Anda di halaman 1dari 54

1

Hirsutisme

Hirsutisme, rambut wajah dan tubuh berlebihan yang disebabkan oleh


kelebihan produksi androgen, biasanya berhubungan dengan ovarium
anovulatorik dan hilangnya fungsi menstruasi siklis. Status virilisme yang lebih
berat (klitoromegali, suara lebih berat, kebotakan, dan perubahan postur tubuh)
jarang dijumpai dan biasanya disebabkan oleh hiperplasia adrenal atau tumor-
tumor penghasil androgen yang berasal dari kelenjar adrenal atau ovarium.
Meskipun kasus-kasus ini termasuk jarang, evaluasi diagnostik tetap dibutuhkan.
Pendekatan yang simpatis dan penuh perhatian harus diberikan pada
wanita-wanita yang mengeluhkan hirsutisme. Dokter yang bertanggungjawab
harus memandang hirsutisme sebagai masalah endokrin sekaligus masalah
kosmetik. Bagi wanita yang terkena, pertumbuhan rambut pada wajah, abdomen,
atau payudara dapat mengganggu pada tingkat tertentu. Apakah ada penyakit?
Apakah seksualitasnya berubah? Apakah penerimaan sosial terganggu? Apakah
fertilitasnya terganggu?
Bab ini membahas biologi pertumbuhan rambut dan penyebab-penyebab
endokrin yang dapat menghasilkan hirsutisme dan menyajikan program yang
efektif dan tidak rumit untuk evaluasi diagnostik dan penatalaksanaan terapetik.
__________________________________________________________________
BIOLOGI PERTUMBUHAN RAMBUT
__________________________________________________________________
Embriologi
Masing-masing folikel rambut muncul pada sekitar minggu ke-8 hingga
ke-10 kehamilan sebagai turunan dari epidermis. Ia awalnya tersusun oleh kolom-
kolom sel yang padat yang berproliferasi dari lapisan basal epidermis dan
menonjol ke bawah ke dalam dermis. Ketika kolom ini memanjang, ia menjumpai
sekelompok sel mesodermal (papilla dermis) yang diselubunginya pada ujung
bulbusnya (bulbus). Kolom epitel yang padat ini lalu mencekung ke luar untuk
membentuk saluran rambut, dan apparatus pilosebaseus (folikel rambut, kelenjar

Hirsutism
2

sebasea, dan otot-otot erektor pili) terbentuk. Warna rambut ditentukan oleh
pigmen yang diproduksi oleh melanosit dalam bulbus.
Pertumbuhan rambut dimulai dengan proliferasi sel-sel epitel pada dasar
kolom yang berhubungan dengan papilla dermis. Rambut lanugo yang
menyelimuti janin berpigmen terang, diameternya tipis, pendek, dan
perlekatannya rapuh. Perlu untuk diperhatikan adalah fakta bahwa pertumbuhan
folikel rambut yang lengkap selesai pada awal tahap kehamilan (pada minggu ke-
22) dan tak ada folikel rambut yang baru yang akan dibentuk dalam kandungan.

Konsentrasi folikel rambut yang terletak per unit daerah kulit wajah tak
berbeda antar jenis kelamin, namun memang berbeda antar kelompok etnis dan
ras (kulit putih > Asia; Mediterania > Nordik). Selain itu, perbedaan pertumbuhan
rambut antar ras kemungkinan mencerminkan perbedaan aktivitas 5α-reduktase
pada folikel rambut (produksi dari androgen aktif, dihidrotestosteron). Pola
pertumbuhan rambut telah ditentukan sebelumnya secara genetis.
__________________________________________________________________
Struktur dan Pertumbuhan
Rambut tidak tumbuh terus menerus, namun, ia tumbuh dalam sebuah
siklus dengan fase aktivitas dan inaktivitas yang berselang-seling. Siklus
pertumbuhan ini disebut sebagai berikut:

Hirsutism
3

Anagen – fase pertumbuhan


Katagen – fase involusi cepat
Telogen – fase istirahat
Pada fase istirahat (telogen), rambut berukuran pendek dan tertempel
kurang erat pada dasar saluran epitel (bulbus). Ketika pertumbuhan dimulai
(anagen), sel-sel matriks epitel pada dasar saluran mulai berproliferasi dan meluas
ke bawah ke dalam dermis. Kolom epitel memanjang sekitar 4-6 kali lipat dari
status istirahat. Setelah perluasan ke bawah terselesaikan, pertumbuhan cepat sel-
sel matriks yang terus menerus menekan ke atas ke arah permukaan kulit. Kontak
dengan rambut sebelumnya terputus, dan rambut tadi terlepas. Sel-sel matriks
superfisial berdiferensiasi membentuk sebuah kolom yang berkeratin.
Pertumbuhan berlanjut selama mitosis aktif terus bertahan pada sel-sel matriks
basal. Ketika berakhir (katagen), kolom tadi mengkerut, bulbus mengecil, dan
tercapai kembali fase istirahat (telogen).
Panjang rambut sangat ditentukan oleh durasi fase pertumbuhan (anagen).
Rambut kepala tetap bertahan pada fase anagen selama 2-5 tahun dan hanya
memiliki fase istirahat yang relatif singkat. Di tempat lain (lengan atas), fase
anagen yang pendek dan telogen yang panjang akan menghasilkan rambut pendek
dengan panjang yang stabil dan tidak tumbuh. Munculnya pertumbuhan yang
terus menerus (atau kerontokan periodis) ditentukan oleh derajat sejauh mana
folikel rambut tadi beraksi secara sinkroni dengan folikel-folikel rambut di
sekitarnya. Rambut kepala sifatnya asinkron, sehingga tampak selalu tumbuh.
Fase istirahat sejumlah rambut (10-15%) tak begitu jelas. Bila tercapai sinkroni
yang bermakna, maka semua rambut dapat menjalani fase telogen bersamaan yang
menyebabkan kerontokan rambut yang kita sebut effluvium telogen. Kadang-
kadang, wanita akan mengeluhkan kerontokan rambut kepala dalam jumlah
banyak, namun waktu periode kerontokan rambut ini biasanya terbatas (6-8
bulan), dan pertumbuhan berlanjut kembali bila asinkroni berhasil tercapai lagi.
Effluvium telogen dapat disebabkan oleh kehamilan, obat-obatan, dan demam.
Namun, akan berguna bila kita menyingkirkan kemungkinan penyakit tiroid
dengan pemeriksaan kadar hormon penstimulasi tiroid (TSH).

Hirsutism
4

Hipertrikosis adalah peningkatan rambut tipe lanugo janin generalisata,


berhubungan dengan pemakaian obat atau keganasan. Rambut vellus adalah
rambut yang tipis dan tak berpigmen yang berhubungan dengan usia-usia pra
pubertas. Rambut terminal adalah rambut kasar berpigmen yang tumbuh pada
berbagai bagian tubuh pada usia dewasa. Hirsutisme mencerminkan transformasi
rambut vellus menjadi rambut terminal.
__________________________________________________________________
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rambut
Papilla dermis adalah pengatur peristiwa-peristiwa yang mengontrol
pertumbuhan rambut. Meskipun terjadi trauma mayor pada komponen epitelial
folikel (seperti pembekuan, sinar X, atau tandur kulit), jika papilla dermisnya
bertahan, folikel rambut akan mengalami regenerasi dan kembali menumbuhkan
rambut. Trauma atau degenerasi pada papilla dermis (misalnya akibat elektrolisis
atau pengangkatan rambut dengan laser) adalah faktor yang penting pada
kehilangan rambut permanen.
Rambut seksual didefinisikan sebagai rambut yang berespon terhadap
steroid-steroid seks. Rambut seksual tumbuh pada wajah, abdomen bagian bawah,
paha anterior, dada, payudara, daerah pubis, dan aksilla. Setelah androgen
mempengaruhi folikel-folikel rambut pada daerah-daerah seksual dan terbentuk
rambut yang lebih besar, lebih panjang, dan lebih berpigmen, karakteristik rambut
terakhir ini muncul berulang dalam siklus-siklus khas dengan aktivitas dan
inaktivitas, bahkan tanpa stimulasi androgen yang konstan. Stimulasi androgenik
pada folikel rambut membutuhkan perubahan testosteron pada folikel rambut
menjadi dihidrotestosteron, sehingga sensitivitas folikel rambut terhadap androgen
ditentukan oleh kadar aktivitas 5α-reduktase lokal. Variabilitas respon rambut
antar individu dipercaya mencerminkan perbedaan aktivitas 5α-reduktase.
Dari penelitian-penelitian terhadap hewan coba, dan dari pola-pola
penyakit pada manusia, daftar efek hormonal berikut ini dapat kita susun:
1. Androgen, khususnya testosteron, memicu pertumbuhan, meningkatkan
diameter dan pigmentasi kolom keratin, dan kemungkinan meningkatkan
kecepatan mitosis sel matriks pada semua rambut kecuali rambut kepala.

Hirsutism
5

2. Estrogen beraksi sebagai lawan dari androgen, memperlambat kecepatan dan


inisiasi pertumbuhan dan menyebabkan pertumbuhan rambut yang lebih halus,
kurang berpigmen, dan lebih lambat.
3. Progestin tak memiliki efek langsung yang dominan pada rambut,
4. Kehamilan (estrogen dan progesteron tinggi) dapat meningkatkan sinkroni
pertumbuhan rambut, menyebabkan periode pertumbuhan atau kerontokan
rambut.
Karakteristik pertumbuhan rambut yang penting dapat dipahami dari
penelitian-penelitian tentang efek kastrasi laki-laki. Jika kastrasi terjadi sebelum
pubertas, laki-laki tersebut tak akan tumbuh janggutnya. Jika kastrasi terjadi
setelah pubertas dengan distribusi rambut seksual dan janggut yang telah
sempurna, maka rambut-rambut ini akan terus tumbuh meskipun lebih lambat dan
diameternya lebih halus. Androgen menstimulasi konversi folikel rambut seksual
dari lanugo menjadi pola pertumbuhan rambut dewasa terminal, namun setelah
muncul, pola-pola ini akan bertahan meskipun terjadi penarikan androgen.
Pertumbuhan rambut seksual dan non seksual dapat dipengaruhi oleh
gangguan-gangguan endokrin. Pada hipopituitarisme, terjadi penurunan
pertumbuhan rambut yang bermakna. Akromegali akan berhubungan dengan
hirsutisme pada 10-15% pasien. Meskipun dampak hormon tiroid masih belum
jelas, individu-individu hipotiroid kadang-kadang mengalami alopesia kulit kepala
maupun rambut ketiak, pubis, dan alis mata lateral (yang unik) yang lebih sedikit;
sedangkan hipertiroidisme menghasilkan rambut yang lebih tipis dan halus yang
mudah rontok. Aktivitas 5α-reduktase distimulasi oleh insulin-like growth-factor
1 (IGF-1). Peningkatan aktivitas IGF-1 pada pasien-pasien anovulatorik dengan
resistensiinsulin dan hiperinsulinemia dapat memperberat respon hirsut pada
pasien-pasien hiperandrogenik ini.
Pertumbuhan rambut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor non hormonal,
seperti suhu kulit lokal, aliran darah, dan edema. Rambut tumbuh lebih cepat pada
musim panas dibanding musim dingin. Pertumbuhan rambut dapat disebabkan
oleh patologi sistem saraf pusat (SSP) seperti ensefalitis, trauma kepala, sklerosis
multipel, maupun oleh obat-obatan tertentu.

Hirsutism
6

__________________________________________________________________
PRODUKSI ANDROGEN
Angka produksi testosteron pada wanita normal adalah 0,2 hingga 0,3
mg/hari. Sekitar 50% testosteron berasal dari konversi androstenedion di perifer,
sedangkan kelenjar adrenal dan ovarium berkontribusi dalam jumlah yang
seimbang (sekitar 25%) pada kadar testosteron yang bersirkulasi, kecuali pada
pertengahan siklus mens di mana kontribusi ovarium meningkat sebesar 10-15%.
Dehidroepiandrosteron sulfat (DHAS) hampir seluruhnya dihasilkan dari kelenjar
adrenal, sedangkan 90% dehidroepiandrosteron (DHA) berasal dari adrenal.
Sekitar 80% testosteron yang bersirkulasi terikat pada suatu globulin beta
yang dikenal sebagai globulin pengikat hormon steroid seks (SHBG). Pada
wanita, sekitar 19% berikatan longgar dengan albumin, sehingga hanya 1% yang
tak terikat. Androgenisitas sangat tergantung pada fraksi tak terikat, dan sebagian
oleh fraksi yang berikatan dengan albumin. DHA, DHAS, dan androstenedion tak
berikatan dengan protein secara bermakna, dan immunoassay rutin mencerminkan
aktivitas hormon yang tersedia secara biologis. Hal ini tak berlaku untuk
testosteron karena pemeriksaan rutin mengukur konsentrasi testosteron total, baik
terikat maupun fraksi bebasnya.

Hirsutism
7

Produksi SHBG di hepar diturunkan oleh androgen. Maka, kapasitas


ikatan pada laki-laki lebih rendah daripada wanita normal, dan 2-3% testosteron
bersirkulasi dalam bentuk bebas yang aktif pada laki-laki. SHBG diturunkan oleh
insulin dan ditingkatkan oleh estrogen dan hormon tiroid. Maka, kapasitas ikatan
meningkat pada wanita-wanita dengan hipertiroidisme, pada kehamilan, dan pada
obat-obat yang mengandung estrogen. Pada wanita hirsut, kadar SHBG ditekan
oleh androgen yang berlebih (dan, bila ada, oleh hiperinsulinemia), dan persentase
testosteron yang bebas dan aktif meningkat seiring dengan kecepatan klirens
metabolik testosteron. Maka, konsentrasi testosteron total dapat berada pada
kisaran normal pada wanita-wanita yang mengalami hirsutisme. Namun, hanya
ada sedikit nilai klinis dari pemeriksaan spesifik untuk fraksi testosteron bebas.
Keberadaan hirsutisme atau maskulinisasi mengindikasikan peningkatan efek
androgen. Kita dapat menginterpretasikan kadar testosteron yang normal pada

Hirsutism
8

kasus-kasus ini yang berhubungan dengan penurunan kapasitas ikatan dan


peningkatan testosteron bebas.
Pada wanita-wanita hirsut, hanya 25% tetosteron bersirkulasi yang berasal
dari konversi perifer, dan mayoritas disebabkan oleh sekresi glanduler langsung.
Memang, data yang ada memang menunjukkan bahwa ovarium adalah sumber
utama peningkatan testosteron dan androstenedion pada wanita-wanita hirsut.
Penyebab hirsutisme yang tersering pada wanita adalah anovulasi persisten dan
produksi androgen yang berlebih oleh ovarium. Penyebab-penyebab adrenal
mayoritas jarang dijumpai.
__________________________________________________________________
Glukoronida 3α-androstenediol
Meskipun testosteron adalah androgen utama yang bersirkulasi,
dihidrotestosteron (DHT) adalah androgen inti utama pada berbagai jaringan yang
sensitif, termasuk folikel-folikel rambut dan unit pilosebaseus pada kulit. 3α-
androstenediol adalah metabolit DHT di jaringan perifer, dan glukoronidanya, 3α-
androstenediol glukoronida (3α-AG), telah digunakan sebagai petanda aktivitas
seluler jaringan target. Ada korelasi yang kuat antara kadar 3α-AG dalam serum
dan manifestasi klinis androgen. Secara spesifik, 3α-AG berkorelasi dengan
tingkat aktivitas 5α-reduktase (testosteron dan androstenedion menjadi
dihidrotestosteron) pada kulit.
Maka, ada tiga pengukuran laboratorium utama yang kegunaan klinisnya
potensial untuk evaluasi kelebihan androgen:
1. Testosteron – parameter aktivitas adrenal dan ovarium
2. DHAS – parameter aktivitas adrenal
3. 3α-AG – parameter aktivitas jaringan target perifer
Hirsutisme bukan kelainan rambut; sebaliknya, ia mencerminkan
peningkatan aktivitas 5α-reduktase yang menghasilkan lebih banyak DHT,
mengakibatkan stimulasi pertumbuhan rambut. Aktivitas enzim ini ditingkatkan
oleh peningkatan ketersediaan prekursornya (kadar testosteron yang bersirkulasi,
sehingga ia merupakan faktor utama), atau melalui mekanisme-mekanisme
jaringan lokal yang masih belum diketahui. Pengukuran 3α-AG telah

Hirsutism
9

mengungkapkan bahwa hirsutisme idiopatik yang sejati mungkin sebenarnya tidak


ada (atau setidak-tidaknya sangat jarang). Pada pemeriksaan parameter-parameter
laboratorik lainnya yang normal, peningkatan kadar 3α-AG mengindikasikan
peningkatan aktivitas 5α-reduktase pada kompartemen perifer. Namun, 3α-AG
juga mencerminkan aktivitas konjugasi hepatik dan dampak prekursor-prekursor
mayor yang berasal dari kelenjar adrenal, dan bukan dari sumber-sumber perifer.
Maka, 3α-AG tak sepenuhnya merupakan parameter metabolisme androgen di
kulit.
Ada dua alasan mengapa pengukuran 3α-AG bukan merupakan bagian
dari pendekatan klinis rutin terhadap masalah hirsutisme. Pertama, ia
bukanlah pengukuran yang absolut. Nilai pada wanita hirsut melampaui
kisaran normal sekitar 20%. Kedua, dan paling penting, diagnosis akhir dan
terapi hirsutisme tidak dipengaruhi oleh hasil tes ini.
__________________________________________________________________
Antigen Spesifik Prostat (PSA)
Antigen spesifik prostat (PSA) adalah sebuah protease serin, dihasilkan di
kelenjar prostat, dan digunakan sebagai petanda tumor untuk diagnosis dan
penatalaksanaan kanker prostat. PSA juga telah dideteksi pada jaringan wanita,
dan, menggunakan pemeriksaan yang sangat sensitif, kadar PSA yang bersirkulasi
dapat diukur pada wanita. Karena androgen meningkatkan ekspresi gen PSA,
masuk akal untuk mengharapkan wanita-wanita hiperandrogenik untuk memiliki
peningkatan kadar PSA yang bersirkulasi. Memang, kadar PSA yang bersirkulasi
lebih tinggi pada wanita-wanita hirsut dan berkorelasi dengan kadar 3α-AG.
Peningkatan kadar tadi tidak selalu berespon terhadap stimulasi ovarium dan
adrenal atau supresi ovarium, mengindikasikan penyebabnya yang bisa
bermacam-macam. Saat ini, tidak ada kegunaan klinis dari pengukuran PSA pada
wanita.
__________________________________________________________________
EVALUASI HIRSUTISME
Hirsutisme yang menyebabkan gangguan secara kosmetik adalah hasil
akhir dari sejumlah faktor:

Hirsutism
10

1. Jumlah folikel rambut yang ada (wanita-wanita Asia yang menderita tumor-
tumor penghasil androgen jarang menderita hirsutisme karena rendahnya
konsentrasi folikel rambut per unit area wajah).
2. Derajat sejauh mana androgen telah mengubah rambut vellus yang beristirahat
menjadi rambut dewasa terminal.
3. Rasio fase pertumbuhan dibanding fase istirahat pada folikel rambut yang
terkena.
4. Asinkroni siklus pertumbuhan pada keseluruhan folikel rambut
5. Ketebalan dan derajat pigmentasi masing-masing rambut.
Faktor utama pada hirsutisme adalah peningkatan kadar androgen (biasanya
testosteron) yang menghasilkan stimuli pertumbuhan awal dan kemudian beraksi
untuk mempertahankan pertumbuhan yang terus-menerus. Secara umum, hampir
semua wanita yang menderita hirsutisme akan memiliki peningkatan angka
produksi testosteron dan androstenedion.
Wanita-wanita anovulatorik yang tidak hirsut seringkali dapat dijumpai
memiliki bukti laboratorik peningkatan produksi androgen. Namun, keluhan
tersering yang diutarakan oleh wanita dan berhubungan dengan peningkatan
produksi androgen adalah hirsutisme. Pada urutan berikutnya adalah akne dan
peningkatan keminyakan wajah, peningkatan libido, klitoromegali, dan yang
terakhir, maskulinisasi. Maskulinisasi dan virilisasi adalah istilah-istilah yang
hanya digunakan untuk efek androgen yang ekstrem (biasanya, namun tak selalu,
disebabkan oleh tumor) yang menyebabkan timbulnya pola rambut laki-laki,
klitoromegali, suara lebih berat, peningkatan massa otot, dan postur tubuh secara
umum yang menyerupai laki-laki. Sistem skoring Ferriman-Gallwey dan
modifikasinya digunakan untuk mengkuantifikasi tingkat hirsutisme, namun
kegunaan klinisnya sangat kecil. Sistem skoring hanya digunakan untuk
penelitian-penelitian hirsutisme, namun, bahkan untuk tujuan ini, mereka
memiliki keterbatasan karena variabilitas subyektif.
Alopesia dapat menjadi masalah yang mengganggu bagi pasien maupun
dokternya. Pada mayoritas kasus, alopesia adalah fenomena temporer, suatu
respon terhadap perubahan pada rambut kepala yang memicu periode

Hirsutism
11

pertumbuhan dan kerontokan rambut yang sinkron. Hal ini dapat merupakan
respon terhadap peristiwa-peristiwa stress akut. Effluvium telogen sering terjadi
pada akhir kehamilan atau postpartum. Seiring berjalannya waktu, biasanya 6
bulan hingga setahun, rambut kepala kembali asinkron dan rambut akan menebal.
Pada penelitian terhadap wanita-wanita yang mengalami alopesia difus, mayoritas
pasien ini tak memiliki bukti adanya hirsutisme atau disfungsi menstruasi; namun,
masalah terseringnya adalah anovulasi dengan ovarium polikistik, dan hampir
40% pasien mengalami hiperandrogenisme. Pasien-pasien yang mengeluhkan
alopesia patut menjalani pemeriksaan untuk hiperandrogenisme karena mayoritas
pasien tadi dapat diterapi dengan benar. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi disfungsi tiroid atau penyakit kronis. Namun,
karena alopesia mencerminkan peningkatan aktivitas 5α-reduktase pada kulit
kepala, kadar hormon bersirkulasi yang normal tak boleh menyingkirkan perlunya
pemberian terapi. Kerontokan rambut juga merupakan konsekuensi dari penuaan,
dimulai pada sekitar usia 50 tahun untuk kedua jenis kelamin.
Akne adalah tanda lain dari peningkatan aktivitas androgen. Hingga 60%
wanita yang menderita akne yang memiliki kadar androgen bersirkulasi yang
normal menunjukkan bukti peningkatan aktivitas 5α-reduktase pada unit
pilosebaseus. Wanita-wanita inilah yang akan membaik bila diterapi dengan
antiandrogen.
Akantosis nigrikan pada pasien yang kelebihan berat badan dan hirsutisme
adalah petanda klinis yang handal untuk resistensi insulin dan hiperinsulinemia.
Perubahan warna abu-abu-coklat-keunguan pada kulit ini biasanya muncul pada
leher, lipat paha, dan ketiak; namun, vulva juga lokasi yang sangat sering pada
wanita-wanita hirsut. Akantosis nigrikan mengindikasikan perlunya penentuan
status metabolisme glukosa, seperti dibicarakan pada bab 12. Kita harus memberi
perhatian khusus pada keberadaan hiperinsulinemia pada wanita-wanita
hiperandrogenik.
Masalah klinis tersering adalah wanita-wanita hirsut dengan mens yang tak
teratur, dengan awitan hirsutisme pada usia-usia remaja atau pada awal usia 20-an,
dan perburukan kondisi yang perlahan-lahan dan bertahap. Sekitar 70% wanita

Hirsutism
12

anovulatorik mengalami hirsutisme. Gambaran klinisnya sangat khas sehingga


anamnesis yang seksama seringkali sudah cukup untuk menegakkan diagnosisnya.
Anamnesis yang baik dapat mengungkapkan sejumlah penyebab
hirustisme yang jarang: faktor-faktor lingkungan yang menghasilkan iritasi kronis
atau hiperemi reaktif pada kulit, penggunaan obat-obatan, perubahan-perubahan
akibat sindroma Cushing atau akromegali, atau bahkan adanya kehamilan
(menunjukkan kemungkinan luteoma). Obat-obat yang menstimulasi rambut
meliputi metiltestosteron, obat-obat anabolik seperti noretandrolon (Nilevar atau
Anavar), fenitoin, diasoksid, danazol, siklosporin, dan minoksidil. Hirsutisme
yang disebabkan oleh obat-obatan yang bukan androgen biasanya tersusun atas
rambut-rambut halus yang terdistribusi secara difus pada tubuh dan wajah
(hipertrikosis). 19-nortestosteron adalah obat kontrasepsi oral dosis rendah saat ini
yang jarang sekali menyebabkan hirsutisme atau akne. Wanita-wanita pasca
menopause yang diterapi dengan androgen dapat mengalami hirsutisme mesikpun
hanya digunakan dosis rendah. Dehidroepiandrosteron atau androstenedion, yang
tersedia sebagai suplemen makanan, meningkatkan kadar testosteron pada wanita
dan dapat menyebabkan hirsutisme maupun akne, bahkan pada dosis yang paling
rendah.
Yang sangat penting pada anamnesis adalah kecepatan terjadinya
hirsutisme. Seorang wanita yang menderita hirsutisme setelah usia 25 tahun dan
menunjukkan progresi maskulinisasi yang sangat cepat dalam waktu beberapa
bulan hingga satu tahun biasanya menderita suatu tumor penghasil androgen.
Hiperplasia adrenal awitan lambat (non klasik) yang disebabkan oleh
defisiensi enzimatik yang muncul pada usia dewasa jarang dijumpai, dan
terdiagnosis pada 1 hingga 5% wanita hiperandrogenik. Hiperplasia adrenal
kongenital klasik yang dapat menyebabkan hirsutisme biasanya terdiagnosis dan
diterapi sebelum pubertas. Hirsutisme pada masa kanak-kanak biasanya
disebabkan oleh hiperplasia adrenal kongenital klasik atau tumor-tumor penghasil
androgen. Kelainan-kelainan genetik, seperti mosaik mengandung-Y atau
sensitivitas androgen inkomplet, akan menghasilkan tanda-tanda stimulasi
androgen saat pubertas.

Hirsutism
13

Virilisasi pada kehamilan menimbulkan kecurigaan ke arah luteoma, yang


bukan tumor sejati namun merupakan reaksi berlebih dari stroma ovarium
terhadap kadar korionik gonadotropin yang normal. Luteoma padat tumbuh
unilateral pada 45% kasus dan berhubungan dengan kehamilan normal. Kista
theka lutein (juga disebut hyperreactio luteinalis) yang dijumpai pada penyakit
trofoblastik hampir selalu bilateral. Virilisasi maternal terjadi pada 30%
kehamilan dengan kista theka lutein. Hyperreactio luteinalis juga dapat dijumpai
pada titer HCG yang tinggi yang disebabkan oleh kehamilan ganda. Karena
luteoma akan mengalami regresi postpartum, satu-satunya bahayanya adalah
virilisasi pada janin perempuan, sedangkan virilisasi ini belum pernah dilaporkan
pada kasus kista theka lutein. Luteoma menyebabkan virilisasi maternal pada 35%
kasus, dan pada kehamilan-kehamilan ini, sekitar 80% janin perempuan akan
menunjukkan sejumlah tanda maskulinisasi. Kehamilan-kehamilan selanjutnya
biasanya normal, namun virilisasi maternal kadang-kadang rekuren. Telah ada
sedikit laporan kasus yang jarang tentang virilisasi maternal, yang kadang-kadang
rekuren, yang terjadi pada kehamilan denga hiperthekosis atau ovarium polikistik.
Kasus-kasus ini juga harus dianggap sebagai contoh-contoh hyperreactio
luteinalis.
Tumor-tumor ovarium yang mensekresi androgen jarang sekali dijumpai
pada kehamilan, kemungkinan karena androgen yang berlebih biasanya menekan
ovulasi. Pemeriksaan USG panggul pada wanita-wanita yang mengalami virilisasi
pada kehamilan sangat membantu. Keganasan seringkali dijumpai bila didapati
lesi ovarium unilateral yang padat.
Maka, hirsutisme biasanya berhubungan dengan anovulasi persisten (bab
12). Meskipun ovarium anovulatorik biasanya merupakan sumber androgen yang
berlebih, dibutuhkan pemeriksaan minimal, untuk menyingkirkan sumber dari
adrenal dan tumor. Harus ditekankan bahwa opname untuk pemeriksaan ekstensif
pada hirsutisme jarang sekali dibutuhkan.

Hirsutism
14

__________________________________________________________________
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK UNTUK HIRSUTISME
Bagian terpenting dari evaluasi hirsutisme adalah anamnesis medis dan
pemeriksaan fisik. Presentasi pasien dan perjalanan waktu penyakitnya biasanya
sesuai dengan anovulasi dan ovarium polikistik. Semua wanita anovulatorik
membutuhkan pemeriksaan teliti untuk galaktore dan pemeriksaan laboratorium
kadar prolaktin serta fungsi tiroid. Penggunaan laboratorium lebih lanjut
diarahkan untuk menegakkan diagnosis resistensi insulin, hiperplasia adrenal, atau
tumor penghasil androgen.
Pemeriksaan laboratorium awal untuk hirsutisme terdiri dari pemeriksaan
kadar testosteron dan 17α-hidroksiprogesteron (17-OHP) dalam darah. Kami tak
lagi menganggap pengukuran DHAS dibutuhkan (dibahas pada bagian
berikutnya). Wanita-wanita anovulatorik harus dievaluasi menurut rekomendasi-
rekomendasi pada bab 12. Sebagai bagian dari evaluasi untuk anovulasi, kadar
prolaktin dan fungsi tiroid harus diperiksa, pemeriksaan teliti pada payudara untuk
keberadaan galaktore juga penting, dan biopsi endometrium aspirasi harus
dipertimbangkan. Penapisan hormon penstimulasi tiroid (TSH) juga diindikasikan
pada wanita-wanita yang mengeluhkan alopesia. Selain itu, kita harus
mempertimbangkan kemungkinan adanya hiperinsulinemia. Pasien-pasien
dengan aksi androgen yang hebat mungkin amenorik karena supresi
endometrial (dengan respon desidual) dan mungkin tak mengalami withdrawal
bleeding pasca stimulasi progestasional.
Sindroma Cushing dapat muncul bersama hirsutisme dan, selanjutnya,
maskulinisasi. Ingat bahwa salah satu diagnosis banding tersering adalah
sindroma Cushing, namun ia termasuk salah satu diagnosis akhir yang paling
jarang. Bila kecurigaan klinisnya tinggi, diindikasikan untuk melakukan
penapisan sindroma Cushing.
__________________________________________________________________
Penapisan untuk Sindroma Cushing
Sindroma Cushing adalah oversekresi kortisol yang persisten. Ia dapat
terjadi melalui lima jalan yang berbeda: kelebihan produksi hormon

Hirsutism
15

adrenokortikotropik (ACTH) di pituitari (penyakit Cushing, yang paling banyak


dijumpai); kelebihan produksi ACTH ektopik karena tumor; sekresi kortisol
otonom oleh adrenal; sekresi kortisol otonom oleh tumor ovarium (sangat jarang);
atau kemungkinan kelima yang paling jarang, sekresi hormon penglepas
kortikotropin (CTH) oleh tumor. Dokter pertama-tama harus menegakkan
diagnosis sindroma Cushing (sekresi kortisol berlebih) sebelum menentukan
etiologinya.
Pengukuran yang paling bermanfaat pada kondisi awal untuk mendeteksi
sindroma Cushing adalah ekskresi kortisol bebas dalam urin 24 jam (10-90 μg)
dan kadar kortisol plasma pada malam hari (kurang dari 15 μg/dL). Kami lebih
suka untuk mulai dengan tes deksametason malam hari dosis tunggal.
Deksametason (1 mg) diberikan per oral pada jam 11 malam, dan kadar kortisol
plasma diukur pada jam 8 pagi harinya. Nilai yang kurang dari 5 μg/dL
menyingkirkan sindroma Cushing. Sindroma Cushing jarang terjadi pada nilai
intermediat antara 5 dan 10 μg/dL, sedangkan nilai yang lebih tinggi dari 10
μg/dL bernilai diagnostik untuk hiperfungsi adrenal. Jumlah pasien dengan
sindroma Cushing yang menunjukkan supresi normal pada tes malam hari dosis
tunggal dapat kita abaikan (kurang dari 1%). Namun, pasien-pasien obese
memiliki angka positif palsu hingga 13%.
Jika tes malam hari dosis tunggal hasilnya abnormal, tegakkan
diagnosisnya dengna mengukur kadar kortisol bebas pada urin 24 jam. Tes supresi
2 hari dengan dosis rendah memberikan konfirmasi terakhir. Deksametason (0,5
mg tiap 6 jam) diberikan selama dua hari berturut-turut setelah dua hari pasca
pengukuran kadar awal kortisol bebas dan 17-hidroksisteroid dalam urin 24 jam.
Pasien-pasien dengan sindroma Cushing tak akan lebih rendah kadar 17-
hidroksisteroidnya dari 2,5 mg/hari dalam urin 24 jam, dan kadar kortisol
bebasnya tak akan lebih rendah dari 10 μg pada hari kedua supresi deksametason.
Mengkombinasikan tes dosis rendah dengan kadar kortisol bebas pada urin 24 jam
seharusnya sudah menegakkan diagnosis definitif sindroma Cushing. Kadar
kortisol bebas dalam urin 24 jam yang lebih tinggi dari 250 μg hampir dapat

Hirsutism
16

dipastikan menegakkan diagnosis sindroma Cushing, dan kadar kortisol bebas


urin yang lebih tinggi dari 200 μg/hari memberikan akurasi diagnostik 90%.
Status pseudo-Cushing terjadi pada pasien-pasien dengan
hiperkortisolisme ringan karena kelainan-kelainan seperti alkoholisme, respon
terhadap stress, anoreksia dan bulimia nervosa, obesitas berat, dan depresi.
Meskipun biasanya tak diperlukan, mengkombinasikan tes supresi deksametason
dosis rendah dengan stimulasi CRH adalah metode yang akurat untuk
membedakan sindroma sejati dengan hiperkortisolisme akibat kondisi-kondisi
lainnya ini. Setelah 2 hari supresi deksametason dosis rendah, kita ukur kadar
kortisol plasma satu kali pada 15 menit pasca pemberian CRH (1 μg/kgBB)
intravena. Kadar kotrisol 15 menit yang lebih dari 1,4 μg/dL membutuhkan
evaluasi lebih lanjut.
Etiologi sindroma Cushing dapat ditegakkan dengan mengkombinasikan
tes supresi deksametason dosis tinggi dengan pengukuran kadar ACTH darah
pada kondisi basal. Deksametason (2 mg tiap 6 jam) diberikan selama 2 hari, dan
kadar kortisol dan 17-hidroksisteroid dalam urin pada hari kedua dibandingkan
dengan kadar awalnya. Bila kadar ACTH awal kurang dari 5 pg/mL, dan steroid
urin tak turun sekurang-kurangnya 40%, maka kemungkinan penyebabnya adalah
tumor adrenal. Bila ACTH dapat terukur dalam darah (lebih dari 20 pg/mL), maka
tumor penghasil ACTH ektopik hampir tak mungkin menjadi penyebabnya bila
kadar steroid urin turun sekurang-kurangnya 40%. Penyakit Cushing terdiagnosis
bila kadar ACTH darah berada dalam kisaran normal, foto rontgen dada normal,
dan pemeriksaan pencitraan mendeteksi sella tursika yang abnormal. Kadar
ACTH plasma yang lebih tinggi dari 50 pg/mL menunjukkan penglepasan ACTH
ektopik; kadar yang kurang dari 5 pg/mL menunjukkan tumor pensekresi kortisol
otonom.
Pencitraan sangat akurat dan dapat diandalkan dalam mendeteksi tumor-
tumor adrenal. Selain itu, pencitraan dapat memprediksikan pasien-pasien mana
yang menderita tumor-tumor penghasil ACTH ektopik dengan cara mendeteksi
pembesaran adrenal bilateral pada pasien-pasien ini. CT scan pada kelenjar

Hirsutism
17

adrenal memberikan resolusi yang lebih baik dan lebih dipilih dibanding MRI dan
USG.
Evaluasi seorang pasien dengan sindroma Cushing dapat menghasilkan
hasil yang tak pasti, dan kegagalan untuk mengenali neoplasma pensekresi ACTH
ektopik yang tersembunyi dapat menimbulkan operasi pituitari atau adrenal yang
sebenarnya tak diperlukan. Sampling darah vena bilateral dari sinus petrosus
inferior (sampling darah yang berasal dari kelenjar pituitari) untuk pengukuran
kadar ACTH sebelum dan pasca stimulasi CRH adalah cara yang efektif untuk
mencapai diagnosis asal ACTH dari pituitari yang akurat. Sekitar 15% pasien
dengan sindroma Cushing yang ACTH-dependen akan memiliki sumber ACTH
ektopik yang tersembunyi. Mayoritas lesi pensekresi ACTH ini berada di thoraks
(biasanya karsinoma paru sel kecil), dan sebagian terletak di abdomen. Sampling
sinus petrosus direkomendasikan pada semua pasien dengan sindroma Cushing
ACTH-dependen yang tak memiliki tumor adrenal yang jelas pada pemeriksaan
pencitraan.
Satu penyebab sindroma Cushing yang sangat jarang adalah produksi
kortisol otonom oleh tumor ovarium. Pencitraan dada dan abdomen
direkomendasikan untuk semua presentasi klinis yang atipik.

Hirsutism
18

Hirsutism
19

__________________________________________________________________
Penilaian Sekresi Insulin
Hiperandrogenisme dan hiperinsulinemia biasanya saling berhubungan,
seperti telah dibicarakan pada bab 12. Pada banyak pasien, kelainan aksi insulin
mendahului peningkatan androgen. Hiperinsulinemia dapat langsung memperkuat
produksi androgen oleh sel theka di ovarium dan, selain itu, hiperinsulinemia
berkontribusi pada hiperandrogenisme dengan cara menghambat sintesis globulin
pengikat hormon seks (SHBG) dan IGF-1 di hepar, aksi ini masing-masing
meningkatkan kadar testosteron bebas dan memperkuat stimulasi IGF-1 pada
sintesis androgen oleh sel theka.
Penurunan berat badan akan mengurangi hiperinsulinemia maupun
hiperandrogenisme dan seringkali diikuti oleh kembalinya fungsi ovulatorik.
Wanita-wanita anovulatorik yang kelebihan berat badan, hiperinsulinemik, dan
hiperandrogenik harus diberi konseling tentang peningkatan resiko untuk
menderita diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskuler di masa depan.
Mekanisme hiperandrogenisme dapat dikaitkan dengan hiperinsulinemia
pada kasus yang jarang di mana kondisinya sulit untuk dipahami, misalnya,
awitan hirsutisme pada wanita usia lanjut yang ternyata didapati mengalami
hiperthekosis pada ovarium. Timbulnya hirsutisme pada kasus seperti ini bukan
disebabkan karena respon ovarium terhadap hipergonadotropisme, namun karena
timbulnya hiperinsulinemia.
Karena alasan-alasan ini, kami membuat rekomendasi-rekomendasi
berikut ini:

Semua wanita anovulatorik yang hiperandrogenik harus diperiksa toleransi


glukosa dan resistensi insulinnya dengan pengukuran kadar glukosa dan
insulin 2 jam pasca muatan glukosa 75 g.

Interpretasi respon glukosa 2 jam:


Normal kurang dari 140 mg/dL
Terganggu 140-199 mg/dL

Hirsutism
20

Noninsulin-dependen diabetes mellitus 200 mg/dL atau lebih


Interpretasi respon insulin 2 jam:
Sangat mungkin resistensi insulin 100-150 μU/mL
Resistensi insulin 151-300 μU/mL
Resistensi insulin berat lebih dari 300 μU/mL

Pada wanita-wanita yang terus mengalami manifestasi kelainan ini,


dibutuhkan pengawasan periodik. Pemeriksaan tahunan dengan tes toleransi
glukosa 2 jam sesuai untuk wanita-wanita yang terus kelebihan berat badan.
__________________________________________________________________
Kadar DHAS
Dehidroepiandrosteron sulfat (DHAS) bersirkulasi dalam konsentrasi yang
lebih tinggi daripada steroid lainnya dan hampir seluruhnya berasal dari kelenjar
adrenal. Maka, ia adalah ukuran langsung aktivitas androgen adrenal, berkorelasi
secara klinis dengan 17-ketosteroid dalam urin. Batas atas normal di sebagian
besar laboratorium adalah 350 μg/dL, namun, karena variasi antar laboratorium,
kita harus memperhatikan kisaran normal di masing-masing laboratorium.
Sampel DHAS sewaktu sudah memadai untuk evaluasi hirsutisme, tak
perlu dikoreksi menurut berat badan, ekskresi kreatinin, atau variasi episodik.
Variasinya minimal karena konsentrasinya yang tinggi dalam sirkulasi dan waktu
paruhnya yang panjang. Angka perputaran yang rendah menghasilkan konsentrasi
dalam darah yang tinggi dan stabil dengan variasi yang tak bermakna.
Peningkatan kadar DHAS berkontribusi pada masalah klinis hirsutisme karena
DHAS berperan sebagai pra hormon pada folikel-folikel rambut, menyediakan
substrat untuk sintesis androgen di folikel rambut.
Kadar 17-ketosteroid maupun kadar DHAS yang bersirkulasi meningkat
akibat hiperprolaktinemia. Kadar keduanya kembali ke normal pasca supresi
prolaktin dengan terapi agonis dopamin. Selain itu, peningkatan kadar testosteron
bebas akibat penurunan SHBG sering dijumpai pada wanita-wanita
hiperprolaktinemik. Hal ini menggarisbawahi perlunya mencari galaktore dan
untuk mendapatkan pengukuran prolaktin pada semua wanita anovulatorik.

Hirsutism
21

Perubahan-perubahan androgen tadi mungkin disebabkan karena status


anovulatorik persisten yang dipicu oleh peningkatan kadar prolaktin, meskipun
mungkin juga ada efek langsung dari prolaktin pada adrenal, ovarium, atau
SHBG.
Hanya ada sedikit sekali kasus tumor adrenal dengan kadar DHAS yang
normal, dan evaluasi lebih lanjut terhadap kasus-kasus seperti ini akan
diindikasikan dengan keberadaan peningkatan kadar testosteron darah yang sangat
meningkat. Tumor-tumor yang jarang ini responsif terhadap hormon luteinisasi
(LH), menunjukkan bahwa mereka berasal dari rest cells embrionik. Hiperplasia
adrenal non klasik (awitan lambat) biasanya tak disertai peningkatan kadar
DHAS; diagnosis kelainan ini bergantung pada pengukuran kadar 17-OHP untuk
penapisan.
Masalah klinis pengukuran DHAS pada evaluasi hirsutisme adalah
seringnya temuan peningkatan kadar DHAS moderat pada wanita-wanita
anovulatorik dengan ovarium polikistik. Jika kadar 17-OHP normal, kami percaya
bahwa tak perlu mencari adanya defek enzim adrenal pada pasien-pasien ini.
Pengalaman klinis telah menegakkan bahwa peningkatan DHAS moderat
berhubungan dengan anovulasi; supresi fungsi ovarium memulihkan kadar DHAS
kembali ke normal.
Kadar DHAS 700 μg/dL atau lebih telah diterima sebagai petanda untuk
fungsi adrenal yang abnormal. Namun seberapa sering kita jumpai kadar DHAS
setinggi ini? Kadar DHAS 700 μg/dL atau lebih sangat jarang dijumpai
sehingga kini kita harus mempertanyakan manfaat klinis mengukur DHAS.
Kami tak dapat mengidentifikasi satupun kasus sepanjang pengalaman kami di
mana kadar DHAS dapat mengubah penatalaksanaan pasien. Bahkan bila kita
jumpai kadar DHAS 700 μg/dL atau lebih, kami percaya bahwa sekresi kadar
DHAS yang sangat tinggi oleh adrenal akan disertai pula kadar testosteron
yang tinggi, baik melalui sekresi langsung atau melalui konversi DHAS di
perifer. Maka, bila tak didapati sindroma Cushing, kami percaya bahwa
pengukuran testosteron sudah memadai untuk menapis adanya kelainan
adrenal. Pemeriksaan pencitraan pada kelenjar adrenal bilamana kita jumpai

Hirsutism
22

peningkatan kadar testosteron yang bermakna akan lebih efektif dari segi biaya
dibanding mengukur DHAS pada semua wanita hirsut.
__________________________________________________________________
Hiperplasia Adrenal Non Klasik
Hiperplasia adrenal kongenital disebabkan karena defek enzim yang
mengakibatkan produksi androgen yang berlebih. Kondisi yang parah ini, dengan
awitan prenatalnya, diwariskan secara autosomal-resesif (dibicarakan di bab 9).
Bentuk yang lebih ringan dari penyakit ini, yang muncul pada usia yang lebih tua,
telah dinamai dengan berbagai kata keterangan, termasuk hiperplasia adrenal
awitan-lambat, parsial, nonklasikal, dilemahkan, dan dapatan. Suatu bentuk yang
asimptomatik, hiperplasia adrenal tersamar, hanya dapat dijumpai melalui
pemeriksaan biokimiawi.
Meskipun masing-masing tahap enzimatik dari kolesterol menjadi kortisol
dapat dipengaruhi pada penyakit klinis tertentu, enzim yang paling sering
mengalami defisiensi adalah 21-hidroksilase (p450c21), 11β-hidroksilase
(p450c11), dan 3β-hidroksisteroid dehidrogenase.

Defek 21-hidroksilase
Wanita-wanita dengan hiperplasia adrenal awitan lambat karena defisiensi
21-hidroksilase berespon terhadap stimulasi ACTH secara moderat, antara respon
homozigot klasik dan reaksi heterozigot ringan. Defisiensi 21-hidroksilase kini
dikenali sebagai kelainan autosomal-resesif yang paling sering, melampaui
fibrosis kistik dan anemia sel sickle. Presentasi klinisnya sangat bervariasi, dan
gejalanya dapat hilang dan timbul sepanjang waktu. Maka, diagnosisnya
membutuhkan pemeriksaan laboratorium seperti yang dibicarakan dalam bagian
ini,”Kadar 17-OHP”. Diagnosis genetik untuk mutasi-mutasi pada gen CYP21
yang telah diketahui dibicarakan dalam bab 9.
Setidaknya ada tiga alasan yang menyebabkan akan bermanfaat bila kita mencari
diagnosis yang tepat:
1. Terapi harus diberikan dengan akurat karena ia harus dalam jangka panjang.

Hirsutism
23

2. Pasangan hamil dengan kondisi ini membutuhkan konseling genetik untuk


diagnosis prenatal dan kemungkinan terapi bagi bentuk kongenital dari
penyakit ini dan untuk pemeriksaan bagi bayi yang asimptomatik. Namun,
tanpa mengetahui status karier ayah, perkiraan resiko yang akurat tidak
mungkin dilakukan. Meskipun resiko untuk melahirkan seorang anak dengan
hiperplasia adrenal kongenital sangat rendah, pasangan ini harus
mempertimbangkan pengujian paternal untuk heterozigositas. Jika hasil tes
ayahnya positif, maka diagnosis dan terapi prenatal akan masuk akal.
3. Secara teoritis, pasien-pasien ini mungkin mengalami defisiensi kortisol pada
saat stress berat; namun, sepanjang pengetahuan kami, hal ini belum pernah
menjadi masalah klinis.

Defek-defek Enzim yang lain


Defisiensi 3β-hidroksisteroid (tipe II) dehidrogenase ada pada ovarium
maupun adrenal. Defek ini tak harus disertai oleh produksi androgen yang
bermakna; namun, aktivitas enzim ini tampaknya tetap intak di jaringan perifer.
Maka, hirsutisme yang dijumpai pada defisiensi ini kemungkinan disebabkan
karena konversi peningkatan sekresi prekursor di jaringan-jaringan target. Tak
seperti defisiensi 21-hidroksilase, saat ini tak tersedia petanda genetik untuk
defisiensi enzim ini; diagnosisnya membutuhkan stimulasi ACTH dan pembuktian
perubahan rasio 17α-hidroksipregnenolon dibanding 17-OHP. Meskipun respon
17α-hidroksipregnenolon yang berlebihan terhadap stimulasi ACTH sering
dijumpai pada wanita-wanita dengan hiperandrogenisme, respon ini sesuai dengan
hiperaktivitas adrenal dan bukan suatu defisiensi enzim. Lebih lanjut,
pemeriksaan-pemeriksaan molekuler tak berhasil menemukan mutasi-mutasi pada
gen-gen untuk kedua enzim 3β-hidroksisteroid dehidrogenase pada pasien-pasien
yang tampaknya mengalami defisiensi 3β-hidroksisteroid dehidrogenase ringan
hingga sedang. Kami percaya bahwa defisiensi ini, bila ada, begitu minimal
sehingga diagnosis yang akurat tidak penting. Pendekatan terapetik standar kami
untuk hirsutisme akan efektif. Defisiensi 11β-hidroksilase cukup jarang, dan ia
terdiagnosis pada umur yang lebih muda (bab 9). Kita tak perlu mengukur respon

Hirsutism
24

11-deoksikortisol terhadap stimulasi ACTH pada wanita-wanita dewasa hirsut


untuk mendeteksi defisiensi enzim yang jarang ini.
__________________________________________________________________
Kadar 17-OHP
1% hingga 5% wanita yang mengeluhkan hirsutisme menunjukkan respon
biokimia yang konsisten dengan bentuk hiperplasia adrenal yang lebih ringan dari
varian 21-hidroksilase. Hiperplasia adrenal awitan-lambat yang relatif sering ini
mewajibkan penapisan 17-OHP rutin bagi wanita-wanita yang mengeluhkan
hirsutisme. Di lain pihak, penggunaan tes stimulasi ACTH secara rutin tidak
diwajibkan. Heterozigositas untuk mutasi CYP21 tidak meningkatkan resiko
munculnya hirsutisme yang bermakna secara klinis.
Selain menggunakan penapisan 17-OHP untuk membuat keputusan yang
efektif dari segi biaya tentang stimulasi ACTH, kita dapat diombang-ambingkan
oleh temuan klinis yang tidak jelas. Riwayat kelebihan androgen yang kuat pada
keluarga menunjukkan adanya kelainan yang diwariskan. Hirsutisme karena defek
enzim adrenal biasanya lebih berat dan dimulai pada usia muda, khususnya pada
masa pubertas. Perawakan pendek dan kadar androgen dalam darah yang amat
tinggi juga menunjukkan masalah yang lebih berat. Yang terakhir, kita patut
memikirkan hal berikut ini: Dengan kadar steroid awal yang normal, bahkan
bila seorang wanita menderita defek enzim yang minimal, penatalaksanaan
kelainan ini tak membutuhkan diagnosis yang akurat.
17-OHP harus diukur pada pagi hari (subuh) untuk menghindari
peningkatan selanjutnya akibat pola sekresi diurnal dari ACTH. Kadar 17-OHP
awal seharusnya kurang dari 200 ng/dL. Kadar yang lebih dari 200 ng/dL namun
kurang dari 800 ng/dL membutuhkan tes ACTH. Kadar yang lebih dari 800 ng/dL
hampir dipastikan menegakkan diagnosis defisiensi 21-hidroksilase. Kadar DHAS
biasanya normal. Ciri khas hiperplasia adrenal awitan-lambat adalah peningkatan
kadar 17-OHP dan peningkatan yang tajam pasca stimulasi ACTH. Namun,
peningkatan kadar 17-OHP awal seringkali tidak terlalu mengesankan (saling
tumpang tindih dengan kadar yang dijumpai pada wanita-wanita dengan ovarium

Hirsutism
25

polikistik karena anovulasi), dan tes stimulasi ACTH yang sederhana harus
digunakan.

Hirsutism
26

Tes Stimulasi ACTH


ACTH sintetis (Cortrosyn) diberikan secara intravena dengan dosis 250
μg. Sampel darah untuk pengukuran kadar 17-OHP didapatkan pada jam ke-0 dan
pada 1 jam pasca perlakuan. Tes ini harus dilakukan pada pagi hari (jam 8),
namun ia dapat dijadwalkan kapanpun dalam siklus menstruasi. Nilai 1 jam
dirancang untuk memprediksikan genotip dari bentuk homozigot dan heterozigot
dari defisiensi 21-hidroksilase. Tak diperlukan pra terapi dengan deksametason
pada malam hari sebelum terapi. Karier-karier heterozigot untuk defisiensi 21-
hidroksilase memiliki kadar 17-OHP yang distimulasi oleh ACTH hingga 1000
ng/dL; pasien-pasien dengan defisiensi awitan lambat memiliki kadar terstimulasi
di atas 1200 ng/dL.
Untuk diagnosis defisiensi 3β-hidroksisteroid dehidrogenase, digunakan
tes stimulasi ACTH yang sama, mengukur kadar 17-OHP dan 17-
hidroksipregnenolon. Rasio 17-hidroksipregnenolon / 17-OHP yang abnormal
biasanya lebih dari 6,0. Defisiensi ini biasanya juga ditandai oleh peningkatan
DHAS yang bermakna disertai kadar testosteron yang normal atau sedikit
meningkat. Pada defisiensi 11β-hidroksilase, kadar 11-deoksikortisol akan
meningkat; dan kadarnya normal pada defek 21-hidroksilase.

Hirsutism
27

__________________________________________________________________
KELENJAR ADRENAL DAN ANOVULASI
Keterlibatan adrenal pada sindroma anovulasi dan hirsutisme telah lama
diketahui. Supresi adrenal, sebagai contoh, akan memicu mens yang teratur dan
ovulasi pada sejumlah pasien, dan terapi empiris dengan glukokortikoid telah
disarankan di masa lalu.
Hiperplasia adrenal awitan-lambat tak menjelaskan semua wanita
anovulatorik yang dijumpai dengan peningkatan DHAS moderat. Pertanyaan
klinis yang penting adalah berikut ini: Apakah sekresi androgen yang berlebihan
oleh kelenjar adrenal merupakan kelainan utama pada wanita-wanita ini; atau

Hirsutism
28

apakah ia adalah reaksi sekunder terhadap rangkaian perubahan hormonal yang


berkaitan dengan anovulasi?
Satu kemungkinannya adalah bahwa hiperaktivitas adrenalnya (yang
ditunjukkan oleh peningkatan kadar DHAS) disebabkan oleh isufisiensi 3β-
hidroksisteroid dehidrogenase yang dipicu oleh estrogen. Banyak upaya telah
dikerahkan untuk mendemonstraskan pengaruh estrogen pada sekresi androgen
adrenal. Sayangnya, tidak ada kesimpulan yang jelas, dan telah dilaporkan hasil-
hasil yang positif maupun negatif.
Gambaran ini mungkin sama dengan kelenjar adrenal janin. Penelitian-
penelitian telah mendemonstrasikan bahwa kadar aktivitas 3β-hidroksisteroid
dehidrogenase yang rendah dan sekresi DHAS yang tinggi oleh korteks adrenal
janin disebabkan oleh estrogen. Penentang terhadap penjelasan tadi adalah fakta
bahwa kadar ACTH pada wanita-wanita dewasa yang anovulatorik tidak
meningkat; namun, periode peningkatan respon ACTH hanya akan ada sampai
kadar kortisol yang normal telah tercapai kembali (titik tolak yang baru).
Memang, penelitian-penelitian pada wanita-wanita anovulatorik dengna
peningkatan kadar DHAS mengindikasikan bahwa peningkatan aktivitas
adrenalnya disebabkan oleh suatu mekanisme dalam kelenjar adrenal tersebut,
bukan karena peningkatan respon pituitari terhadap CRH dan bukan karena
peningkatan respon adrenal terhadap stimulasi ACTH.
Aktivitas 3β-hidroksisteroid dehidrogenase dihambat oleh androgen
maupun estrogen dalam konsentrasi seperti yang diharapkan dalam kelenjar
adrenal namun sulit untuk dicapai dengan pemberian eksogen; maka, perubahan-
perubahan pada sekresi adrenal dapat mencerminkan berbagai aksi steroid,
khususnya estrogen, pada lapisan-lapisan korteks adrenal yang berbeda-beda.
Kegagalan untuk mempengaruhi steroidogenesis adrenal dengan pemberian
androgen eksogen sesuai dengan hipotesis ini. Maka, masih tetap menarik untuk
menjelaskan hiperaktivitas adrenal yang dijumpai pada wanita-wanita
anovulatorik sebagai suatu reaksi sekunder yang diinduksi dan dipertahankan oleh
status estrogen yang konstan yang berhubungan dengan anovulasi persisten.
Memang, pada pasien-pasien dengan ovarium polikistik dan peningkatan aktivitas

Hirsutism
29

androgen adrenal, dapat dibuktikan suatu korelasi antara sensitivitas adrenal


terhadap ACTH dan kadar estrogen. Namun, hubungan ini mungkin merupakan
hasil dari mekanisme-mekanisme selain inhibisi 3β-hidroksisteroid dehidrogenase
(lihat pembahasan kelenjar adrenal janin di bab 8).
Supresi fungsi ovarium melalui terapi dengan agonis hormon penglepas
gonadotropin (GnRH) telah digunakan dengan harapan untuk membawa kejelasan
terhadap teka-teki di atas dengan cara menilai fungsi adrenal pasca eliminasi
produksi steroid oleh ovarium. Supresi jangka pendek (3-6 bulan) telah dilaporkan
tak memiliki dampak pada produksi andogen oleh kelenjar adrenal. Namun,
penelitian-penelitian ini tak memasukkan wanita-wanita dengan kadar DHAS
yang tinggi. Ketika wanita-wanita anovulatorik dengan kadar DHAS yang lebih
tinggi dari normal diterapi dengan agonis GnRH sekurang-kurangnya selama 3
bulan, pada sejumlah wanita, namun tidak seluruhnya, kadar DHAS yang
meningkat tadi akan tertekan. Maka, sifat sebenarnya dari hubungan adrenal-
ovarium pada wanita-wanita ini mungkin bervariasi, sesuai dengan karakteristik
heterogenik klinis dari pasien-pasien ini. Telah dinyatakan bahwa peningkatan
produksi androgen adrenal pada sejumlah wanita adalah akibat hiperaktivitas
P450c17 17,20 lyase, dan pada wanita-wanita yang lain, peningkatan produksi
tadi adalah suatu respon karena steady state (kondisi stabil) hormonal
anovulatorik. Pada sebuah penelitian terhadap 92 wanita dengan hirsutisme,
respon steroidogenik terhadap ACTH tak konsisten dengan kelainan bawaan dari
P450c17. Pada wanita-wanita dengan hiperaktivitas P450c17, kelainan yang
mendasarinya mungkin adalah hiperinsulinemia.
Tanpa memandang perbedaan pada berat badan, diit, ras, dan faktor-faktor
lingkungan, aktivitas androgen adrenal yang berlebih dijumpai pada separuh
hingga duapertiga dari seluruh wanita anovulatorik, dan hiperinsulinemia
dijumpai pada sekitar 70%. Masuk akal bahwa modulasi faktor pertumbuhan yang
serupa berlangsung pada sel-sel penghasil steroid di adrenal seperti pada ovarium.
Wanita-wanita dengan ovarium polikistik (baik obese maupun non obese) dan
hiperinsulinemia memiliki respon steroidogenik yang lebih besar terhadap ACTH

Hirsutism
30

dibanding wanita-wanita anovulatorik dengan kadar insulin yang normal, dan


terapi metformin menurunkan respon adrenal terhadap ACTH.
Reseptor-reseptor insulin dan IGF-1 dijumpai pada sel-sel adrenal. Infusi
insulin pada wanita menyebabkan penurunan DHAS, dan hiperinsulinemia
menginhibisi aktivitas 17,20 lyase (P450c17) adrenal, menunjukkan bahwa insulin
mengurangi produksi androgen adrenal ini. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
penurunan kadar DHAS yang berhubungan dengan umur mungkin terkait dengan
peningkatan resistensi insulin. Bagaimana perubahan-perubahan ini berhubungan
dengan kadar DHAS pada wanita-wanita anovulatorik, kadar yang berkisar dari
normal hingga meningkat moderat? Tak ada hubungan terbalik yang sederhana
antara kadar insulin dan kadar androgen adrenal pada wanita-wanita anovulatorik.
Suatu respon ovulatorik pasca terapi wanita-wanita anovulatorik dengan
deksametason dapat dijelaskan sebagian oleh kontribusi yang diberikan pada
produksi androgen ovarium oleh DHAS yang bersirkulasi. Persentase produksi
testosteron yang bermakna oleh folikel ovarium dapat dikaitkan dengan DHAS
yang bersirkulasi yang bertindak sebagai substrat atau pre hormon. Maka, supresi
deksametason tak dapat memisahkan sekresi testosteron adrenal dan ovarium
karena kedua kelenjar ini terlibat dalam suatu interaksi yang kompleks, dengan
DHAS menyediakan sekurang-kurangnya satu mekanisme untuk interaksi ini.
Ketidakjelasan situasi ini dan jarangnya defisiensi enzim adrenal yang
sejati pada wanita dewasa membuat perdebatan tentang biaya untuk melakukan
tes endokrin rutin. Akhirnya, kami telah mengadopsi kadar 17-OHP 200 ng/dL,
di mana kadar di bawah angka ini tidak akan membuat kami berupaya mencari
kemungkinan masalah enzim adrenal primer, dan kami kini mendapati bahwa
pengukuran DHAS hanya sedikit kegunaannya. Defek enzim adrenal ringan
dapat diterapi dengan metode-metode standar kami dan tak membutuhkan
pemberian glukokortikoid.
__________________________________________________________________
Kadar Testosteron
Kadar testosteron plasma (normal 20-80 ng/dL) meningkat pada sebagian
besar wanita (70%) dengan anovulasi dan hirsutisme. Namun, variasi antar

Hirsutism
31

individu sangat besar, terutama karena perubahan-perubahan pada kapasitas ikatan


testosteron dari SHBG dalam darah. Karena kadar globulin pengikat tertekan oleh
androgen dan insulin, konsentrasi testosteron total dapat berada dalam kisaran
normal pada seorang wnaita yang hirsut meskipun persentase testosteron yang tak
terikat dan aktif meningkat. Memang, persentase testosteron bebas atau tak terikat
kira-kira dua kali normal (meningkat dari 1% menjadi 2%) pada wanita-wanita
dengan anovulasi dan ovarium polikistik. Maka, kadar testosteron total yang
normal pada wanita hirsut masih sesuai dengan peningkatan tingkat produksi
androgen.
Sayangnya, pengukuran testosteron sangat sulit pada wanita karena
rendahnya kadar yang bersirkulasi. Memang, penilaian terhadap alat-alat
pemeriksaan yang tersedia di pasaran menyimpulkan bahwa metode-metode ini
tak memiliki kemampuan untuk mengukur testosteron secara akurat pada wanita.
Situasinya makin diperumit oleh bagaimana testosteron bersirkulasi dalam darah
dan dengan menggunakan lebih dari satu alat pemeriksaan yang tersedia untuk
mengukur testosteron.
Dalam sirkulasi, testosteron terikat pada SHBG dan albumin. Testosteron
bebas adalah testosteron yang tak terikat dan tersedia untuk aktivitas jaringan
target. Pada wanita-wanita sehat, sekitar 50% hingga 60% testosteron terikat pada
SHBG dan 30% hingga 40% terikat pada albumin, meninggalkan hanya 0,5% -
3% yang tak terikat dan aktif. Estrogen dan hormon tiroid meningkatkan kadar
SHBG, dan androgen, glukokortikoid, hormon pertumbuhan, dan insulin
menurunkan kadar SHBG. Testosteron bioavailabel mengacu pada testosteron
bebas dan tak terikat dan yang terikat pada albumin (karena ikatan testosteron
dengan albumin lemah sehingga sebagian testosteron yang terikat pada albumin
tetap tersedia untuk aktivitas jaringan).
Pemeriksaan-pemeriksaan yang tersedia adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan testosteron total mengukur kadar testosteron bebas, testosteron
yang terikat pada albumin, dan testosteron yang terikat pada SHBG, dengan
radioimmunoassay langsung atau immunoassay non radioaktif menggunakan
alat-alat komersial atau otomatis.

Hirsutism
32

Testosteron bebas, diukur dengan dialisis ekuilibrium dan ultrasentrifugasi –


suatu metode yang melelahkan dan memakan banyak waktu yang
membutuhkan kontrol suhu yang ketat dan mahal. Namun, metode ini adalah
standar emas untuk pembanding bagi metode-metode lainnya yang
memperkirakan jumlah testosteron aktif. Testosteron bebas juga diukur
dengan immunoassay langsung menggunakan alat komersial.
Testosteron bioavailabel, diukur menggunakan presipitasi amonium sulfat
dari SHBG, diikuti dengan radioimmunoassay dengan alat komersial – juga
mahal dan menghabiskan waktu.
Indeks androgen bebas, juga disebut indeks testosteron bebas, dihitung
dengan membagi testosteron total dengan konsentrasi SHBG dan dikalikan
100 (T/SHBG x 100).
Immunoassay langsung untuk testosteron bebas sangat menarik karena
kemudahan, kecepatan, dan biaya yang relatif lebih ringan. Namun, metode ini
perlu dipikirkan karena variabilitas dan inakurasinya. Hasil-hasil dengan
pemeriksaan ini hanya dapat mengukur 20% hingga 60% dari kadar yang diukur
oleh metode yang lebih sulit dan mahal yang menggunakan dialisis. Selain itu,
pemeriksaan ini dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pada kadar SHBG dan
status endokrin pasien. Indeks testosteron bebas dan pengukuran testosteron
bioavailabel berkorelasi kuat dengan standar emas metode dialisis. Namun,
metode-metode ini juga dipengaruhi oleh jumlah SHBG dan testosteron yang
bersirkulasi. Dengan SHBG yang banyak dan kadar testosteron yang rendah, ada
banyak lokasi ikatan yang tersisa pada SHBG yang memberi hasil meningkat
palsu untuk metode-metode ini, begitu pula sebaliknya. Maka, hanya pengukuran
testosteron bebas menggunakan dialisis ekuilibrium yang akurat, di mana metode
ini kurang praktis dan mahal.

Hirsutism
33

Hirsutism
34

Masalah klinisnya adalah fakta bahwa terdapat ketidaksesuaian antar nilai-


nilai dari berbagai metode tadi yang dilaporkan dalam kepustakaan. Untuk
penggunaan klinis yang tepat, masing-masing metode membutuhkan penegakkan
dan validasi kisaran normal dan perubahan-perubahannya pada kondisi-kondisi
patologis. Hal ini belum dilakukan. Konsentrasi steroid seks pada saliva hanya
mewakili sebagian kecil dari jumlah dalam sirkulasi. Pengukuran saliva juga
belum divalidasi; secara khusus, belum ada penelitian yang menegakkan korelasi
antara kadar saliva dan kadar serum, dan antara kadar saliva dan presentasi klinis
dan / atau respon.
Beberapa ahli mempertanyakan kegunaan pengukuran testosteron bebas
sebagai metode penapisan untuk sindroma ovarium polikistik. Variabilitas yang
dijumpai antar individu maupun antar pemeriksaan adalah argumen yang kuat
terhadap praktek ini. Mayoritas wanita yang mengalami anovulasi dan hirsutisme
memiliki anamnesis yang khas sehingga diagnosis dan terapi yang benar dapat
dicapai tanpa perlu mengukur testosteron sama sekali. Nilai pengukuran
testosteron dikurangi oleh variabilitasnya. Hasil yang tinggi tidak spesifik untuk
suatu tumor, dan tumor dapat ada meskipun kadar testosteron meningkat namun
relatif rendah. Evaluasi klinis untuk keberadaan massa ovarium dan catatan
perjalanan maskulinisasi yang cepat adalah metode-metode yang dapat diandalkan
untuk menapis tumor-tumor yang mensekresi androgen. Pengukuran kadar
testosteron tidak terlalu efektif dari segi biayanya, dan kami seringkali
menghilangkan tes laboratorium ini bila kondisi keuangan pasien tidak
mendukung.
Tumor-tumor pensekresi testosteron berhubungan dengan kadar
testosteron yang dapat berada pada kisaran laki-laki dan, karenanya, penentuan
kadar testosteron bebas dengan tepat tidak diperlukan. Jika kadar testosteron
melebihi 200 ng/dL, maka suatu tumor penghasil androgen harus dicurigai.
Nilai batas yang ditentukan telah diperdebatkan karena variasi-variasi pada sekresi
dapat menghasilkan nilai-nilai yang membingungkan, tak semua tumor penghasil
androgen akan seaktif ini, dan sejumlah wanita dengan ovarium polikistik
(khususnya hiperthekosis) akan memiliki kadar testosteron lebih dari 200 ng/dL.

Hirsutism
35

Meskipun begitu, kombinasi kronologi anamnesis pasien tentang timbulnya


hirsutisme, pemeriksaan panggul, dan kadar testosteron 200 ng/dL akan
memberikan diagnosis yang akurat pada hampir semua kasus. Seorang pasien
dengan gejala-gejala virilisasi akut yang perjalanannya cepat membutuhkan
pemeriksaan lengkap untuk keberadaan tumor penghasil androgen, meskipun
konsentrasi testosteronnya di bawah nilai batas.
Waspadalah bahwa kadar testosteron meningkat secara bermakna pada
kehamilan normal. Kadarnya lebih dari 100 ng/dL pada trimester pertama dan
mencapai 500 hingga 800 ng/dL saat cukup bulan. Hal ini terutama disebabkan
karena peningkatan SHBG yang dipicu oleh estrogen; namun, kadar testosteron
bebas pun meningkat pada trimester ketiga. Ibu dan janinnya terlindung dari kadar
androgen yang tinggi ini melalui banyak mekanisme, termasuk ikatan ke SHBG
dan aromatisasi androgen menjadi estrogen di plasenta.
__________________________________________________________________
Tumor-tumor Penghasil Androgen
Ada dua temuan yang seharusnya merangsang dokter untuk mencurigai
keberadaan suatu tumor penghasil androgen. Yang pertama adalah riwayat
maskulinisasi yang progresif dengan cepat. Hirsutisme yang disebabkan anovulasi
biasanya berkembang lambat, umumnya mencakup suatu periode waktu yang
sekurang-kurangnya mencapai beberapa tahun. Tumor berhubungan dengan
perjalanan penyakit yang singkat, hanya membutuhkan waktu beberapa bulan.
Temuan kedua yang seharusnya memunculkan kecurigaan adalah kadar
testosteron yang lebih dari 200 ng/dL, namun harus diingat hal-hal tentang kadar
ini yang telah dibicarakan sebelumnya.
Menurut pandangan kami, tumor-tumor penghasil androgen adalah salah
satu masalah kedokteran yang terlalu ditinggikan. Yang pertama, mereka sangat
jarang, namun mereka justru menarik banyak perhatian pada pertemuan-
pertemuan para ahli dan halaman-halaman yang terlalu banyak dalam jurnal-jurnal
dan buku-buku teks. Yang kedua, ada mistik endokrin yang mengelilingi tumor
yang berfungsi ini. Sebenarnya ia adalah masalah yang sederhana saja.

Hirsutism
36

Tumor-tumor ovarium yang berfungsi hampir seluruhnya dapat dipalpasi,


dan, sama seperti massa ovarium lainnya, perlu dilakukan laparotomi dan
pengangkatan bedah secepatnya. Namun, telah diketahui bahwa tumor-tumor
ovarium yang sangat kecil (biasanya pada hilus ovarium) dapat mensekresi
testosteron. Dan kadang-kadang, virilisasi dijumpai dengan tumor non fungsional
karena stimulasi sekresi androgen oleh tumor pada jaringan stroma di sekitarnya.
Satu-satunya dilemma diagnostik adalah kapan mengeksplorasi pasien
yang massanya tak dapat teraba. Tes supresi dan stimulasi diketahui memberi
hasil yang salah sehingga menyebabkan ooforektomi padahal kelainannya adalah
adenoma adrenal yang menyebabkan virilisasi. Selain itu, metode supresi dan
stimulasi tak secara spesifik mengisolasi fungsi ovarium atau adrenal. Tumor-
tumor ovarium penghasil androgen responsif terhadap LH, sehingga akan
berespon terhadap stimulasi dan supresi ovarium.
Angiografi selektif dengan sampling darah vena dan pengukuran steroid
adrenal dan ovarium juga memiliki masalah. Secara teknis, sulit untuk melakukan
kateterisasi bilateral pada ovarium, sekresi steroid episodik (khususnya pada
kelenjar adrenal), dan teknik ini juga memiliki resiko. Kateterisasi retrograd
selektif pada vena ovarium dan adrenal oleh seorang ahli sebaiknya hanya
dilakukan untuk sejumlah kecil pasien yang hasil pemeriksaan pencitraannya
negatif dan memiliki riwayat klinis yang mengarah ke suatu tumor. Eksplorasi
bedah dan pembedahan ovarium mungkin diperlukan bila hasil pemeriksaan
kateterisasi tadi negatif. Pengukuran kadar testosteron intraoperatif pada vena
ovarium adalah metode berikutnya untuk mendeteksi sumber maskulinisasi.
Namun, pendekatan bedah membutuhkan syarat adanya tanda-tanda virilisasi
yang muncul dengan cepat.
Ada wanita-wanita pasca menopause dengan hiperandrogenisme,
sebaiknya kita lebih agresif secara bedah; namun, harus diingat bahwa
hiperinsulinemia pada usia-usia pasca menopause dapat menstimulasi
hiperthekosis, yang akan menyerupai tanda-tanda tumor. Terapi agonis GnRH
dapat menghindarkan operasi pada pasien-pasien ini karena aktivitas

Hirsutism
37

steroidogenik pada ovarium yang dipicu oleh insulin masih tetap bergantung pada
LH, dan terapi dengan metformin adalah pilihan lainnya yang baik pula.
Bila dicurigai ada suatu tumor penghasil androgen dan massa adneksalnya
tak dapat diraba, pencitraan kelenjar adrenal dan ovarium harus dilakukan.
Pencitraan adrenal adalah teknik diagnostik yang sensitif untuk tumor-tumor kecil
yang menyebabkan sindroma Cushing maupun utnuk adenoma-adenoma adrenal
pemvirilisasi. Untuk pencitraan adrenal, CT scan memberikan resolusi yang lebih
baik dan lebih dipilih dibanding MRI dan USG. Untuk pencitraan ovarium, USG
transvaginal adalah metdoe pilihannya.

Massa Adrenal Insidental (Insidentaloma)


Massa adrenal dijumpai secara insidental pada kira-kira 10% pemeriksaan
postmortem; maka, memang sudah sewajarnya jika suatu massa adrenal insidental
kadang-kadang ditemukan pada pencitraan abdomen. Lesi bilateral lebih berat.
Penyebab-penyebab lesi bilateral yang sering adalah kanker metastasis (paling
sering dari payudara, ginjal, atau paru-paru), infeksi (tuberkulosis dan jamur), dan
hiperplasia adrenal; maka, jarang sekali perlu dilakukan operasi. Keganasan
primer pada adrenal biasanya berhubungan dengan sekresi glukokortikoid dan
androgen yang berlebih. Ukuran lesi juga bermakna. Probabilitas keganasan
secara kasar setara dengan diameter lesinya. Lesi bilateral berukuran kurang dari 3
cm biasanya disebabkan karena penyakit metastasis. Maka, rekomendasi terkini
adalah untuk mengeksisi massa-massa unilateral bila mereka berukuran bermakna,
biasanya dengan diameter lebih dari 4 cm. Aspirasi jarum halus juga
direkomendasikan untuk semua lesi adrenal unilateral, setelah menyingkirkan
feokromositoma, untuk menyingkirkan lesi-lesi metastasis. Ketika mengikuti
perkembangan suatu massa, pencitraan harus dilakukan pada 3, 9, dan 18 bulan.
Massa apapun yang stabil setelah 18 bulan dapat dibiarkan pada tempatnya. Pada
sebuah follow up 10 tahun terhadap 75 pasien dengan insidentaloma, tak satupun
yang mengalami keganasan dan hanya 3 pasien yang mengalami pembesaran dan
hiperfungsi adrenal.

Hirsutism
38

Massa-massa adrenal insidental membutuhkan evaluasi fungsi


biokimianya. Keberadaan hipertensi memunculkan kecurigaan sindroma Cushing,
hiperaldosteronisme, atau feokromositoma. Evaluasinya harus memasukkan tes
penapisan untuk feokromositoma (kadar katekolamin dalam urin 24 jam);
elektrolit, aldosteron, dan pemeriksaan aktivitas renin untuk aldosteronisme; kadar
kortisol bebas dalam urin 24 jam; dan kadar testosteron. Bila semua hasil tes ini
normal, maka dapat terjadi sekresi hormon subklinis. Insidensi tumor-tumor
pensekresi kortisol yang relatif tinggi pada ekskresi kortisol bebas yang normal
dalam urin 24 jam mengindikasikan perlunya melakukan tes supresi deksametason
malam hari pada pasien-pasien dengan massa adrenal insidental asimptomatik.
Tampaknya ada insidensi massa adrenal yang tinggi pada pasien-pasien dengan
hiperplasia adrenal, kemungkinan karena stimulasi ACTH yang berlebihan dalam
jangka panjang. Massa-massa ini tak perlu diangkat melalui operasi, sehingga
evaluasi laboratorium untuk hiperplasia adrenal diindikasikan pada pasien-pasien
dengan massa adrenal insidental untuk menghindari operasi yang tak diperlukan.
Yang terakhir, tes supresi klonidin bermanfaat untuk mendiagnosis
feokromositoma subklinis. Skintigrafi adrenal menggunakan pelacak-pelacak
radioaktif yang diakumulasi oleh jaringan yang berfungsi dan direkomendasikan
bila hasil tes biokimianya normal. Bila pengambilan pada massa lebih sedikit
daripada adrenal kontralateral (pola “menyimpang”), maka perlu dilakukan
aspirasi jarum halus untuk menyingkirkan lesi ganas.
Tes penapisan untuk massa adrenal insidental
- kadar katekolamin dan kortisol bebas dalam urin 24 jam
- testosteron
- aktivitas renin, aldosteron, dan elektrolit
Tes-tes provokatif untuk massa adrenal insidental yang aktif subklinis
- Tes supresi deksametason malam hari
- Respon 17-hidroksiprogesteron terhadap ACTH
- Tes supresi klonidin (klonidin 0,3 mg per oral pada posisi terlentang, diikuti
dengan pemeriksaan kadar norepinefrin plasma pada 0, 2, dan 3 jam pasca

Hirsutism
39

perlakuan; kadar norepinefrin di atas 500 pg/mL atau 50% lebih tinggi dari
kadar jam ke-0 adalah hasil positif)
__________________________________________________________________
Rangkuman Rekomendasi-rekomendasi Kunci untuk Evaluasi Hirsutisme
1. Evaluasi laboratorium untuk hirsutisme terdiri dari pengukuran kadar
testosteron dan 17-OHP yang bersirkulasi. Bila ada alopesia, juga
dindikasikan tes penapisan TSH untuk mengetahui fungsi tiroid.
2. Tes deksametason malam sebelumnya (overnight) dosis tunggal
digunakan untuk penapisan sindroma Cushing. Hasil abnormal
dikonfirmasi dengan mengukur kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam.
3. Dokter harus selalu mempertimbangkan kemungkinan hiperinsulinemia
dan mengutamakan intervensi-intervensi kesehatan preventif (seperti
dibahas pada bab 12).
4. Semua pasien dengan virilisasi yang progresif cepat harus dievaluasi
untuk mencari tumor pensekresi androgen tanpa mempedulikan hasil-
hasil dari tes penapisan laboratorik.
5. Massa-massa adrenal yang ditemukan secara insidental (tak sengaja)
membutuhkan evaluasi
__________________________________________________________________
TERAPI HIRSUTISME
Hampir semua pasien yang mengalami hirsutisme mencerminkan produksi
androgen yang berlebihan yang berhubungan dengan kondisi stabil dari anovulasi
persisten. Terapinya diarahkan kepada pemutusan kondisi stabil tadi. Pada pasien-
pasien yang ingin hamil, ovulasi dapat diinduksi seperti dibicarakan pada bab 31.
Pada pasien-pasien yang tak ingin hamil, kondisi stabil tadi dapat diputus dengan
supresi steroidogenesis ovarium menggunakan aksi inhibitorik yang poten dari
agen-agen progestasional pada sekresi LH.
Produksi androgen pada wanita-wanita hirsutisme biasanya adalah suatu
proses yang bergantung LH. Supresi steroidogenesis ovarium bergantung pada
supresi LH yang adekuat. Selain aksi inhibitorik dari komponen progestasional,
kontrasepsi estrogen-progestin memberikan manfaat lebih karena peningkatan

Hirsutism
40

kadar SHBG yang dipicu oleh komponen estrogen. Peningkatan SHBG


menghasilkan kapasitas ikatan androgen yang lebih besar dengan penurunan kadar
testosteron bebas. Progestin pada kontrasepsi estrogen-progestin juga
menghambat aktivitas 5α-reduktase di kulit, sehingga menambah kontribusi obat
kontrasepsi oral terhadap hirsutisme. Kontrasepsi estrogen-progestin melalui jalur
transdermal atau vagina (Bab 23) juga akan efektif.
Obat-obat kontrasepsi oral dosis rendah efektif untuk mengobati akne dan
hirsutisme. Supresi kadar testosteron bebas setara dengan yang dicapai oleh dosis
yang lebih tinggi. Efek klinis yang menguntungkan ternyata juga sama pada
preparat-preparat dosis rendah yang mengandung levonorgestrel, yang
sebelumnya diketahui menyebabkan akne pada dosis tinggi. Formulasi dengan
desogestrel, gestodene, dan norgestimate juga berhubungan dengan peningkatan
kadar SHBG yang lebih besar dan penurunan yang bermakna pada kadar
testosteron bebas, namun penelitian-penelitian yang membandingkan obat-obat
kontrasepsi oral yang mengandung progestin-progestin di atas tak mendapati
perbedaan yang bermakna pada efek terhadap berbagai parameter androgen antar
berbagai produk di atas. Secara teoritis, produk-produk ini akan lebih efektif
untuk mengobati akne dan hirsutisme; namun, perbandingan obat-obat kontrasepsi
oral yang mengandung levonorgesterl dan desogestrel tak mendapati perbedaan
pada respon klinis hirsutismenya. Kami percaya bahwa semua formulasi dosis
rendah melalui gabungan efek peningkatan SHBG dan penurunan produksi
testosteron menghasilkan respon klinis yang sama secara keseluruhan,
khususnya seiring berjalannya waktu (satu tahun atau lebih).

Hirsutism
41

Bahkan pada wanita-wanita yang diterapi dengan antiandrogen, obat kontrasepsi


oral penting dan bermanfaat untuk memberikan kontrol siklus maupun
kontrasepsi.
Pada pasien di mana obat kontrasepsi estrogen-progestin merupakan
kontraindikasi atau tak diinginkan, hasil yang baik dapat diperoleh dengan
pemberian medroksiprogesteron asetat, baik 150 mg intramuskuler setiap 3 bulan
atau 10-20 mg oral per hari. Mekanisme aksi medroksiprogesteron asetat sedikit
berbeda dari obat kontrasepsi estrogen-progestin. Supresi gonadotropinnya kurang
kuat; maka, aktivitas folikel ovarium terus berlanjut, namun, supresi LH-nya kuat,
dan produksi testosteron berkurang, meskipun lebih lemah dibanding kontrasepsi
estrogen-progestin. Selain itu, klirens testosteron dari sirkulasi juga meningkat.
Efek terakhir ini disebabkan oleh induksi aktivitas enzim hepar.
Medroksiprogesteron asetat menurunkan SHBG sehingga lebih sedikit testosteron
yang terikat; namun, supresi produksi testosteron total begitu besar sehingga

Hirsutism
42

jumlah testosteron bebas yang sebenarnya juga berkurang. Efeknya secara


keseluruhan menghasilkan hasil klinis yang setara dengan yang dicapai oleh obat
kontrasepsi estrogen-progestin.
Gambaran hirsutisme yang patut diperhatikan adalah respon yang lambat
terhadap terapi. Karena siklus pertumbuhan rambut, perubahannya membutuhkan
waktu. Pasien harus diberi tahu bahwa terapi dengan supresi hormon akan
dibutuhkan sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum terjadi penurunan pertumbuhan
rambut yang dapat diamati. Maka, kombinasi terapi dengan elektrolisis atau
pengangkatan rambut dengan laser (laser hair removal) tidak direkomendasikan
hingga supresi hormonal telah diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan.
Folikel-folikel rambut yang baru tak akan distimulasi lagi untuk tumbuh,
namun pertumbuhan rambut yang sebelumnya telah terjadi tidak akan menghilang
dengan terapi hormon saja. Hal ini dapat dikurangi sementara menggunakan
pencukuran, pencabutan, penggunaan lilin, atau penggunaan alat-alat depilasi.
Berbeda dengan yang kita percayai selama ini, metode-metode ini tak
menstimulasi pertumbuhan atau meningkatkan kecepatan pertumbuhan rambut.
Tak satupun taktik di atas yang mengubah pertumbuhan rambut bawaan;
sehingga, metode-metode tadi harus digunakan berulang-ulang. Pengangkatan
rambut permanen dapat dicapai dengan elektrokoagulasi pada papilla dermis.
Pasien-pasien harus diberitahu untuk memastikan ahli elektrologinya
menggunakan jarum habis pakai. Laser hair removal adalah perkembangan yang
lebih baru. Absorbsi cahaya oleh pigmen-pigmen gelap menghasilkan kerusakan
termal lokal pada folikel rambut; sehingga wanita-wanita dengan rambut gelap
dan kulit terang memiliki hasil yang paling baik. Penilaian dan perbandingan
obyektif antara kedua metode di atas belum ada.
Beberapa pasien kembali setelah satu periode terapi dan menyampaikan
kekecewaan karena rambut masih ada. Efek terapi (pencegahan pertumbuhan
rambut yang baru) mungkin belum tampak hingga rambut-rambut yang
sebelumnya telah ada rontok. Kombinasi supresi ovarium yang mencegah
pertumbuhan rambut baru dan elektrolisis atau laser hair removal yang

Hirsutism
43

merontokkan rambut-rambut yang lama akan menghasilkan terapi yang paling


komplet dan efektif untuk hirsutisme.
Berapa lama terapi sebaiknya diteruskan? Setelah 1-2 tahun, kita dapat
menghentikan obat dan mengamati pasien apakah ia kembali ke siklus ovulatorik.
Bahkan pada pasien-pasien yang tetap anovulatorik, supresi testosteron
berlangsung selama 6 bulan hingga 2 tahun setelah penghentian terapi. Tentu saja,
jika masih ada anovulasi, maka hirsutisme juga akan muncul kembali.

Pasien yang benar-benar resisten membutuhkan perhatian lebih lanjut.


Terapi kombinasi dengan satu dari metode-metode yang telah dibicarakan di atas
dapat dicoba, lebih baik satu kontrasepsi oral yang dikombinasi dengan
spironolakton atau finasterid.
Pada sebagian besar pasien, kadar DHAS ditekan oleh terapi
progestasional. Mekanismenya masih belum benar-benar dimengerti, namun ada
beberapa penjelasan yang mungkin. Jika stimulus awal untuk peningkatan sekresi
DHAS adalah kondisi estrogen yang stabil akibat anovulasi, maka perubahan pada
fungsi endokrin kelenjar adrenal yang ditimbulkan oleh supresi steroidogenesis
ovarium akan memulihkan kembali pola sekretorik adrenal yang normal. Obat
kontrasepsi estrogen-progestin juga dapat menghasilkan perubahan yang ringan
namun bermakna pada sekresi ACTH atau respon pada kelenjar adrenal.

Hirsutism
44

Efektivitas supresi adrenal dalam menginduksi siklus ovulatorik pada


sejumlah pasien anovulatorik dapat dikaitkan dengan penurunan kadar androgen
yang bersirkulasi karena penurunan kontribusi adrenal maupun reduksi jumlah
DHAS yang tersedia untuk konversi menjadi testosteron dalam folikel ovarium.
Kadar androgen intra ovarium menurun, sehingga menurunkan aksi inhibitorik
androgen pada pertumbuhan dan perkembangan folikel. Dalam hal ovulasi,
frekuensi respon yang sukses dengan tipe terapi ini tidak sebanding dengan obat
pilihan pertamanya, yaitu klomifen. Dalam hal terapi hirsutisme, supresi progestin
pada steroidogenesis ovarium lebih efektif dan harus menjadi pendekatan
terapetik yang pertama. Supresi adrenal sebaiknya hanya digunakan untuk pasien-
pasien dengan diagnosis defisiensi enzim adrenal yang benar-benar telah tegak.
Pada seorang wanita usia tua yang tak lagi memiliki keinginan akan
fertilitas dan pada wanita yang penggunaan obat steroid terus-menerus
menimbulkan gangguan karena meningkatnya resiko seiring bertambahnya usia,
harus diberikan pertimbangan khusus untuk solusi bedah. Masalah hirsutisme
yang persisten, khususnya bila keparahannya progresif, adalah indikasi yang
masuk akal untuk histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Pasien-pasien
dengan hiperthekosis berespon buruk terhadap supresi dan biasanya berusia lebih
tua. Terapi bedah bagi pasien-pasien ini seringkali sangat sesuai. Tentu saja,
direkomendasikan satu rejimen estrogen bagi pasien-pasien ini pasca operasi.
Harus diingat hubungan yang kuat antara hiperandrogenisme dan
hiperinsulinemia seperti yang dibicarakan pada Bab 12. Menangani masalah
hirsutisme dengan supresi aksi dan produksi androgen tak akan memulihkan
metabolisme glukosa ke normal; pasien-pasien ini akan terus menunjukkan
resistensi insulin. Pada pasien-pasien hiperandrogenik yang kelebihan berat
badan, program kontrol berat badan sangat penting untuk mengurangi resiko
diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskuler, dan perhatian harus diberikan pada
manfaat kesehatan preventif yang diharapkan dari terapi jangka panjang dengan
metformin atau glitazone. Wanita-wanita hiperandrogenik yang kelebihan berat
badan dan menderita ovarium polikistik akan mempertahankan penurunan kadar
androgennya dengan terapi metformin jangka panjang, dan perbaikan hirsutisme

Hirsutism
45

telah dilaporkan dengan pemberian troglitazone. Meskipun begitu, hirsutisme


pada wanita-wanita hiperandrogenik dengan hiperinsulinemia akan berespon baik
terhadap terapi dengan obat kontrasepsi estrogen-progestin.
__________________________________________________________________
METODE-METODE TERAPI LAIN
__________________________________________________________________
Spironolakton
Spironolakton adalah sebuah diuretik antagonis aldosteron. Pada terapi
hirsutisme, spironolakton memiliki aksi ganda, menghambat biosintesis androgen
di ovarium dan adrenal, berkompetisi untuk reseptor androgen pada folikel
rambut, dan langsung menghambat aktivitas 5α-reduktase. Inhibisi
steroidogenesis dicapai melalui efek pada sistem sitokrom P450, namun efek
supresi steroidnya sangat bervariasi sehingga aksi pemblok reseptornya adalah
mekanisme yang terpenting. Kemungkinan karena alasan inilah, kadar kortisol,
DHA dan DHAS tidak mengalami perubahan yang bermakna dengan terapi
spironolakton, meskipun kadar androstenedionnya turun.
Dampak terapi spironolakton pada hirsutisme bergantung pada dosisnya,
dan efek yang lebih baik dijumpai dengan dosis 200 mg per hari. Setelah jangka
waktu tertentu, kita biasanya dapat menurunkan dosis spironolakton hingga dosis
pemeliharaan 25-50 mg per hari. Seperti pada agen-agen progestasional,
responnya relatif lambat, dan efek maksimal dapat dilihat hanya setelah terapi
selama 6 bulan. Efek sampingnya minimal, termasuk diuresis pada beberapa hari
pertama penggunaan, keluhan lelah kadang-kadang, dan perdarahan uterus
disfungsional. Ingat bahwa status anovulatorik membutuhkan penatalaksanaan
progestasional untuk menghindari perdarahan uterus abnormal (dan hiperplasia
endometrium). Karena kemungkinan terjadinya hiperkalemia, spironolakton harus
digunakan dengan hati-hati pada wanita-wanita usia lanjut, diabetik, atau
menggunakan obat-obat yang meningkatkan kadar kalium.

Hirsutism
46

Kami menggunakan spironolakton bila pasien-pasien tak dapat menerima


obat-obat kontrasepsi estrogen-progestin atau bila responnya mengecewakan.
Memang, masuk akal untuk mengkombinasikan aksi jaringan perifer dari
spironolakton dengan obat kontrasepsi estrogen-progestin untuk mencapai hasil
yang lebih baik; namun, hasil-hasil dengan rejimen terapi kombinasi ternyata
tidak lebih mengesankan dibanding terapi obat tunggal. Akne telah berhasil
diterapi dengan efektif menggunakan pengolesan lokal krim yang mengandung
spironolakton 2-5%. Tak terjadi absorbsi sistemik, dan tak ada efek sampingnya.
Satu hal yang harus diperhatikan: Dengan inhibisi sekresi androgen, dapat
terjadi ovulasi, dan kontrasepsi yang efektif sangat penting. Secara teoritis,
intervensi spironolakton pada aksi testosteron dapat menghasilkan feminisasi
janin laki-laki; namun, efek yang merugikan pada genitalia eksterna belum pernah
terjadi, meskipun janin tadi terpajan dosis yang tinggi. Terapi kombinasi dengan
obat kontrasepsi estrogen-progestin dapat menghasilkan efek klinis yang lebih
baik dan, secara bersamaan, mencegah iregularitas menstruasi dan memberi efek
kontrasepsi.
__________________________________________________________________
Siproteron Asetat
Siproteron adalah sebuah agen progestasional yang poten, yang
menghambat sekresi gonadotropin dan memblok aksi androgen dengan cara
berikatan pada reseptor androgen. Di berbagai belahan bumi, ia telah digunakan

Hirsutism
47

dalam sebuah agen kontrasepsi estrogen-progestin yang disebut “Diane”


(siproteron asetat 2 mg dan etinil estradiol 50 μg). “Dianette” atau “Diane 35”
mengandung siproteron asetat 2 mg dan etinil estradiol 35 μg. Pada sebuah
metode terapi hirsutisme yang disebut rejimen sekuensial terbalik, siproteron
asetat diberikan dengan dosis 50 atau 100 mg per hari pada hari 5-14, dengan 30
atau 50 μg etinil estradiol per hari pada hari 5-25. Pada sebuah perbandingan
Diane dengan terapi siproteron asetat dosis tinggi (100 mg), efek terapetiknya
lebih tinggi (namun mungkin tak memiliki makna klinis) pada dosis yang lebih
tinggi, dan ada insidensi efek samping yang sebanding pada kedua terapi. Pada
perbandingan Dianette dengan dosis siproteron asetat yang lebih tinggi (20 dan
100 mg), respon klinis dengan dosis siproteron 2 mg pada Dianette ternyata setara
dengan dosis yang lebih tinggi tadi. Reaksi-reaksi yang paling sering dijumpai
meliputi kelelahan, edema, penurunan libido, penambahan berat badan, dan
mastalgia. Perbaikan yang bermakna pada hirsutisme fasial dijumpai pada bulan
ketiga terapi. Pada perbandingan spironolakton dan siproteron asetat, suatu obat
kontrasepsi oral dosis rendah monofasik yang dikombinasikan dengan
spironolakton 100 mg per hari sama efektifnya dengan rejimen sekuensial terbalik
yang menggunakan siproteron 50 atau 100 mg dan estrogen.
__________________________________________________________________
Deksametason
Supresi deksametason terhadap eksresi ACTH endogen digunakan pada
wanita-wanita yang memiliki defisiensi enzim adrenal. Deksametason diberikan
malam hari (untuk mencapai supresi maksimal pada aksis adrenal-SSP yang
mencapai puncak saat tidur) dengan dosis 0,5 mg. Dosis prednison yang ekuivalen
adalah 5-7,5 mg. Jika terapi ini dapat menekan kadar kortisol plasma pagi hari
hingga di bawah 2,0 μg/dL, maka dosisnya harus diturunkan untuk menghindari
ketidakmampuan bereaksi terhadap stress. Untungnya, sekresi androgen adrenal
lebih sensitif terhadap supresi oleh deksametason dibanding sekresi kortisol.
Pasien-pasien dengan hiperplasia adrenal mungkin membutuhkan dosis yang lebih
tinggi untuk menormalkan kadar steroid darahnya. Dengan dosis yang lebih
tinggi, terapi selang satu hari tetap dapat mencapai supresi androgen adrenal yang

Hirsutism
48

bermakna tanpa mempengaruhi sekresi kortisol. Harus ditekankan bahwa


peningkatan DHAS moderat tidak mengindikasikan pasien-pasien yang akan
membaik dengan terapi deksametason. Efektivitas maksimal terhadap hirsutisme
pada pasien-pasien dengan defisiensi enzim adrenal mungkin membutuhkan terapi
lain selain suplementasi glukokortikoid. Penambahan obat kontrasepsi estrogen-
progestin atau antiandrogen harus dipertimbangkan.
__________________________________________________________________
Terapi dengan Agonis GnRH
Karena produksi androgen oleh ovarium bergantung LH, supresi pituitari
dengan terapi agonis GnRH jangka panjang memperbaiki hirsutisme. Namun,
hasil-hasil yang tak konsisten pada kepustakaan menegaskan fakta bahwa harus
diberikan dosis yang memadai untuk mencapai supresi yang efektif dan respon
klinis. Maka, direkomendasikan melakukan pengawasan dosis dan responnya.
Dibutuhkan dosis agonis GnRH yang lebih tinggi untuk menekan sekresi
androgen oleh ovarium dibanding untuk menekan sekresi estradiol. Kami
merekomendasikan penggunaan pemberian agonis GnRH depot dengan
pengawasan terapi melalui pengukuran kadar testosteron (sasarannya hingga
kurang dari 40 ng/dL). Untuk menghindari gangguan-gangguan akibat defisiensi
estrogen, penambahan kembali estrogen-progestin harus dimlai setelah telah
tercapai dosis pemeliharaan agonis GnRH aksi panjang. Kami merekomendasikan
pemberian harian estrogen terkonjugasi 0,625 mg atau estradiol 1,0 mg yang
dikombinasi dengan medroksiprogesteron asetat 2,5 mg atau norethindrone 0,35
mg atau, yang lebih baik lagi, dengan sebuah obat kontrasepsi estrogen-progestin.
Meskipun kombinasi agonis GnRH dan kontrasepsi oral menghasilkan
penurunan kadar testosteron bebas yang lebih baik, perbaikan hirsutismenya
setara, bila kita bandingkan dengan terapi menggunakan agonis saja; namun,
terapi dengan agonis saja telah dilaporkan lebih efektif daripada terapi dengan
kontrasepsi oral saja. Pada sebuah percobaan klinis, peningkatan respon yang
disebabkan oleh terapi agonis dapat dijumpai hanya setelah 3 bulan pertama
terapi; setelah 6 bulan, kombinasi agonis GnRH dan kontrasepsi oral tak lebih
baik dibanding kontrasepsi oral saja. Penambahan agonis GnRH aksi panjang

Hirsutism
49

pada Dianette (siproteron asetat 2 mg dan etinil estradiol 35 μg) tak menimbulkan
perbaikan yang bermakna pada hasil-hasil klinisnya. Setelah 1 tahun,
perbandingan terapi agonis GnRH dengan rejimen siproteron asetat dosis tinggi
menunjukkan effikasi yang setara, meskipun terapi agonis menimbulkan remissi
yang lebih panjang. Hasil-hasil yang saling bertolak-belakang ini mencerminkan
variabilitas pada keparahan penyakit dan derajat supresi androgennya. Dampak
kombinasi agonis GnRH dengan kontrasepsi oral maksimal bila kadar testosteron
tertekan hingga di bawah 40 ng/dL dan pada pasien-pasien yang kelebihan berat
badan dengan hirsutisme berat.
Metode terapi in relatif rumit dan mahal, dan sebaiknya hanya digunakan
untuk kasus-kasus hiperandrogenisme ovarii yang berat, yang biasanya
disebabkan oleh hiperthekosis yang bermakna dan hiperinsulinemia berat (suatu
kondisi yang responnya kurang baik terhadap metode terapi standar). Satu
alternatif yang layak dipertimbangkan adalah terapi hiperinsulinemia dengan
metformin atau glitazone. Setelah respon maksimal dapat dicapai dengan salah
satu dari metode-metode yang lebih mahal ini, supresi pertumbuhan rambut
jangka panjang dapat dipertahankan dengan obat kontrasepsi estrogen-progestin
atau antiandrogen.
__________________________________________________________________
Flutamide
Flutamide (Eulexin) adalah sebuah antiandrogen non steroid pada tingkat
reseptor. Flutamide langsung menghambat pertumbuhan rambut tanpa efek
samping yang bermakna (yang tersering adalah kulit kering); namun, ia dapat
menimbulkan hepatotoksisitas. Karena efek toksiknya yang berat pada hepar
meskipun jarang, direkomendasikan untuk memulai dengan dosis rendah. Dosis
250 mg per hari dapat memberi manfaat yang bermakna pada hirsutisme dalam
waktu 6 bulan. Namun, meski menggunakan dosis rendah, kita tetap harus
memonitor enzim hepar. Pada sebuah penelitian perbandingan, flutamide (250 mg
tiap dua hari) tidak lebih baik dibanding spironolakton (100 mg/hari). Terapi
dengan flutamide harus dikombinasikan dengan metode kontrasepsi; blokade
reseptor-reseptor androgen pada janin laki-laki dapat mengganggu perkembangan

Hirsutism
50

laki-laki yang normal. Menurut pendapat kami, potensi hepatotoksisitas


menyebabkan flutamide menjadi pilihan yang tak memuaskan untuk terapi
hirsutisme. Namun, dalam sebuah penelitian perbandingan yang juga melibatkan
finasteride dan siproteron asetat, hanya flutamide (250 mg per hari) yang efektif
untuk terapi alopesia.

__________________________________________________________________
Finasteride
Finasteride menghambat aktivitas 5α-reduktase, sehingga memblok
konversi testosteron menjadi dihidrotestosteron. Enzim 5α-reduktase terdapat
dalam dua bentuk, tipe I dan II, masing-masing dikode oleh gen yang berbeda,
enzim tipe I dijumpai di kulit dan enzim tipe II lebih banyak diekspresikan pada
jaringan-jaringan reproduktif. Finasteride (Proscar), yang digunakan untuk
mengobati kanker prostat, menghambat kedua isoenzim di atas, namun potensinya
untuk terapi hirsutisme dan alopesia terbatas karena ia kurang aktif terhadap
enzim tipe I. Dosis 5 mg per hari dapat mengurangi hirsutisme tanpa efek
samping. Dosis yang lebih kecil, 1 mg (Propecia), tersedia untuk terapi
kerontokan rambut pada laki-laki. Pada sebuah percobaan klinis teracak,
finasteride, flutamide, dan spironolakton (100 mg per hari) dilaporkan sama
efektifnya. Pada percobaan klinis teracak yang lain, spironolakton dengan dosis
100 mg per hari lebih efektif daripada finasteride. Meskipun efektif, finasteride
kurang poten dibanding flutamide atau rejimen sekuensial terbalik dengan
estrogen dan siproteron. Finasteride, dalam dosis 1 mg maupun 5 mg, belum
terbukti efektif untuk terapi alopesia pada wanita-wanita pasca menopause.
Keuntungan utama finasteride adalah kurangnya efek sampingnya. Karena
perkembangan sinus urogenital dan tuberkel urogenital menjadi genitalia eksterna
laki-laki, uretra, dan prostat membutuhkan aksi dihidrotestosteron, pasien-pasien

Hirsutism
51

yang diterapi dengan finasteride harus diberitahu tentang potensi resikonya pada
kehamilan, dan harus digunakan metode kontrasepsi yang efektif.

Setelah terapi jangka panjang (6 bulan hingga satu tahun), hanya ada sedikit
perbedaan klinis pada effikasi obat-obat mayor yang digunakan untuk terapi
hirsutisme (obat kontrasepsi oral, spironolakton, flutamide, dan finasteride).
__________________________________________________________________
Eflornitin Hidroklorid (Vaniqa)
Krim eflornitin hidroklorid 13,9% menghambat ornitin dekarbiksilase,
sebuah enzim pada papilla dermis rambut yang penting untuk pertumbuhan
rambut. Pengolesan lokal pada rambut wajah akan memperlambat pertumbuhan
rambut secara keseluruhan dan membuat rambut lebih lembut. Percobaan-
percobaan klinis telah membuktikan bahwa pengolesan krim topikal dua kali
sehari memberikan perbaikan dalam waktu beberapa minggu pada 60% wanita
yang memiliki rambut wajah (32% mendapat perbaikan yang bermakna), namun
pertumbuhan rambut berlanjut kembali setelah obat dihentikan dan kembali ke
tingkat pra terapi dalam waktu 8 minggu. Krim dapat memperberat akne karena ia
menyumbat kelenjar pilosebaseus. Kami merekomendasikan terapi ini hanya
untuk wanita-wanita yang mengeluhkan rambut wajahnya pada situasi-situasi
yang spesifik, seperti peningkatan rambut sedikit pada bibir atas yang terjadi
pasca menopause.

Hirsutism
52

__________________________________________________________________
Obat-obat lainnya
Simetidin (300 mg empat kali sehari) telah digunakan untuk mengobati
hirsutisme, namun ia adalah penghambat reseptor androgen yang paling tidak
poten, dan respon klinisnya mengecewakan. Penggunaan krim kulit yang
mengandung progesteron efektif, namun ia harus diberikan dengan sering, dan
aksinya sangat terpusat pada titik pengolesannya. Minoksidil dengan pengolesan
topikal dua kali sehari menghasilkan peningkatan moderat pertumbuhan rambut
pada wanita-wanita dengan alopesia; namun, dibutuhkan terapi jangka panjang,
dan pemulihan ke pola rambut sebelumnya tak dapat dicapai. Ketokonazol dengan
dosis 400 mg per hari menghambat sintesis androgen dengan cara menghambat
sistem sitokrom P450. Meskipun dampak pada hirsutisme bermakna, ada insidensi
efek samping yang tinggi maupun peningkatan enzim hepar. Ketokonazol
sebaiknya hanya digunakan sebagai pilihan terakhir, dan memerlukan pengawasan
fungsi hepar yang sering. Selain itu, terapi jangka panjang dengan ketokonazol
dapat menekan produksi kortikosteroid adrenal.
__________________________________________________________________
HIPERSENSITIVITAS END-ORGAN (HIRSUTISME IDIOPATIK)
Ada beberapa pasien yang menderita hirsutisme namun mengalami ovulasi
yang teratur dan biasanya memiliki kadar androgen yang normal. Kategori pasien
ini di masa lalu disebut hirsutisme idiopatik atau familial dan lebih menonjol di
daerah-daerah geografis dan kelompok etnis tertentu (khususnya yang berasal dari
daerah Mediteranea / Laut Tengah). Namun, harus diingat bahwa ovulasinya
harus terbukti; wanita-wanita dengan mens yang sangat teratur dapat anovulatorik.
Satu-satunya penjelasan yang memuaskan untuk masalah hirsutisme idiopatik
yang merepotkan ini adalah hipersensitivitas organ rambut kulit terhadap kadar
androgen yang normal, kemungkinan karena peningkatan aktivitas enzim 5α-
reduktase. Karena sensitivitas yang berlebihan ini, kadar androgen yang normal
akan menstimulasi pertumbuhan rambut. Bahkan pada kasus-kasus ini pun,
hirsutisme berepson terhadap supresi ovarium dengan obat kontrasepsi estrogen-

Hirsutism
53

progestin. Supresi kadar androgen wanita yang normal ke konsentrasi subnormal


mengurangi stimulus terhadap folikel rambut, menghasilkan hasil penstabilisasi
yang sama dengan yang dijumpai pada wanita-wanita hirsut lainnya.
Spironolakton, flutamide, dan finasteride juga efektif untuk kelompok pasien ini.
Respon klinis terhadap terapi farmakologis berkorelasi dengan kadar 3α-AG yang
bersirkulasi, mendukung diagnosis lokus jaringan target (folikel rambut) untuk
masalah ini. Meskipun hirsutisme karena kelainan endokrin membutuhkan
pengendalian, hipersensitivitas organ target (end-organ) diterapi hanya untuk
tujuan perbaikan kosmetik. Elektrolisis atau laser hair removal adalah terapi
pendukung yang bermanfaat bagi kelompok pasien ini.
__________________________________________________________________
RANGKUMAN REKOMENDASI UNTUK TERAPI HIRSUTISME
1. Pilihan terapi awal bagi wanita-wanita anovulatorik dengan hirsutisme
adalah obat kontrasepsi oral dosis rendah (estrogen yang kurang dari
50μg).
2. Responnya relatif lambat, dan sekurang-kurangnya dibutuhkan terapi
selama 6 bulan untuk mendemonstrasikan dampaknya.
3. Bila pasien tak berespon baik terhadap kontrasepsi oral, harus
ditambahkan antiandrogen, lebih dipilih spironolakton atau finasteride
(urut dari yang lebih baik).
4. Tak ada bukti yang jelas menunjukkan bahwa satu obat lebih baik
daripada obat-obat lainnya, dan pilihan obat harus mempertimbangkan
biaya dan efek sampingnya.
5. Penambahan agonis GnRH sebaiknya hanya digunakan untuk pasien-
pasien yang resisten terhadap terapi awal.
__________________________________________________________________

Hirsutism
54

Keterbatasan dan Kekurangan


Kami telah menyajikan pendekatan yang sederhana dan langsung untuk
evaluasi dan penatalaksanaan wanita hirsut; namun, seperti pada seluruh ilmu
kedokteran, ada hal-hal pengecualian:
1. Kadang-kadang, kadar testosteron dapat sangat meningkat pada anovulasi,
menyebabkan pertumbuhan rambut yang sangat lebat dan bahkan
maskulinisasi. Kadar testosteron yang lebih dari 200 ng/dL tak selalu
mengindikasikan keberadaan suatu tumor.
2. Ovarium yang membesar tak selalu harus ada untuk sindroma klinis anovulasi
dan produksi androgen yang berlebih. Di lain pihak, keberadaan ovarium
polikistik yang membesar tak selalu menegakkan diagnosis anovulasi dan
produksi androgen yang berlebih oleh ovarium. Mereka dapat disebabkan oleh
penyakit adrenal atau konsumsi androgen eksogen.
3. Laparoskopi dan biopsi ovarium bukan prosedur yang diindikasikan pada
evaluasi hirsutisme.
4. Hubungan peningkatan produksi testosteron dan hirsutisme dengan siklus
ovulasi yang normal harus membuat dokter mencurigai kelainan adrenal.
5. Supresi peningkatan androgen oleh terapi progestin tak menyingkirkan
keberadaan tumor ovarium. Tumor-tumor ovarium yang fungsional
bergantung gonadotropin dan responsif.
6. Kegagalan terapi progestin untuk menekan pertumbuhan rambut dan kadar
testosteron setelah 6-12 bulan menimbulkan kecurigaan penyakit adrenal atau
tumor ovarium yang sangat kecil.
7. Kadar androgen pada wanita-wanita pasca menopause lebih rendah. Pada
kelompok umur ini, kadar testosteron yang lebih dari 100 ng/dL mengarah ke
kecurigaan suatu tumor.

Hirsutism

Anda mungkin juga menyukai