Anda di halaman 1dari 38

REFARAT

HIRSUTISM

Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kulit dan Kelamin

RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai

Pembimbing :
Dr. Hj. Hervina, Sp. KK
Disusun Oleh :

Ikhsan Primatra
102118083

PROGRAM KKS SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN


RSUD DR. RM DJOELHAM KOTA BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas refarat dengan judul
“Hirsutism”. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada dr. Hj. Hervina, Sp.KK
selaku dosen pembimbing bagian ilmu kulit dan kelamin RSUD Dr. RM. Djoelham
Kota Binjai yang telah memberikan tugas ini.

Saya amat berharap tugas refarat ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan seta pengetahuan kita mengenai hirsutism. Saya sangat menyadari
sepenuhnya bahwa didalam refarat ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat saya butuhkan untuk
kedepannya, agar refarat selanjutnya menjadi lebih baik.

Semoga refarat yang sederhana ini mudah dipahami dan dimengerti oleh
siapapun yang membacanya. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan
kata-kata yang kurang berkenan. Saya ucapkan terimakasih.

Binjai, 5 September 2018

Penulis,

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

2
Daftar Isi.......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Defenisi .................................................................................................6
2. Etiologi .................................................................................................7
3. Epidemiologi ........................................................................................8
4. Diagnosis ..............................................................................................9
5. Diagnosis Banding ..............................................................................10
6. Penatalaksanaan ..................................................................................11
7. Edukasi ...............................................................................................13
8. Prognosis .............................................................................................14

BAB III KESIMPULAN

Kesimpulan .....................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................16

BAB I

PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang

Hirsutisme berasal dari bahasa latin hirsutus yang mempunyai arti berbulu

atau berambut. Secara definisi hirsutisme adalah pertumbuhan rambut yang

berlebihan pada wanita di tempat yang seharusnya tidak ada atau minimal

jumlahnya yang biasanya tumbuh pada laki-laki dewasa. Pertumbuhan rambut ini

biasanya pada area yang dipengaruhi oleh hormon androgen.

Ada istilah lain untuk pertumbuhan rambut yang tidak normal yaitu

hipertrikosis. Istilah hirsutisme dan hipertrikosis sering kali tertukar pada

penggunaan sehari-hari. Istilah hirsutisme biasanya digunakan untuk pertumbuhan

rambut yang dipengaruhi hormon androgen, biasanya tumbuh pada wajah, dada,

dan daerah kemaluan pada wanita. Istilah hipertrikosis digunakan untuk

pertumbuhan rambut (rambut terminal) pada ekstrimitas, kepala dan punggung.

Hirsutisme merupakan kelainan yang mendapat perhatian secara khusus

pada bidang kosmetik dan psikologi. Hirsutisme adalah suatu gejala dari penyakit

atau mungkin juga suatu tanda dari kelainan medis yang serius, terutama jika hal

ini berkembang dengan cepat setelah masa pubertas.

Pengetahuan mengenai patogenesis hirsutisme harus lebih dipahami

sehingga dapat menegakkan diagnosis dan mencari faktor yang menjadi penyebab.

Selain itu juga perlu dilakukan evaluasi dengan pemeriksaan kadar serum

testosteron, 17-OHP, dan DHEAS.

4
Adanya algoritma mengenai evaluasi dan cara penegakan diagnosis

hirsutisme sangat diperlukan terutama untuk memastikan ada atau tidaknya

keganasan yang menjadi penyakit dasarnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

5
1. Defenisi

Hirsutisme berasal dari bahasa latin hirsutus yang mempunyai arti

berbulu atau berambut. Secara definisi hirsutisme adalah pertumbuhan

rambut yang berlebihan pada wanita di tempat yang seharusnya tidak ada

atau minimal jumlahnya yang biasanya tumbuh pada laki-laki dewasa.

Pertumbuhan rambut ini biasanya pada area yang dipengaruhi oleh hormon

androgen.

Hirsutisme merupakan kelainan yang mendapat perhatian secara

khusus pada bidang kosmetik dan psikologi. Hirsutisme adalah suatu gejala

dari penyakit atau mungkin juga suatu tanda dari kelainan medis yang

serius, terutama jika hal ini berkembang dengan cepat setelah masa

pubertas.

Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada wanita dan anak – anak

pada tempat yang merupakan tanda seks sekunder, misalnya : kumis,

janggut, dan jambang. Dapat disebabkan oleh obat yang mengandung

hormon dan kelainan endokrin.

2. Etiologi

a. Kelebihan produksi androgen

6
Kelebihan produksi androgen merupakan faktor yang paling

sering menyebabkan hirsutisme. Sumber androgen bisa eksogen

maupun endogen, tapi yang paling banyak adalah endogen. Sumber

endogen utama adalah glandula adrenal dan ovarium.

Kelebihan androgen adrenal mungkin berhubungan dengan

defisiensi enzim sintesis steroid, proses neoplasma ganas adrenal,

ataupun keadaan-keadaan lain seperti Cushing’s sindrome.

Penyebab kelebihan androgen yang paling sering adalah kelainan

ovarium, yaitu sindrom polikistik ovarium (PCOS)

b. Peningkatan konsentrasi testosterone bebas

Dalam keadaan normal kurang dari 3% testosteron sirkulasi

dalam bentuk bebas dalam serum. Sebagian besar androgen sirkulasi

dalam bentuk terikat dengan seks hormon binding globulin (SHBG).

Setiap keadaan yang mempengaruhi konsentrasi SHBG dapat

menyebabkan kelebihan relatif androgen di sirkulasi.

Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan SHBG

telah diketahui, termasuk PCOS dan obesitas, sedangkan faktor lain

yang mempengaruhi konsentrasi SHBG ataupun kekuatan

ikatannya, yaitu penggunaan obat-obat tertentu.

c. Peningkatan sensitivitas dari folikel rambut terhadap hormon

androgen

7
Bila androgen sampai ke target sel, akan berinteraksi dengan

reseptor androgen, yang dikendalikan oleh suatu gen pada

kromosom X. Testosteron dirubah menjadi dihydrotestosteron suatu

androgen yang lebih kuat dengan bantuan enzym 5α-reduktase.

Meningkatnya aktivitas enzym 5α-reduktase menyebabkan

terjadinya hirsutisme.

3. Epidemiologi

Hirsutisme mempengaruhi sekitar 10% wanita di Amerika Serikat.

Mortalitas dan morbiditas hirsutisme ditentukan oleh penyebab yang

mendasarinya. Sebagian besar wanita dengan hirsutisme idiopatik tidak

memiliki mortalitas atau morbiditas terkait. Pada ekstrem yang lain,

sejumlah kecil wanita mungkin memiliki penyakit ganas dengan prognosis

buruk. Hirsutisme didominasi oleh wanita dewasa. Meskipun hirsutisme

dapat terjadi pada pria, hal ini lebih sulit untuk dikenali karena variabilitas

pertumbuhan rambut terminal pria yang sehat. Hirsutisme pada anak-anak

prapubertas terjadi sama antara jenis kelamin, biasanya merupakan tanda

pubertas sebelum waktunya.

Usia awitan hirsutisme tergantung pada etiologi. Sebagian besar

bentuk hirsutisme non neoplastik terjadi saat pubertas. Ini termasuk PCOS

(polycystic ovary syndrome), CAH (congenital adrenal hyperplasia), dan

hirsutisme idiopatik.

8
Hirsutisme berkembang setelah terjadi peningkatan berat badan dan

penghentian penggunaan kontrasepsi oral pada wanita muda. Biasanya,

pertumbuhan rambut terminal menjadi jelas setelah adrenarche dan

mempercepat setelah pubertas. Rambut terminal terus berkembang secara

bertahap pada wanita yang sehat sampai setelah menopause, ketika

kehilangan androgen ovarium akan menyebabkan hilangnya rambut.

Hirsutisme memburuk secara cepat terutama pada wanita yang lebih tua.

4. Diagnosis

Pada wanita dengan hirsutisme diperlukan penelusuran riwayat

penyakit dan pemeriksaan fisik secara teliti yang berguna untuk evaluasi

dan penentuan penderita mana yang memerlukan pemeriksaan penunjang

diagnostik. Riwayat keluarga sangat penting oleh karena 50% dari wanita

yang menderita hirsutisme mempunyai riwayat keluarga yang menderita

kelainan yang sejenis.

Melalui pemeriksaan fisik diharapkan dapat diketahui tingkat

pertumbuhan rambut yang normal dibanding pertumbuhan pada hirsutisme

dan hipertrikosis. Tingkat pertumbuhan, karakteristik, dan distribusi dari

rambut semuanya harus dicatat.

Identifikasi tentang kelainan serius yang menjadi penyebab adalah

salah satu tujuan utama dilakukannya pemeriksaan laboratorium. Sekitar

95% dari para penderita ini mengidap PCOS atau hirsutisme idiopatik.

Anamnesis tentang riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dapat

9
menyingkirkan sebagian besar kelainan yang menjadi penyebab, dan

investigasi hormonal secara menyeluruh biasanya ditujukan hanya apabila

timbul di luar masa peripubertal, progresivitas tinggi, atau ada tanda-tanda

dari Sindroma Cushing’s atau virilisasi harus diwaspadai dan dipastikan ada

atau tidaknya kemungkinan keganasan dari ovarium atau kelenjar adrenal.

Pada pemeriksaan laboratorium harus diperiksa kadar serum

testosteron, 17-OHP, dan DHEAS. Apabila kadar serum testosteron lebih

dari 200 ng per dL (6,94 nmol per L) dan/atau kadar DHEAS lebih dari 700

ng per dL (24,3 nmol per L), maka terdapat indikasi yang kuat adanya tumor

yang disertai virilisasi.

5. Diagnosis Banding

1. Hipertrikosis

Penambahan jumah rambut pada tempat - tempat yang

biasanya juga ditumbuhi rambut. Dapat merupakan kelainan

bawaan, dapat juga karena obat – obatan. Hipertrikosis setempat

dapat terjadi setelah pemakaian salap kortikosteroid.

Gambar 1. Hipertrikosis

10
2. Congenital Adrenal Hyperplasia

Hiperplasia adrenal kongenital (CAH) merupakan kelainan

bawaan pada kelenjar adrenal. Kondisi ini sering didiagnosis saat

lahir. Ini berarti anak baik tidak akan menghasilkan beberapa

hormon adrenal atau akan menghasilkan mereka dalam jumlah yang

salah. Tidak ada obat, tetapi CAH dapat dikelola dengan pengobatan

hormonal.

6. Penatalaksanaan

a. Non Farmakologi

Pengobatan secara lokal pada manifestasi klinik antara lain metode

pengangkatan rambut mulai dari metode pencukuran (shaving) sampai

dengan penggunaan metode terapi laser.

Pada penderita dengan hirsutisme ringan (mild hirsutism) bisa

memanfaatkan terapi secara lokal pencukuran (shaving), pemutihan

(bleaching), depilasi, dan elektrolisis. Kebutuhan akan metode yang cepat

untuk pengangkatan rambut mendorong untuk dikembangkannya

penggunaan terapi laser pada hirsutisme. Bemacam-macam jenis laser yang

tersedia, antara lain ruby, alexandrite, pulsed diode, and Q-switched

yttrium-aluminum-garnet (YAG) lasers. Pulsed diode lasers merupakan

metode laser yang paling murah dan cukup terpercaya dibandingkan dengan

metode laser yang lain dalam menghilangkan rambut. Pada penggunaan satu

kali terapi laser untuk pengangkatan rambut, banyak penderita mengalami

11
penundaan pertumbuhan rambut selama 2–6 bulan, dan beberapa

mengalami pengangkatan rambut secara permanen pada terapi beberapa

kali.

b. Farmakologi

Terapi secara farmakologis pada hirsutisme ditujukan pada

penghambatan dari kerja androgen pada folikel rambut atau menekan

produksi dari hormon androgen. Respons pada terapi secara farmakologis

lambat, kadang terjadi lebih dari beberapa bulan. Apabila terapi secara

medis tidak memberikan hasil yang baik pada penderita, dapat dilakukan

kombinasi antara terapi lokal dengan terapi secara medis.

Tabel 1. Terapi Sistemik pada Hirsutisme


Kategori obat obat

Antiandrogen Spironolactone

Glucocorticoids Dexamethasone, prednisone

Topikal untuk memperlambat Eflornithine HCL

pertumbuhan rambut

Inusilin-sensitizing agents metformin

Kontrasepsi oral Ethinyl estradiol

Cream eflornithine memberikan efek yang signifikan untuk

memperlambat pertumbuhan rambut pada 32% kasus dan dapat menjadi

terapi adjuvan di samping metode pengangkatan rambut yang biasa

digunakan. Penggunaan eflornithine sebanyak satu kali kemudian segera

12
dihentikan, maka rambut akan tumbuh kembali dalam 8 minggu seperti pada

saat sebelum terapi.

Pada wanita yang menderita hirsutisme idiopatik, PCOS (Polycystic

Ovary Syndrome), atau CAH (Congenital Adrenal Hyperplasia) onset

lanjut, pemilihan terapi yang sesuai tergantung keinginan pasien dalam

merencanakan kehamilan. Wanita yang memutuskan untuk tidak hamil

dapat menggunakan kontrasepsi oral dosis rendah.

Antiandrogen yang sering digunakan adalah spironolacton dan

flutamide. Di sisi lain, tidak ada antiandrogen yang disetujui oleh U.S. Food

and Drug Administration (FDA) pada pengobatan hirsutisme. Spironolacton

lebih sering digunakan karena faktor keamanannya, tersedia di pasaran, dan

murah. Flutamide dinilai lebih efektif dibanding spironolacton. Respons

pengobatan dengan antiandrogen cukup lambat dan membutuhkan waktu

sampai 18 bulan. Lama pengobatan masih belum jelas, tetapi penghentian

terapi sering menyebabkan rekurensi.

Pada penderita yang pertumbuhan rambutnya tidak berkurang secara

signifikan setelah pengobatan, dapat dipertimbangkan pengobatan dengan

insulin-sensitizing agents. Metformin dapat memperbaiki sensitivitas

insulin dan menurunkan kadar hormon testosteron pada penderita PCOS.

7. Edukasi

1. Menjelaskan dengan cermat tentang penyebab penyakit kepada

pasien

13
2. Memastikan kepada pasien bahwa pasien tidak akan kehilangan

kewanitaannya

3. Menjelaskan kepada pasien bahwa terapi sistemik tidak terlalu

adekuat dalam pengobatan

4. Lakukan terapi hanya pada pasien yang telah memberikan informed

consent tentang manfaat dan resiko dari pengobatan (terapi laser

menyebabkan depresi dan ansietas, kemerahan pada kulit disertai

sensasi terbakar).

8. Prognosis

Prognosis tergantung pada etiologi hirsutisme dan apakah itu jinak

atau ganas.

14
BAB III

KESIMPULAN

Hirsutisme adalah pertumbuhan rambut yang berlebihan pada

wanita di tempat yang seharusnya tidak ada atau minimal jumlahnya yang

biasanya tumbuh pada laki-laki dewasa. Pertumbuhan rambut ini biasanya

pada area yang dipengaruhi oleh hormon androgen.

Pada wanita dengan hirsutisme diperlukan penelusuran riwayat

penyakit dan pemeriksaan fisik secara teliti. Pada pemeriksaan laboratorium

harus diperiksa kadar serum testosteron, 17-OHP, dan DHEAS. Apabila

kadar serum testosteron lebih dari 200 ng per dL (6,94 nmol per L) dan/atau

kadar DHEAS lebih dari 700 ng per dL (24,3 nmol per L), maka terdapat

indikasi yang kuat adanya tumor yang disertai virilisasi.

Pengobatan secara lokal pada manifestasi klinik antara lain metode

pengangkatan rambut mulai dari metode pencukuran (shaving) sampai

dengan penggunaan metode terapi laser, pengobatan secara topikal, dan

mengurangi berat badan.

Terapi secara farmakologis pada hirsutisme ditujukan pada

penghambatan dari kerja androgen pada folikel rambut atau menekan

produksi dari hormon androgen.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Rigopoulos D, Georgala S. Pathogenesis of hirsutism. In: Camacho M,


Randal AV, Price H, editors. Hair and Its Disorders, Biology, Pathology and
Management. 3rd ed. London and New York: Martin Dunitz; 2000. p. 347–57
2. Edsell CL. Female Hirsutisme: An Enigma, cause and treatment of excess
hair. Missouri: Havelock Ellis; 1984
3. Crissey JT. Excess Hair Growth. In: Dawber RP, Neste D, editors. Hair and
Scalp Disorders. 2nd ed. New York: Martin Dunitz; 2000. p. 171–89.
4. Ferriman D, Gallwey JD. Clinical Assessment of Body Hair Growth in
Women. London: Endocrine Society; 1961.
5. Olsen EA. Hair. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, AustenKF, Goldsmith
LA, Katz SI, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 6th ed.
New York: McGraw-Hill; 2003. p. 632–55.
6. Lavker RM, Bertolino AP, Sun T, Biology of Hair Follicles. In: Freedberg
IM, Eisen AZ, Wolff K, AustenKF, Goldsmith LA, Katz SI, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 6th ed. New York: McGraw-
Hill; 2003. p. 148–57.
7. Legro RS. Hirsutism: Etiology and Treatment. Selected articles 2002; (cited
2008 January) Available from: URL http://www.femalepatient.com
8. Berker D. The Diagnosis and Treatment of Hirsutism. Medline 1999
243(1599): 493–8.
9. Clarke Secor. RM: Hirsutism in women. Clin Rev 2003; 10 (2): 61–72.
10. Camacho FM. Drug treatment of hirsutism. In: Camacho FM, Randal AV,
Price H, editors. Hair and Its Disorders, Biology, Pathology and Management.
London: Martin Dunitz; 2000. p. 369–81.

16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelinan dan penyakit genetik adalah penyimpangan dari sifat atau sifat rata-

rata manusia, serta merupakan penyakit yang muncul karena tidak berfungsinya

faktor-faktor genetik yang mengatur struktur dan fungsi fisiologi tubuh manusia.

Hypertrichosis (juga disebut sebagai Ambras Syndrome) merupakan kondisi

pertumbuhan rambut yang berlebihan, baik di seluruh bagian tubuh maupun di area

tubuh tertentu. Kelainan ini juga dikenal sebagai Werewolf Syndrome, karena

dalam kasus yang cukup parah penampilan penderitanya akan menyerupai

werewolf atau manusia serigala. Pertumbuhan rambut pada penyakit Hypertrichosis

ini tidak berkaitan dengan hormon androgen sehingga penyakit ini dapat terjadi

pada pria maupun wanita. Ada dua jenis Hypertrichosis :

1. Hypertrichosis Umum (terjadi di seluruh tubuh)

2. Hypertrichosis Lokal (terbatas pada wilayah tertentu)

Hypertrichosis biasa terjadi karena bawaan (sejak lahir) atau diperoleh

dikemudian hari. Kasus hypertrichosis pertama yang dicatat oleh sejarah adalah

pada akhir abad ke-15 dan diderita oleh seorang pria yang bernama Petrus

Gonsalvus asal Canary Islands. Bukan hanya menimpa diri Petrus seorang,

gangguan tersebut juga diderita oleh keluarganya, yakni dua orang putri, seorang

putra, dan seorang cucu. Selama 300 tahun setelahnya, ditemukan sekitar 50 kasus

gangguan serupa. Pada abad 19 sampai awal abad ke-20.

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hipertrikosis adalah pertumbuhan rambut dengan jumlah berlebihan

pada area tubuh tertentu tanpa terkait androgen. Istilah hipertrikosis

digunakan pada pertumbuhan rambut (rambut terminal) pada ekstrimitas

(lengan dan tungkai), kepala dan punggung. Berbeda dengan istilah

hirsutisme yang digunakan pada pertumbuhan rambut yang dipengaruhi

hormon androgen pada wajah, dada, dan daerah kemaluan pada wanita.

B. Klasifikasi

Penyakit Hypertrichosis sangat jarang terjadi. Faktanya sejak abad

pertengahan hanya 50 kasus yang tercatat. Hipertrikosis dapat terjadi karena

bawaan sejak lahir (genetik) dan diperoleh dikemudian hari. Hipertrikosis

bawaan ditandai dengan pertumbuhan rambut yang berlebihan pada seorang

anak saat lahir. Sebagian besar tubuh ditutupi dengan rambut lanugo

(rambut halus), lembut, dan tidak berpigmen yang meliputi janin dan yang

biasanya ada sekitar 8 bulan masa kehamilan.

Hipertrikosis bawaan dibagi menjadi :

1. Hipertrikosis Lanuginose

2. Hipertrikosis Umum

Hipertrikosis umum menyebabkan produksi rambut pada laki-laki

tumbuh secara berlebihan di tubuh dan wajah.

18
3. Hipertrikosis Terminal

Hipertrikosis terminal dicirikan oleh adanya pigmen rambut

yang tebal yang memenuhi seluruh tubuh.

4. Hipertrikosis Terbatas

Hipertrikosis bawaan dibatasi dengan adanya kehadiran

rambut vellus yang tebal di atas kaki.

5. Nevoid Hipertrikosis

Hadir saat lahir atau muncul di kemudian hari. Ini fitur

daerah terpencil rambut terminal yang berlebihan dan biasanya tidak

berhubungan dengan penyakit lainnya.

Hipertrikosis yang didapat dibagi menjadi :

1. Hipertrikosis Lanuginosa

Hadir saat lahir atau muncul di kemudian hari. Ini fitur

daerah terpencil rambut terminal yang berlebihan dan biasanya tidak

berhubungan dengan penyakit lainnya.

2. Hipertrikosis Umum

Hipertrikosis umum biasanya mempengaruhi daerah pipi,

bibir atas, dan dagu. Hal ini juga akan mempengaruhi daerah

lengan dan kaki.

19
C. Epidemiologi

Hipertrikosis dan sindrom Ambras sangat jarang. Kurang dari 50 kasus

didokumentasikan di seluruh dunia. Insiden hipertrikosis kongenital lanuginosa

tidak diketahui. Namun, insiden yang dilaporkan berkisar dari 1 dalam satu miliar

hingga 1 dalam 10 miliar. Hipertrikosis dan sindrom Ambras tidak memiliki

predileksi geografis. Tidak ada predileksi rasial dan jenis kelamin yang diketahui.

Patogenesis hipertrikosis kongenital lanuginosa tidak diketahui.

Hipertrikosis kongenital lanuginosa diyakini diwariskan secara autosomal

dominan, kebanyakan kasus melibatkan komponen keluarga. Kelainan genetik

spesifik pada hipertrikosis kongenital lanuginosa belum didefinisikan. Tidak ada

kelainan hormon atau endokrinologi yang teridentifikasi. Kasus-kasus ini

kemungkinan merupakan mutasi spontan. [6, 31]

D. Patofisiologi

Hipertrikosis adalah pola pertumbuhan rambut berlebihan yang

berhubungan dengan non-androgen yang mungkin melibatkan rambut vellus,

terminal, atau lanugo. Hipertrikosis dapat menyertai sindrom genetik tertentu, atau

dapat diinduksi secara sekunder oleh obat eksogen, terutama fenitoin, minoxidil,

siklosporin, diazoxide, kortikosteroid, fenitoin (Dilantin), streptomisin,

heksaklorobenzena, penicillamine, logam berat, natrium tetradecyl sulfate,

acetazolamide, dan interferon.

20
E. Diagnosis

Keluhan yang muncul pada hipertrikosis kongenital lanuginosa

adalah kelebihan dari rambut tubuh. Pasien dengan hipertrikosis kongenital

lanuginose dinyatakan tidak bergejala. Riwayat keluarga dari rambut tubuh

yang berlebihan mungkin ada. Tidak ada kelainan dalam perkembangan

psikomotorik, intelektual, atau psikologis yang diketahui.

Pada hipertrikosis kongenital lanuginosa terdapat karakteristik

pertumbuhan rambut berlebihan yang abnormal dengan pola yang

konsisten. Rambut hanya ditemukan di daerah di mana biasanya ada.

Telapak tangan, telapak kaki, selaput lendir, labia minora, preputium, dan

glans penis tidak ditemui.[21]

Pada hipertrikosis kongenital lanuginosa, sebagian besar tubuh

ditutupi oleh rambut halus, pirang atau non-pigmentasi saat lahir. Rambut-

rambut ini bisa mencapai hingga 10 sentimeter dan sering menyatu dengan

rambut terminal yang lebih gelap dari kulit kepala dan atau alis mata.

Panjang rambut dan distribusinya dapat terus meningkat sampai

individu berusia sekitar 2 tahun. Saat dewasa, pasien biasanya kehilangan

sebagian atau seluruh rambut lanugo mereka yang berlebihan.

Tidak ada tes laboratorium yang diindikasikan untuk pasien dengan

hipertrikosis kongenital. Diagnosis hipertrikosis kongenital lanuginosa

(CHL) didasarkan pada temuan klinis dan histologis, dan tidak diperlukan

pemeriksaan laboratorium.

21
Pada pemeriksaan histologi rambut lanugo cenderung tidak

berpigmen. Rambut vellus bisa berpigmen atau tidak berpigmen. Rambut

lanugo dan vellus sulit dibedakan pada pemeriksaan histologis.

F. Penatalaksanaan

1. Non – farmakologi

Pengobatan secara lokal pada manifestasi klinik antara lain

metode pengangkatan rambut mulai dari metode pencukuran

(shaving) sampai dengan penggunaan metode terapi laser.

2. Farmakologi

Untuk penatalaksanaan farmakologi dapat diberikan

eflornithine (krim Vaniqa) 13,9%. Oleskan lapisan tipis vaniqa

(eflornithine hydrochloride) Cream, 13,9% untuk daerah yang

terkena dari wajah dan daerah yang berdekatan yang terlibat di

bawah dagu dan gosok secara menyeluruh. Jangan mencuci area

yang dirawat setidaknya selama 4 jam. Gunakan dua kali sehari

setidaknya 8 jam terpisah atau seperti yang diarahkan oleh dokter.

Pasien harus terus menggunakan teknik penghilangan rambut yang

diperlukan bersamaan dengan vaniqa. (vaniqa harus diterapkan

setidaknya 5 menit setelah hair removal).

G. Prognosis

Hipertrikosis kongenital lanuginosa tidak terkait dengan

peningkatan angka kematian. Tidak ada riwayat morbiditas medis atau fisik

jangka panjang yang terkait dengan hipertrikosis kongenital lanuginosa.

22
Gejala sisa psikologis dapat terjadi karena adanya pertumbuhan rambut

yang berlebihan dan pemeliharaan yang terlibat dengan menghilangkan

rambut yang tidak diinginkan.

23
BAB III

KESIMPULAN

Hipertrikosis adalah pertumbuhan rambut dengan jumlah berlebihan

pada area tubuh tertentu tanpa terkait androgen. Istilah hipertrikosis

digunakan pada pertumbuhan rambut (rambut terminal) pada ekstrimitas

(lengan dan tungkai), kepala dan punggung.

Hipertrikosis dapat terjadi karena bawaan sejak lahir (genetik) dan

diperoleh dikemudian hari. Hipertrikosis bawaan ditandai dengan

pertumbuhan rambut yang berlebihan pada seorang anak saat lahir.

Sebagian besar tubuh ditutupi dengan rambut lanugo (rambut halus),

lembut, dan tidak berpigmen yang meliputi janin dan yang biasanya ada

sekitar 8 bulan masa kehamilan.

Hipertrikosis adalah pola pertumbuhan rambut berlebihan yang

berhubungan dengan non-androgen yang mungkin melibatkan rambut

vellus, terminal, atau lanugo. Hipertrikosis dapat menyertai sindrom genetik

tertentu, atau dapat diinduksi secara sekunder oleh obat eksogen, terutama

fenitoin, minoxidil, siklosporin, diazoxide, kortikosteroid, fenitoin

(Dilantin), streptomisin, heksaklorobenzena, penicillamine, logam berat,

natrium tetradecyl sulfate, acetazolamide, dan interferon.

Pengobatan secara lokal pada manifestasi klinik antara lain metode

pengangkatan rambut mulai dari metode pencukuran (shaving) sampai

dengan penggunaan metode terapi laser.

24
Untuk penatalaksanaan farmakologi dapat diberikan eflornithine

(krim Vaniqa) 13,9%. Oleskan lapisan tipis vaniqa (eflornithine

hydrochloride) Cream, 13,9% untuk daerah yang terkena dari wajah dan

daerah yang berdekatan yang terlibat di bawah dagu dan gosok secara

menyeluruh. Jangan mencuci area yang dirawat setidaknya selama 4 jam.

Gunakan dua kali sehari setidaknya 8 jam terpisah atau seperti yang

diarahkan oleh dokter. Pasien harus terus menggunakan teknik

penghilangan rambut yang diperlukan bersamaan dengan vaniqa. (vaniqa

harus diterapkan setidaknya 5 menit setelah hair removal).

25
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hiperplasia Adrenal Kongenital atau Congenital Adrenal Hyperplasia

(CAH) merupakan kelainan bawaan termasuk dalam golongan autosomal resesif

yang memberikan manifestasi gangguan sintesis dari kortisol akibat defisiensi

enzim 21 hidroksilase yang disebabkan karena mutasi pada gen CYP21B. Insidens

dari penyakit ini 1 : 10.000 sampai 1 : 20.000 kelahiran. Manifestasi klinis dari

penyakit ini pada wanita adalah ambiguinitas genetalia dan pseudohermafrodit pada

wanita.(1,2)

CAH merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif.

Penyakit ini ditandai oleh defisiensi enzim yang terlibat dalam jalur steroidogenesis

pada kelenjar adrenal. Penyakit ini dapat terjadi pada wanita dan laki-laki dan

merupakan penyebab interseksual terbanyak pada individu dengan 46,XX.

Kasus ini merupakan kasus yang jarang sehingga diangkat sebagai laporan

kasus dengan tujuan untuk lebih memahami tentang kelainan ini. Berikut

dilaporkan seorang remaja wanita dengan Hiperplasia Adrenal Kongenital.

26
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi

Hiperplasia adrenal kongenital (CAH) merupakan kelainan bawaan pada

kelenjar adrenal. Kondisi ini sering didiagnosis saat lahir. Ini berarti anak baik

tidak akan menghasilkan beberapa hormon adrenal atau akan menghasilkan

mereka dalam jumlah yang salah. Tidak ada obat, tetapi CAH dapat dikelola

dengan pengobatan hormonal.

Hiperplasia adrenal kongenital (CAH) adalah kelainan genetik yang

langka, tetapi dipahami dengan baik dan pengobatan sudah tersedia. CAH juga

kelainan bawaan (hadir sejak lahir) yang melibatkan hormon dari kelenjar adrenal.

Kata 'hiperplasia' berarti 'ditumbuhi'. Seorang anak dengan CAH lahir dengan

ditumbuhi kelenjar adrenal.

Kelenjar adrenal terdiri dari dua bagian utama, yaitu adrenal medulla dan

adrenal cortex. Adrenal medulla adalah lapisan luar kelenjar yang berfungsi untuk

menghasilkan hormon yang penting, misalnya kortisol dan hormon seks.

Walaupun kortisol sering dikaitkan dengan kolesterol yang tinggi dan risiko

gangguan pada metabolisme tubuh, namun hormon ini tetap berperan penting

karena dapat membantu mengatur tekanan darah. Selain itu, hormon ini akan

27
dibutuhkan saat seseorang sedang stres. Kortisol merupakan hormon yang dapat

mengubah protein tertentu menjadi energi yang dibutuhkan seseorang saat dalam

kondisi tertekan. Hal ini akan menjadi berbahaya apabila tubuh sedang dalam

kondisi yang sangat tertekan dan menghasilkan kortisol secara rutin.

Kelenjar adrenal juga menghasilkan hormon seks, yang juga disebut sebagai

hormon gonadal. Hormon ini dapat membantu fungsi seksual sekunder pada pria

dan wanita, termasuk pertumbuhan payudara pada wanita dan perubahan suara pada

pria. Ciri kelamin sekunder yang lebih dominan akan ditentukan oleh jumlah

hormon gonadal yang dihasilkan. Sebagai contoh, apabila testosteron dihasilkan

dalam jumlah yang sangat banyak, maka seorang wanita dapat mengalami

hirsutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan).

Pasien HAK memiliki kelainan genetik yang memengaruhi enzim tertentu.

Sehingga, kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan hormon tertentu dalam jumlah

yang tepat, misalnya kortisol. Ada kemungkinan tubuh akan menghasilkan hormon

dalam jumlah yang sangat banyak, namun biasanya jumlahnya tidak mencukupi.

B. Klasifikasi

1. Hiperplasia Adrenal Kongenital Non Klasik

Frekuensi hiperplasia adrenal kongenital nonklasik 10 kali

lebih banyak daripada bentuk klasik. Bayi perempuan dilahirkan

dengan genitalia eksterna yang normal. Manifestasi somatik dari

kelebihan androgen lebih ringan dibanding bentuk klasik.

Manifestasi paling dini ditemukan pada anak perempuan usia 6

28
bulan yang telah menunjukkan pertumbuhan rambut pubis. Pada

masa anak-anak atau remaja, simptom pada wanita dapat berupa

hirsutisme, kebotakan temporal, akne kistik yang berat,

keterlambatan menarche, gangguan menstruasi dan infertilitas.

Meningkatnya hormon androgen menyebabkan fusi epifisis yang

dini. Secara klinis akan didapatkan usia tulang (bone age) yang lebih

tua, kecepatan pertumbuhan liniar yang meningkat dan tinggi badan

akhir yang lebih pendek dari estimasi tinggi midparental.

2. Hiperplasia Adrenal Kongenital Klasik “ Non Salt – Losing”

Karena fungsi adrenokortikal mulai aktif pada janin usia

kehamilan 3 bulan, maka janin dengan gangguan ini mengalami

peningkatan hormon androgen justru pada masa kritis

berlangsungnya diferensiasi seksual. Oleh sebab itu bayi perempuan

mungkin lahir dengan genetalia ambigua. Pada kasus yang berat

maskulinisasi dapat terjadi dengan sangat nyata, sehingga uretra

terbentuk sebanyak falus dan sercara fenotipik sulit dibedakan

dengan laki-laki normal. Namun demikian, pada umunya fenotip

genetalia yang ditemukan adalah pembesaran klitoris dengan fusi

lipatan labios krotal. Pembentukan 2/3 bagian distal dari vagina dan

uretra ada dibawah kontrol androgen, Oleh karena itu mungkin

terbentuk sinus urogenital. Perkembangan organ genetalia interna

adalah normal. Bayi laki-laki mempunyai genetalia eksterna yang

normal, oleh sebab itu diagnosis difisiensi 21-hidroksilase pada bayi

29
laki-laki dan perempuan yang keliru dianggap laki-laki sering

terlambat sampai terlambat timbulnya firilisasi yang progresif. Bayi-

bayi ini menunjukkan pembesaran falus dan pada masa anak-anak

dapat timbul pubertas prekoks acne, suara besar dan berat,

percepatan pertumbuhan tinggi dan muskuloskeletal. Disusul

dengan fusi prematur epifisis. Jadi walaupun pertumbuhan tinggi

sangat cepat, potensi untuk mencapai tinggi yang sharusnya menjadi

berkurang dan anak-anak ini akan mempunyai perawakan pendek.

3. Hiperplasia Adrenal Kongenital Klasik “ Salt – Losing”

Kehilangan garam terjadi sebagai akibat terjadi dari

kurangnya produksi aldosteron yang dibutuhkan untuk membantu

tubulus renalis distal mereabsorbsi natrium. Bentuk ini terjadi pada

70-75% dari semua kasus defisiensi 21 hidroksilase klasik. Gejala

klinis lain pada bentuk ini sama seperti pada defisiensi 21-

hidroksilase klasik non salt-losing. Hilangnya garam dapat lebih

berat karena adanya efek matri uresis pada prekursor kortisol.

Kehilangan garam dan volume plasma disertai dengan hiperkalemia

dapat menuju krisis adrenal. Dehedrasi dan syok karena hilangnya

garam dapat terjadi pada minggu I-IV kehidupan. Pada saat dimana

diagnosis sering kali baru ditegakkan atau pada saat timbul pencetus

seperti misalnya infeksi sistemik. Bayi laki-laki mempunyai resiko

tinggi untuk jatuh dalam krisis adrenal karena tidak didapatkannya

genetalia ambigua yang dapat dipakai sebagai rambu. Pencegahan

30
krisi adrenal merupakan salah satu alasan diperlukannya program

skrening bayi baru lahir dan diagnosis

C. Etiologi

1. Defisiensi enzim 21-OH


Defisiensi enzim ini terjadi paling sering, lebih dari 90-95%
dari seluruh kasus CAH. Enzim 21-OH adalah enzim yang terlibat
dalam konversi kolesterol menjadi kortisol dan aldosteron, tapi tidak
dalam konversi menjadi testosteron. Pada defisiensi enzim 21-OH,
jalur aldosteron dan kortisol dihambat, sedangkan jalur androgen
yang tidak dipengaruhi oleh enzim 21-OH menjadi terstimulasi
secara berlebihan. Virilisasi pada kasus defisiensi enzim 21-OH
terjadi karena sekresi yang berlebihan dari androgen adrenal.
2. Defisiensi 11β-OH
Defisiensi enzim terjadi sekitar 5-8% dari kasus CAH. Pada
proses steroidogenesis, hal tersebut juga mengakibatkan turunnya
sintesis kortisol yang kemudian mengakibatkan overproduksi dari
prekursor kortisol dan steroid seks seperti yang terjadi pada kasus
defisiensi enzim 21-OH, sehingga defisiensi enzim 11β-OH
memiliki gambaran klinik berupa virilisasi yang mirip dengan
kelainan pada kasus defisiensi enzim 21-OH.
3. 11-DOC (11-deoksikortikosteron), yaitu steroid yang memiliki
aktifitas menyimpan garam. Meningkatkan kadar mineralokortikoid
sehingga terjadi retensi garam, hipokalemi dan hipertensi. Kasus ini
jarang terjadi.
4. Defisiensi enzim 3β –HSD
Defisiensi enzim 3β -HSDmerupakan penyebab kedua
terbesar dari CAH, yaitu sekitar 10% dari kasus. Tidak seperti CAH
karena defisiensi enzim 21-OH maupun 11β-OH yang hanya
mempengaruhi fungsi adrenal, pada defisiensi enzim 3β –HSD akan
berakibat pada kelenjar adrenal maupun fungsi gonad. Bayi yang

31
baru lahir dengan defisiensi enzim 3β –HSD memiliki gejala dari
defisiensi kortisol dan aldosteron. Pada anak perempuan dapat
memiliki perkembangan seksual yang normal maupun virilisasi
ringan yang kebanyakan terdeteksi pada masa pubertas. Oleh karena
hiperandrogenisme, maka dapat terjadi anovulasi kronik bahkan
amenore primer.
5. Defisiensi enzim 17α-OH
Defisiensi enzim-enzim ini juga dapat menimbulkan
kelainan-kelainan pada proses steroidogenesis di adrenal dan di
gonad. Uniknya terjadi kompensasi dari sekresi ACTH yang
memacu produksi berlebih dari mineralokortikoid, sehingga
menyebabkan hipertensi dan hipokalemia. Wanita dengan defisiensi
enzim 17α-OH akan mengalami sexual infantilism dan
hypergonadotropic hypogonadism. Hipergonadotropisme terjadi
karena defisiensi estrogen.
6. Defisiensi Steroidogenic Acute Regulatory (StAR) protein
Protein StAR adalah fosfoprotein mitokondria yang
bertanggung jawab mengangkut kolesterol dari luar ke dalam
membran interna mitokondria yang kemudian diubah menjadi
pregnenolon oleh P450cc. Kehilangan enzim ini menyebabkan
gangguan pada steroidogenesis di adrenal maupun gonad.
Kerusakan overium dapat terjadi setelah masa pubertas aibat adanya
kerusakan sel-sel ovarium.

D. Diagnosis
Terdapat 2 jenis CAH berdasarkan manifestasi klinis dan defek gen
yaitu tipe klasik dan nonklasik. Tipe klasik masih dibagi 2 berdasarkan
tingkat berat ringannya gejala yaitu salt wasting dan simple virilizing .
(2,3,4,5).
CAH tipe klasik memiliki karakteristik adanya gangguan fungsi
adrenokortikal yang ditandai dengan penurunan sekresi kortisol dan

32
aldosteron serta peningkatan sekresi androgen. Kadar androgen yang tinggi
mengakibatkan gangguan pembentukan genetalia eksterna pada wanita
sedangkan organ genetalia interna biasanya normal dimana hal ini akan
mengakibatkan kondisi female pseudohermaphrodism (FPH). Kelainan
genetalia eksterna pada wanita berupa maskulinisasi yang diklasifikasikan
berdasarkan derajat fusi pada labioskrotal, pembesaran klitoris dan adanya
perubahan anatomis dari uretra dan vagina dimana klasifikasi ini disebut
Prader. Berikut adalah gambar klasifikasi Prader :

Gambar 2. Klasifikasi Prader


Rendahnya kadar aldosteron pada 75% penderita CAH tipe klasik
menyebabkan krisis kehilangan natrium yang muncul pada minggu keempat
postnatal dimana gejala yang timbul adalah penurunan berat badan dan
nafsu makan, dehidrasi, muntah, diare, acidosis dan kegagalan untuk pulih
dari kondisi-kondisi tersebut. Keadaan ini disebut kondisi salt wasting yang
muncul pada 75% penderita CAH. 25% yang lain tidak menunjukkan
adanya manifestasi salt wasting dan hanya terdapat tanda-tanda virilisasi
dimana kondisi ini disebut simple virilization. Gejala klinis virilisasi lain
yang ditemukan adalah hirsutism, pubertas lebih awal berupa pembentukan
rambut pubis, axilla dan kelenjar keringat pada usia 8 tahun pada perempuan
dan 9 tahun pada laki-laki. Adanya tall stature dibandingkan dengan anak
lain seusianya, pertumbuhan tulang lebih cepat yang ditandai dengan fusi
dari epifise lebih awal sehingga akan memberikan manifestasi short stature

33
saat dewasa juga merupakan pubertas lebih awal yang sering ditemukan
pada CAH klasik. Pada umumnya manifestasi salt wasting dan/atau simple
virilizing ditemukan pada 4 minggu awal kehidupan sampai dengan 1 tahun
tetapi terdapat studi di Inggris yang menemukan bahwa manifestasi klinis
CAH juga dapat muncul lebih lambat (1,2,5,6,7,8)
Pada CAH tipe nonklasik manifestasi klinis yang ditemukan lebih
disebabkan karena hiperandrogenism daripada akibat defisiensi
glukokortikoid, yaitu pada anak-anak akan ditemukan pubertas premature,
clitoromegaly tanpa ambiguinitas genetalia sedangkan pada dewasa muda
gejala klinis yang ditemukan seperti hirsutism, oligomenorrhea, jerawat dan
infertilitas. Tidak semua individu dengan CAH non klasik akan memberikan
gejala. Terdapat sebuah studi yang mengamati hubungan fenotip dan
genotip pada 330 keluarga yang dicurigai terdapat riwayat CAH non klasik
menemukan hanya 9 individu yang simptomatik dan 42 individu tetap
asimptomatik walaupun terdapat kelainan genetik. Berikut adalah skema
manifestasi klinis dari CAH klasik dan non klasik :

Gambar 3. Spektrum Manifestasi Klinis CAH

Diagnosa penyakit ini ditegakkan dengan pemeriksaan 17α-OH


Progesterone (17 OHP) dimana angka normal adalah < 200 ng/dL. Bila
didapatkan hasil 200 – 10000 ng/dL maka harus dilakukan ACTH
stimulation test terlebih dahulu kemudian diperiksa ulang dan bila

34
ditemukan hasil > 10000ng/dL maka diagnosis CAH klasik dapat
ditegakkan tanpa melakukan ACTH stimulation test. Pada CAH nonklasik
juga ditemukan peningkatan 17 OHP tetapi penegakan diagnosis harus
didahului dengan ACTH stimulation test karena kadar 17 OHP dapat
ditemukan masih dalam batas normal atau sedikit meningkat.

E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Terapi CAH pada dasarnya adalah subtitusi glukokortikoid
dalam hal ini adalah kortisol dengan preparat hidrokortison dan
mineralokortikoid. Pada remaja dan dewasa dapat diberikan terapi
prednison dosis rendah (5-7,5 mg/hari dibagi dalam 2 kali
pemberian) atau deksametason dosis rendah (dosis total sebesar
1,25-1,5 mg diberikan dosis tunggal atau berbagi dalam dua kali
pemberian). Pasien harus dimonitor secara cermat adanya tanda-
tanda sindroma cushing iatrogenik seperti kenaikan berat badan
yang cepat, striae dan osteopenia.
2. Non – Farmakologi
Tindakan operatif disarankan dilakukan pada penderita
wanita dengan virilisasi berat dimana berdasarkan klasifikasi Prader
didapatkan stadium ≥3 Kelainan pada traktus urogenital bagian
bawah pada penderita wanita dengan CAH yang mengalami
virilisasi adalah adanya klitoromegali, fusi dari labium mayor pada
bagian posterior dan terbentuk sinus urogenital. Tindakan operatif
yang dilakukan berupa vaginoplasty, rekonstruksi perineal dan
clitoroplasty tergantung pada derajat Prader yang ditemukan dan
tindakan operatif direkomendasikan dilakukan seawal mungkin.

F. Komplikasi
Problem terapi pada penatalaksanaan CAH adalah kesulitan
mencapai keseimbangan antara kondisi hiperandrogenism dan

35
hiperkortisolism. Terapi yang kurang adekuat dapat menyebabkan
peningkatan resiko terjadinya krisis adrenal dan peningkatan produksi
hormon androgen dan percepatan pertumbuhan sedangkan terapi yang
berlebihan akan menimbulkan Sindroma Cushing iatrogenic, hipertensi dan
penekanan pertumbuhan tulang.

36
BAB III
KESIMPULAN

Hiperplasia adrenal kongenital (CAH) merupakan kelainan bawaan

pada kelenjar adrenal. Etiologi penyakit ini >90% CAH terjadi akibat

defisiensi enzim 21-hydroxylase, 5% disebabkan karena defisiensi enzim 11

β-hydroxylase dan <5% CAH yang jarang terjadi disebabkan oleh defisiensi

enzim 3 β-Hydroxysteroid dehydrogenase, 17 α-hydroxylase.

Terdapat 2 jenis CAH berdasarkan manifestasi klinis dan defek gen

yaitu tipe klasik dan nonklasik. Tipe klasik masih dibagi 2 berdasarkan

tingkat berat ringannya gejala yaitu salt wasting dan simple virilizing. CAH

tipe klasik memiliki karakteristik adanya gangguan fungsi adrenokortikal

yang ditandai dengan penurunan sekresi kortisol dan aldosteron serta

peningkatan sekresi androgen. Pada CAH tipe nonklasik manifestasi klinis

yang ditemukan lebih disebabkan karena hiperandrogenism daripada akibat

defisiensi glukokortikoid, yaitu pada anak-anak akan ditemukan pubertas

premature, clitoromegaly tanpa ambiguinitas genetalia sedangkan pada

dewasa muda gejala klinis yang ditemukan seperti hirsutism,

oligomenorrhea, jerawat dan infertilitas.

37
Terapi CAH pada dasarnya adalah subtitusi glukokortikoid dalam

hal ini adalah kortisol dengan preparat hidrokortison dan mineralokortikoid.

Pada remaja dan dewasa dapat diberikan terapi prednison dosis rendah (5-

7,5 mg/hari dibagi dalam 2 kali pemberian) atau deksametason dosis rendah

(dosis total sebesar 1,25-1,5 mg diberikan dosis tunggal atau berbagi dalam

dua kali pemberian). Pasien harus dimonitor secara cermat adanya tanda-

tanda sindroma cushing iatrogenik seperti kenaikan berat badan yang cepat,

striae dan osteopenia. Problem terapi pada penatalaksanaan CAH adalah

kesulitan mencapai keseimbangan antara kondisi hiperandrogenism dan

hiperkortisolism.

Terapi yang kurang adekuat dapat menyebabkan peningkatan resiko

terjadinya krisis adrenal dan peningkatan produksi hormon androgen dan

percepatan pertumbuhan sedangkan terapi yang berlebihan akan

menimbulkan Sindroma Cushing iatrogenic, hipertensi dan penekanan

pertumbuhan tulang.

38

Anda mungkin juga menyukai