Anda di halaman 1dari 9

PORTOFOLIO

APPENDISITIS AKUT

Disusun dalam rangka melengkapi tugas sebagai dokter internsip

Disusun dan dipresentasikan oleh :


dr. Lisdawaty Naomi Siregar

Pembimbing :
dr. Riza Monica

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMKIT TK IV KOTA BENGKULU
2020
BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIS

No. ID dan Nama Peserta dr. Lisdawaty Naomi Siregar


No. ID dan Nama Wahana Rumkit TK IV Kota Bengkulu
Topik APPENDISITIS AKUT
Tanggal (kasus) 07 November 2020
Nama Pasien Ny. D/ 48 thn
Tanggal Presentasi - Pendamping Dr. Riza Monica
Tempat Presentasi Gedung Aula Rumkit TK IV Kota Bengkulu

Objektif Presentsi

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi Ny. D 48 th dengan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS

Tujuan

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas Diskusi Presentasi dan Email Pos


Diskusi

Data Utama dan Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis :


Keluhan utama :
 Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang :

 Pasien datang ke IGD RS DKT Bengkulu dengan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari yang
lalu. Nyeri diawali disekitar ulu hati kemudian menjalar ke kanan bawah dan semakin
memberat sejak 6 jam SMRS. Nyeri bertambah saat pasien batuk atau kaki ditekuk. Pasien
juga mengeluh mual dan muntah >5x sejak kemarin. Muntah berisi makanan dan air. Pasien
tidak nafsu makan (+). Pasien belum buang angin dan BAB sejak kemarin. Demam (-), sesak
(-), batuk (-). BAK pasien normal, keluhan BAK (-), riwayat BAK berpasir (-), darah (-).
Riw. Batuk (-), pilek (-), sesak (-), nyeri menelan (-), HT (-), DM (-), alergi obat (-). Pasien
terakhir menstruasi 3 hari yang lalu.
2. Riwayat Pengobatan :
- Pasien tidak memiliki riwayat konsumsi obat rutin sebelumnya.

3. Riwayat penyakit dahulu :


- Pasien tidak memiliki riwayat keluhan serupa sebelumnya
- Pasien tidak memiliki riwayat jantung dan diabetes mellitus.

4. Riwayat penyakit keluarga :


- Ibu tidak memiliki riwayat penyakit tertentu
- Bapak memiliki riwayat darah tinggi dan alergi makanan laut
- Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang serupa
5. Riwayat Pekerjaan :
- Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, makan teratur ± 3x sehari dengan porsi sedang, riwayat
merokok (-), konsumsi alkohol dan obat-obatan (-).
Daftar Pustaka:

1. Andersson RE, Hugander A, Thulin AJ: Diagnostic accuracy and perforation rate in appendicitis:
association with age and sex of the patient and with appendicectomy rate. Eur J Surg 1992, 158:37-
41.
2. Aschraff, K.W., Pediatric Surgery, 3 th Edition, WB Saunders Company, Philadelpia-NewYork-
London-Tokyo, 2000: p. 406-21.
3. Berger D.H., Jaffe B.M. 2006. The appendix. In F. Charles Brunicardi: Schwartz Manual Surgery.
8th ed. New York: McGraw-Hill. p.784-99. Bickley L.S. 2004. Assessing possible appendicitis. In
Lynn S.
4. Bickley., Peter G. Szilagyi., Barbara Bates: Guide to Physical Examination and History Taking. 8th
ed. Lippincott Williams & Wilkins. p.347-8.
5. Robbins and Cotran : Pathologic Basic of Disease , 8th ed Philadelpia : by Saunders, an imprint of
Elsevier Inc , 2004
6. Schwartz SI : Appendix, in Principles of Surgery, 8th ed. New York : Mc Graw Hill Inc, 2009 :
1307-30
7. Sjamsuhidayat, R , Wim de Jong : Apendiks Vermiformis , Buku Ajar Ilmu Bedah , Ed 2 , EGC ,
2005 : 639 – 35.2
8. Tsuji M, Puri P, Reen DJ: Characterisation of the local inflammatory response in appendicitis. J
Pediatr Gastroenterol Nutr 2003, 16:43-48
9. Ulrich Sack, Birgit Biereder, Tino Elouahidi : Diagnostic value of blood inflammatory markers for
detection of acute appendicitis in children, BMC Surgery 2006, 6:15
V.C. Cappendijk, FW J Hazebroek : The Impact of Diagnostic delay on the course of Acute
Appendicitis

Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Appendisitis Akut
2. Penatalaksanaan Appendisitis Akut
3. Edukasi tentang penyebab, faktor resiko, dan penatalaksanaan yang tepat
Subyektif
± 1 hari sebelum masuk rumah sakit:
 penderita mengeluh nyeri perut kanan bawah
 Awalnya nyeri di ulu hati dan berpindah keperut kanan bawah, memberat 6 jam SMRS
 Pasien mengeluh mual dan muntah >5x, dan tidak nafsu makan
 Nyeri bertambah saat batuk atau kaki ditekuk

Obyektif
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Suhu : 36,7ºC
Frekuensi nadi : 90x/m, regular, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20x/m, regular, tipe torakoabdominal
Tekanan darah : 120/80mmHg
BB : 60 kg
TB : 155 cm
Status Gizi : Normoweight

Pemeriksaan Abdomen
Anterior
Inspeksi Datar, simetris, venektasi (-), caput medusa (-), scar (-),
massa/tumor (-)

Palpasi Soepel , nyeri tekan positif di regio lumbal dan iliaca


dextra. Blumberg sign (+), Rovsing sign (+), Rebound
tenderness (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+), Defans
muscular (-), Dunphy Sign (-). Hepar dan Lien tidak teraba
membesar.

Perkusi Timpani diseluruh lapang abdomen

Auskultasi Bising usus (+) normal

Pemeriksaan Penunjang :

Laboraturium
Hb : 13,5 gr/dl
Ht : 38 %
Leukosit : 12.100 mm3
Trombosit : 247.000 sel/mm3
GDS : 117 mg/dl
Diff. Count : 0/0/4/88/6/2
RDT Covid: Non Reaktif

Assesment dan Tinjauan Pustaka


Berdasarkan anamnesis didapatkan data bahwa pasien datang ke IGD RS DKT Bengkulu
dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari yang lalu. Nyeri diawali disekitar ulu hati
kemudian menjalar ke kanan bawah dan semakin memberat sejak 6 jam SMRS. Gejala klasik
apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium sekitar umbilikus. Rasa sakit menjadi terus menerus dan lebih tajam serta lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, akibatnya pasien menemukan gerakan
tidak nyaman dan ingin berbaring diam, dan sering dengan kaki tertekuk. Nyeri ini dirasakan di
sekitar umbilikus atau periumbilikus karena persarafan appendix berasal dari thorakal 10 yang
lokasinya di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Maka nyeri pada umbilikus atau periumbilikus
merupakan suatu reffered pain. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran
kanan bawah, ke titik Mc Burney. Dititik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Pada kasus pasien juga mengeluhkana mual dan muntah.
Sekitar tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat aktivasi N.vagus,
namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan, nyeri tekan dan nyeri lepas pada titik Mc Burney, psoas sign (+),
obturator sign (+), rovsing sign (+). Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Nyeri tekan kuadran kanan
bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. Nyeri lepas (+) karena
rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di
abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney. Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri
abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri
bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada
sisi yang berlawanan. Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus
psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks. Obturator sign (+). Obturator sign adalah
rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam
dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium. Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik
normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi
jika telah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Selain itu, untuk
mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado

Skor
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa 1
iliaka kanan
Anoreksia 1
Mual atau Muntah 1
Nyeri di fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur (>37,5oC) -
Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 109/L 2
Neutrofilia dari ≥ 75% 1

Pada kasus didapatkan skor Alvarado pasien sebesar 9 yang menandakan bahwa
kemunkinan besar pasien mengalami appendisitis.
Pemeriksaan laboratorium rutin sangat membantu dalam mendiagnosis apendisitis akut,
terutama untuk mengesampingkan diagnosis lain. Pemeriksaan laboratorium yang rutin
dilakukan adalah jumlah leukosit darah. Jumlah leukosit darah biasanya meningkat pada kasus
apendisitis. Hitung jumlah leukosit darah merupakan pemeriksaan yang mudah dilakukan dan
memiliki standar pemeriksaan terbaik. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih
pada kasus dengan komplikasi berupa perforasi. Penelitian yang dilakukan oleh Guraya SY
menyatakan bahwa peningkatan jumlah leukosit darah yang tinggi merupakan indikator yang
dapat menentukan derajat keparahan apendisitis. Tetapi, penyakit inflamasi pelvik terutama pada
wanita akan memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan
apendisitis akut. Terjadinya apendisitis akut dan adanya perubahan dinding apendiks
vermiformis secara signifikan berhubungan dengan meningkatnya jumlah leukosit darah.
Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah leukosit berhubungan dengan peradangan
mural dari apendiks vermiformis, yang merupakan tanda khas pada apendisitis secara dini.

Beberapa penulis menekankan bahwa leukosit darah polimorfik merupakan fitur penting
dalam mendiagnosis apendisitis akut. Leukositosis ringan, mulai dari 10.000 - 18.000 sel/mm 3,
biasanya terdapat pada pasien apendisitis akut. Namun, peningkatan jumlah leukosit darah
berbeda pada setiap pasien apendisitis. Beberapa pustaka lain menyebutkan bahwa leukosit darah
yang meningkat >12.000 sel/mm3 pada sekitar tiga-perempat dari pasien dengan apendisitis akut.
Apabila jumlah leukosit darah meningkat >18.000 sel/mm3 menyebabkan kemungkinan
terjadinya komplikasi berupa perforasi. Pada kasus pemeriksaan laboratorium didapatkan
adanyang penginkatan leukosit disertai dengan adanya shift to the left pada pemeriksaan hitung
jenis.

Pasien pada kasus juga dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen yang menunjukkan
tidak adanya kelainan. Pada foto polos abdomen, meskipun sering digunakan sebagai bagian dari
pemeriksaan umum pada pasien dengan abdomen akut, jarang membantu dalam mendiagnosis
apendisitis akut. Pasien dengan apendisitis akut, sering terdapat gambaran gas usus abnormal
yang non spesifik. Meskipun demikian, pemeriksaan foto polos ini dilakuakn untuk
menyingkirkan diagnosis banding seperti adanya batu saluran kemih. Diagnosis diferensial lain
seperti KET juga dapat disingkirkan karena pasien baru selesai menstruasi 3 hari sebelum masuk
RS dan pada pemeriksaan plano test pasien didapatkan hasil ngetaif.
Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan
cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan
dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Pada kasus, analgetik belum
diberikan karena pasien akan dirujuk dan akan dilakukan assessment ulang oleh dokter spesialis
bedah di rumah sakit rujukan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah
anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang
merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney
banyak dipilih oleh para ahli bedah.

Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit,


namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi
peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi
usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta
misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10
sampai 28 hari. Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam
rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya.
Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa
terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar.

Planning:
Diagnosis : Appendisitis Akut
Terapi Non Medikamentosa

 Tirah baring
 Observasi TTV dan KU Pasien
 Puasa
 Rontgen Foto Polos Abdomen
 Rencana Apendiktomi
 Konsul Anastesi

Medikamentosa

1. IVFD RL xx gtt/menit
2. Inj. Omeperazole 20mg/24 jam i.v
3. Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam i.v Skin test
4. Inj. Ketorolac 3x1 ampl iv

Pendidikan :
Karena Appendisitis akut merupakan salah satu kasus gawat abdomen yang berarti memelurkan
tindakan operasi bedah segera maka diperlukan pemeriksaan yang teliti untuk menegakkan
diagnosis apendisitis akut, pasien dan keluarga harus dijelaskn secara detail tentang penyakit dan
rencana penatalaksanaan definitive berupa tindakan operasi atau bedah.

Konsultasi : -
Rujukan : -
Kontrol : Kontrol ulang 3 hari post pulang dari rawat inap.

Anda mungkin juga menyukai