Anda di halaman 1dari 29

Clinical Science Session

NYERI KEPALA PRIMER

Oleh :

Vannisa Al Khalish 1840312742

Preseptor:

dr. Fanny Adhi Putri, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF RSUP DR. M. DJAMIL PADANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan clinical science session (CSS) yang
berjudul “Nyeri Kepala Primer”. CSS ini penulis susun untuk menambah
pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca, serta memenuhi salah satu syarat
dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Penyakit Syaraf Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Fanny Adhi Putri, Sp.S
selaku preseptor saya. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan CSS ini. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa CSS ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan CSS ini. Semoga CSS ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Sampul ..................................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
Daftar Gambar ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Batasan Masalah ........................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 1
1.4 Metode Penulisan.......................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi .................................................................................. 3
2.2 Definisi Nyeri Kepala ................................................................................... 4
2.3 Epidemiologi ................................................................................................ 4
2.4 Klasifikasi Nyeri Kepala .............................................................................. 4
2.5 Migren
2.5.1 Klasifikasi Migren .................................................................................. 6
2.5.2 Patofisiologi Migren ............................................................................... 7
2.5.3 Diagnosis Migren.................................................................................... 9
2.5.4 Tatalaksana Migren ............................................................................... 11
2.5.5 Prognosis Migren .................................................................................. 13
2.6 Tension Type Headache
2.6.1 Klasifikasi Tension Type Headache (TTH).......................................... 14
2.6.2 Patofisiologi Tension Type Headache (TTH) ...................................... 14
2.6.3 Diagnosis Tension Type Headache (TTH) ........................................... 16
2.6.4 Tatalaksana Tension Type Headache (TTH).........................................18
2.6.5 Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH) ................. 19
2.7 Cluster Headache
2.7.1 Etiologi dan Faktor Risiko Cluster Headache ...................................... 19
2.7.2 Patofisiologi Cluster Headache............................................................. 20
2.7.3 Diagnosis Cluster Headache ................................................................. 20
2.7.4 Tatalaksana Cluster Headache .............................................................. 22
BAB 3 KESIMPULAN ...................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Inervasi struktur intracranial yang sensitif terhadap nyeri…...............3


Gambar 2.2 Algoritma diagnosis nyeri kepala.........................................................5
Gambar 2.3 Distribusi nyeri pada migren.........................................................................7
Gambar 2.4 Tipe nyeri pada tension type headache........................................................17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman
yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan
belakang kepala. dan daerah wajah. Nyeri kepala adalah keluhan umum yang
dapat terjadi akibat berbagai macam penyebab yang membuat pemeriksaan harus
dilakukan dengan lengkap.1
Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala tanpa disertai adanya
penyebab struktural-organik, sedangkan nyeri kepala sekunder merupakan nyeri
kepala yang disebabkan oleh adanya suatu penyakit tertentu (underlying disease).2
Nyeri kepala biasa disebabkan oleh gaya hidup, kondisi penyakit, jenis
kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor
genetik. Prevalensi nyeri kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%)
atau 45 juta orang menderita nyeri kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut
merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache.1,2
Penatalaksanaan untuk nyeri kepala berbeda–beda bergantung dari jenis
nyeri kepala yang terjadi. Oleh karena itu perlu untuk mengetahui jenis dan
karakteristik masing-masing dari nyeri kepala baik primer ataupun sekunder
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.3

1.2 Batasan Masalah

Clinical science session ini membahas mengenai definisi, klasifikasi,


diagnosis dan tatalaksana dari nyeri kepala primer.

1.3 Tujuan Penelitian

Penulisan clinical science session ini bertujuan untuk menambah


pengetahuan dan wawasan mengenai nyeri kepala primer.

1
1.4 Metode Penulisan

Clinical science session ini ditulis dengan metode studi kepustakaan yang
merujuk kepada berbagai literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila
ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah,
seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.3
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri
oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan
kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat
mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan (iskemia jaringan),
meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke
reseptor nyeri sensitif mekanik.3
Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks
serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa
posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari
orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar,
gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah
parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus. 1

Gambar 2.1 Inervasi struktur intracranial yang sensitif terhadap nyeri3

3
2.2 Definisi Nyeri Kepala

Nyeri kepala dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak
mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah
belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tengkuk). Nyeri kepala adalah
nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal. Pendapat lain mengatakan nyeri
atau perasaan tidak enak diantara daerah orbital dan oksipital yang muncul dari
struktur nyeri yang sensitif.1
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu
nyeri kepala yaitu peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau
ekstrakranium, traksi pembuluh darah, kontraksi otot kepala dan leher (kerja
berlebihan otot), peregangan periosteum (nyeri lokal), degenerasi spina servikalis
atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra
servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip-opiat, bahan aktif pada
endorfin).4
2.3 Epidemiologi
Faktor risiko terjadinya nyeri kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit,
jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor
genetik. Prevalensi nyeri kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%)
atau 45 juta orang menderita nyeri kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut
merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang
berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7%.
Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan
pada wanita, migren sering terjadi pada usia lebih dari 12 tahun. HIS juga
mengemukakan cluster headache 80 ± 90 % terjadi pada pria dan prevalensi nyeri
kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.5
2.4 Klasifikasi Nyeri Kepala
Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder. Nyeri kepala primer dapat dibagi menjadi migren, tension type
headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan nyeri
kepala primer lainnya.
Nyeri kepala sekunder dapat dibagi menjadi nyeri kepala yang disebabkan
oleh karena trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskular

4
kranial dan servikal, nyeri kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular
intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atau withdrawal, nyeri kepala akibat
infeksi, nyeri kepala akibat gangguan homeostasis, nyeri kepala atau nyeri pada
wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut atau
struktur lain di kepala dan wajah, nyeri kepala akibat kelainan psikiatri.2

Gambar 2.2 Algoritma diagnosis nyeri kepala17

5
2.5 Migren

Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala


dengan serangan nyeri yang berlansung 4 ± 72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh
aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.6
Penyebab pasti migren tidak diketahui, namun 70 – 80 % penderita migren
memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migren juga. Risiko terkena
migren meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migren dengan
aura. Namun, dalam migren tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang
mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara riwayat
migren dari pihak ibu. Migren juga meningkat frekuensinya pada orang-orang
dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial myopathy,
encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien dengan
kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with
subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane dengan
aura.6,7
2.5.1 Klasifikasi Migren
Secara umum migren dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Migren dengan aura
Migren dengan aura disebut juga sebagai migren klasik. Diawali
dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh
nyeri kepala unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi
berurutan dan manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit
yaitu sekitar 5-20 menit.
2) Migren tanpa aura
Migren tanpa aura disebut juga sebagai migren umum. Nyeri
kepalanya hampir sama dengan migren dengan aura. Nyerinya pada salah
satu bagian sisi kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia
dan fonofobia. Nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam.

6
Gambar 2.3 Distribusi nyeri pada migren3

2.5.2 Patofisiologi Migren


A. Teori vaskular3
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam
terjadinya migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala
disertai denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami
konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif
setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial
mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini akan
menstimulasi orang untuk merasakan nyeri kepala. Dalam keadaan yang
demikian, vasokonstriktor seperti ergotamin akan mengurangi nyeri kepala,
sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin akan memperburuk nyeri kepala.
B. Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh
para neurologist di dunia. Pada saat serangan migren terjadi, nervus trigeminus
mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal
inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga
menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota
keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin.
Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar
tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan
perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital.
Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai
efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan

7
ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia.
CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten.
Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2.
Pada prinsipnya, penderita migren yang sedang tidak mengalami serangan
mengalami hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di korteks
oksipital, yang diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik
transkranial. Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migren menjadi rentan
mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi.
Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migren, sering
terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut
tersensitisasi saat episode migren. Mekanisme migren berwujud sebagai refleks
trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri.
Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian
akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya
rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.
C. Teori cortical spreading depression (CSD)
Patofisiologi migren dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading
depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra
yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan
gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama
vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah
pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan
neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus
kaudatus, memulai terjadinya migren. Pada migren tanpa aura, kejadian kecil di
neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi
migren. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial
untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-
related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi
plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat,
terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular.
Selain CSD, migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di

8
antaranya aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan
defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-
hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis
dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan
dapat menghilangkan migren dengan efektif.
2.5.3 Diagnosis Migren
A. Gejala Klinis
Melalui anamnesis, suatu serangan migren dapat menyebabkan sebagian
atau seluruh tanda dan gejala, sebagai berikut15:
a. Nyeri sedang sampai berat, kebanyakan penderita migren merasakan
nyeri hanya pada satu sisi kepala, hanya sedikit yang merasakan nyeri
pada kedua sisi kepala.
b. Sakit kepala berdenyut atau serasa ditusuk-tusuk.
c. Rasa nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik.
d. Saat serangan nyeri kepala penderita tidak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari.
e. Disertai mual dengan atau tanpa muntah.
f. Fotofobia dan atau fonofobia.
g. Apabila terdapat aura, paling sedikit terdapat dua dari karakteristik di
bawah ini:
• Sekurangnya satu gejala aura menyebar secara bertahap ≥5 menit,
dan/atau dua atau lebih gejala terjadi secara berurutan.
• Masing-masing gejala aura berlangsung antara 5-60 menit
• Setidaknya satu gejala aura unilateral
• Aura disertai dengan, atau diikuti oleh gejala nyeri kepala dalam
waktu 60 menit.

Pada pemeriksaan fisik, tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan


neurologis normal. Temuan-temuan yang abnormal menunjukkan sebab-sebab
sekunder, yang memerlukan pendekatan diagnostik dan terapi yang berbeda.
Migren dengan aura
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa.
Yang berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur

9
gambaran positif dan negatif, kemudian menghilang sempurna yang memenuhi
kriteria migren tanpa aura.3
Kriteria diagnostik :
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak
dijumpai kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang
berkedip- kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif
(hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and
needles), dan/atau negatif (hilang rasa/baal).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral
2. paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit
dan /atau jenis aura yang lainnya > 5 menit.
3. masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala mulai sewaktu aura atau mengikuti aura dalam waktu 60
menit
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Migren tanpa aura
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau
tidak berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita
menghindari aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik
tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Mual dan/atau muntah

10
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan nyeri kepala yang diakibatkan oleh
penyakit struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala
hampir sama dengan migren. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat
menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang dapat memperparah nyeri
kepala dan mempersulit pengobatannya.15
b. Pencitraan
CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti:
pasien baru pertama kali mengalami nyeri kepala, ada perubahan dalam
frekuensi serta derajat keparahan nyeri kepala, pasien mengeluh nyeri
kepala hebat, nyeri kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis
abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, nyeri kepala
unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala neurologis
kontralateral.15
c. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami nyeri
kepala, nyeri kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang
hidupnya, nyeri kepala rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit
disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau
MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat
meningkatkan tekanan intracranial.
2.5.4 Tatalaksana Migren
A. Terapi Abortif15
1. Abortif non spesifik: analgetik, obat anti-inflamasi non steroid (OAINS)
• Analgetik dan OAINS
a. Aspirin 500 - 1000 mg per 4-6 jam (Level of evidence : A).
b. Ibuprofen 400 – 800 mg per 6 jam (A).
c. Parasetamol 500 -1000 mg per 6-8 jam untuk terapi migrain akut
ringan sampai sedang (B).

11
d. Kalium diklofenak (powder) 50 -100 mg per hari dosis tunggal.
• Antimuntah
a. Antimuntah oral atau per rektal dapat digunakan untuk mengurangi
gejala mual dan muntah dan meningkatkan pengosongan lambung (B)
b. Metokloperamid 10mg atau donperidone 10mg oral dan 30mg rektal.

2. Abortif spesifik: triptan, dihidroergotamin, ergotamin, diberikan jika


analgetik atau OAINS tidak ada respon.
• Triptan
a. Triptan oral dapat digunakan pada semua migran berat jika
serangan sebelumnya belum dapat dikendalikan dengan analgesik
sederhana (A).
b. Sumatriptan 30mg, Eletriptan 40-80 mg atau Rizatriptan 10 mg (A).

• Ergotamin
Ergotamin tidak direkomendasikan untuk migrain akut (A).
Risiko medication overuse headache (MOH) harus dijelaskan ke pasien,
ketika memulai terapi migrain akut
Terapi Profilaktif
• Prinsip umum:
o Obat harus dititrasi perlahan sampai dosis efektif atau maksimum
untuk meminimalkan efek samping.
o Obat harus diberikan 6 sampai 8 minggu mengikuti dosis titrasi.
o Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan kondisi
komorbid pasien.
o Setelah 6-12 bulan profilaksi efektif, obat dihentikan secara
bertahap.
• Beta bloker
o Propanolol 80-240 mg per hari sebagai terapi profilaksi lini pertama
(A).
o Timolol 10-15 mg dua kali/hari, dan metropolol 45- 200 mg/hari,
dapat sebagai obat profilaksi alternatif (A)

• Antiepilepsi

12
o Topiramat 25-200 mg per hari untuk profilaksi migrain episodik dan
kronik (A).
o Asam valproat 400-1000 mg per hari untuk profilaksi migrain
episodik (A).
• Antidepresi
o Amitriptilin 10-75mg, untuk profikasi migrain
• Obat antiinflamasi non steroid
o Ibuprofen 200 mg 2 kali sehari (B)

Edukasi

1. Terapi komprehensif migrain mencakup terapi akut dan profilaksi,


menejemen faktor pencetus dan gaya hidup melalui strategi
selfmanagement.
2. Self-management, pasien berperan aktif dalam menejemen migrainnya.
• Self-monitoring untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi migrainnya. o Mengelola faktor pencetus secara
efektif.
• Pacing activity untuk menghindari pencetus migrain.
• Menghindari gaya hidup yang memperburuk migrain.
• Teknik relaksasi.o Mempertahankan sleep hygiene yang baik.
• Mampu mengelola stres.
• Cognitive restructuring untuk menghindari berfikir negatif.
• Communication skills untuk berbicara efektif tentang nyeri pada
keluarga.
3. Menggunakan obat akut atau profilaksi secara wajar.

2.5.5 Prognosis Migren


Untuk banyak orang, migren dapat remisi dan menghilang secara utuh pada
akhirnya, terutama karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar estrogen setelah
menopause bertanggungjawab atas remisi ini bagi beberapa wanita. Walaupun
demikian, migren juga dapat meningkatkan faktor risiko seseorang terkena stroke,
baik bagi pria maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun. Sekitar 19% dari
seluruh kasus stroke terjadi pada orang-orang dengan riwayat migren. Migrain

13
dengan aura lebih berisiko untuk terjadinya stroke khususnya pada wanita. Selain
itu, migren juga meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti
menemukan bahwa 50% pasien dengan Patent Foramen Ovale menderita migren
dengan aura dan operasi perbaikan pada pasien Patent Foramen Ovale dapat
mengontrol serangan migren.
2.6 Tension Type Headache

Nyeri kepala berulang yang berlangsung dalam hitungan menit sampai


hari, dengan sifat nyeri yang biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan
sampai berat, dirasakan di seluruh kepala, tidak dipicu oleh aktifitas fisik dan
gejala penyerta nya tidak menonjol.9
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus
menerus otot-otot kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis,
M.maseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan
M.levator skapula).
Penyebab dan faktor risiko pencetus Tension Type Headache (TTH) adalah
stress, depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan
mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan
ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan
enkephalin.9,10
2.6.1 Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)
Disebut sebagai nyeri kepala TTH Episodik frekuen bila terjadi sedikitnya
10 episode yang timbul selama 1–14 hari/bulan selama paling tidak 3 bulan (12–
180 hari/tahun) atau TTH kronik bila nyeri kepala timbul > 15 hari per bulan,
berlangsung > 3 bulan (≥180 hari/tahun).15
2.6.2 Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur
dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan
terjadinya TTH sebagai berikut9,10:
1. Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf
perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH
sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH,

14
2. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan
permanen tanpa disertai iskemia otot,
3. Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis
yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal
dan kornu dorsalis (aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input
nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi
regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot
perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada
jaringan miofasial,
4. Hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal,
talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal
(limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri ( tekanan,
elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain
itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending pain inhibit activity,
5. Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan
kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri,
6. Terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang
otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin
dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet,
penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot
temporal dan maseter,
7. Faktor psikogenik (stres mental) dan keadaan non-physiological motor
stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan
menstimulasi perifer dan aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu
modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan meningkatkan
frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur
transmisi nyeri,
8. Aktivasi NOS (Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu nyeri kepala. Ada
beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik
(kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2
dalam darah menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam

15
darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan
mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot
yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf
simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan
mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan
menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang
ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm
reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana stress
menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan
oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan
mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran
bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri.
Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen
yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga
simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang digunakan
berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+.
Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.9,10
2.6.3 Diagnosis Tension Type Headache (TTH)
Dari anamnesis didapatkan gejala berupa15:
• Nyeri tersebar secara difus, intensitas nyerinya mulai dari ringan sampai
sedang.
• Waktu berlangsungnya nyeri kepala selama 30 menit hingga 1 minggu
penuh. Nyeri timbul sesaat atau terus menerus.
• Lokasi nyeri pada awalnya dirasakan pasien pada leher bagian belakang
kemudian menjalar ke kepala bagian belakang selanjutnya menjalar ke
bagian depan. Selain itu, nyeri ini juga dapat menjalar ke bahu.
• Sifat nyeri kepala dirasakan seperti berat di kepala, pegal, rasa kencang pada
daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala.
Nyeri kepalanya tidak berdenyut.
• Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah.
• Pada TTH yang kronis biasanya merupakan manifestasi konflik psikologis
yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi.

16
Pemeriksaan fisik umum dan neurologis didapatkan dalam batas normal.
Dapat disertai/tidak adanya nyeri tekan perikranial (pericranial tenderness) yaitu
nyeri tekan pada otot perikranial (otot frontal, temporal, masseter, pteryangoid,
sternokleidomastoid, splenius dan trapezius) pada waktu palpasi manual, yaitu
dengan menekan secara keras dengan gerakan kecil memutar oleh jari-jari tangan
kedua dan ketiga pemeriksa. Hal ini merupakan tanda yang paling signifikan pada
pasien TTH.

Gambar 2.4 Tipe nyeri dari Tension type headache14


Kriteria Diagnosis TTH15:
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata rata<1hr/bln
(<12hr/thn), dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Intensitasnya ringan atau sedang.
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia.
E. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3.
Diagnosis banding dari TTH adalah nyeri kepala pada spondilo-artrosis
deformans, nyeri kepala pasca trauma kapitis, nyeri kepala pasca punksi lumbal migren

17
klasik, migren komplikata, cluster headache, nyeri kepala pada arteritis temporalis, nyeri
kepala pada desakan intrakranial, nyeri kepala pada penyakit kardiovasikular, dan nyeri
kepala pada anemia.

2.6.4 Tatalaksana Tension Type Headache (TTH)


A. Terapi Akut15
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu dengan:
Analgetik:
1. Aspirin 1000 mg/hari
2. Asetaminofen 1000 mg/hari
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, asam
mefenamat, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari).
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
Sedangkan pada tipe kronis:
1. Antidepresan
Jenis trisiklik: amytriptiline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai
pencegahan tension-type headache.
2. Antiansietas
Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai. Kekurangan obat
ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat memperburuk nyeri
kepalanya.
B. Terapi Non Farmakologi
Manajemen stress dengan menggunakan terapi perilaku-kognitif sama
efektif dengan menggunakan relaksasi atau biofeedback dalam mengurangi nyeri
kepala tension-type.
Terapi non-farmakologi terutama berguna untuk pasien yang enggan untuk
minum obat karena efek samping sebelumnya dari obat-obatan, seiring masalah
medis, atau ada keinginan untuk hamil. Sementara biofeedback dan terapi
manajemen stres biasanya memerlukan rujukan ke psikolog.9,10

18
2.6.5 Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)
TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan
menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH
berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa
analgesia. TTh biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan
dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat–obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen,
dll yang berlebihan.9,10
2.7 Cluster Headache
Nyeri kepala tipe klaster adalah jenis nyeri kepala yang berat, unilateral
yang mempunyai gambaran klinis yang khas yaitu periodesitas serta gejala
otonom, yang membedakan dengan bentuk nyeri kepala yang lain. Nyeri kepala
cluster sering terjadi pada malam hari, membangunkan pasien dari tidur, dan
berulang setiap hari pada waktu tertentu yang sama untuk jangka waktu mingguan
hingga bulanan. Setelah itu akan ada jeda dimana pasien mungkin bebas dari sakit
kepala cluster selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala vaskular
yang juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri
kepala histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgia migrenosa, atau
migren merah (red migren) karena pada waktu serangan akan tampak merah pada
sisi wajah yang mengalami nyeri.11,12,13
2.7.1 Etiologi dan Faktor Risiko Cluster Headache
Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut :14
• Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh
darah sekitar.
• Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
• Pelepasan histamin.
• Letupan paroxysmal parasimpatis.
• Abnormalitas hipotalamus.
• Penurunan kadar oksigen.

19
• Pengaruh genetik
Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain :
• Glyceryl trinitrate.
• Alkohol.
• Terpapar hidrokarbon.
• Panas.
• Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.
• Stres.
2.7.2 Patofisiologi Cluster Headache
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas, akan
tetapi teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain:
• Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang
arteri karotis eksterna yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori
Horton).11
• Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi
fisiologis otak dan struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai
oleh disfungsi hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis
dan fungsi otonom. Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari
vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada korpus karotikus
terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini, serangan dapat
dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun. Batang otak yang
terlibat adalah setinggi pons dan medulla oblongata serta nervus V, VII,
IX, dan X. Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh beberapa
macam neuropeptida (substansi P, dll) terutama pada sinus kavernosus
(teori Lee Kudrow).11
2.7.3 Diagnosis Cluster Headache
Berdasarkan anamnesis dapat ditemukan gejala seperti nyeri kepala yang
hebat, nyeri selalu unilateral di orbita, supraorbita, temporal atau kombinasi dari
tempat-tempat tersebut, berlangsung 15–180 menit dan terjadi dengan frekuensi
dari sekali tiap dua hari sampai 8 kali sehari. Serangan-serangannya disertai satu
atau lebih sebagai berikut, semuanya ipsilateral: injeksi konjungtival, lakrimasi,
kongesti nasal, rhinorrhoea, berkeringat di kening dan wajah, miosis, ptosis,

20
edema palpebra. Selama serangan sebagian besar pasien gelisah atau agitasi.
Dilakukan pemeriksaan fisik umum dan tanda vital, penilaian skala nyeri dan
pemeriksaan Neurologi seperti kesadaran, saraf kranialis, motorik, sensorik, otot-
otot perikranial. Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan CT Scan atau MRI
Kepala + kontras atas indikasi bila didapatkan defisit neurologi, atau bila diterapi
belum membaik selama 3 bulan serta keluhan makin memberat.15
Kriteria diagnosis:
a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan yang memenuhi kriteria b-d.
b. Nyeri hebat pada daerah orbita, supraorbita dan/atau temporal yang
berlangsung antara 15-180 menit jika tidak ditangani.
c. Nyeri kepala disertai setidaknya satu gejala berikut:
• Injeksi konjungtiva dan/atau lakrimasi pada mata ipsilateral
• Kongesti nasal dan/atau rhinorrhea ipsilateral
• Edema palpebra ipsilateral
• Berkeringat pada daerah dahi dan wajah ipsilateral
• Miosis dan/atau ptosis ipsilateral
• Gelisah atau agitasi
• Frekuensi serangan 1-8 kali/hari

d. Tidak berhubungan dengan kelainan lain


Catatan;
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Episodik:
1. Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala
klaster.

2. Paling sedikit dua periode klaster yang berlangsung 7–365 hari dan
dipisahkan oleh periode remisi bebas nyeri > 1 bulan.
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Kronis:
1. Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala
klaster.
2. Serangan berulang lebih dari 1 tahun tanpa periode remisi atau dengan
periode remisi yang berlangsung kurang dari 1 bulan

21
2.7.4 Tatalaksana Cluster Headache
A. Terapi Akut15
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit,
sering memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang
cepat. Penggunaan obat nyeri kepala yang berlebihan sering didapatkan pada
pasien-pasien cluster headache, biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat
menderita migren atau mempunyai riwayat keluarga yang menderita migren, dan
saat pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif pada serangan akut, seperti
triptan oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.11
• Inhalasi Oksigen: kadar 100% sebanyak 7 liter/menit selama 15 menit
sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster
headache akut.
• Dihidroergotamin (DHE ) 0,5–1,5 mg i.v. akan mengurangi nyeri dalam
10 menit; pemberian i.m. dan nasal lebih lama.
• Sumatriptan injeksi subkutan 6 mg, akan mengurangi nyeri dalam waktu
5-15 menit; dapat diulang setelah 24 jam. Kontraindikasi: penyakit jantung
iskemik, hipertensi tidak terkontrol. Sumatriptan nasal spray 20 mg
(kurang efektif dibanding subkutan). Efek samping: pusing, letih,
parestesia, kelemahan di muka
• Zolmitriptan 5 mg atau 10 mg per oral. (B)
• Anestesi lokal: 1 ml Lidokain intranasal 4%. (B)
• Indometasin (rectal suppositoria).
• Opioids (rektal, Stadol nasal spray) hindari pemakaian jangka lama.
• Ergotamine aerosol 0,36–1,08 mg (1–3 inhalasi) efektif 80%.
• Gabapentin atau Topiramat.
Supresi Periodik Klaster
• Prednison 40–75 mg/hari untuk 3 hari -> reduksi dosis dengan interval tiap
3 hari -> tappering off dalam 11 hari -> jika nyeri kepala klaster muncul
lagi -> stabilisasi dosis
• Ergotamine tartrate tab 1 mg -> dosis: 1–2 tab ½–1 jam sebelum prediksi
serangan (Efektif pada 1–2 periode klaster pertama)
• Dihidroergotamin; Injeksi 1 mg i.m. à 2 kali/hari ½–1 jam sebelum

22
prediksi serangan
• Capsaicin
o Suspensi capsaicin intranasal; 2 tetes di 2 nostril -> sensasi burning &
rhinorrhoea -> diulang tiap hari untuk 5 hari -> serangan nyeri kepala
klaster: reduksi 67%.
o Perlu evaluasi lanjut
• Methysergide
o Aman bila durasi periode klaster < 3 bulan
o Efek samping: fibrosis
o Dosis: 1–2 mg, 2–3 kali/ hari
• Chlorpromazine: 75–700 mg/hari

Pengobatan bedah
Untuk nyeri kepala klaster kronis Jika pengobatan konservatif dan preventif
gagal, bisa dipertimbangkan untuk dilakukan “histamine desensitization” atau
tindakan operasi seperti Neurektomi oksipital, pemotongan/dekompresi
n.intermedius, pemotongan/dekompresi n. petrosus superfisialis major,
thermokoagulasi ganglion gasseri (ganglio- rhizolysis), Radiofrequency terhadap
lesi, Dekompresi saraf trigeminus, Injeksi gliserol pada ganglion gasseri,
Sphenopalatine ganglionectomy (conventional surgery), Section of the trigeminal
nerve (efek samping: anestesi kornea). Indikasi15:
1. Nyeri kepala tipe kronis tanpa remisi nyeri selama satu tahun.
2. Terbatas nyeri unilateral.
3. Stabil secara fisiologik, sehat secara mental dan medik.

23
BAB 3
KESIMPULAN

Nyeri kepala dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak
mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah
belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tengkuk). Nyeri kepala dapat
disebabkan adanya kelainan organ-organ dikepala, jaringan sistem persarafan dan
pembuluh darah. Faktor risiko terjadinya nyeri kepala adalah gaya hidup, kondisi
penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual
dan faktor genetik.
Beberapa mekanisme umum yang memicu nyeri kepala yaitu peregangan
atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, traksi
pembuluh darah, kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot),
peregangan periosteum(nyeri lokal), degenerasi spina servikalis atas disertai
kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis),
defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).
Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder. Nyeri kepala primer dapat dibagi menjadi migren, tension type
headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan nyeri
kepala primer lainnya. Nyeri kepala sekunder dapat dibagi menjadi nyeri kepala
yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala akibat
kelainan vaskular kranial dan servikal, nyeri kepala yang bukan disebabkan
kelainan vaskular intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atau withdrawal,
nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala akibat gangguan homeostasis, nyeri
kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung,
sinus, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, nyeri kepala akibat
kelainan psikiatri.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr, M dan M. Frostcher. Diagnosis Topik Neurologi Duus : Anatomi,


Fisiologi, Tanda, Gejala. EGC : Jakarta, 2010./
2. ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache
Disorders). Diunduh dari http://hisclassification.org/_downloads/mixed/ICHD-
IIR1final.doc
3. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. Diunduh dari
: http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis.
4. Bigal ME, Lipton R. Headache : classification in Section 6 :Headache and fascial
pain Chapter 54 McMahon ebook p.1-13.
5. Ginsberg, Lionel. Lectures notes Neurologi. Ed. Ke -8. Erlangga : Jakarta, 2008.
Stephen D, Silberstein. Wolff’s headache and Other Head Ache.London :
Oxford University Press.2001
6. Cephalalgia an international journal of headache, the international classification
of headache disorder 2nd edition. International Headache Society 2004, vol 24,
sup 1. United Kingdom: Blackwell Publishing 2004.
7. Pertemuan Nasional III Nyeri, Nyeri Kepala & Vertigo PERDOSSI, Solo, 4 - 6
Juli 2008.
8. Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-Hill.
2006.
9. Sidharta, Priguna. Tension Headache dalam Kumpulan naskah Headache. FKUI.
Jakarta.
10. "Muscle Contraction Tension Headache: eMedicine Neurology". Diunduh dari :
http://www.emedicinehealth.com/tension_headache/article_em.htm.
11. Visy, Jean-Marc and Bousser, Marie-Germaine. 2003. Cluster Headache.
Orphanet Ensiklopedia. Diunduh : http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-
cluster.pdf
12. Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi-8. Erlangga Medical Series.
Jakarta. 74-75
13. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 jilid 2. Media Aeusclapius.
Jakarta.
14. ICSI. 2011. Health Care Guideline : Diagnosis and Treatment of Headache.
15. PERDOSSI. Acuan Praktik Klinis Neurologi. PERDOSSI 2016:19-25. Harsono.
2005.

25

Anda mungkin juga menyukai