Anda di halaman 1dari 9

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DAN KEKARANTINAAN

M.HASBI BAIHAQI M

71160891519

PENDAHULUAN

Berkenaan dengan pelaksanaan upaya untuk membunuh dan mengendalikan penyakit


yang tidak dapat dicegah dan tidak menular, informasi dan data pendukung melalui praktik
sehari-hari dan memasukkan kerangka kerja pengintaian epidemiologi penyakit sebagai
bagian dari pelaksanaan sistem pengamatan epidemiologi kesehatan sangat penting.

Surveilans kesehatan adalah kemajuan kesan yang tepat dan ulet dari informasi dan data
tentang frekuensi penyakit atau masalah klinis dan kondisi yang mempengaruhi
perkembangan dan penularan penyakit atau masalah klinis untuk memperoleh dan
memberikan data untuk bekerja dengan kontrol yang layak dan mampu dan penghindaran
berhasil.

Kejadian Luar Biasa, yang selanjutnya disingkat KLB, adalah peningkatan atau perluasan
berulangnya penyakit dan kematian yang secara epidemiologis penting dalam ruang tertentu
dalam jangka waktu tertentu, dan merupakan kondisi yang dapat memicu suatu episode.

Penyakit sampar adalah episode penyakit yang tidak dapat dilawan secara lokal, jumlah
korban pada dasarnya telah melampaui keadaan standar pada waktu dan wilayah tertentu dan
dapat menyebabkan pemusnahan yang masih di udara oleh Pendeta.

Pemeriksaan epidemiologi adalah kegiatan formatif yang dilakukan untuk mengenali


penyebab, penyebab pemikiran, sumber dan cara penularan/penyebaran serta sebagai bagian
yang dapat berdampak pada awal kontaminasi atau masalah klinis, rencana dibuat untuk
menjamin pengulangan atau setelah sumber flare-up/malapetaka .

Kantor Organisasi Bantuan Pemerintah adalah tempat yang digunakan untuk


berkonsentrasi pada organisasi kesejahteraan promotif, preventif, medis atau mungkin
rehabilitatif.

Karantina adalah pembatasan latihan dan tambahan detasemen individu yang terkena
penyakit tak tertahankan sebagaimana diatur dalam peraturan meskipun fakta bahwa mereka
tidak menunjukkan efek samping atau dalam masa penetasan, serta pembagian kompartemen,
alat transportasi, atau produk yang terkait dengan tercemar. dari individu atau barang yang
berpotensi mengandung penyebab penyakit atau sumber kontaminasi lainnya untuk
mencegah kemungkinan penyebarannya ke individu dan juga produk di sekitarnya.

Karantina orang adalah membatasi praktik atau pemisahan orang-orang yang tidak
terjangkit, namun mungkin diperkenalkan kepada para ahli ke dalam penderitaan atau, tidak
sepenuhnya diselesaikan untuk mengevaluasi efek insidental dan mengenali kasus lebih awal.
Karantina tidak sama dengan pesangon, yang merupakan pemisahan orang yang lemah atau
terkontaminasi dari orang lain, dengan cara ini mencegah penyebaran penyakit atau
kekotoran..

Karantina Lokal adalah pembatasan penduduk di suatu ruang termasuk lintas wilayah dan
produk terkait yang tercemar penyakit dan gejolak untuk mencegah kemungkinan penyebaran
penyakit atau tanah.

Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi melakukan penyusunan dan


pengkajian serta penyusunan laporan di bidang isolasi, observasi epidemiologi penyakit dan
kemungkinan penyakit momok serta infeksi baru dan muncul kembali, pengawasan implikasi
transportasi dan angkutannya, organisasi, asosiasi, studi, serta peningkatan inovasi,
persekolahan dan persiapan di bidang isolasi di Indonesia. wilayah kerja terminal udara,
pelabuhan, dan persimpangan jalur darat.

MATERI

Jenis dan Kegiatan Surveilans Kesehatan

1) Mengingat tujuan pelaksanaan, surveilans kesehatan terdiri dari:


a. Pengamatan infeksi yang tak tertahankan;
b. Observasi penyakit tidak menular;
c. Pengamatan kesejahteraan alam;
d. Pengamatan kesejahteraan berlapis; dan
e. Observasi masalah medis lainnya.
2) surveilans penyakit menular meliputi:
a. pengamatan infeksi yang bisa dihindari menggunakan inokulasi;
b. pengamatan DBD;
c. pengamatan demam hutan;
d. pengamatan infeksi zoonosis;
e. pengamatan filariasis;
f. pengamatan tuberkulosis;
g. pengamatan infeksi diare;
h. observasi infeksi tifoid;
i. observasi kecacingan dan infeksi perut lainnya;
j. pengamatan infeksi;
k. pengamatan infeksi frambusia;
l. pengamatan infeksi HIV/Helps;
m. pengamatan hepatitis;
n. pengamatan infeksi yang dikirim secara fisik; dan
o. pengamatan pneumonia, termasuk kontaminasi pernapasan yang sangat intens
(penyakit pernapasan yang sangat serius).
3) Surveilans penyakit tidak menular meliputi:
a. pengamatan infeksi pembuluh darah arteri dan vena;
b. pengamatan diabetes mellitus dan sindroma metabolik;
c. pengamatan penyakit;
d. pengamatan penyakit konstan dan degeneratif;
e. pengamatan kebingungan mental; dan
f. pengamatan kejengkelan karena kecelakaan dan demonstrasi kejahatan.
4) Surveilans kesehatan lingkungan meliputi:
a. Pengamatan tempat air bersih;
b. Pengamatan tempat umum;
c. Pengamatan pemukiman dan area pribadi;
d. Pengamatan limbah saat ini, pusat dan berbagai kegiatan;
e. Pengamatan vektor dan hewan penyebar sumber penyakit;
f. Pengamatan kesehatan dan keselamatan dalam kerja; dan
g. Pengamatan infeksi yang berhubungan dengan Fasilitas manfaat Pelayanan
Kesehatan.
5) Surveilans kesehatan matra meliputi:
a. pengamatan kesehatan haji;
b. pengamatan bencana dan masalah sosial; dan
c. pengamatan kesehatan matra laut dan udara.
6) Surveilans masalah kesehatan lainnya, yaitu:
a. surveilans kesejahteraan sehubungan dengan isolasi;
b. pengamatan rezeki dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG);
c. pengintaian mikronutrien untuk kekurangan yodium, kekurangan zat besi
pucat, defisiensi vitamin A;
d. pengamatan gizi terbaik;
e. pengamatan kesejahteraan ibu dan anak termasuk propagasi;
f. pengamatan kesejahteraan lama;
g. pengintaian penggunaan narkoba kronis, opiat, zat psikotropika, obat-obatan
dan bahan berbahaya;
h. penelusuran penggunaan obat, obat konvensional, produk perawatan
kecantikan, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan keluarga; dan
i. peninjauan mutu pangan dan bahan kebutuhan pangan.
7) Selain jenis Surveilans Kesehatan, Menteri dapat memutuskan berbagai jenis
Surveilans Kesehatan sesuai kebutuhan kesejahteraan.

Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan membantu melalui berbagai informasi,


penanganan informasi, pemeriksaan informasi, dan penyebaran sebagai unit yang tidak dapat
dibedakan untuk membuat data yang berkepala dingin, terukur, serupa lintas keadaan, antar
kabupaten, dan pertemuan lokal sebagai hal dinamis.

Informasi digunakan sebagai pedoman untuk pengambilan keputusan, meliputi:


o besaran masalah;
o faktor risiko;
o endemisitas;
o patogenitas, virulensi dan mutasi;
o status KLB/Wabah;
o kualitas pelayanan;
o kinerja program; dan/atau
o dampak program.

Pelaksanaan Surveilans Kesehatan harus memiliki pilihan untuk memberikan gambaran


epidemiologi yang tepat dengan memperhatikan komponen waktu, tempat dan individu..

Bentuk Penyelenggaraan

1. Berdasarkan jenis pelaksanaannya, surveilans kesehatan terdiri dari:


a. persepsi berbasis penanda
b. persepsi berdasarkan kesempatan.

2. Penegasan berdasarkan penanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf an


diisi untuk mendapatkan gambaran penyakit, faktor peluang dan penyakit serta
hal-hal yang mempengaruhi bantuan pemerintah yang merupakan aturan program
dengan memanfaatkan sumber informasi yang tersusun.
3. Pengintaian berdasarkan kejadian dilakukan untuk menangkap dan memberikan
data secara cepat tentang suatu infeksi, faktor risiko, dan penyakit dengan
memanfaatkan sumber informasi selain informasi yang tersusun.
4. Pelaksanaan Surveilans Kemakmuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperkuat dengan pengujian kantor eksplorasi dan penilaian pendukung lainnya.
Tujuan kegiatan surveilans :
a) Mengamati pola penularan penyakit di tingkat publik dan di seluruh dunia
b) Mengarahkan pengenalan cepat di daerah tanpa penularan infeksi dan observasi kasus
di daerah dengan penularan infeksi, termasuk penduduk yang lemah.
c) Memberikan data epidemiologi untuk mengarahkan pertaruhan dengan evaluasi di
tingkat publik, lokal dan seluruh dunia.
d) Berikan data epidemiologi sebagai semacam perspektif untuk kesiapan dan reaksi.
e) Menilai dampak pandemi pada kerangka kesejahteraan dan bantuan sosial.

Tujuan penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan :


a) melindungi masyarakat secara umum dari penyakit serta Faktor Peluang
Kesejahteraan Umum yang mungkin dapat menyebabkan Krisis Kesejahteraan
Umum;
b) mencegah dan mencegah penyakit serta Faktor Peluang Kesejahteraan Umum yang
mungkin dapat menyebabkan Krisis Kesejahteraan Umum;
c) memperluas fleksibilitas publik di bidang kesejahteraan umum, dan
d) memberikan asuransi dan hukuman yang sah kepada pekerja lokal dan kesejahteraan.

Tugas dan Fungsi Masing-Masing Sub Direktorat:

Menurut Permenkes Nomor 64 Tahun 2015 pasal 284, Direktorat Pengawasan dan Karantina
Kesejahteraan Rakyat mempunyai tugas melakukan penetapan dan pelaksanaan pendekatan,
penyusunan standar, pedoman, metodologi dan aturan, dan memberikan arahan dan
pengawasan khusus, serta pemeriksaan, penilaian, dan pengumuman di bidang pengawasan
kesehatan dan karantina. sesuai dengan pengaturan peraturan. Dalam menyelesaikan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 284,

I. Kesiapan rencana strategi di bidang pengamatan, timbulnya penyakit yang tidak dapat
dicegah, karantina kesehatan dan vaksinasi
II. Menyiapkan pelaksanaan pengaturan di bidang pengamatan, timbulnya penyakit yang
tak tertahankan, karantina kesehatan dan vaksinasi;
III. Kesiapan penyusunan standar, prinsip, sistem dan model di bidang pengamatan,
penyakit yang timbul, karantina kesehatan dan vaksinasi.
IV. Kesiapan memberikan arahan dan pengawasan khusus di bidang pengamatan,
penyakit yang timbul, karantina kesehatan dan vaksinasi.
V. Pengecekan, pengkajian, dan perincian di bidang observasi, penyakit yang timbul,
karantina kesehatan dan vaksinasi
VI. Pelaksanaan wewenang dan urusan keluarga Direktorat.

Program Surveilans Kesehatan meliputi:

a) Pengumpulan data
Bermacam-macam informasi diselesaikan dengan cara yang berfungsi serta terpisah.
Macam-macam Informasi Surveilans Kesehatan dapat berupa informasi mengenai
unsur-unsur Griness, Mortality, dan Chance. Berbagai informasi dapat diperoleh dari
berbagai sumber termasuk orang, Kantor Administrasi Kesejahteraan, unit terukur dan
segmen, dll. Strategi pemilihan informasi harus dimungkinkan melalui wawancara,
persepsi, estimasi, dan penilaian tujuan. Dalam menyelesaikan latihan pengumpulan
informasi, diperlukan instrumen sebagai perangkat. Instrumen dibuat dengan alasan
untuk melengkapi pengamatan dan memuat setiap faktor informasi penting.
b) Pengolahan data
Sebelum informasi ditangani, perubahan dibersihkan dan diperiksa kembali,
kemudian informasi ditangani melalui pencatatan informasi, persetujuan, pengkodean,
perubahan dan pengumpulan dengan mempertimbangkan faktor tempat, waktu, dan
individu. Konsekuensi penanganan dapat berupa tabel, grafik, dan panduan sesuai
dengan faktor kelompok usia, orientasi, tempat dan waktu, atau termasuk faktor
perjudian tertentu. Setiap faktor ini diperkenalkan sebagai ukuran epidemiologi yang
sesuai (tingkat, proporsi, dan luasnya). Penanganan informasi yang baik akan
memberikan data eksplisit tentang penyakit atau kondisi medis potensial. Berikutnya
adalah pengenalan informasi yang ditangani dalam struktur yang berguna serta
menarik. Hel ini mempengaruhi informasi klien untuk mengerti kondisi yang
diperkenalkan.
c) Analisis data
Analisis data dilaksanakan melalui memakai strategi epidemiologi ekspresif serta
ilmiah untuk menyampaikan data sesuai target pengamatan yang ditetapkan.
Penyelidikan dengan teknik epidemiologi yang mencerahkan diarahkan untuk
mendapatkan gambaran penyebaran infeksi atau masalah medis dan unsur-unsur yang
mempengaruhinya secara waktu, tempat dan individu. Sementara itu, pemeriksaan
dengan menggunakan teknik epidemiologi ilmiah dilakukan untuk memutuskan
hubungan antara faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan tingkat
penyakit atau masalah medis. Untuk lebih mudahnya melakukan penelitian dengan
kajian ilmiah tentang strategi penularan penyakit dapat menggunakan alat-alat yang
terukur. Konsekuensi dari pemeriksaan akan memberikan panduan dalam
memutuskan sejauh mana masalah, kecenderungan suatu keadaan, keadaan dan hasil
logis dari suatu peristiwa, dan membuat keputusan. Membuat keputusan dari
konsekuensi pemeriksaan harus didukung oleh hipotesis dan studi logis yang ada.
d) Diseminasi informasi.
Diseminasi informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi
yang mudah diakses. Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas
surveilans secara aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan hasil analisis.

KEKARANTINAAN KESEHATAN DI PINTU MASUK DAN DI WILAYAH


(1) Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk dan di wilayah dimunculkan melalui
persepsi penyakit dan Variabel Bahaya Kesehatan Umum untuk Perangkat
Transportasi, individu, Barang, dan juga iklim, serta reaksi terhadap Krisis Kesehatan
Umum sebagai tindakan Karantina Kesehatan.
(2) Tindakan Kekarantinaan Kesehatan berupa:
a. Karantina, pemutusan, inokulasi atau profilaksis, rujukan, sterilisasi, atau
kemungkinan pembersihan individu seperti yang ditunjukkan;
b. Keterbatasan Sosial Lingkup Besar; '
c. sanitasi, pemurnian, disinfeksi, serta deratisasi Perangkat Keras dan Barang
dagangan Kendaraan; dan tambahan
d. kesejahteraan, keamanan, dan pengendalian media ekologis.

Dasar hukum :
1. Peraturan No.1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut.
2. Peraturan No.2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara.
3. Peraturan Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah.
4. Peraturan Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pengamanan Anak.
5. Peraturan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan.
6. Peraturan Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesejahteraan Tenaga Kerja
7. Peraturan tidak resmi No.40 Tahun 1991 tentang Pengendalian Episode Penyakit
Yang Tidak Dapat Ditolak;
8. Pedoman Imam Kesejahteraan Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesejahteraan
Anak;
9. Pedoman Pendeta Kesejahteraan No.45 tentang Pelaksanaan Pengawasan
Kesejahteraan.
10. Pernyataan Pendeta Kesejahteraan No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Tata Tertib
Pelaksanaan Kerangka Kerja Pengamatan Epidemiologi Terpadu untuk Infeksi yang
Tidak Dapat Ditolak dan Tidak Dapat Dipindahkan.
11. Surat Pernyataan Pendeta Kesejahteraan No. 949/Menkes/SK/VI11/2004 tentang Tata
Tertib Pelaksanaan Kerangka Kesiapan Dini yang Luar Biasa.
12. Surat Keputusan Pendeta Kesejahteraan No. 424/Menkes/SK/IV/2007 tentang Tata
Tertib Upaya Kesejahteraan Pelabuhan Dalam Rangka Karantina Kesejahteraan.
13. Pengumuman Pendeta Kesejahteraan Nomor 425/Menkes/SK/IV/2007 tentang Tata
Tertib Pelaksanaan Karantina Kesejahteraan Di Kantor Kesejahteraan Pelabuhan.
Pernyataan Imam Kesejahteraan No. 431/Menkes/SK/IV/2007 tentang Aturan Khusus
Pengendalian Bahaya Kesejahteraan Ekologis di Pelabuhan Lintas Jalur/Terminal
Udara/Pos Berkaitan dengan Karantina Kesejahteraan.
14. Deklarasi Pendeta Kesejahteraan No. 612/Menkes/SK/V/2010 tentang Aturan
Pelaksanaan Karantina Kesejahteraan Dalam Penanganan Krisis Kesejahteraan
Umum yang Mengguncang Dunia.
15. Surat Keputusan Pendeta Kesra No. 1314/Menkes/SK/IX/2010 tentang Tata Tertib
Normalisasi SDM, Perkantoran dan Yayasan di Kantor Kesejahteraan Pelabuhan.
16. Pedoman Imam Kesejahteraan No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Infeksi
Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Episode dan Upaya Pengendalian.
17. Pedoman Imam Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Vaksinasi.
18. Pedoman Kesejahteraan Ulama Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pengawasan Kesejahteraan.
19. Pedoman Kesejahteraan Ulama Nomor 75 Tahun 2014 tentang Fokus Kesejahteraan
Daerah;
20. Pedoman Kesejahteraan Pendeta Nomor 82 Tahun 2014 tentang Pengendalian
Penyakit Yang Tidak Dapat Ditolak;
21. Pedoman Kesejahteraan Pendeta Nomor 53 Tahun 2015 tentang Pengendalian Infeksi
Hepatitis;
Pedoman Pendeta Kesejahteraan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perkumpulan dan
Tata Kerja Ibadah.

Seperti yang ditunjukkan oleh Asosiasi Kesehatan Dunia (WHO), karantina mungkin
diarahkan untuk orang-orang yang dianggap telah terkena penyakit yang menular, tetapi tidak
menunjukkan gejala. Selain memeriksa jika ada efek samping, masa isolasi berarti seseorang
yang mungkin telah ditemukan tidak akan menularkan penyakit kepada orang lain, karena
mereka tetap di rumah. karantina mandiri berlangsung selama 14 hari. Empat belas hari sudah
cukup untuk diwaspadai jika mereka akhirnya menjadi lemah dan mencemari orang lain.

Strategi Penanggulangan Pandemi

1. Putar balik dan hentikan laju penularan/penyakit, dan tunda penyebaran infeksi.

2. Memberikan pelayanan kesehatan yang ideal kepada pasien, terutama kasus-kasus dasar.

3. Membatasi dampak pandemi pada kerangka kesejahteraan, administrasi sosial, latihan


moneter, dan latihan bidang lainnya.
Karantina adalah cara paling umum untuk mengurangi perjudian penularan melalui upaya
untuk mengisolasi orang-orang lemah yang telah dikonfirmasi lab atau memiliki efek
samping dari area lokal yang lebih luas.

Manajemen Kesmas pada Kasus Suspek Apabila menemukan kasus Suspek maka dilakukan
manajemen kesmas meliputi:

a. Pengasingan diselesaikan oleh model sebagai bergabung. Pengasingan selesai sejak


seseorang dinyatakan sebagai tersangka. Pemisahan dapat dihentikan jika memenuhi
standar yang ditentukan.
b. Berbagai contoh untuk kesimpulan diselesaikan oleh staf laboratorium lingkungan
yang lengkap dan berpengalaman baik di kantor kesehatan atau area pemeriksaan.
Penyampaian contoh digabungkan dengan struktur pemeriksaan epidemiologi seperti
terlampir.
c. Pengecekan mulai dari efek samping tersangka dilakukan sewaktu-waktu sambil
menunggu hasil ujian komunitas. Pengecekan dapat dilakukan melalui telepon atau
melalui kunjungan standar (setiap hari) dan dicatat pada struktur persepsi sehari-hari
sebagai terhubung. Persepsi dibuat sebagai pemeriksaan tingkat intensitas interior dan
penyaringan efek samping dari hari ke hari. Untuk tersangka yang menyelundup di
rumah, pengawasan dilakukan oleh petugas FKTP dan satu tim dengan dinas
kesejahteraan ekologis. Pemeriksaan dapat dihentikan jika konsekuensi evaluasi
selama 2 hari yang konsisten dengan waktu berjam-jam menunjukkan hasil yang tidak
menguntungkan. Kasus-kasus pemikiran yang telah diisolasi dan dianalisis dapat
diberikan dengan keputusan setelah periode persepsi selesai seperti pada konstruksi
gabungan.
d. Pekerja kesehatan memberikan informasi tentang perjudian, seperti informasi,
antisipasi penularan, penanganan lebih lanjut jika terjadi kerusakan, dan lain-lain.
Tersangka dalam persembunyian harus menyelesaikan persiapan sesuai acara
keberangkatan.
e. Penilaian epidemiologis selesai karena masih belum diketahui sebagai tersangka,
memastikan untuk mengenali kontak dekat.

Pengendalian lingkungan :

Struktur alam dan bahaya harus diikuti dan dipasang. Staf kebersihan harus diajari dan
terlindung dari penyakit dan menjamin bahwa permukaan dalam iklim dibersihkan dengan
andal dan lengkap selama jangka waktu pemeliharaan.

Referensi
1. Depkes R.I.. Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP). Ditjen PPM &
PL, Departemen Kesehatan R.I., Edisi I, 2003.
2. Depkes R.I. Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit
Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu 2003.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor
1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaran Sistem Surveilans
Epidemiologi Kesehatan.
4. Masrochah, S. 2006. Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi Sebagai Pendukung
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Di Dinas Kesehatan Kota
Semarang. PhD Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
5. Permenkes 9 tahun (2020). Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan
COVID-19.

Anda mungkin juga menyukai