Disusun Oleh :
Lisdawaty Naomi Siregar
H1AP13012
Pembimbing :
dr. Rachma Tri Wahyuni, Sp.Rad
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Proptosis Occuli dan
Pemeriksaan Radiologinya” dengan baik. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini telah melibatkan banyak pihak,
untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Rachma Tri Wahyuni, Sp.Rad., selaku Konsulen yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing dan memberikan banyak arahan dan petunjuk dalam
penulisan referat ini. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat.
2. Keluarga dan semua teman – teman yang telah memberikan dukungan baik moril,
materiil, dan spiritual kepada penulis selama penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis
sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan kedepannya.
Akhir kata semoga referat ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
penting. Mata adalah jendela kehidupan, tanpa mata manusia tidak dapat melihat apa yang ada di
sekelilingnya. Oleh karena itu pemeliharaan mata sangatlah penting. Salah satu struktur mata
yang penting adalah rongga orbita. Perubahan kedudukan bola mata dapat di akibatkan oleh
beberapa penyebab terutama pada pada penyakit rongga orbita. Penonjolan bola mata adalah
Proptosis atau penonjolan bola mata merupakan salah satu tanda dari penyakit pada
orbita. Lima proses yang dapat mendasari terjadinya penyakit pada orbita adalah: inflamasi,
neoplasia, abnormalitas struktural (baik kongenital maupun didapat), lesi vaskuler, dan
degenerasi serta deposisi. Kelimanya dapat terjadi secara independen atau bersamaan. Jika
ditemukan kelainan pada orbita maka metode evaluasi sistematis yang simpel harus dilakukan
untuk mengidentifikasi proses yang terjadi. Dari 1400 subjek dalam suatu penelitian
terbanyak yaitu sebesar 57%, kemudian diikuti oleh abnormalitas struktural (dermoids,
varices, cartoid cavernous sinus fistulas) sebanyak 2.8%, dan yang terakhir adalah degenerasi
nonaxial disebabkan lesi ekstrakonal. Lesi-lesi ekspansif dapat bersifat jinak atau ganas dan
dapat berasal dari tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Massa dapat bersifat
radang, neoplastik, kistik, atau vaskular. Proptosis unilateral pada anak-anak sering disebabkan
oleh selulitis orbita sedangkan pada bilateral proptosis biasanya terjadi karena penyakit –
Penonjolan itu sendiri tidak bersifat mencederai kecuali apabila kelopak mata tidak mampu
menutup kornea. Namun penyebab yang mendasari biasanya serius dan kadang – kadang
membahayakan jiwa. 5
Evaluasi klinis dapat menyediakan petunjuk tentang lesi yang tidak tampak dari luar
sedangkan evaluasi lainnya seperti evaluasi radiologis, USG, CT, dan MRI dapat
mengkonfirmasi diagnosis tersebut. Hasil yang lebih baik dapat dicapai dengan kombinasi
antara dua atau lebih teknik evaluasi. Selain kelebihan dari masing-masing teknik, hal lain yang
perlu dipertimbangkan adalah biaya yang harus dikeluarkan dari masing-masing teknik
tersebut.6
Referat ini akan membahas mengenai penyakit orbita yang mengakibatkan manifestasi
berupa penonjolan bola mata dan penyebabnya serta gambaran radiologisnya sebagai
tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Orbita1,2,3
Orbita merupakan rongga pada tengkorak di mana tempat bola mata dan struktur aksesoris
visual (termasuk alis, kelopak mata, dan lacrimal apparatus) berada.1 Rongga orbita secara
skematis digambarkan sebagai piramida dengan empat dinding yang mengerucut ke posterior.
Dinding medial orbita kiri dan kanan terletak paralel dan dipisahkan oleh hidung. Pada setiap
orbita, dinding lateral dan medialnya membentuk sudut 45 derajat, menghasilkan sudut siku
antara kedua dinding lateral. Orbita dianalogikan berbentuk seperti buah pear dengan dengan
kanalis optikus diibaratkan sebagai tangkainya. Puncaknya di posterior dibentuk oleh foramen
optikum dan basisnya di bagian anterior dibentuk oleh margo orbita. Lebar margo orbita 45 mm
dengan tinggi 35 mm. Kedalaman orbita pada orang dewasa kurang lebih 40-45 mm sampai ke
apex. Dinding medial dari mata kanan dan kiri sejajar. Dinding lateralnya dari mata kanan tegak
lurus terhadap dinding lateral mata kiri. Pertumbuhan penuh dicapai pada umur 18-20 tahun
dengan volume orbita dewasa ±30cc. Bola mata hanya menempati sekitar 1/5 bagian
ruangannya. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. Otot-otot mata terdiri dari m. rektus
superior, m. rektus inferior, m.rektus lateralis, m. rektus medialis, m. obliqus inferior, m. obliqus
superior.2
palpebra dan orbita. Orbita berhubungan dengan sinus frontalis atas, sinus maksilaris bawah dan
sinus etmoidalis serta sinus sfenoidalis di medial3. Dasar orbita yang tipis mudah rusak oleh
trauma langsung pada bola mata mengakibatkan fraktur “blow out” dengan herniasi isi orbita
kedalam antrum maksilaris, infeksi pada sinus sfenoidalis dan etmoidalis dapat mengikis dinding
medialnya dan mengenai isi bola mata3. Defek pada atap dapat berakibat pulsasi pada bola mata
yang berasal dari otak3. Pada bagaian atap orbita terutama pada pars orbitalis os frontalis,
kelenjar lakrimal terletak didalam fossa glandulaae lakrimalis pada bagian anterior lateral atap,
Ala minor os sphenoidalis terdapat kanalis optikus melengkapi bagian atap diposterior3.
Dinding lateral dipisahkan dari bagian atap oleh fissure orbitalis superior yang
memisahkan ala minor dari ala mayor os sphenoidalis. Bagian anterior dinding lateral dibentuk
oleh facies orbitalis os zigomaticus. Bagian ini merupakan bagian terkuat dari tulang-tulang
orbita3. Dasar orbita dipisahkkan dari dinding lateral oleh fissure orbitalis inferior. Pars orbitalis
maxillae membentu daerah sentral yang luas bagian dasar orbita dan merupakan tempat tersering
frakur blow out. Batas-batas dinding medial rongga orbita tidak terlalu jelas. Os ethmoidale tipis
setipis kertas, tetapi menebal kearah anterior saat bertemu dengan os lacrimale3.
1. os frontalis
2. os sphenoidalis
1. os maksilaris
2. os lakrimalis
3. os sphenoidalis
4. os ethmoidalis
1. os maksilaris
2. os zigomatikum
3. os palatinum
1. os zigomatikum
2. os sphenoidalis
3. os frontalis
Di ruang orbita terdapat 3 lubang yang dilalui oleh pembuluh darah, saraf, yang masuk ke dalam
3. Fissura orbitalis inferior yang dilalui nervus, vena dan arteri infraorbitalis.
Gambar 3. Anatomi orbita 2
1. Periorbita, jaringan perior yang meliputi tulang orbita. Periorbita pada kanla optik
bersatu dengan duramater yang meliuti saraf optic di optic dan dianterior bersatu
2. Saraf optik (nervus II) yang diselubungi piamaterm araknoid maer dan duramater
3. Otot ekstraokuler. Setiap bola mata memiliki 6 otot ekstraokuler yang diselubungi
4. Jaringan lemak. Hampir sebagian besar rongga orbita berisi jaringan lemak5.
5. Kelenjar lakrimal berfungsi mengeluarkan air mata dan sebagian terletak di rongga
orbita.
Terlihat jelas bahwa rongga orbita berisi bermacam jaringan shingga masng-masing
Proptosis atau penonjolan bola mata merupakan salah satu tanda dari penyakit pada
orbita.
Proptosis dapat didefinisikan sebagai penonjolan abnormal pada bola mata akibat
lesi yang mengisi ruang dalam rongga orbita, dislokasi mata atau luxasi bola mata dan
mata dari orbita. Definisi lainnya mengatakan bahwa proptosis adalah setiap penambahan isi
orbita yang terjadi di samping atau di belakang bola mata yang menyebabkan terdorongnya
bola mata ke depan. 3 Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita. Ekspansi di
dalam kerucut otot mendorong mata kearah depan (proptosis aksilaris) sedangkan massa
yang tumbuh di luar kerucut otot menyebabkan pergeseran bola mata ke samping atau
vertikal menjauhi massa tersebut (proptosis non aksilaris). Kelainan bilateral umumnya
proptosis dan penonjolan dari mata yang berhubungan dengan Thyroid Eye Disease (TED).
tanda- tanda penting pada orbita. Pemeriksaan dimulai dengan fungsi penglihatan,
a. Fungsi Penglihatan
diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil aferen. 3 Ketajaman penglihatan dan persepsi
warna sebaiknya dilakukan sebelum pemeriksaan pupil. Tes warna Ishihara walaupun
dirancang untuk penilaian kelainan buta warna herediter tetapi dapat juga digunakan untuk
mengetahui adanya defek halus pada fungsi syaraf optik. Sedangkan reflek pupil, termasuk
penilaian kuantitatif dari defek pupil aferen relative, harus diuji pada bagian terakhir
b. Adanya Masss
Perubahan posisi bola mata harus diukur dan bila terjadi deviasi okular yang nyata
maka jika memungkinkan penting untuk mengukur jarak perpindahan letaknya dari posisi
9
awal. Proptosis juga dapat mengidentifikasikan lokasi massa karena bola mata biasanya
terdorong oleh karena adanya massa di dekatnya. Pergeseran bola mata secara axial biasa
metastase, malformasi arteriovenous, dan lesi mata yang lain di batasi otot mata.
Sedangkan pergeseran non axial terjadi oleh karena tumor sinus maxillaris yang menembus
dasar orbita kemudian mendorong bola mata. Pergeseran inferomedial dapat terjadi akibat
orang dewasa biasanya paling banyak disebabkan oleh TED sedangkan penyebab lain yang
mungkin adalah karena adanya gangguan pada bola mata bilateral pada limfoma,
atau infiltrasi leukemik. Proptosis unilateral pada orang dewasa juga sering terjadi pada
TED sedangkan pada anak-anak yang mengalami proptosis bilateral umumnya disebabkan
umumnya dari tepi lateral dinding orbita sampai permukaaan kornea (Hertel
pada orang dewasa . Setiap nilai <14 mm umumnya dapat didiagnosa enophthalmos. Nilai
>21 mm ditemui sesekali pada individu dengan riwayat keturunan dengan penonjolan bola
mata atau miopia tingkat moderat. Perbedaan 2 mm atau lebih di posisi satu mata terhadap
yang lain perlu dicatat. Semua pengukuran tunduk pada variabel seperti asimetri wajah
pasien, posisi exophthalmometer atau strabismus dari satu mata bergeser. Dokter dapat
posisi dokter dengan mata pasien harus tetap konstan. Pada anak-anak, penggunaan
sebuah exophthalmometer mungkin tidak dapat dilakukan. Dalam kasus tersebut, proptosis
unilateral dapat ditentukan dengan melihat ke bawah dan atas serta dengan mencatat posisi
Asimetri atau lebih besar dari 2mm antara diperkirakan proptosis atau enopthalmus.
Proptosis dapat dinilai dengan baik ketika penguji melihat dari bawah dengan posisi kepala
pasien head tilted back (disebut juga worm-eye view). Psedoproptosis adalah penonjolan
yang abnormalan atau ketidak asimetrisan bola mata yang penyebabnya bukan karena isi
dari kavum orbita. Biasanya diagnosa ditunda terlebih dahulu sampai lesi massa
menghilang. Penyebab psedoptosisi adalah bola mata yang besar, enothalmus kontralateral,
kemungkinan tempat asal massa dan kemungkinan diagnosis yang dapat ditegakkan.
tenderness menunjukkan adanya peradangan akut, seperti yang terjadi pada dacryoadenitis.
Kista dermoid pada kuadran supero -temporal , ketika terjadi mobilisasi maka akan muncul
tanda yang khas (Gambar 8) , tetapi ketika diam maka akan mudah mengalami perlekatan
periosteal, atau dapat meluas melalui defek pada dinding lateral orbita. Lesi yang menetap
dalam kuadran supero - medial biasanya kemudian akan menjadi frontal mucocoeles ketika
pasien dewasa , atau menjadi kista dermoid pada anak-anak ( Gambar 9) dan juga menjadi
anterior encephalocoele yang sangat jarang terjadi. Lesi subconjunctival berupa gambaran
"Salmon patch" adalah karakteristik dari limfoma ( Gambar 10) sedangkan massa lunak yang
menyebabkan pembengkakan kelopak mata harus dianggap sebagai tumor infiltratif atau
Gambar 6. Periocular dermoids: Lesi yang khas tampak pada kuadran supero-
temporal 9
Gambar 7. the superomedial dermoid memiliki diagnosa yang berbeda dari
anterior encephalocoele 9
penyimpangan okular yang tersembunyi maupun yang tampak dan memperkirakan jangkauan
duksi uniokular pada empat posisi penting. Forced duction test (traksi) dengan anestesi topikal
akan membantu dalam membedakan penyebab neurologis atau penyebab mekanis dari
pergerakan bola mata yang terbatas. Demikian juga dengan retraksi dari bola mata selama
duksi aktif menunjukkan adanya fibrosis dari otot antagonis ipsilateral, hal ini menjadi gejala
Pembengkakan adalah tanda pada palpebra yang paling sering ditemukan pada
penyakit orbita, namun adanya retraksi palpebra, kelambatan gerak, atau penutupan palpebra
yang tidak lengkap sering terjadi dan merupakan tanda dari orbitopati tiroid (Gambar 11).
Kontur berbentuk S pada kelopak mata bagian atas kemungkinan dapat dikaitkan dengan
kelainan vena anterior memberikan gambaran warna biru pada palpebra sedangkan lesi
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 9.Tanda khas dari dysthyroid orbitopathy: (a) bilateral proptosis dan retraksi kelopak mata atas,
(b) lid lag, (c) lagophthalmos pada penutupan kelopak mata secara perlahan (d) festoons disebabkan
karena periorbital oedema. 9
Dilatasi yang nyata pada pembuluh darah disertai adanya getaran yang teraba atau bruit
yang terdengar menunjukan adanya sebuah fistula carotico-cavernous dengan aliran cepat atau
malformasi arteri-vena (gambar 12.a). Peningkatan tekanan dalam sirkulasi vena retina
menyebabkan hilangnya pulsasi spontan dari vena retina sentral sedangkan ada atau tidak
adanya pulsasi harus diketahui pada kedua fundus. Hilangnya sensasi periokular juga harus
dikaji karena dapat dijadikan tanda untuk mengetahui lokasi penyakit orbita selain itu
hilangnya sensasi kornea pun harus dicatat. Pemeriksaan pada hidung dan mulut juga penting.
Varises palatal dapat mengindikasikan orbital varises yang merupakan penyebab spontan dari
perdarahan orbita, atau adanya massa nasal atau nekrosis palatal kemungkinan
mengindikasikan adanya tumor sino-orbital atau infeksi (seperti mucormycosis). 9
Pemeriksaan bio-mikroskop slit lamp pada permukaan okular dan segmen anterior
maupun posterior harus dilakukan. Chemosis konjungtiva dapat dilihat pada kondisi terjadinya
tiroid. Patognomonik nodul Lisch dari neurofibromatosis tampak jelas pada pasien
tiroid orbitopati, pengukuran tekanan intra okular kerap kali meningkat pada saat terjadinya
fiksasi. Pengukuran tekanan yang benar adalah dengan menempatkan dagu ke arah depan, di
depan bagian lainnya, dan pasien diminta menatap sedikit ke arah bawah. Pulsasi yang sangat
yang mempengaruhi sirkulasi orbita, atau adanya transmisi pulsasi dural seperti yang terjadi
meningioma saraf optik atau idiopatik. Lipatan hampir selalu terjadi terjadi pada makula dan
tidak ada hubungannya dengan posisi massa orbita. Atrofi atau pembengkakan optic disc dapat
disebabkan karena berbagai hal dan opticociliary shuntuk pada pembuluh darah merupakan
hasil dari kompresi saraf optik yang berlangsung lama, misalnya pada meningioma syaraf
optik. 9
Kelenjar limfe regional harus diperiksa pembesaran dan kepadatannya dan adanya
berhungungan dengan splenomegali. Pada pasien dengan massa pada orbita, adanya clubbing-
Lima proses yang dapat mendasari terjadinya penyakit pada orbita adalah: inflamasi,
neoplasia, abnormalitas struktural (baik kongenital maupun didapat), lesi vaskuler, dan
Evaluasi abnormalitas orbita harus dapat membedakan orbital dari lesi periorbital dan
intraokular. Perbedaan ini dapat mengarahkan kepada sebuah diagnosis. Evaluasi dimulai dari
anamnesis dan pemeriksaan untuk membimbing ke arah diagnosa dan terapi. Pada abnormalitas
1. Pain, kemungkinan merupakan tanda dari adanya inflamasi dan infeksi, perdarahan orbita,
tumor glandula lakrimalis maligna, invasi dari karsinoma nasopharyngeal, atau adanya
metastase.
2. Proptosis, biasanya diindikasikan dengan adanya massa di belakang bola mata. Penonjolan
Pada bilateral proptosis biasanya terjadi karena Grave’s disease, lymphoma, vasculitis,
3. Progression, progresivitas lesi dapat dijadikan indikasi diagnostik. Lesi dengan onset hari
neuroblastoma, tumor metastatik, atau granulocytic sarcoma. Sedangkan pada onset bulan
sampai dengan tahun biasanya disebabkan dermoid, tumor benigna, tumor neurogenic,
atau meningoencephalokel, atau mungkin akibat dari operasi pengangkatan atap orbital.
Pulsasi dengan atau tanpa bruits, dapat disebabkan karena carotid cavernous fistula, dural
6. Periorbital changes, yang berhubungan dengan lesi orbital biasanya terlihat adanya retraksi
palpebra, kelainan vaskular pada palpebra, lesi eczematous pada palpebra, ekimosis
Proptosis yang asimetris dapat dideteksi dengan inspeksi mata pasien dari arah depan
Pemeriksaan klinis harus dilakukan secara lengkap sehingga dapat dikelola dengan
1. Riwayat Penyakit
dapat ditanyakan adanya riwayat trauma atau penambahan proptosis saat pasien
atau tiba-tiba (pada infeksi), kemudian ditanyakan tanda-tanda infeksi lain seperti
adanya panas badan meningkat, atau adanya penyakit sinusitis atau abses gigi. Dapat
ditanyakan juga tanda-tanda penyakit tiroid, seperti tremor, sifat gelisah yang
Bila dari pertanyaan ini tidak didapat jawaban, maka dapat diarahkan pada penyakit
tumor, kemungkinan tumor retrobulber. Anamnesis yang penting untuk tumor adalah
i. Onset, karena umumnya proptosis terjadi lebih lambat pada tumor jinak dan cepat
ii. Umur, dapat menentukan jenis tumor, yaitu tumor anak-anak dan tumor dewasa
iii. Tajam penglihatan penderita, apakah menurun bersamaan dengan terjadinya
proptosis atau tidak. Jika bersamaan, dapat diduga tumor terletak di daerah apex
iv. Adanya tanda klinis lain tumor ganas seperti rasa sakit, atau berat badan menurun
metastase.
2. Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan mata secara teliti sangat diperlukan,antara lain pada visus, adanya
pupil (reflek pupil), fundus(atrofi papil atau edema papil, striae retina). Pemeriksaan
dapat dilanjutkan pada otot bola mata, lapang pandang dan tekanan intraokular.
3. Pemeriksaan Orbita
Normalnya nilai penonjolan tidak melebihi 20 mm atau beda kedua mata tidak
jaringan yang berada di orbita. Ada 2 jenis posisi, yaitu sentrik dan eksentrik.
Posisi sentrik biasanya disebabkan tumor yang berada di konus. Sedangkan posisi
eksentrik harus dilihat dari arah terdorongnya bola mata untuk memperkirakan
tumor.
iii. Palpasi, dinilai konsistensi tumor, pergerakan dari dasarnya, adanya rasa nyeri
v. Ocular movement, gerakan okular mungkin terbatas pada arah tertentu oleh karena
Terdiri dari 2 tahapan yaitu: pemeriksaan primer yang terdiri dari Computed
(USG) dan pemeriksaan sekunder yang terdiri dari: venography, arteriography, serta CT
dan MR angiography.
2.2.5. Etiologi Proptosis1,3,7,8,10
Proptosis dapat didefinisikan sebagai penonjolan abnormal pada bola mata akibat lesi
yang mengisi ruang dalam rongga orbita, dislokasi mata atau luxasi bola mata dan seringkali
disamakan dengan eksoftalmus. Eksoftlamus adalah penonjolan abnormal bola mata dari
orbita. Definisi lainnya mengatakan bahwa proptosis adalah setiap penambahan isi orbita
yang terjadi di samping atau di belakang bola mata yang menyebabkan terdorongnya bola
mata ke depan. 3 Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita.
24
25
2.2.6. Patologi Proptosis
26
Jamur (di udara, debu, tanah, tumbuhan, dan organisme yang membusuk) partikel
debu terhirup tertumpuk di mukosa sinus nasal dan paranasal menyebar ke mata
proptosis.
27
2.3. Pemeriksaan Radiologi Konvensional Tanpa Kontras pada Kepala1,6,8,12
Skull ata tengkorak membentuk rangka kepala dan muka, termasuk pula mandibula
atau tulang rahang bawah. Tengkorak terdiri dari 22 tulang (atau 28 tulang termasuk tulang
telinga), dan ditambah lagi 2 atau lebih tulang-tulang rawan hidung yang menyempurnakan
bagian anteroinferior dari dinding – dinding lateralis dan septum nasal. Pembagiannya terdiri
dari:
Tulang ini berfungsi untuk melindungi otak. Terdiri dari: Os. Frontal, Os. Parietal,
Os. Occipital, Os. Ethmoid, Os. Sphenoid, Os. Temporal, Os. Males, Os. Inkus, dan
Os. Stapes.
Tulang ini berfungsi untuk memberi bentuk dan struktur pada wajah serta
mata (eye sockets), terdiri dari: 2 os. Maxillary bones, 2 os. Nasal, 2 os. Lacrimal, 2
os. Zyangomaticum, 2 os. Palatine, 2 os. Inferior nasal concha, 1 os. Vomer, 1 os.
Mandibula.
28
Gambar 14. Anatomi Cranial
Landmark merupakan suatu tanda yang berada di daerah tubuh yang digunakan
diperhatikan bentuk wajah dan variasi anatomis landmark untuk dapat menentukan
bidang yang akan diagunakan setepat mungkin disesuaikan dengan posisi kaset.
Bagian tubuh seperti mastoid dan orbital margin merupakan landmark yang tepat.
Sedangkan baseline merupakan suatu garis khayal pada daerah tubuh yang juga
29
Landmark
1. Verteks adalah suatu titik yang berada pada pertengahan MSP kepala pada tulang
parietal.
2. Glabella adalah suatu titik yang berada pada MSP sejajar dengan kedua alis mata
3. Nasion adalah suatu titik yang berada pada MSP setinggi kedua mata.
4. Acanthio adalah suatu titik yang berada pada MSP di antara lubang hidung dan
bibir.
5. Infra orbita point adalah suatu titik yang berada di bawah dari orbita.
6. Outer canthus of eye adalah suatu titik yang berada pada leteral dari orbita.
7. Inner canthus of eye adalah suatu titik yang berada pada medial dari orbita.
8. Mental adalah suatu titik yang berada pada MSP di bawah bibir.
9. External meatus acusticus eksternus adalah suatu titik yang berada tepat di
lubang telinga.
30
Baseline
2. Orbito meatal line adalah garis yang menghubungkan MAE dengan orbita
3. Infra orbito meatal line adalah garis yang menghubungkan MAE dengan infra
orbita point
Ada 5 posisi dasar yang digunakan dalam teknik radiografi foto tulang cranium/skull
yaitu:
Tujuan PA: melihat detail-detail tulang frontal, struktur cranium disebelah depan dan
pyramid os petrossus .
31
Tujuan PA Caldwell : melihat detail kavum orbita. Terlihat gambaran alae major dan
Posisi pasien:
Posisi objek:
- Atur kepala dan hidung agar menempel kaset dan MSP tegak lurus kaset
- Atur OML agar tegak lurus kaset, tahan nafas saat pengambilan foto.
32
Gambar 19. Foto Polos Cranial Posisi Caldwell
2. Lateral
Tujuannya adalah: untuk melihat detail – detail tulang kepala, dasar kepala, dan
process, paget’s disease, infeksi, tumor, dan degenerasi tulang. Pada kasus trauma
pada sinus sphenoid, tanda-tanda fraktur basal cranii apabila terjadi perdarahan
intracranial.
Posisi pasien:
- Recumbent
Posisi objek:
- Atur kepala true lateral dengan baguan yang akan diperiksa dekat dengan IR
- Tangan yang sejajar dengan bagian yang akan diperiksa berada di depan
Bagian yang menempel dengan film ditampakkan dengan jelas. Sella turcica
mencakup anterior dan posterior clinoid dan dorsum sellae di tampakkan dengan
jelas.
34
3. Towne Position (Semi-axial/Grashey’s Position)
Tujuannya adalah melihat detail tulang occipital dan foramen magnum, dorsum
yang sama. Posisi towne diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi antara
30-60 derajat kea rah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di
Posisi pasien:
tengah grid
- Tempatkan lengan dalam posisi yang nyaman dan atur bahu untuk
sudut 40.
Posisi objek:
- Atur pasien sehingga MSP tegak lurus dengan garis tengah kaset ‘
- Bila pasien tidak bisa memfleksikan lehernya, aturlah sehingga garis infra
35
- Untuk memperlihatkan bagian oksipito basal atur posisi film sehingga batas
atas terletak pada puncak cranial. Pusatkan kaset pada foramen magnum.
- Untuk membatasi gambaran dari dorsum sellae dan ptrous pyramid atar kaset
36
4. Vertiko submental (basal)
Tujuannya untuk melihat detail dari basis crania. Patologi yang ditampakkan
Posisi pasien:
- Supine atau erect. Posisi erect akan membuat pasien merasa lebih nyaman
Posisi objek:
Posisi ini sangat tidak nyama sehingga usahakan agar pemeriksaan dilakukan
5. Waters Position
Posisi objek:
37
- Ekstensikan leher atau dagu dan hidung menghadap permukaan meja/bucky
- Atur kepala sehingga MML (mentomeatal line) tegak lurus terhadap IR, OML
posisi atau ada pergerakkan pada kepala dan MML menjadi tidak lurus lagi
- Atur MSP tegak lurus terhadap pertengahan grid atau permukaan meja/bucky
processus alveolar dan petrosus ridge, inferior orbital rim, dan tampak gambaran
sinus frontalis oblique. Sinus sphenoid tampak apabila pasien membuka mulut.
38
Gambar 26. foto polos cranial dengan water’s position
2.4.1. Definisi
otot-otot penggerak bola mata dan saraf-saraf optik. CT scan dapat membantu untuk
mengidentifikasikan abnormalitas lebih dini dan lebih akurat dari teknik-teknik lainnya,
seperti sinar-X. CT scan struktur-struktur di sekitar mata juga disebut CT scan orbita. Yang
dimaksud dengan orbita adalah struktur tulang yang menyangga bola mata. Komputer akan
menghasilkan citra irisan yang menggambarkan ukuran dan posisi struktur di sekitar mata
dan hubungannya satu dengan yang lain. Pada kasus-kasus tertentu, diberikan zat khusus
keakuratan struktur-struktur tulang orbita seperti pada muscles ophthalmic, bola mata, dan
retroorbital fat. Menurut Neseth (2000), Imejing dari orbita secara lengkap dibuat potongan
39
axial dan coronal. FOV yang divisulisasikan dari gambaran lateral kepala, meliputi anterior
bola mata sampai dengan posterior dorsum sella. Scan range yang digunakan adalah dengan
irisan yang tipis untuk potongan coronal maupun potongan axial untuk meningkatkan
kualitas gambar. Pada scan axial menggambarkan secara keseluruhan dari penebalan
Sedangkan menurut Springer (1996), pemeriksaan rutin untuk orbita dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu, dengan potongan axial dan potongan coronal, dengan slice thickness
yang digunakan pada pemeriksaan CT Scan orbita tidak lebih dari 2 mm. Pemeriksaan CT
Scan Orbita dapat digunakan untuk menentukan infraorbital foreign body dan untuk evaluasi
dari trauma.
Slice thickness yang tipis (3 mm) lebih disukai untuk menggambarkan potongan axila
dan coronal dari orbita, hal ini karena dapat memberikan penilaian dari lessi soft tissue dan
dapat membantu untuk melihat batasan dari dinding tulang orbita. Beberapa institusi
menghasilkan gambaran coronal atau sagital. Teknik reformat berguna ketika gambaran
coronal tidak dapat dilakukan, namun kualitas gambaran reformat memiliki mutu yang
2.4.2. Indikasi
40
4. Untuk mengevaluasi fraktur (patah tulang) orbita dan struktur-struktur di
sampingnya.
sirkulasi.
pembesaran orbita, lekukan dinding orbita, atau destruksi tulang. CT scan orbita juga dapat
membantu menentukan jenis lesi, termasuk di dalamnya beberapa tumor dan pembesaran
saluran optik. Pada evaluasi fraktur (patah tulang) di sekitar mata, CT scan orbita dapat
memberikan pencitraan 3 dimensi yang lengkap dari struktur yang terkena. CT scan dengan
cairan kontras dapat memberikan informasi tentang sirkulasi darah pada struktur mata.
puasa makan dan minum jika dalam pemeriksaan memerlukan injeksi media kontras.
41
Atur posisi pasien dalam keadaan supine pada scanning axial, head first. Tempatkan
kepala pada head holder, dagu fleksi dengan nyaman ke arah dada sehingga OML (Orbito
Meatal Line) tegak lurus untuk scan axial dan supine atau prone pada scanning coronal
Scannogram dapat dibuat antero posterior (AP) maupun lateral. Scannogram pada
proyeksi AP akan dapat mengevaluasi apakah posisi objek sudah lurus dan berada di
Gambar 27. Scannogram CT Scan Orbita potongan axial dan coronal (Neseth, 2000)
42
43
44
2.5. Teknik Pemeriksaan Orbita Foto Polos 1,5,12
1. PA Caldwell
a) Posisi Pasien :
45
b) Posisi Obyek :
- Mengatur dagu sehingga OML (orbitomeatal line) tegak lurus dengan kaset.
- Atur MSP tegak lurus terhadap garis tengah kaset atau bucky. Pastikan kepala tidak
c) CR :
- 15° caudad, keluar pada nasion. (jika area yang ingin ditampakkan adalah dasar orbita,
menggunakan sudut 30° caudad untuk memproyeksikan petrosa ridge di bawah inferior
orbital margin)
d) SID : 100 cm
- Tampak orbital rim (tepi orbita), maxilla, nasal septum, zyangomatic bones, dan
anterior nasal spine.
- Bayangan petrous ridge mengisi 1/3 bagian bawah orbita (15° caudad).
- Bayangan petrous ridge ada di bawah inferior margin orbita (30° caudad).
- Tidak ada rotasi kepala ditandai dengan jarak MSP ke margin luar orbita kanan dan
kiri simetris, fisura orbita superior simetris.
46
2. Lateral Projection
a) Posisi Pasien
b) Posisi Objek
- tempatkan outer canthus mata yang sakit dekat dengan kaset dan pusatkan pada titik
tengah kaset.
- Atur kepala pasien untuk menempatkan MSP sejajar dengan bidang IR dan
c) CR
e) Kaset :18 x 24 cm
f) SID : 100 cm
g) Kriteria Radiograf:
- Densitas dan kontras harus optimal untuk mengetahui lokasi benda asing pada orbit
dan mata.
47
3. Parietoacanthial Projection ( Waters Method)
a) Posisi Pasien
b) Posisi Objek :
- Atur kepala sehingga MML tegak lurus bidang kaset, OML akan membentuk sudut
- Atur MSP tegak lurus terhadap garis tengah kaset/bucky, hindari rotasi dan
kemiringan kepala (Salah satu cara untuk mengecek adanya rotasi atau tidakadalah
dengan meraba proceccus mastoideus tiap sisi dan lateral margin orbita dengan
jempol dan fingertips untuk memastikan bahwa garis ini sama jauhnya terhadap
meja)
d) SID: 100 cm
g) Kriteria Radiograf
- Tampak tepi bawah orbita, maxilla, nasal septum, zyangomatic bones, zyangomatic
arches dan anterior nasal spine
48
- Leher yang diekstensikan benar akan menampakan petrous ridge di bawah sinus
maxilla.
- Tidak ada rotasi ditandai dengan jarak antara MSP (nasal septum) ke margin kepala
bagian luar (kanan dan kiri) sama.
- Pastikan kepala (skull) tervisualisasi dengan acanthion sebagai pusat.
- Kontras dan densitas diperlukan utk menampakan daerah maxilla.
a) Posisi Pasien
b) Posisi Obyek :
- tempatkan lengan pasien pada posisi nyaman dan atur kedua bahu agar terletak pada
bidang horisontal yang sama tinggi.
- Pusatkan orbita yang terindikasi (dkt dg kaset) tdk menutupi ½ kaset. Tempatkan
pipi, hidung, dan dagu pasien menempel meja pemeriksaan / bucky.
- Atur leher pasien fleksi untuk mengatur AML (Acanthiomeatal Line) tegak lurus
dengan kaset.
49
c) CR
- Tegak lurus terhadap kaset, masuk pada 1 inchi (2,5 cm) superior dan posterior dari
d) SID: 100 cm
e) Kaset : 18 x 24 cm
a) Posisi Pasien
50
b) Posisi Objek
- Rotasikan kepala pasien sehingga MSP kepala membentuk sudut 530 terhadap
kaset
d) CR: tegak lurus terhadap kaset, masuk ke bagian paling atas dari orbita pada
e) CP: bagian paling atas dari orbita atau pada foramen optikum
f) SID : 100 cm
g) Kaset : 18x24 cm
51
h) Struktur yang tampak :
pasien yang tidak dapat diposisikan prone. Meskipun dengan posisi pasien supine,
yang jauh. Selanjutnya radiasi yang diekspose ke mata lebih besar daripada
parietoorbital oblique.
1. Pemeriksaan Primer
a. Computed Tomography, adalah teknik fotografi yang menggambarkan satu lapisan tubuh
pada suatu kedalaman tertentu, dan dapat digunakan untuk merekonstruksi setiap bagian
dan setiap potongan. Gambar orbital dapat diperoleh pada potongan aksial, yaitu sejajar
dengan saraf optik. Pada potongan koronal, akan menunjukkan mata, saraf optik, dan otot
luar mata, sedangkan pada potongan sagital, sejajar dengan nasal septum. 1,4
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging), adalah suatu alat pemeriksaan yang bersifat non
invasif, karena tidak menggunakan radiasi ionisasi, sehingga tidak menimbulkan efek
biologik. Pada dasarnya, MRI merupakan interaksi dari 3 komponen, yaitu atomic nuclei
menjadi data, lalu diubah menjadi gambar oleh komputer. Kelebihan MRI adalah tidak
menggunakan sinar X, gambar yang terjadi lebih rinci, dan dapat menghitung biokimia
dengan kelainan orbita. Ukuran, bentuk dan posisi dari jaringan normal dan abnormal
dapat diketahui dengan teknik ultrasound. Gambaran 2 dimensi jaringan dapat dilihat
dengan B scan Ultrasonography. Pada A scan, gambarannya hanya satu dimensi dari
jaringan lunak orbita, ditandai dengan spike yang bervariasi dari panjang dan tingginya
memberikan informasi khusus mengenai aliran darah (misalnya, kecepatan dan arah
aliran darah pada pasien dengan penyakit vaskular oklusi pembuluh darah atau kelainan
lain yang terkait dengan peningkatan aliran darah). Tetapi kekurangan dari
ultrasonography adalah keterbatasan dalam menilai lesi di osterior orbita (karena redaman
suara) atau sinus atau ruang intrakranial (karena suara tidak dapat melewati udara atau
tulang). 1,4
2. Pemeriksaan Sekunder
MR angiography. 1,4
a. Venography, digunakan untuk menilai kelainan varises dan sinus kavernosus dengan
menyuntikkan kontras di vena frontal atau vena angularis. Karena aliran darah akan
menghasilkan sinyal kosong pada MRI, abnormalitas vena yang lebih besar dan
malformasi pembuluh darah orbitocranial atau fistula, paling baik diakses melalui vena
b. Arteriography, adalah gold standard untuk mendiagnosa kelainan arteri seperti aneurisma
dan malformasi arteri-vena. Kateter retrograde pada pembuluh darah cerebral dilakukan
53
lewat arteri femoralis. Namun, dapat terjadi komplikasi neurologis dan pembuluh darah
karena teknik pemasangan kateter dan suntikan pewarna radiopak ke dalam sistem arteri,
tes ini digunakan untuk pasien dengan probabilitas tinggi dengan lesi. Pemeriksaan ini
dianjurkan bila terdapat kesulitan membedakan massa dengan kelainan vaskular. Indikasi
arteriografi harus benar-nbenar terseleksi pada penderita terutama pada penderita dngan
fistula, tetapi disertai resiko dan ketidaknyamanan pasien dengan pemasangan kateter
cavernous sinus fistula. Saat memutuskan untuk melakukan pemeriksaan, ahli mata
sebaiknya berdiskusi dengan ahli radiologi tentang suspek lesi dan menentukan
3. Patologi
diagnosis, spesimen jaringan didapatkan dari tindakan orbitotomi untuk mengambil lesi
tersebut. Cara pemeriksaan yang bisa digunakan adalah frozen section. Frozen section
adalah sarana untuk menegakkan diagnosis histopatologik dengan cepat, saat penderita
masih di kamar bedah. Cara ini dipakai pada pengelolaan proses keganasan, yang
memungkinkan ahli bedah melanjutkan tindakan bedahnya atau terapi definitif lain yang
54
1. Menentukan jenis penyakit, apakah tumor tersebut hanya merupakan suatu
2. Identifikasi jaringan
3. Menentukan luas penyakit, menetapkan batas sayatan atau menetapkan ada tidaknya
55
BAB III
KESIMPULAN
Proptosis merupakan tanda kelainan pada orbita yang memiliki beberapa etiologi. Etiologi
dari proptosis dapat berupa infeksi seperti selulitis orbita, inflamasi seperti NSOI, vaskuler dan
trauma seperti CCF, maupun tumor jinak maupun ganas. Evaluasi terhadap proptosis untuk
menegakkan diagnosis pasti dan etiologi harus dilakukan secara sistematis melalui anamnesis,
Pemeriksaan pada orbita harus dilakukan secara berurutan untuk menghindari terlewatinya
tanda-tanda penting padanya. Pemeriksaan dapat dimulai dengan memeriksa fungsi penglihatan,
perpindahan/pergerakan bola mata, keseimbangan okular dan duksi, fungsi periorbital, tanda-tanda
intraokular dan tanda-tanda penyakit sistemik. Walaupun begitu, riwayat kesehatan pasien secara
menyeluruh juga perlu untuk dikaji dan beberapa pertanyaan seperti riwayat penyakit dahulu dan
sekarang, cedera yang pernah dialami, operasi yang pernah dilakukan, dan terapi obat yang pernah
Evaluasi dan penanganan dari penyakit orbital telah berkembang sedemikian rupa terutama
pada peningkatan teknik pencitraan (imaging technique). Computed Tomography (CT) Scanning,
Tomography (PET), Octreotide Skintigraf, dan diagnosis jaringan merupakan beberapa bentuk tes
tambahan yang tersedia dan semakin berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi yang ada.
Pemeriksaan klinis dapat menyediakan petunjuk umum tentang lesi tersembunyi sedangkan
evaluasi lainnya seperti evaluasi radiologis, USG, CT, dan MRI dapat mengkonfirmasi diagnosis
tersebut.
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Moeloek NF, Usman TA. Pandangan Umum dan Penatalaksanaan Tumor Orbita.
2. Liesegang TJ, Deutsch TA, Grand GM. Fundamentals and Principles of ophthalmology.
Ophthalmology. 2010
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas Kedokteran Indonesia. Balai Penerbit
4. Liesegang TJ, Deutsch TA, Grand GM. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Edition
2010
American Academy of Ophthalmology Staff, editor. Orbit, Eyelid and Lacrimal System.
Basic and Clinical Science Course. Sec 7. San Fransisco: The foundation of American
9. Collin and Rose. 2001. Fundamental of Clinical Opthalmology: Plastic and Orbital
57
10. Bartalena L and Tanda ML. Graves' Ophthalmopathy. N Engl J Med 2009; 360:994-1001
11. Garrity, James A.; Henderson, John Warren. 2007. Henderson's Orbital Tumors, 4th
12. Rauniyar RK, Thakur SD, Panda A, Sharma U. 2011. Radiological Evaluation of Orbit
13. Karcioglu, ZA. Orbital Tumors: Diagnosis and Treatment. New York,USA: Springer
14. Collin and Rose. 2001. Fundamental of Clinical Opthalmology: Plastic and Orbital
15. Bartalena L and Tanda ML. Graves' Ophthalmopathy. N Engl J Med 2009; 360:994-1001
16. Garrity, James A.; Henderson, John Warren. 2007. Henderson's Orbital Tumors, 4th
17. Naik MN, Tourani KL, Sekhar G C, Honavar SG. Interpretation of computed
tomography imaging of the eye and orbit. A systematic approach. Indian J Ophthalmol
2002;50:339- 53
58
59