Disusun Oleh :
Lisdawaty Naomi Siregar
H1AP13012
Pembimbing :
dr. Andri Sudjatmoko, Sp.KJ
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
LEMBAR PENGESAHAN
NPM : H1AP13012
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Manajemen Tinitus Subjektif pada Pasien Tinitus dengan Tinnitus
Retraining Therapy (TRT)” dengan baik. Referat ini disusun untuk memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Bengkulu.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
oleh telinga penderita tanpa adanya rangsangan bunyi dari luar 2. Suara yang
terdengar begitu nyata dan serasa berasal dari dalam telinga atau kepala. Pada
sebagian besar kasus, gangguan ini tidak begitu menjadi masalah, namun bila
Tinnitus dapat bersifat objektif dan sunjektif. Tinnitus subjektif paling banyak
jarang terjadi4. Tinitus subjektif adalah tinnitus yang hanya dirasakan oleh telinga
penderita tanpa dirasakan oleh telinga orang lain atau pemeriksa. Tinnitus objektif
adalah tinnitus yang dapat ditemukan adanya sumber suara berasal dari organ
tinnitus terus meningkat sampai tahun 2015 mencapai 70-80% pada jumlah total
5
penyebab3. Prevalensi tinnitus lebih tinggi daripada jumlah pasien yang mencari
pengobatannya7.
penelitian yang dilakukan oleh Anna Rita et al pada tahun 2016 dari Departemen
THT Katolik Roma bahwa terdapat korelasi yang linear antara derajat distress
yang disebabkan oleh keluhan tinnitus dengan prevalensi anxietas dan depresi
diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining Therapy. Tujuan dari
terapi ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinitus dan
dewasa ini9.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara
tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun
listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat bervariasi, dapat berupa bunyi
Suara yang didengar dapat bersifat stabil atau berpulsasi. Keluhan tinitus dapat
Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik
jika serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih berbahaya dan
karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinitus pada
Tinitus dapat dibagi atas tinitus objektif dan tinitus subjektif. Dikatakan
tinitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dan dikatakan
7
berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar
telinga.
ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor glomus
jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik
kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba
Tinitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita saja. Jenis
oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel – sel
dengan intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas
8
derajat beratnya dan keparahan tinitus, dan pengukuran kecemasan dan depresi),
Tidak ada tes objektif untuk kebanyakan kasus tinitus, dan diagnosis dibuat
termasuk kasus yang jarang dan dapat dideteksi dengan auskultasi. Pertanyaan
penting seputar akibat dari tinitus termasuk efek terhadap tidur dan konsentasi.
Beberapa kuesioner kesehatan menilai efek dari tinitus, antara lain; tinnitus
handicap inventory dan tinnitus functional index. Kuesioner untuk menilai gejala
yang berkaitan seperti hiperakusis dan distres psikologis. Audiometri nada murni
pada telinga, timpanometri juga dapat diterapkan. Pasien dengan tinitus asimetris,
pendengaran asimetris dengan audiometri nada-murni, atau gejala dan tanda yang
berkaitan dengan kelainan neurologis perlu digali lebih lanjut, dan umumnya
9
Riwayat kasus Penilaian beratnya tinitus Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan Audiologi
(lihat gambar 2.6) (lihat gambar 2.7) Pemeriksaan otologi Audiometri dan speech
Tinnitus handicap inventory Auskultasi audiometry
+ Tinnitus questionnaire + Pemeriksaan kraniomandibular + Tinnitus matching
Tinnitus handicap dan leher Minimum masking level
questionnaire Timpanometri
Tinnitus functional index
Debilitating tinnitus?
Tinitus akut dengan
kehilangan pendengaran Tidak Tidak perlu ditindaklanjuti
mendadak akut?
Tinitus post – trauma?
Tinitus pulsatil akut?
Tinitus akut dengan Tinitus dengan Tinitus Tinitus Tinitus dengan Tinitus dengan Tinitus post Diagnosa
kehilangan gangguan dengan dengan komorbiditas komponen – traumatik neurovaskuler,
pendengaran akut pendengaran vertigo nyeri kepala psikiatrik somatosensorik jantung
Terapi awal Tinitus dengan Terapi Terapi Terapi spesifik Terapi spesifik Terapi spesifik Terapi spesifik
kehilangan hearing aid, spesifik, spesifik jika komorbiditas sekuele trauma penyakit
cochlear implant, Meniere’
pendengaran akut dll s disease mungkin psikiatrik vaskuler
Cognitive behavioural therapy Stimulasi akustik atau terapi suara Neuromodulasi atau neurostimulasi
2.4. Tatalaksana Tinitus 1,4,12
penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai penyebabnya. Terapi definitif untuk
menghilangkan tinitus sampai saat ini belum ada. Tujuan dari tatalaksana tinitus
saat ini adalah untuk menurunkan gangguan yang diakibatkan oleh tinitus
1. Terapi Psikologis
sistem limbik dan sistem saraf otonom. TRT walau tidak dapat
suara.
12
dan harus rutin dijalankan beberapa waktu. Beberapa literatur
2. Stimulasi Auditorik
Sound Therapy
Baik suara dari lingkungan atau suara yang dibuat sendiri keduanya
bunyi ombak, air terjun, hujan, dan bunyi lainnya yang bertujuan
tinitus.
dihasilkan oleh alat bantu dengar terbatas pada frekuensi tinggi dan
tinitus hanya dapat kurang dari 6000 Hz dan harus di dalam jarak
13
randomized controlled trial untuk membuktikan efekasi dari alat
Cochlear Implants
3. Farmakologi
stres dan cemas yang diakibatkan oleh tinitus dengan penggunaan obat
maka tidak disarankan obat – obatan tersebut untuk menjadi terapi primer
bagi tinitus.
Pada penderita tinitus penggunaan berlebih dari alkohol, kafein, atau obat
yang merangsang sistem saraf pusat harus dihindari. Beberapa obat yang
14
sering dipakai sehari – hari seperti aspirin, juga diketahui dapat menyebabkan
tinitus.
4. Stimulasi Otak
tatalaksana ini adalah variasi efek antar individu yang tinggi, durasi dari efek
yang sangat singkat sehingga harus dilakukan secara berulang dengan biaya
15
2.4. Manajemen Tinnitus dengan Tinnitus Retraining Therapy (TRT) 8,13
distress psikologikal yang diukur dengan HADS. Berdasarkan hasil studi yang
terbaru, pasien tinnitus biasanya tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk major
depressive disorders tapi sering menunjukkan gejala psikiatrik yang ringan, yang
menunjukkan rentan persentasi antara 10% dan 20% populasi umum yang
terkait, seperti kecemasan, depresi dan insomnia, sangat penting untuk penurunan
kualitas hidup. 8
16
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada
Therapy (TRT). Tinnitus Retraining Therapy (TRT) adalah intervensi non medis
dengan menggunakan Directive Counseling (DC) dan terapi suara tingkat rendah
atau Low Level Sound Therapy (ST) untuk membiasakan pasien terkait dengan
(ST) atau terapi suara nada rendah yang dapat diberikan antara lain dengan
Counseling (DC) pada TRT yang dipakai adalah berupa terapi Cognitif
pengubahan kognitif.
17
focus tujuan terapi, yaitu:
maladaptif. Oleh karena itu, tujuan dari restrukturisasi kognitif ini adalah
ini, diperlukan kerja sama yang baik antara klien dan terapis untuk
dan medikamentosa bila diperlukan. Tujuan dari TRT adalah memicu dan
menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang
auditorik ke sistem limbik dan sistem saraf otonom. TRT walau tidak dapat
18
menghilangkan tinitus dengan sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang
Jastreboff (1990). Model ini terus berkembang sebagai upaya untuk menyatukan
beberapa perbedaan yang dialami oleh penderita dalam berbagai literature terkait
tinnitus. Beberapa pasien mengatakan bahwa tidak adanya kesulitan atau distress
yang timbul dari keluhan yang dialami mereka, sementara 1 hingga 2 % dari
yang berbeda – beda dengan keluhan yang mereka alami. Beberapa pasien dengan
profil psikoakustik yang sama dapat menunjukkan persepsi subjektif yang berbeda
pula.
3. Cortical Centers
4. Sistem Limbik „
Berdasarkan model ini, jika pasien menyadari keluhan tinitus, tetapi tidak
mengalami reaksi emosional negatif yang kuat terhadap keluhan tersebut, maka
19
hanya tahap 1 sampai 3 yang terlibat. Aktivasi tambahan pada tahap 4 dan 5
menjelaskan tekanan yang tidak terkendali yang dialami oleh pasien tinitus serta
gangguan umum pada tinitus. Dalam hal ini keluhan tinitus menjadi sebuah
stressor yang menimbulkan derajat distress. Pasien yang mengalami aktivasi dari
peningkatan dari aktivasi sistem limbik dan area kortikal, yang biasanya
dihubungkan dengan kondisi emosial pada pasien tinitus. Peningkatan aktivasi ini,
digambarkan dalam Gambar 1 oleh panah yang tebal yang menunjukkan kekuatan
perhatian lebih besar pada tinitus, yang pada gilirannya akan meningkatkan
setan berkelanjutan”, Pada akhirnya, dalam kasus yang parah, reaksi yang
diinduksi tinnitus sistem limbik dan autonom akan mengambil sifat refleks yang
mekanisme feedback.
20
21
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Anna Rita et al tahun 2016
tinnitus. Ditambah lagi tinnitus yang ditoleransi dengan baik dapat muncul
kembali karena timbulnya psikosis; gangguan tidur dan insomnia juga sering
anxietas dan keparahan gejala somatik. Rauschecker dkk fokus pada peran
sirkuit yang melibatkan amigdala dan area subkalosus rusak, inhibisi aktivasi
talamus berikutnya hilang, dan sinyal diteruskan ke korteks di mana hal tersbut
kronik tanpa adanya stimuli perifer dan amplifikasi persepsi emosional yang
abnormal.
berat terkait tinnitus, deteksi awal dan sensitif gejala anxitas-depresi dapat dicapai
ditoleransi baik, dan yang sudah ditetapkan untuk tinnitus. Tidak ada rekomendasi
22
dalam penggunaan medikasi rutin oleh US FDA untuk terapi tinnitus. Namun,
penyataan ini tidak berlaku pada pasien yang secara bersamaan mengalami
gangguan anxietas atau depresi. Di antara beberapa obat yang diuji pada pasien
pasien yang terkena gejala anxietas-depresi, terlepas dari hubungan kausal dengan
subjektif yang dipicu oleh persepsi tinnitus merupakan kriteria utama untuk
terpimpin, terapi akustik, dan medikamentosa bila diperlukan. Metode ini dikenal
dengan Tinnitus Retraining Therapy (TRT). Metode ini dikenal dengan Tinnitus
menggunakan Directive Counseling (DC) dan terapi suara tingkat rendah atau
Low Level Sound Therapy (ST) untuk membiasakan pasien terkait dengan reaksi
23
netral, sementara prinsip kedua adalah terapi suara yang ditujukan untuk
melemahkan aktivitas neuron terkait tinnitus. Tujuan dari terapi ini adalah
memicu dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara
hubungan system auditorik ke sistem limbik dan system saraf otonom. TRT walau
biasanya digunakan jika dengan medikasi tinitus tidak dapat dikurangi atau
dihilangkan. TRT adalah suatu cara dimana pasien diberikansuara lain sehingga
membuat data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi terapi atau
24
Pengajaran terapi psikologi terhadap pasien untuk menghiraukan
yang dihadapinya.
Pada dasarnya, tujuan akhir dari serangkaian proses terapi tinnitus ini adalah
sistem limbik dan sistem saraf otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan
25
BAB III
KESIMPULAN
Pasien yang menderita tinnitus memiliki risiko yang lebih tinggi berkembang
yang dipicu oleh persepsi tinnitus merupakan kriteria utama untuk rencana
akustik, dan medikamentosa bila diperlukan. Metode ini dikenal dengan Tinnitus
Retraining Therapy (TRT). Tujuan dari TRT adalah memicu dan menjaga reaksi
habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu.
sistem limbik dan sistem saraf otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan
26
DAFTAR PUSTAKA
2. Kim Hyun-Jong et al., 2015. Analysis of the Prevalence and Associated Risk
LancetNeurol.12:920-930.
8. Rita A. F., Lucidi D., Deloso E., et al. 2016. Departement Head and Neck
20(2):76-82.
27
9. Baguley, D. M., McFerran D., Hall Deborah. 2013. Tinnitus. The Lancet.
life and mental distress in patients with partial deafness: preliminary findings.
11. Hoare DJ, Hall DA. Clinical Guidelines and Practice. 2011. A Commentary
Professions: 34(4):413-420.
12. Soepardi E., Iskandar N. 2004. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher
14. Craig F., Scherer W. R., 2013. Tinnitus Retrainning Therapy Manual of
Depok: FakultasPsikologiUniversitasIndonesia.
17. Jastreboff PJ, Gray W.C., Gold SL. Neurophysiological approach to tinnitus
28