Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN TUTOR I KEPERAWATAN JIWA

KECEMASAN PADA PASIEN PASCA TRAUMA

Disusun Oleh :

Nila Wahyuni 21117088

Nur Azizah 21117089

Nursyamsi Oktariani 21117090

Nurul Hidayah 21117091

Nurul Maesya 21117092

Pariska Rahma Dia 21117093

Popy Pratama 21117094

Rahma Arifah Putri 21117095

Rahmadiya Rendra 21117096

Ramadhoni 21117097

Dosen Pembimbing : Sri Tirtayanti, S.Kep, Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia
yang telah diberikan kepada kita sehingga bisa menyelesaikan Laporan Tutor Keperawatan
Jiwa tentang “Kecemasan pada Pasien Pasca Kecelakaan”.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan
dan bimbingan dari beberapa orang, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. ALLAH SWT yang telah memberikan kami rezeki, rahmat, dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik
2. Sri Tirtayanti, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing tutor keperawatan anak
yang telah memberikan instruksi kepada kami sehingga kami termotivasi dan
menyelesaikan tugas makalah ini.
3. Rekan sekelas yang telah turut membantu dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga
tugas ini selesai.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini dan bila untuk makalah selanjutnya.

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai, Aamiiin

Palembang, 10 Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................


B. Tujuan .................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi ...............................................................................................
B. Gejala Umum Anxietas......................................................................
C. Faktor Predisposisi ............................................................................
D. Penggolongan Anxietas ......................................................................
E. Bentuk Gangguan Anxietas ..............................................................
F. Gambaran Klinis ................................................................................
G. Gejala Penyerta ..................................................................................
H. Diagnosa Banding ..............................................................................
I. Gangguan Stres Pasca – Trauma .....................................................
J. Gangguan Stres Akut ........................................................................
K. Gangguan Anxietas Menyeluruh ......................................................

BAB III KASUS .............................................................................................

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan meningkatnya
jumlah penderita penyakit jiwa, terutama gangguan kecemasan. Berbagai macam
krisis yang terjadi sebenarnya bukan krisis ekonomi sebagai pangkal masalahnya,
melainkan mendasar pada kesehatan mental bangsa ini sendiri. Minimnya perhatian
terhadap kesehatan mental bangsa termanifestasi dalam begitu banyak masalah yang
disebut krisis multidimensional. Pernyataan ini dinyatakan dengan jelas oleh dr.
Danardi Sosrosumihardjo, Sp.K.J., dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran
Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam konferensi pers Konvensi Nasional Kesehatan Jiwa
ke-2, yang bertema “Kesehatan Jiwa Masyarakat, Kesehatan Jiwa Bangsa,” pada hari
Kamis (9/ 10) di Jakarta.
Pernyataan ini bukanlah tanpa dasar. Krisis ekonomi yang terus
berkepanjangan ternyata meninggalkan kisah-kisah menyedihkan dengan
meningkatnya jumlah penderita ganngguan jiwa, terutama jenis anxietas (gangguan
kecemasan). Gejala gangguan kesehatan mental yang mencakup mulai dari gangguan
kecemasan, depresi, panik hingga gangguan jiwa yang berat seperti Schizoprenia
hingga pada tindakan bunuh diri, semakin mewabah di tengah masyarakat. Dari
sekian jumlah penderita yang ada baru 8% yang mendapatkan pengobatan yang
memadai. Sedangkan selebihnya tidak tertangani.
Masalah gangguan jiwa yang menyebabkan menurunnya kesehatan mental ini
ternyata terjadi hampir di seluruh negara di dunia. WHO (World Health Organization)
badan dunia PBB yang menangani masalah kesehatan dunia, memandang serius
masalah kesehatan mental dengan menjadikan isu global WHO. WHO mengangkat
beberapa jenis gangguan jiwa seperti Schizoprenia, Alzheimer, epilepsy,
keterbelakangan mental dan ketergantungan alkohol sebagai isu yang perlu
mendapatkan perhatian.
Di Indonesia jumlah penderita penyakit jiwa berat sudah cukup
memprihatinkan, yakni mencapai 6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total penduduk.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) pada tahun
1985 yang dilakukan terhadap penduduk di 11 kotamadya oleh Jaringan Epidemiologi
Psikiatri Indonesia, ditemukan 185 per 1.000 penduduk rumah tangga dewasa
menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan jiwa baik yang ringan maupun berat.
Dengan analogi lain bahwa satu dari lima penduduk Indonesia menderita gangguan
jiwa dan mental. Sebuah fenomena angka yang sangat mengkhawatirkan bagi sebuah
bangsa.
B. Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar dapat:
1. Membedakan antara ansietas normal dengan ansietas yang dialami pada gangguan
ansietas
2. Membedakan antara ansietas, takut, dan stres
3. Menjelaskan akibat positif dan negatif ansietas
4. Menjelaskan tingkat ansietas dengan perubahan prilaku yang terkait dengan setiap
tingkat tersebut
5. Mendiskusikan penggunaan mekanisme pertahanan oleh individu yang mengalami
gangguan ansietas
6. Menjelaskan teori etiologi terbaru tentang gangguan ansietas mayor
7. Menerapkan proses keperawatan pada perawatan klien yang mengalami ansietas
dan gangguan terkait stres
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
“Anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak
tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai
dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang
bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak,
jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang
air besan. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah. “ ( Harold I.
LIEF) “Anenvous condition of unrest” ( Leland E. HINSIE dan Robert S
CAMBELL)
“Anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh
dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa
aman, keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu atau kelompok
biososialnya.” ( J.J GROEN)

B. Gejala umum anxietas


1. Gejala Psikologi :
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut ”gila”,
takut kehilangan kontrol dan sebagainya.
2. Gejala fisik:
Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing,
ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan
di lambung dan lain-lain. Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas
kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit dada; kadang-kadang merasa harus
menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada; jantung berdebar;
mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan
tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa
lemah, sehingga berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan
banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang
dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien dengan gangguan
anxietas kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa
gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata ini oleh
pasien yang bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat.

C. Faktor Predisposisi
1. Teori Psikoanalitik
Menurut freud,struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu “ID, EGO Dan
SUPER EGO”. Ego melambangkan dorongaqn insting dan impuls primitif.
Super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-
norma budaya seseorang , sedangkan Ego digambarkan sebagai mediator
antara tuntutan dari ID dan Super Ego.
2. Teori Interpersonal
Anxietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga
dihubungkan akan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan,
perpisahan individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat
mudah mengalami anxietas yang berat.
3. Teori Perilaku
Anxietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.teori ini
meyakini bahwa manusia yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa
takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan anxietas yang berat
pada kehidupan masa dewasanya.

D. Penggolongan Anxietas
1. Anxietas ringan
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu
individu memfokuskan perhatian untuk belajar, bertindak, menyelesaikan
masalah, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri. Anxietas ringan
berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada
tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada.
a. Respon Fisiologis
 Sesekali nafas pendek
 Nadi dan tekanan darah naik
 Gejala ringan pada lambung
 Muka berkerut dan bibir bergetar
 Ketegangan otot ringan
 Rileks atau sedikit gelisah

b. Respon Kognitif
 Mampu menerima rangsang yang kompleks
 Konsentrasi pada masalah
 Menyelesaikan masalah secara efektif
 Perasaan gagal sedikit
 Waspada dan memperhatikan banyak hal
 Terlihat tenang dan percaya diri
 Tingkat pembelajaran optimal

c. Respon Perilaku dan Emosi


 Tidak dapat duduk tenang
 Tremor halus pada tangan
 Suara kadang-kadang meninggi
 Sedikit tidak sabar
 Aktivitas menyendiri

2. Anxietas Sedang
Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu
yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi. Misalnya, seorang
wanita mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam beberapa bulan dan merasa
bahwa ada sesuatu yang sangat berbeda. Ibunya mengatakan bahwa berat
badannya turun banyak tanpa ia berupaya menurunkannya. Pada tingkat ini lahan
persepsi terhadap lingkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal
yang penting saat itu dan mengesampingkan hal yang lain.
a. Respon fisiologis
 Ketegangan otot sedang
 Tanda-tanda vital meningkat
 Pupil dilatasi, mulai berkeringat
 Sering mondar-mandir, memukulkan tangan
 Suara berubah: suara bergetar, nada suara tinggi
 Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
 Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyari punggung

b. Respon kognitif
 Lapang persepsi menurun
 Tidak perhatian secara selektif
 Fokus terhadap stimulus meningkat
 Rentang perhatian menurun
 Penyelesaian masalah menurun
 Pembelajaran berlangsung dengan memfokuskan

c. Respon prilaku dan emosi


 Tidak nyaman
 Mudah tersinggung
 Kepercayaan diri goyah
 Tidak sadar
 gembira

3. Ansietas berat
Ansietas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda
dan ada ancaman; ia memperlihatkan respon takut dan distres. Ketika individu
mencapai tingkat tertinggi ansietas, panik berat, semua pemikiran rasional
berhenti dan individu tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze-yakni,
kebutuhan untuk pergi secepatnya, tetap ditempat dan berjuang, atau menjadi beku
atau tidak dapat melakukan sesuatu.
a. Respon fisiologis
 Ketegangan otot berat
 Hiperventilasi
 Kontak mata buruk
 Pengeluaran keringat meningkat
 Bicara cepat, nada suara tinggi
 Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
 Rahang menegang, menggetakkan gigi
 Kebutuhan ruang gerak meningkat
 Mondar-mandir, berteriak
 Meremas tangan, genetar

b. Respon kognitif
 Lapang persepsi terbatas
 Proses berfikir terpecah-pecah
 Sulit berfikir
 Penyelesaian masalah buruk
 Tidak mampu mempertimbangkan informasi
 Hanya memerhatikan ancaman
 Preokupasi dengan pikiran sendiri
 Egosentris

c. Respon prilaku dan emosi


 Sangat cemas
 Agitasi
 Takut
 Bingung
 Merasa tidak adekuat
 Menarik diri
 Penyangkalan
 Ingin bebas

E. Bentuk Gangguan Anxietas


1. Gangguan Panik
Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens, dan
meningkat, berlangsung 15-30 menit, ketika individu mengalami ketakutan
emosional yang besar juga ketidaknyamanan fisiologis. Diagnosis gangguan
panik ditegakkan ketika individu mengalami serangan panik berulang dan tidak
diharapkan yang diikuti oleh rasa khawatir yang menetap sekurang-kurangnya
satu bulan bahwa ia akan mengalami serangan panik berikutnya atau khawatir
tentang makna serangan panik, atau perubahab prilaku yang signifikan terkait
dengan serangan panik, saat gejala-gejala tersebut bukan akibat penyalahgunaan
zat atau gangguan jiwa lain. Sedikitnya lebih dari 75% individu dengangangguan
panik mengalami serangan awal spontan tanpa ada pemicu dari lingkungan.
Sisanya mengalami serangan panik yang distimulasi oleh stimulus fobia atau
karena berada di bawah pengaruh zat yang mengubah sistem saraf pusat dan
menstimulasi respon hormonal, organ, tanda vital yang sama, yamg terjadi pada
serangan panik. Setengah dari individu yang mengalami serangan panik juga
mengalami agorafobia.
Ada dua kriterla Gangguan panik : gangguan panik tanpa agorafobia dan
gangguan panik dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada serangan
panic

F. Gambaran Klinis
Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan panik,
walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan,
kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi harus berusaha untuk
mengetahui tiap kebiasaan atau situasi yang sering mendahului serangan panik.
Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama
10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman
kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber
ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam
memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan
berkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya
berlangsung 20 sampai 30 menit.
Agorafobma : pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana ia akan sulit
mendapatkan bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap
kali mereka keluar rumah.

G. Gejala Penyerta
Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada
beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan
panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang
dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan
mental.

H. Diagnosa Banding
1. Penyakit kardiovaskuler : anemia, hipertensi, infark iniokardium, dsb.
2. Penyakit pulmonum : asma, hiperventilasi, emboli paru-paru.
3. Penyakit neurologis : penyakit serebrovaskular, epilepsi, inigrain, tumor, dsb.
4. Penyakit endokrin : diabetes, hipertroidisme, hipoglikemi, sindroma pramestruasi,
gangguan menopause, dsb.
lntoksikasi obat, putus obat.
5. Kondisi lain : anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia dsb
Pedoman Diagnosis Agrafobia
 Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana
kemungkinan sulit meloloskan diri
 Situasi dihindari, misal jarang bepergian
 Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain,
misal fobia sosial
 Pedoman Diagnostik Gangguan Panik
 Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan
 Sekurangnya satu serangan , diikuti satu atau lebih : kekawatiran menetap
akan mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti serangan,
perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
 Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi
medis umum
 Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain.
misal gangguan obsesif - kompulsif.
 Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agorafobia.
 Terapi
 Konseling dan medikasi.
Konseling: ajari pasien untuk diam ditempat sampai serangan panik
berlalu, konsentrasikan diri untuk mengatasi anxietas bukan pada gejala
fisik, rileks, latihan pernafasan. Identifikasikan rasa takut selama serangan.
Diskusikan cara menghadapi rasa takut saya tidak mengalami serangan
jantung, hanya panik, akan berlalu.
 Medikasi : banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak
membutuhkan medikasi. Bila serangan sering dan berat, atau secara
bermakna dalam keadaan depresi beri antidepresan (imipramin 25 mg
malam hari, dosis bisa sampai 100 150 mg malam selama 2 minggu ). Bila
serangan jarang dan terbatas beri anti anxietas, jangka pendek (lorazepam
0,5 1 mg 3 dd 1 atau alprazolam 0,25 1 mg 3 dd 1) hindari pemberian
jangka panjang dan pemberian medikasi yang tidak perlu.

I. Gangguan Stres Pasca – Trauma


Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma, bila
mereka mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir semua orang.
Trauma bisa berupa trauma peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan,
kecelakaan.
Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman kembali trauma
melalui mimpi dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap
trauma dan penumpulan responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan
dan persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan stres pasca-trauma adalah
depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif(contoh pemusatan perhatian yang buruk)
Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan I sampai
3 persen populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami bentuk gangguan yang
subklinis. Walaupun gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi pada setiap usia,
namun gangguan paling menonjol pada usia dewasa muda.
 Pedoman Diagnostik
 Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati:
o mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang
berupa ancaman kematian, atau kematian yang sesungguhanya
atau cedera yang serius,atau ancaman integritas fisik diri
sendiri atau orang lain
o respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya
 Keadan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau
lebih cara berikut:
o rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang
kejadian
o Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian
o berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi
kembali
o penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda
internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai
suatu aspek kejadian traumatik
o reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau
eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian
traumatik
 Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan
trauma
 Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran , seperti dua atau
lebih berikut:
kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan
berlebihan, respon kejut
yang berlebihan.
 Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan.
 Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lain.

J. Gangguan Stres Akut


Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang
tanpa adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons terhadap stres fisik
maupun mental yang luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atau
hari. Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik yang luar biasa . Kerentanan
individu dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan dalam terjadinya dan
keparahannya suatu reaksi stres akut.
 Pedoman Diagnostik
Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman
stresor luar biasa dengan onset dan gejala. Onset biasanya setelah beberapa
menit atau bahkan segera setelah kejadian. Selain itu ditemukan (a) terdapat
gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah; selain gejala
permulaan berupa keadaan “ terpaku” , semua gejala berikut mungkin tampak:
depresif, anxietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif dan penarikan diri, akan
tetapi tidak satupun dan jenis gejala tersebut yang mendominasi gambaran
klinisnya untuk waktu lama. (b) pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dan
stresomya, gejala-gejalanya dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa
jam); dalam hal dimana stres tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru
mulai mereda setelah 24 - 48 jam dan biasanya menghilang setelah 3 hari.

K. Gangguan Anxietas Menyeluruh


Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya anxietas yang menyeluruh
dan menetap (bertahan lama), Gejala yang dominant sangat bervariasi, tetapi keluhan
tegang yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa
ringan, palpitasi, pusing kepala dan keluhan epigastnik adalah keluhankeluhan yang
lazim dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan menderita
sakit atau akan mengalami kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang
seringkali diungkapkan
 Pedoman Diagnostik
Pasien harus menunjukan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir
setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan.
Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan tentang masa
depan, ketegangan motorik, overaktivitas otonomik
 Terapi
Konseling dan medikasi: informasikan bahwa stres dan rasa khawatir
keduanya mempunyai efek fisik dan mental. Mempelajari keterampilan untuk
mengurangi dampak stres merupakan pertolongan yang paling efektif.
Mengenali, menghadapi dan menantang kekhawatiran yang berlebihan dapat
mengurangi gejala anxietas. Kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran
yang pesimistik. Latihan fisik yang teratur sering menolong. Medikasi
merupakan terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika dengan konseling gejala
menetap. Medikasi anxietas : misal Diazepam 5 mg malam hari, tidak lebih
dari 2 minggu, Beta bloker dapat membantu mengobati gejala fisik,
antidepresan bila ada depresi. Konsultasi spesialistik bila anxietas berat dan
berlangsung lebih dan 3 bulan.
BAB III

KASUS

Tutor Keperawatan Jiwa I

Nn. U usia 24 tahun bekerja sebagai guru. Klien dibawa ke RSUD karena mengalami
kecelakaan saat akan berangkat kerja. Setelah dilakukan pemeriksaan, klien mengalami patah
kaki kiri dan luka-luka pada wajah. Klien telah dirawat selama 2 hari, sambil menunggu
jadwal operasi yang telah direncanakan. Klien direncanakan untuk dilakukan amputasi pada
kaki kirinya. Klien mengatakan sering mengalami sakit kepala. Klien terkadang tidak mampu
untuk berkonsentrasi, serta sulit untuk mengambil keputusan. Klien mengatakan khawatir jika
nanti tidak ada yang mau menikahinya. Ketika ditanya mengenai perasaannya saat ini, klien
bercerita dengan meneteskan air mata, akral dingin, tekanan nadi meningkat. Klien
mengatakan khawatir dengan rencana operasi dan takut apabila nanti tidak bisa berjalan lagi.
Klien mengatakan bahwa percuma saja jika dilakukan operasi karena pada akhirnnya klien
tetap tidak bisa berjalan. Namun klien teetap mengikuti semua prosedur yang telah
direncanakan selama di Rumah Sakit.

A. STEP 1 :
Data subjektif :
 Klien mengatakan sering mengatakan sering mengalami sakit kepala (Nila
Wahyuni)
 Klien mengatakan terkadang tidak mampu untuk berkosentrasi, serta sulit untuk
mengambil keputusan (Nursyamsi Oktariani)
 Klien Mengatakan khawatir jika nanti tidak ada yang mau menikahinya (Nurul
Maesya)
 Klien Mengatakan khawatir dengan rencana operasi dan takut apabila nanti
tidak bisa berjalan lagi (Pariska Rahma Dia)
 Klien Mengatakan bahwa percuma saja jika dilakukan operasi karena pada
akhirnya klien tetap bisa tidak bisa berjalan (Rahmadiya Rendra)
Data objektif :
 Klien mengalami patah kaki kiri dan luka pada wajah (Rahma Arifah Putri)
 Ketika bercerita klien meneteskan air mata, akral dingin, tekanan nadi
meningkat (Nurul Hidayah)

B. STEP 2 : PERTANYAAN
1. Bagaimana peran seorang perawat untuk meningkatkan harga diri pasien?
(Nursyamsi Oktariani)
2. Dalam kasus ini termasuk dalam tingkat kecemasan yang mana? (Rahma Arifah
Putri)
3. Bagaimana komunikasi teraupetik yang tepat pada kasus ini? (Nurul Hidayah)
4. Bagaimana mengurangi rasa khawatir setelah di amputasi ? (Rahmadiya Rendra)
5. Pada kasus ini bagaimana pencapaian koping yang tepat ? (Nila Wahyuni)
6. Apa tindakan pertama yang dilakukan perawat ketika pasien datang dalam
keadaan patah kaki dan luka-luka diwajah ? (Pariska Rahma Dia)
7. Bagaimana peran perawat saat klien mengatakan “percuma saja dilakukan operasi
karena pada akhirnya saya tetap tidak bisa berjalan” ? (Popy Pratama)
8. Mengapa pasien tersebut harus di amputasi ? (Nur Azizah)

C. STEP 3 : MENJAWAB PERTANYAAN


1. Peran seorang perawat untuk meningkatkan harga diri pasien
Jawab :
(Nur Azizah)
a. Dengan menggunakan pendekatan interpersonal yaitu komunikasi teraupettik
agar dapat menjalin hubungan antar perawat dan pasien. Komunikasi
teraupetik sangat efektif untuk meningkatkan harga diri klien dengan
menggunakan strategi pelaksana 1 untuk mendiskusikan kegiatan positif yang
dapat dilakukan klien, dan strategi pelaksana 2 memilih pasien untuk
melakukan kegiatan yang sudah dipilih agar klien dapat meningkatkan
kembali harga diri. (Rahma Arifah Putri)
b. Komunikasikan kepada keluarga pasien tentang kondisi yang akan dilihat
setelah amputasi agar keluarga tidak membiarkan pasien merasa sendiri.
Tidak menyinggung keadaan pasien tentang amputasinya.
Memberikan motivasi atau support pada pasien. Katakan suatu perkataan
yang membangun agar pasien tidak merasa rendah diri.

2. Dalam kasus ini termasuk dalam tingkat kecemasan yang mana


Jawab :
(Nurul Maesya)
a. Kasus ini termasuk kedalam kecemasan berat karena klien mengalami sesuatu
yang ada menjadi tidak ada dalam tubuhnya , yaitu kehilangan kakinya yang
menjadi ciri-ciri dari kecemasan berat

3. Komunikasi teraupetik yang tepat pada kasus ini


Jawab :
(Nila Wahyuni)
a. Komunikasi yang tepat pada kasus ini adalah komunikasi yang bertujuan
untuk kesembuhan pasien, dalam artian perawat harus mampu memotivasi
klien agar tidak merasa down atau terjatuh ketika menghadapi keputusan yang
sudah di tentukan yang membuat ia merasa takut atau cemas (Nila Wahyuni)

4. Mengurangi rasa khawatir setelah di amputasi


Jawab :
(Popy Pratama)
a. Memberi dukungan terhadap klien
b. Lakukan apa yang disukai dan hal barru bagi klien
c. Berikan pikiran positif terhadap klien
d. Memberi arahan yang baik bagi pasien

5. Pencapaian koping yang tepat pada kasus ini


Jawab :
(Nurul Hidayah)
a. Penerapan koping yang tepat pada kasus ini adalah penerapan emotional focus
coping dimana pada koping ini yang bertujuan untuk membuat seseorang merasa
tenang ketika mengalami masalah yang bersumber dari luar
6. Tindakan pertama yang dilakukan perawat ketika pasien datang dalam keadaan
patah kaki dan luka-luka diwajah
Jawab :
(Ramadhoni)
a. Melakukan evaluasi pengamatan terhadap kondisi awal pasien (Nursyamsi
Oktariani)
b. Melakukan ABC :
A ( Airway) = apakah jalan udara terhalang atau terbuka oleh air, debu, darah
B (Breathing) = apakah korban bernafas, lihat, dengarkan dan rasakan
hembusan nafas korban
C (Circulation) = adakah denyut nadi, adakah pendarahan luka, periksa
perubahan warna kulit si korban dan suhu tubuh sebagai indikasi adanya
masalah peredaran darah
Setelah itu melihat kondisi luka dan membersihkan darah didaerah luka , lalu
memanggil dokter

7. Peran perawat saat klien mengatakan “percuma saja dilakukan operasi karena
pada akhirnya saya tetap tidak bisa berjalan
Jawab :
(Rahmadiya Rendra)
a. Memberikan support kepada klien
b. Mengangkat harga diri klien
c. Memberikan dukungan dan pikiran positif pasca operasi
d. Memberikan arahan bahwa walaupun si klien tidak bisa berjalan tetapi bisa
etap beraktivitas
e. Memberikan dukungan spiritual

8. Mengapa pasien tersebut harus di amputasi


Jawab :
(Pariska Rahma Dia)
a. Faktor penyebab amputasi :
 Penyakit pembuluh darah perifer
Penyebab amputasi yang memengaruhi sistem pembuluh darah perifer
dan sebagian besar arteri. Diabetes dan kombinasi dari tekanan darah
tinggi dan kolesterol tinggi menyebabkan kerusakan pada lapisan
arteri.
 Trauma
Dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul atau peluru.
Keadaan trauma dapat menyebabkan perubahan fisiologi atau
gangguan faal berbagai organ.
 Kanker
Kanker dapat menyebabkan kerusakan parah pada jaringan tubuh.
Kanker juga memerlukan amputasi untuk alasan yang berbeda, yaitu
untuk menjaga tumor ganas menyebar ke bagian tubuh lainnya.

(Nursyamsi Oktariani)

b. Karena faktor kecelakaan parah yang mengakibbatkan pasien fraktur, dimana


amputasi adalah satu-satunya pengobatan yang paling efektif untuk
penyembuhan, karena bisa jadi fraktur tersebut sudah sangat terinfeksi yang
menyebabkan pasien harus di amputasi

D. STEP 4 : PATHWAY

E. STEP 5 : LEARNING OBJEKTIF


1. Mahasiwa mampu memahami faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada
pasien ansietas (Rahma Arifah Putri)
2. Mahasiwa mampu memahami apa ciri-ciri pasien merasa ketidakberdayaan
(Nursyamsi Oktariani)
3. Mahasiwa mampu mengetahui cara mengurangi ansietas pada pasien yang akan
melakukan operasi (Popy Pratama)
4. Mahasiwa mampu memahami tindakan apa yang dilakukan perawat agar pasien
tidak merasa ketidakberdayaan (Nur Azizah)
5. Mahasiwa mampu memahami cara untuk mengembalikan harga diri pasien agar
tidak berfokus pada masalahnya saat ini (Nurul Maesya)
6. Mahasiwa mampu memahami koping yang tepat dalam mengatasi kecemasan
(Nurul Hidayah)
7. Mahasiwa mampu memahami komunikasi pada keluarga klien seputar konseling
kejiwaan klien sebelum dan sesudah operasi (Pariska Rahma Dia)
8. Mahasiwa mampu mengetahui tingkat kecemasan (Nila Wahyuni)
9. Mahasiwa mampu mengetahui tahap relaksasi apa yang dapat dilakukan perawat
terhadap klien (Ramadhoni)
Jawaban Learning Objektif

1. Mahasiwa mampu memahami faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan


pada pasien ansietas (Rahma Arifah Putri)
Jawab :
Nursyamsi Oktariani
Menurut Stuart (2013) terdapat tiga faktor penyebab terjadinya ansietas, yaitu :
a) Faktor biologis/fisiologis, berupa ancaman yang mengancam akan kebutuhan
sehari-hari seperti kekurangan makanan, minuman, perlindungan dan
keamanan.
b) Faktor psikososial, yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan
benda/orang berharga, dan perubahan status sosial/ekonomi
c) Faktor perkembangan, ancaman yang menghadapi sesuai usiaperkembangan,
yaitu masa bayi, masa remaja dan mmasa dewasa
Selain tiga hal itu, Jiwo (2012) menambahkan bahwa individu yang
menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus, kankeer, penyakit jantung
dapat menyebabkan terjadinya ansietas. Penyakit kronis dapat menimbulkan
kekhawatiran akan masa depan, selain itu biaya pengobatan dan perawatan yang
dilakukan juga akan menambah beban pikiran

2. Mahasiwa mampu memahami apa ciri-ciri pasien merasa ketidakberdayaan


(Nursyamsi Oktariani)
Nur azizah
Ramadhoni
1. Mengungkapka dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan
mengendalikan atau mempengaruhi situasi
2. Engungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu
3. Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk
melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya
4. Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran
5. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri
6. Menunjukkan perilaku ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang
perawatan
7. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan
kesempatan
8. Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya
9. Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan intabilitas,
ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah
10. Gagal mempertahankan ide atau pendapat yang berkaitan dengan
orang lain ketikamendapat perlawanan
11. Apatis dan pasif
12. Ekspresi muka murung
13. Bicara dan gerakan lambat
14. Tidur berlebihan
15. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan
16. Menghindari orang lain.

3. Mahasiwa mampu mengetahui cara mengurangi ansietas pada pasien yang akan
melakukan operasi (Popy Pratama)
Jawab :
Rahma Arifah Putri
Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal yang sangat penting selama masa
pre operatif karena stress emosional ditambah dengan stress fisik meningkatkan
resiko pembedahan (HIPKABI, 2014). Penatalaksanaan untuk menangani
kecemasan secara umum meliputu (Issacs, 2005) :
a. Penatalaksanaa Farmasi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini
digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka panjang
karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan.
b. Penatalaksanaan non farmakologi
1) Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan keceemasan dengan
cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa
terhadap cemas yang dialamai. Stimulus sensori yang menyenangkan
menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas
yanng mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan
ke otak, mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang.
(Potter & Perry, 2005)
2) Relaksasi
Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi napas dalam,
meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi progresif
(Issacs, 2005). Relaksasi merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis
yang menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem
saraf simpatis, dan menstimulasi naikknya semua fungsi yang
diturunkan oleh saaraf simpatis. Masing-masing saraf parasimpatis dan
simpatis saling berpengaruh maka dengan bertambahnya salah satu
aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan fungsi yang
lain (Utami, 1993 dalam Ariyanto, 2006).
3) Pemberian Informasi Pra Bedah
Pendidikan kesehatan pra bdah dapat menambah wawasan dan informasi
mengenai apa dan bagaimana proses pembedahan yang akan dialami
sehingga pasien merasa lebih tenang dan siap untuk menjalani operasi
atau pembedahan.
4) Terapi Humor
Terapi humor adalah penggunaan humor untuk mengurangi rasa sakit
fisik atau emosional dan stres. Hasil penelitian Putri (2014)
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan sebelum dan
sesudah pemberian terapi hummor terhadap pasien pre operasi dengan
general anestesi.
5) Dukungan Spiritual
Dukungan spiritual dapat meningkatkan kemampuan adaptasi pasien
dalam menghadapi operasi sehingga membuat pasien menjadu tenang
dan rileks dalam menghadapi operasi (Wulandari, 2013). Dukungan
spiritual dapat diberikan dalam bentuk terapi Murotal Al-Qur’an, terapi
doa, dan relaksasi zikir.

Pariska Rahma Dia


Bagi Profesi Keperawatan Peningkatan support system kepada pasien dan
keluarga yang akan menjalani operasi berupa pemberian informasi berkenaan
dengan segala hal yang berkaitan dengan operasi, terutama tentang persiapan fisik
maupun psikologis pasien. Persiapan psikologis pasien dapat dilakukan dengan
membantu pasien untuk mendekatkan pasien dengan Tuhan selama sakit dan
membantu pasien untuk memanfaatkan fasilitas spiritual yang disediakan untuk
pasien. Bagi Pasien Bahwa ketegangan yang dirasakan sebelum operasi sangat
perlu untuk diidentifikasi oleh pasien kemudian bisa diutarakan dan disampaikan
kepada orang lain terutama keluarga ataupun petugas kesehatan (perawat). Hal ini
akan terbina hubungan yang terapeutik dan harmonis, memperoleh solusi,
masukan dan dukungan yang kontruktif dalam menghadapi ketegangan atau
kecemasan yang dirasakannya.
(Ejournal stikes Mukla : PENGARUH TERAPI PSIKOSPIRITUAL TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG MELATI III
RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN)

4. Mahasiwa mampu memahami tindakan apa yang dilakukan perawat agar pasien
tidak merasa ketidakberdayaan (Nur Azizah)
Jawab :
Nurul maesya
Popy pratama

5. Mahasiwa mampu memahami cara untuk mengembalikan harga diri pasien agar
tidak berfokus pada masalahnya saat ini (Nurul Maesya)
Rahmadiya Rendra

1. Fokuslah pada tujuan

2. Menghindari pikiran negatif

3. Mulai hari dengan senyuman

4. Jangan menyalahkan orang lain

5. Jalin hubungan baik dengan diri sendiri

6. Katakan pada diri sendiri jika Anda mampu dan bisa


7. Jangan membandingkan diri Anda dengan orang

(Referensi : Florensa, 2013)

Nurul hidayah

Yaitu dengan mekanisme koping yang tepat .mekanisme koping adalah upaya sadar
dari individu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi akibat paparan
stresor.untuk menetralisasikan harga diri rendah seseorang mengembangkan pola
koping. Penggunaan mekanisme koping yang dipengaruhi oleh tingkat stress
,sumber stress serta kemampuan seseorang dalam menghadapi realita hidup,
hubungan interpersonal dan kesuksesan yang di tampilkan.(stuart & laraia,2005)

Bandura (1997, dalam viedebeck, 2008) menyatakan bahwa untuk dapat mengatasi
masalah diatas , maka upaya yang dapat dilakukan adalah mengembangkan
keterampilan pasien dari pada berfokus pada penyelesaian masalah.cara yang dapat
dilakukan antara lain:memiliki kemampuan dalam mengatasi hambatan, mengajak
individu untuk memiliki keyakinan pada diri sendiri, membangun kekuatan fisik
dengan tidak berfokus terhadap sesuatu yang negatif tetapi memandang secara
positif,untuk dapat mencapai hal demikian sangat efektif dan cocok kongnitif
diberikan.

Sumber:

Karya ilmiah

(Menejemen Asuhan Keperawatan Spesialis Jiwa Pada Pasien Harga Diri Rendah
Situasional Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy Di RSUP Persahabatan
Jakarta,fathara annisa nauli)

6. Mahasiwa mampu memahami koping yang tepat dalam mengatasi kecemasan


(Nurul Hidayah)
Jawab :
Nila wahyuni
Pariska Rahma Dia
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanismekoping
untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara
konstrukti merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas
tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius.

Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping :

1. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis
tuntutansituasi stress.
2. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan
dansedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan
penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat
merupakanrespon maladaptif terhadap stress.

(Asuhan Keperawatan Psikososial (Ansietas) : Academia)

7. Mahasiwa mampu memahami komunikasi pada keluarga klien seputar konseling


kejiwaan klien sebelum dan sesudah operasi (Pariska Rahma Dia)
Nurul hidayah

Komunikasi terapeutik merupakan satu teknik untuk mengatasi kecemasan pada


pasien pre operasi,seperti yang diterangkan oleh baradero(2009).

Pemberian komunikasi terapeutik yang diberikan perawat terhadap pasien berisi


tentang diagnosa penyakit,manfaat urgensi tindakan medis, resiko, komplikasi
yang mungkin terjadi, alternatif prosedur lain yang dapat dilakukan, konsekuensi
apabila tidak dilakukan tindakan medis, prognosis penyakit, dampak yang
ditimbulkan dari tindakan medis serta keberhasilan/ ketidakberhasilan dari
tindakan medis. Dengan begitu pasien mengetahui informasi tindakan yang akan
dilakukan dokter ketika pasien dalam posisi tidak sadar.karena yang menangani
adalah orang orang ahli dalam bidangnya pasien akan merasa tenang dalam
menjalani invasif bedah sehingga dapat menurunkan tingkat stres yg
dialaminya(asmadi,2008).
Menurut brunner& suddartha (2003),adanya persiapan mental yang kurang
memadahi dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan kelurga
sehingga perawat perlu memberikan dukungan mental kepada pasien yang akan
dilakukan operasi dan dapat dilakukan berbagai cara untuk memberi dukungan
yaitu membantu pasien mengetahui tindakan yang dialami pasien sebelum operasi,
memberikan informasi kepada pasien tentang waktu operasi, hal hal yang akan
dialami pasien selama proses operasi,menunjukan kamar operasi, memberi
kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang proses yang
ada, mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal hal
lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.

Sumber:

Karya ilmiah

(Pengaruh Kounikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre


Operasi Di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo.Agung Suprastyo,Widaryati)

Nur azizah
8. Mahasiwa mampu mengetahui tingkat kecemasan (Nila Wahyuni)
Rahma Arifah Putri
Menurut Stuart (2007) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu
yaitu ringan, sedang, berat dan panik
a. Kecemasan Ringan
Tingkat kecemasan ringan adalah cemas yang normal yang biasa menjadi
bagian sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan perhatian, tetapi individu masih mampu memecahkan masala.
Cemas ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas yang ditandai dengan terlihat tenang, percaya diri, waspada,
memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar, ketegangan otot ringan,
sadar akan lingkungan, rileks atau sedkit gelisah.
b. Kecemasan Sedang
Tingkat kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal-hal yang penting dan mengesampingkanyang tidak penting atau
bukan menjadi prioritas yang ditandai dengan perhatian menurun,
penyelesaian masalah menurun, tidak sabar, mudah tersinggung, ketegangan
otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, mulai berkeringat, sering mondar-
mandir, sering berkemih dan sakit kepala.
c. Kecemasan Berat
Tingkat kecemasan berat sangat mengurangi persepsi individu, dimana
individu cenderung untuk memusatkan perhatian pada sesuatu yang terinci
dan spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku
ditunjukkan untuk mengurangi keteganggan. Individu memerlukan banyak
arahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain ditandai dengan sulit
berfikir, penyelesaian masalah buruk, takut, bingung, menarik diri, sangat
cemas, kontak mata buruk, berkeringat banyak, bicara cepat, rahang
mrnrgang, menggeretakkan gigi, mondar-mandir dan gemetar.
d. Panik
Tingkat panik dari suatu kecemasan berhubungan dengan ketakutan dan
teror, karena individu mengalami kehilangan kendali. Orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan, panik meibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik
terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan
pemikiran yang tidak dapat rasional.

Nurul maesya
9. Mahasiwa mampu mengetahui tahap relaksasi apa yang dapat dilakukan perawat
terhadap klien (Ramadhoni)
Jawab :
Nursyamsi Oktariani
 Terapi
Terapi yang diberikan adalah terapi relaksasi otot progresif. Terapi ini
merupakan teknik sistematis untuk mencapai keadaan relaksasi yang
dikembangkan oleh Edmund Jacobson. Terapi relaksasi otot progresif
merangsang pengeluaran zat-zat kimia endorphin dan ensephalin serta
merangsang signal otak yang menyebabkan otot rileks dan meningkatkan aliran
darah ke otak (Stuart, 2013).
Efektifitas dari terapi relaksasi otot progresif telah banyak dibuktikan dengan
penelitian seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Tobing, Keliat dan
Wardhani (2012). yang menemukan adanya penurunan ansietas dan depresi serta
peningkatan kemampuan relaksasi dan kemampuan memaknai hidup klien kanker
yang mendapatkan terapi relaksasi otot progressif, senada dengan penelitian
tersebut, Gitanjali dan Sreehari (2014) menemukan bahwa pasien pasien yang
melakukan relaksasi otot progresif secara kontinu selama 3 hari dapat membantu
klien menurunkan rasa khawatir dan lebih rileks. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa terapi relaksasi otot progresif dapat digunakan
sebagai terapi dalam mengatasi masalah ansietas.
(Stuart, GW & Sunden, SJ. 2006. Buku Saku Keperwatan Jiwa. Jakarta: EGC.)

Rahmadiyah Rendra

1. Teknik mengalihkan situasi (Hipnosis 5 jari)

Terapi ini berpusat pada pikiran, dengan membayangkan hal yang


menyenangkan, sambil memejamkan mata, dan jari-jari saling menyentuh.

Contohnya :

a. Membayangkan tempat-tempat yang menyenangkan.

b. Membayangkan hal-hal yang menyenangkan.

2. Teknik relaksasi tarik nafas dalam

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan cara melakukan tarikan napas secara
dalam, kemudian menghembuskan napas secara perlahan.

Caranya :

1. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3.
2. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks.

3. Anjurkan bernafas dengan irama normal.

4. Lakukan secara berulang sampai perasaan benar-benar tenang.

3. Teknik mengerutkan dan mengendorkan otot

(relaksasi otot progresif)

Caranya :

1. Secara sadar menegangkan otot sekitar 5-10 detik dan kemudian


melepaskannya selama 10-30 detik.

2. Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat melukai diri


sendiri.

3. Posisi tubuh lebih nyaman dengan mata tertutup sambil duduk selunjuran.

4. Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan.

5. Melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian bagian kiri dua kali

( Referensi : Asuhan Keperawatan pada klien jiwa dengan kecemasan )

Popy Pratama
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ganggauan ansietas adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran
penting tentang ansietas yang berlebihan, disertai respon perilaku, emosional dan
fisiologis. Gangguan ansietas memiliki banyak manifestasi, tetapi ansietas adalah
gambaran utama pada gangguan berikut ini (DSM-IV-TR,2000):
 Gangguan panik dengan atau tanpa agrofobia.
 Gangguan fobia: sosial atau spesifik.
 Gangguan obsesif-kompulsif (ocd).
 Gangguan stres pascatrauma.
 Gangguan stres akut.
 Gangguan ansietas umum.
 Gangguan ansietas akibat kondisi medis.
 Gangguan ansietas akibat zat.

Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif
di alami dan dikomunikasikan secara interversonal. Hal ini bisa di kaji dengan
melihat stresos predisposisi dan stresor presipitasi dan faktor yang lainnya.
Sehingga kita sebagai seorang perawat bisa menerapkan proses keperawatan pada
klien dengan gangguan ansietas.

DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Psikososial (Ansietas) : Academia

Carpenito, L.J., 1998. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 6. Alih Bahasa : Yasmin
Asih. Editor Monica Aster, Jakarta : EGC.

(Ejournal stikes Mukla : PENGARUH TERAPI PSIKOSPIRITUAL TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG MELATI III RSUP DR SOERADJI
TIRTONEGORO KLATEN)
Keliat, Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, Jakarta
: EGC

Videbeck,Sheila L.Buku Ajar Keprawatan Jiwa.EGC,Jakarta


Suliswati,dkk.Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.EGC,Jakarta

Townsend, M. C., 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri.
Edisi 3. Alih Bahas Novi Helena. Rditor Monica Ester, Jakarta : EGC.

Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga.


Edisi Pertama, Jakarta : CV, Sagung Seto.

Struart, G.W., S undeen, S.J., 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai