. Mekanisme terjadi alopesia areata diduga
berhubungan erat dengan reaksi autoimun yang dipacu oleh berbagai macam faktor
antara lain: genetik, epigenetik, fisik, emosional, social serta faktor lingkungan.
Manifestasi klinis dari AA sering disepelekan dan dianggap hanya sebagai masalah
kosmetik biasa, padahal AA mampu menurunkan kepercayaan diri dan akhirnya
menurunkan kualitas hidup penderita. Prinsip utama pengobatan alopesia areata
yakni menghambat atau mengubah proses peradangan yang terjadi di sekitar folikel
rambut (Ardhaninggar & Rahmadewi, 2018).
Pengobatan sendiri (swamedikasi) didefinisikan sebagai pemilihan dan
penggunaan obat oleh seseorang (atau anggota keluarga seseorang) untuk mengobati
kondisi atau gejala yang dikenali atau didiagnosis sendiri. Pemakaian obat disebut
rasional menurut WHO jika pasien mendapatkan obat yang tepat untuk kebutuhan
klinis, dengan dosis yang sesuai kebutuhan dalam jangka waktu yang cukup, juga
dengan biaya yang terjangkau baik untuk individu ataupun masyarakat. Pengobatan
sendiri dapat menjadi sangat beresiko, khususnya dalam kasus pengobatan sendiri
yang tidak bertanggung jawab (Octavia et al., 2019).
Swamedikasi terdiri dari obat OTC (Over The Counter) yang meliputi obat
bebas atau obat yang dijual bebas tanpa resep dokter, obat bebas terbatas atau obat
yang dijual bebas tanpa resep dokter tetapi ada peringatan khusus untuk
penggunaannya dan obat wajib apotek (OWA) atau obat keras yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter dibawah pengawasan apoteker serta obat-obat herbal/tradisional.
Pengobatan kebotakan rambut (Alopesia) dapat diobati menggunakan minoxidil yang
berfungsi meningkatkan ukuran folikel rambut dan menyebabkan pemanjangan fase
anagen. Efek maksimal dapat terlihat 6 bulan setelah terapi. Keberhasilan
pengobatan minoxidil dengan asam retinoat atau propilen glikol sebesar 66%.
Pemanfaatan bahan alam yang berfungsi untuk memicu pertumbuhan rambut
antara lain seledri, kemiri, lidah buaya, alpukat dan bawang. Kemiri (Aleurites
moluccana W) mengandung asam lemak yang dapat memicu pertumbuhan rambut
selain itu juga menutrisi selama proses siklus pertumbuhan rambut. Pembuatan
minyak kemiri dengan cara kemiri di sangrai, dihaluskan kemudian diperas. Lidah
buaya (Aloe vera) dapat mengurangi kerontokan rambut dan menguatkan akar
rambut, karena mengandung zat-zat yang bermanfaat seperti vitamin A, C, asam
amino, Cu, inositol, enzim, mineral dan lain-lain. Apel digunakan untuk
menumbuhkan rambut karena dalam daging apel mengandung senyawa yang
bernama procyanin B-2 yang memiliki aktivitas sama dengan monoxidil yait
meningkatkan aktivitas pertumbuhan sel folikel rambut dan merangsang perubahan
siklus rambut dari fase telogen menjadi fase anagen dengan cara menurunkan level
protein kinase dalam sitosol dan menghambat translokasi isoenzim ke dalam fraksi
sel-sel epitel rambut.
Bahan alami lain yang dapat digunakan untuk mengatasi kerontokan yang
berakhir kebotakan rambut adalah ekstrak buah alpukat mengandung asam lemak tak
jenuh tunggal (asam oleat) yang berfungsi memperlambat kerontokandan
mempercepat pertumbuhan rambut. Asam oleat merupakan antioksidan untuk
melindungi rambut dari ancaman produk perawatan rambut yang berbahan kimia.
Madu mengandung pinocembrin yang merupakan antioksidan penting untuk
kesehatan rambut, karena mampu meremajakan dan memperbaiki sel-sel rambut
yang rusak, menghasilkan jaringan kulit yang kondusif untuk pertumbuhan rambut
dan memperlancar sirkulasi darah untuk rambut sehingga rambut menjadi kuat dan
tidak kusam.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan dari makalah ini yaitu kebotakan atau dikenal dengan nama
alopesia adalah suatu kondisi kelainan pada kulit kepala ketika jumlah rambut yang
rontok lebih banyak dari rambut yang tumbuh. Normalnya rambut manusia bisa
rontok 50-100 helai per hari. Bila rambut rontok melebihi 100 helai per hari maka
dikatakan mengalami alopesia. Tipe alopesia terbagi menjadi dua yaitu alopesia
sikatrik dan alopesia non sikatrik. Dimana yang sering terjadi alopesia sikatrik antara
lain alopesia androgenetik dan alopesia areata. Diagnosis alopesia dapat dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengobatan alopesia
dapat menggunakan obat minoxidil yang termasuk dalam obat OTC (Over The
Conter) dan dapat menggunakan obat dari bahan alam yang diolah secara tradisional
seperti seledri, kemiri, apel, lidah buaya, alpukat dan madu.
DAFTAR PUSTAKA

Ardhaninggar, A.A.A & Rahmadewi. 2018. Penatalaksanaan Alopecia Areata


(Treatment Of Alopecia Areata). Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin. 30 (1) : 34-39.

Hlail, A.T. 2020. Various Types Of Alopecia And Options Of The Treatment. Al-
Kindy College Medical Journal. 16 (2) : 1-6

Kalangi, S.J.R. 2013. Histofiologi Kulit. Jurnal Biomedik. 5 (3) : S12-S20. Martini,
F. 2001. Fundamental Of Anatomy And Physiologi 5th ed. Prentice Hall,
New Jersey

Mukti, B & N.A, Salsabila. 2020. Finasteride Dan Minoxidil Sebagai Obat Pilihan
Alopesia Androgenetik. Jurnal Ilmiah STIKES Kendal. 10 (1) : 83-90.

Sari, D & A, Wibowo. 2016. Perawatan Herbal Pada Rambut Rontok. Majority. 5(5)

Soepardiman, L. 2010. Kelainan Rambut. Dalam: Djuanda, Adhi, dkk. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
Stephanie, A. 2018. Tatalaksana Alopesia Androgenetik. Continuing Professional
Development. 45 (8) : 582-587.

Triarini, D & R, Hendriani. 2015. Review Artikel : Tanaman Herbal Dengan


Aktivitas Perangsang Pertumbuhan Rambut. Farmaka. 15 (1) : 105 – 114

Umborowati, M.A & Rahmadewi. 2012. Rambut Rontok Akibat Lingkungan Dan
Kosmetik. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Jakarta.

Wendy, S. 2020. MCD Harford Dermatology Associates. Merk Sharp & Dohme
Corporation, USA

Wirakusumah, E.S 2007. Cantik dan Awet Muda Dengan Buah, Sayur dan Herbal.
Penerbit Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai