TUMOR FILOIDES
Oleh :
Pembimbing :
Dr. Ismeldi Syarief, Sp.B (K) Onk
2
Karena data yang terbatas, persentase tumor filoides jinak dibanding
ganas tidak terdefinisi dengan baik. Laporan yang ada mengindikasikan bahwa
sekitar 80-95% tumor filoides adalah jinak dan sekitar 10-15% adalah ganas.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI MAMMAE
Mammae adalah sebuah organ yang berisi kelenjar untuk reproduksi
sekunder serta berasal dari lapisan ektodermal. Kelenjar ini dinamakan
sebagai kelenjar mammae dan merupakan modifikasi dari kelenjar keringat.
Mammae terletak di bagian superior dari dinding dada. Pada wanita,
mammae adalah organ yang berperan dalam proses laktasi, sedangkan pada
pria organ ini tidak berkembang dan tidak memiliki fungsi dalam proses
laktasi seperti pada wanita (Jong, 2004).
Proses perkembangan mammae dimulai pada janin berumur 6 minggu
dimana terjadi penebalan lapisan epidermis pada bagian ventral, superfisial
dari fasia pektoralis serta otot-otot pektoralis mayor dan minor. Penebalan
yang terjadi pada venteromedial dari regio aksila sampai ke regio inguinal
menjadi milk lines dan selanjutnya pada bagian superior berkembang
menjadi puting susu dan bagian lain menjadi atrofi (Kissane, 2001).
Mammae lazimnya terletak di antara tulang sternum bagian lateral dan
lipatan ketiak, serta terbentang dari iga ke 2 sampai iga ke 6 atau 7. Pada
bagian puncak dari mammae terdapat struktur berpigmen dengan diameter 2-
6 cm yang dinamakan areola. Warna areola itu sendiri bervariasi mulai dari
merah muda sampai coklat tua. Warna areoala ini bergantung pada umur,
jumlah paritas, dan pigmentasi kulit (Kissane, 2001).
Mammae adalah organ yang kaya akan suplai pembuluh darah yang
berasal dari arteri dan vena. Cabang dari arteri torakalis interna menembus
ruang antara iga 2, 3, dan 4 untuk memperdarahi setengah dari bagian medial
mammae. Arteri ini menembus sampai otot-otot interkostalis dan membran
interkostalis anterior untuk mensuplai otot-otot pektoralis mayor dan
pektoralis minor di kedua mammae. Cabang-cabang kecil dari arteri
interkostalis anterior juga mensuplai darah untuk mammae di bagian medial.
Di daerah lateral, mammae disuplai oleh cabang dari arteri aksilaris dan arteri
4
torakalis lateral. Cabang dari arteri aksilaris adalah arteri arteri
torakoakromial, kemudian bercabang lagi menjadi arteri pektoralis.
Sementara cabang dari arteri torakalis lateral adalah arteri mamari eksternal
yang menyusuri otot pektoralis mayor untuk memperdarahi setengah
mammae bagian lateral (Kissane, 2001).
Aliran darah balik pembuluh vena dari mammae mengikuti aliran
arteri secara berlawanan. Darah kembali menuju vena cava melalui vena
aksilaris dan vena torakalis interna. Selain itu, darah juga kembali ke vena
cava melalui pleksus vertebralis. Aliran balik vena pada kuadran atas lebih
besar daripada aliran balik vena dari kuadran bawah (Kissane, 2001).
Persarafan kulit mammae ditanggung oleh cabang pleksus servikalis
dan n. interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh saraf
simpatik. Aliran limfe dari mammae sekitar 75% menuju ke aksila, sisanya ke
kelenjar parasternal dan interpektoralis (Kissane, 2001).
B. FISIOLOGI MAMMAE
Perkembangan mammae dan fungsinya dipengaruhi oleh bermacam
stimulus, diantaranya stimulus dari estrogen, progesterone, prolaktin,
oksitosin, hormone tiroid, kortisol dan growth hormone. Terutama estrogen,
5
progesterone, dan prolaktin telah dibuktikan memiliki efek yang esensial
dalam perkembangan dan fungsi mammae normal. Estrogen mempengaruhi
perkembangan duktus, sedangkan progesterone berperan dalam perubahan
perkembangan epitel dan lobular. Prolaktin adalah hormone primer yang
menstimulus laktogenesis pada akhir kehamilan dan periode post partum.
Prolaktin meningkatkan regulasi reseptor hormon dan menstimulasi
perkembangan epitel (Kissane, 2001).
Sekresi dari hormon neurotropik dari hipotalamus, berperan dalam
regulasi sekresi dari hormone yang berefek terhadap jaringan mammae.
Luteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) berperan
dalam pelepasan estrogen dan progesterone dari ovarium. Pelepasan LH dan
FSH dari sel basofil pada bagian hipofise anterior dipengaruhi oleh sekresi
dari Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus. Efek
umpan balik baik positif maupun negative dari sirkulasi estrogen dan
progesterone ini berperan terhadap sekresi LH, FSH, dan GnRH (Kissane,
2001).
6
monoklonal dan memperlihatkan alel inaktif yang sama. Mereka menyatakan
bahwa tumor filoides memiliki asal yang sama dengan fibroadenoma,
fibroadenoma tertentu dapat berkembang menjadi tumor filoides (Jong,
2004).
Studi menarik oleh Yamashita dkk, mengamati immunoreactive
endothelin 1 (irET-1), yaitu contoh dimana ilmu pengetahuan modern
menjelaskan mekanisme yang akan dengan pasti menjelaskan kedua fungsi
normal mammae dan patologinya, serta memungkinkan pergeseran dalam
penekanan dari model studi rodentia ke studi manusia. Level irET-1 jaringan
diukur dengan ekstrak dari 4 tumor filoides dan 14 fibroadenoma.
Immunoreactive endothelin 1 dapat dibuktikan dalam semua kasus, namun
levelnya jauh lebih tinggi pada tumor filoides dibandingkan pada
fibroadenoma. Endothelin 1 (ET-1) pada prinsipnya merupakan
vasokonstriktor kuat, namun juga memiliki banyak fungsi lainnya. Ia
menyebabkan stimulasi lemah DNA fibroblas mammae, namun dapat
digabungkan dengan insulin-like growth factor 1 (IGF-1) untuk menciptakan
stimulasi kuat. ET-1 tidak terdapat pada sel epitel mammae normal, namun
reseptor ET-1 spesifik terdapat pada permukaan sel stroma normal. Reseptor
ET-1 dijumpai pada permukaan sel dari sel-sel stroma tumor filoides namun
sel-sel immunoreactive ditemukan dalam sel-sel epitel tapi bukan sel-sel
stroma, memberi kesan bahwa ET-1 disintesis oleh sel epitel tumor filoides.
Dengan demikian hal tersebut menjelaskan kemungkinan mekanisme parakrin
pada stimulasi pertumbuhan stroma cepat yang selalu terlihat bersama tumor
filoides (Jong, 2004).
Hal yang penting adalah bahwa tumor filoides tidak seharusnya
dibingungkan dengan sarkoma murni (tanpa elemen epitel sama sekali), untuk
memiliki tingkat lebih besar pada keganasan dan gumpalan keduanya sama-
sama bisa mengaburkan sifat jinak dasar kebanyakan tumor filoides.
Imunositokemistri dan mikroskop elektron memperlihatkan bahwa sel stroma
pada kedua tumor filoides jinak dan ganas merupakan campuran dari
fibroblas dan miofibroblas. Teknik-teknik ini memperjelas perbedaan
7
leiomiosarkoma dan mioepitelioma, dari tumor filoides yang menunjukkan
reaksi yang sama sekali berbeda (Jong, 2004).
E. PATOFISIOLOGI
Tumor ini bisa berasal dari fibroadenoma selular yang telah ada dan
sekarang telah mengandung satu atau lebih komponen asal mesenkim.
Diferensiasi dari fibroadenoma didasarkan atas lebih besarnya derajat
selularitas stroma, pleomorfisme selular, inti hiperkromatik dan gambaran
mitosis dalam jumlah yang bermakna. Protrusio khas massa polopoid stroma
hiperplastik ke dalam kanalikuli yang tertekan menghasilkan penampilan
seperti daun yang menggambarkan istilah filoides (Kissane, 2001).
F. GAMBARAN KLINIS
Tumor filoides merupakan neoplasma non-epitelial mammae yang
paling sering terjadi, meskipun hanya mewakili 1% dari tumor mammae.
Tumor ini memiliki tekstur halus, berbatas tegas dan biasanya bergerak secara
bebas. Tumor ini adalah tumor yang relatif besar, dengan ukuran rata-rata 5
cm. Namun, lesi yang > 30 cm pernah dilaporkan. Kebanyakan tumor tumbuh
dengan cepat menjadi ukuran besar sebelum pasien datang, namun tumor-
tumor tidak menetap dalam arti karsinoma besar. Hal ini disebabkan mereka
khususnya tidak invasif; besarnya tumor dapat menempati sebagian besar
mammae, atau seluruhnya, dan menimbulkan tekanan ulserasi di kulit, namun
masih memperlihatkan sejumlah mobilitas pada dinding dada. Meskipun
tumor jinak tidak bermetastase, namun mereka memiliki kecenderungan
untuk tumbuh secara agresif dan rekuren secara lokal. Mirip dengan sarkoma,
tumor maligna bermetastase secara hematogen. Ciri-ciri tumor filoides
maligna adalah sebagai berikut:
1. Tumor maligna berulang terlihat lebih agresif dibandingkan tumor asal
2. Paru merupakan tempat metastase yang paling sering, diikuti oleh
tulang, jantung, dan hati
3. Gejala untuk keterlibatan metastatik dapat timbul mulai dari sesegera,
beberapa bulan sampai paling lambat 12 tahun setelah terapi awal
4. Kebanyakan pasien dengan metastase meninggal dalam 3 tahun dari
terapi awal.
5. Tidak terdapat pengobatan untuk metastase sistemik yang terjadi
8
6. Kasarnya 30% pasien dengan tumor filoides maligna meninggal karena
penyakit ini (Ramli,2002).
G. DASAR DIAGNOSIS
1. Anamnesa
a. Pasien khususnya datang dengan massa di mammae yang keras,
bergerak, dan berbatas jelas dan tidak nyeri.
b. Sebuah massa kecil dapat dengan cepat berkembang ukurannya
dalam beberapa minggu sebelum pasien mencari perhatian medis
c. Tumor jarang melibatkan kompleks puting-areola atau meng-
ulserasi kulit
d. Pasien dengan metastase bisa muncul dengan gejala seperti
dispnoe, kelelahan, dan nyeri tulang (Schwartz, 2000)
2. Pemeriksaan fisik
a. Didapatkan adanya massa mammae yang keras, mobile, dan
batasnya jelas
(http://en.wikipedia.org)
Gambar 2. Pemeriksaan Mammae
9
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada penanda tumor hematologik atau uji darah lainnya yang
bisa digunakan untuk mendiagnosa tumor filoides (Schwartz, 2000).
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada mammogram, tumor filoides akan memiliki tepi yang berbatas
jelas dan radioopak. Baik mammogram ataupun ultrasonografi
(USG) mammae dapat membedakan secara jelas antara
fibroadenoma dan filoides jinak atau tumor ganas. Jenis tumor
mammae ini biasanya tidak ditemukan di dekat mikro kalsifikasi
(Kissane, 2001).
(http://imaging.consult.com)
Gambar 3. Gambaran mamografi tumor filoides
10
(http://www.ultrasound-images.com/breast)
(www.medscape.com)
Gambar 5. Gambaran MRI tumor filoides
c. Biopsi
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) untuk pemeriksaan sitologi
biasanya tidak memadai untuk diagnosis tumor filoides. Biopsi
11
jarum lebih dapat dipercaya, namun masih bisa terdapat kesalahan
pengambilan sampel dan kesulitan dalam membedakan lesi dari
sebuah fibroadenoma.
Biopsi mammae eksisi terbuka untuk lesi lebih kecil atau biopsi
insisional untuk lesi lebih besar adalah metode pasti untuk
mendiagnosis tumor filoides. Sel-sel dari biopsi jarum dapat diuji di
laboratorium tapi jarang memberikan diagnosis yang jelas, karena
sel-sel dapat menyerupai karsinoma dan fibroadenoma. Pada Biopsi
bedah akan menghasilkan potongan jaringan yang akan memberikan
sampel sel lebih baik dan akan menghasilkan diagnosa yang tepat
untuk sebuah tumor filoides (Jong, 2004)
d. Temuan histopatologi
(http://radiographics.rsna.org)
12
Gambar 6. Gambaran Histopatologi
(http://radiographics.rsna.org)
Gambar 7. Gambaran Makroskopis
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Fibroadenoma mammae
2. Karsinoma mammae
(http://www.ultrasound-images.com/breast)
Gambar 8. Gambaran USG fibroadenoma kiri) dan dengan color Doppler (kanan)
13
(http://www.ultrasound-images.com/breast)
I. PENATALAKSANAAN
Usia penting dalam manajemen lesi-lesi ini. Dibawah umur 20,
semuanya harus diterapi dengan enukleasi, karena mereka hampir selalu
bersifat jinak.
Sitologi aspirasi dapat memberi kesan diagnosis tumor filoides namun
histologi yang lebih tepat pada biopsi jarum inti dibutuhkan sebelum
merencanakan pengobatan (Schwartz, 2000).
Berbeda pada pasien yang lebih tua. Haagensen merekomendasikan
eksisi lokal luas sebagai pendekatan primer pada penanganan tumor filoides
jinak. Data yang dimiliki yaitu angka rekurensi lokal sebesar 28% diantara 43
pasien yang ditangani dengan eksisi lokal, dengan follow-up minimal 10
tahun. Namun hanya 3 dari rekurensi tersebut yang membutuhkan
mastektomi sekunder, dan tak satupun yang meninggal akibat tumor ini.
Hanya 1 dari 21 pasien yang diterapi dengan mastektomi (simpel atau radikal)
mengalami rekurensi lokal; ini adalah sarkoma filoides (maligna) yang
dengan cepat menimbulkan metastasis lokal dan sistemik. Angka rekurensi
14
lebih tinggi untuk tumor filoides jinak dibandingkan ganas telah dilaporkan
dalam sejumlah studi (Schwartz, 2000).
Jelas bahwa eksisi yang tidak tuntas merupakan penentu utama
rekurensi pada lesi jinak dan menengah. Ada dua alasan utama yang mungkin,
yaitu: kegagalan untuk mendiagnosis kemungkinan tumor filoides dan
kegagalan untuk menentukan teknik operasi. (Schwartz, 2000).
Eksisi makroskopik komplit, dengan usulan batas 1 cm, dapat
dipastikan adalah teknik yang tepat. Untuk lesi besar dan lesi rekuren,
pembersihan yang baik pasti melibatkan mastektomi mendekati-total dan
mastektomi sederhana dengan rekonstruksi. Terdapat beberapa bukti
meningkatnya insiden karsinoma mammae yang berhubungan dengan pasien
dengan tumor filoides dan hal ini merupakan alasan untuk follow-up jangka
panjang yang teliti terhadap pasien-pasien yang demikian (Schwartz, 2000).
Tumor phyllodes, sama halnya dengan sarkoma jaringan lunak, jarang
menyebabkan metastasis ke kelenjar getah bening (KGB). Sebagian besar
penelitian menunjukkan bahwa diseksi KGB aksila tidak rutin dilakukan,
mengingat jarangnya infiltrasi ke KGB aksila. Norris dan Taylor
menganjurkan mastektomi dengan diseksi KGB aksila bagian bawah jika
terdapat pembesaran KGB, tumor ukuran >4 cm, biopsi menunjukkan jenis
tumor agresif (infi ltrasi kapsul, kecepatan mitosis tinggi, dan derajat selular
atipikal tinggi). Jika terindikasi ada keterlibatan KGB secara klinis atau pada
pemeriksaan imaging, dapat dilakukan biopsi jarum dengan panduan USG.
Jika hasilnya negatif, dapat dipertimbangkan biopsi sentinel limfonodi
(Azamris, 2014)
Peran radioterapi dan kemoterapi adjuvan masih kontroversial, namun
penggunaan radioterapi dan kemoterapi pada sarkoma mengindikasikan
bahwa keduanya dapat digunakan pada tumor phyllodes. Radioterapi adjuvan
dapat bermanfaat pada tipe maligna. Kemoterapi golongan antrasiklin,
ifosfamid, sisplatin, dan etoposid jarang digunakan. Belum banyak penelitian
mengenai penggunaan terapi hormonal, seperti tamoksifen. Sensitivitas
hormonal pada tumor phyllodes juga belum teridentifi kasi dengan baik.
15
Secara garis besar, terapi sistemik tumor phyllodes tidak berbeda dengan
terapi pada sarkoma (Azamris, 2014).
J. KOMPLIKASI
Seperti kebanyakan operasi mammae, komplikasi paska operasi dari
penatalaksanaan bedah tumor filoides termasuk berikut ini:
Infeksi
Pembentukan seroma
Rekurensi lokal dan/atau jauh (Ramli, 2002).
K. PROGNOSIS
1. Meskipun tumor filoides dianggap sebagai tumor jinak secara klinis,
kemungkinan untuk rekurensi lokal setelah eksisi selalu ada, khususnya
dengan lesi yang memperlihatkan histologi maligna. Tumor setelah
pengobatan awal dengan eksisi lokal luas, yang rekuren secara lokal
idealnya diterapi dengan mastektomi total.
2. Penyakit metastase khususnya diamati pada paru, mediastinum dan
tulang. (Jong, 2004).
16
BAB III
ILUSTRASI KASUS
KETERANGAN UMUM
Nama : Nn. RDS
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sawah Laweh, Tungka, Situjuh
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Suku : Minangkabau
No. RM / Reg : 470483
Tanggal Dirawat : 18 April 2017
Tanggal Diperiksa : 19 April 2017
I. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kiri yang semakin membesar sejak 2
bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Benjolan pada payudara kiri yang semakin membesar sejak 2 bulan yang
lalu.
Benjolan payudara kiri awalnya terasa pertama kali sejak 4 bulan yang
lalu, pertama kali diketahui sebesar bola pingpong, tidak berdarah, tidak
nyeri, warna sama dengan warna kulit. Pasien berobat alternatif selama 2
bulan.
Setelah berobat alternatif selama dua bulan, benjolan semakin membesar,
dan mulai terdapat tukak. Nyeri pada benjolan tidak ada.
Ibu pasien membawa ke dokter spesialis bedah onkologi dan disarankan
untuk operasi. Keluarga pasien baru bersedia untuk dilakukan operasi.
Tidak ada keluar cairan dari puting susu
Tidak ada riwayat benturan atau pukulan di dada sebelumnya
Tidak ada sesak napas batuk, dan batuk berdarah
17
Demam (-)
Tukak (+)
Keluar nanah (+)
Keluar darah (+)
Rasa penuh diulu hati (-), mual (-), mata kuning (-)
Nyeri kepala hebat (-), kejang(-), kesadaran menurun (-)
Nyeri tulang (-)
Riwayat paparan sinar X dibagian dada (-)
Riwayat radioterapi (-)
B. TANDA VITAL
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
18
Nadi : 96x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,7 C
C. PEMERIKSAAN UMUM
Kepala
Mata : conjunctiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Pupil : bulat, isokor, 3mm kanan = kiri, refleks cahaya +/+
Leher
JVP 5-2 cmH2O
KGB tidak membesar
Thoraks
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris, Kiri =
Kanan.
Palpasi : pergerakan simetris kiri = kanan
fremitus kiri = kanan
Perkusi : Pulmo : sonor kanan = kiri
Auskultasi : Pulmo: Vesikuler, ronchi-/- ,wheezing -/-
Cor : bunyi jantung reguler, murmur -, galloop -
e/r mamma : lihat status lokalis
Abdomen
Inspeksi : datar, supel, darm contour (-), darm steifung (-)
Palpasi : defans muskular (-), nyeri tekan (-), Hepar dan
Lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genital
Tidak diperiksa
19
Anus dan Rektum
Tidak diperiksa
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik
(-), retraksi puting (-), dimpling pada kulit (-), peau dorange (-),
supraklavikula(-)
20
21
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
17 April 2017
Rontgen thorax
22
Kesan: infiltrat menyerupai coin lession di lapangan atas paru kanan
18 April 2017
Haematologi
Hb : 7,3 g/dl
Ht : 26 %
Leukosit : 14.290 /mm
Trombosit : 268.000/mm
VII. PENATALAKSANAAN
IVFD RL
Inj. Cefoperazone 2x1 gr IV
3 Unit PRC O+ 220 ml
Rencana:
Untuk Diagnostik:
23
-Biopsi Insisi
Untuk Terapi:
-Modified Radical Mastektomy
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : ad malam
BAB IV
DISKUSI
24
alternatif selama 2 bulan. Setelah berobat alternatif selama dua bulan, benjolan
semakin membesar dan mulai terdapat tukak. Saat ini ukuran benjolan payudara
menjadi 20 x 20 x 30 cm. Puting mengeluarkan cairan tidak ada, kerutan pada
kulit payudara tidak ada.
Pada pasien ini benjolan tidak hiperemis, tidak terasa panas, dan tidak ada
demam. Melalui keterangan ini, diagnosis banding infeksi (mastitis) dapat
disingkirkan. Benjolan tidak muncul saat kanak-kanak, sehingga penyebab
kelainan kongenital dapat disingkirkan. Riwayat trauma disangkal sehingga
diagnosis banding peradangan akibat trauma dapat disingkirkan. Benjolan juga
tidak dipengaruhi oleh siklus haid. Oleh sebab itu, kemungkinan benjolan yang
belum dapat disingkirkan adalah neoplasma. Pasien tidak mengeluhkan adanya
sesak nafas, batuk, nyeri pada tulang, nyeri kepala hebat, kejang hal ini
dimungkinkan tidak adanya tanda-tanda metastasis pada paru, pleura, tulang,
maupun otak.
Pada pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal. Pada status
lokalis Mammae sinistra, mammae asimetris, terdapat massa, konsistensi keras,
batas tegas, mobile, ukuran 20 x 20 x 30 cm, nyeri tekan (-), KGB axilla sinistra
(-). Tampak warna benjolan payudara yang mengkilat dengan permukaan kulit
yang meregang disertai venektasi. Hal ini sesuai dengan karakteristik tumor
filoides dengan benjolan unilateral, konsistensi keras, venektasi, dan regangan
kulit menyebabkan tampakan mengkilat. Pembesaran benjolan yang relatif cepat
dengan ukuran yang mencapai ukuran 40 cm juga merupakan manifestasi klinis
yang dapat terjadi sehingga lebih menunjang diagnosis ke arah tumor filoides.
Adanya tukak atau ulserasi pada payudara pasien mengindikasikan nekrosis
jaringan akibat penekanan tumor yang besar. Ulserasi menyebabkan payudara
menjadi berdarah dan bernanah disertai pembentukan krusta.
Anemia yang ditemukan pada pasien dapat terjadi karena adanya
perdarahan akibat nekrosis pada jaringan payudara yang tumbuh sangat cepat.
Leukositosis yang terjadi pada pasien kemungkinan dapat terjadi karena infeksi
yang mudah terjadi pada ulkus payudara ditambah dengan perawatan luka yang
tidak higienis.
25
Pada pemeriksaan rontgen thorax, didapatkan kesan infiltrat yang
menyerupai coin lession di lapangan atas paru kanan. Kemungkinan telah ada
metastasis ke paru masih belum dapat disingkirkan walaupun pasien tidak ada
keluhan batuk, sesak, atau batuk darah. Pemeriksaan CT Scan thorax dan biopsi
jaringan paru dapat dianjurkan pada kecurigaan metastasis di paru.
Berdasarkan usia pasien yang masih remaja, pertumbuhan tumor yang
cepat dengan karakteristik tumor filoides, timbulnya ulkus pada payudara, ukuran
yang 20 x 20 x 30 cm, gambaran metastasis paru pada rontgen thorax, kita
mencurigai adanya tumor pada payudara kiri penderita dengan kemungkinan
tumor filoides suspek maligna.
Untuk menentukan jenis sel, klasifikasi subtype tumor phyloides secara
patologi anatomi, perlu dilakukan biopsi pada pasien ini. Ukuran tumor yang
melebihi 5 cm memerlukan biopsi insisi untuk menilai histopatologi tumor
filoides. Pemeriksaan mammografi dan USG payudaradapat dilakukan pada
kelainan payudara. Namun pemeriksaan mammografi dan USG payudara sulit
membedakan antara tumor filoides atau fibroadenoma. Sehingga pemeriksaan
penunjang yang definitif adalah pemeriksaan histopatologi.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium pasien didapatkan pasien
menderita anemia sedang, untuk itu dilakukan transfusi sebanyak 3 kantong darah
220 ml untuk memperbaiki keadaan tersebut. Pemberian antibiotik pada pasien ini
diberikan untuk profilaksis ataupun mengobati infeksi yang dapat timbul sebagai
komplikasi ulkus pada tumor filoides. Pus atau cairan dari ulkus dapat dijadikan
sampel untuk dilakukan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas agar antibiotik
yang diberikan efektif.
Pasien ini dapat ditatalaksana dengan operasi modified radical
mastectomy dan dirawat di HCU hingga hemodinamik stabil. Pada tumor filoides
yang dicurigai ganas, maka sebaiknya eksisi pada kelenjar getah bening perlu
dilakukan, sehingga operasi modified radical mastectomy dapat dilakukan pada
pasien. Operasi rekonstruksi payudara pada tumor yang berukuran besar dapat
dilakukan pada pasien.
26
Peran radioterapi dan kemoterapi adjuvan masih kontroversial, namun
penggunaan radioterapi adjuvan dapat memberikan efek yang bermanfaat untuk
tumor filoides borderline dan maligna. Risiko rekurensi pada pasien yang
mendapatkan radioterapi adjuvan lebih rendah daripada yang tidak mendapatkan
radioterapi adjuvan.
Monitoring pasca operasi MRM perlu dilakukan untuk menilai apakah ada
komplikasi yang terjadi. Komplikasi yang mungkin terjadi seperti adanya infeksi
ataupun rekurensi tumor. Satu hingga dua minggu setelah operasi, pasien perlu
memeriksakan diri untuk kontrol kepada dokter spesialis bedah onkologi.
Diperlukan untuk selalu kontrol sesuai yang dijadwalkan oleh dokter spesialis
bedah onkologi. Pemeriksaan mammografi setiap tahun dalam lima tahun dapat
dilakukan pada pasien untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya rekurensi tumor
filoides. Rekurensi lokal dapat terjadi pada 28 50% kasus.
DAFTAR PUSTAKA
27
Kissane JM. The breast Andersons Pathology. Vol II, 9h ed.St
Louis:Mosby;2001.p.1726 48
Manning. Major Diagnosis Fisik Edisi IX. 2003. Jakarta : EGC. Halaman 366
Ramli muchlis. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.2002.Jakarta : Binarupa
aksara.Halaman 355
Schwartz. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. 2000. Jakarta : EGC.
Halaman 233
28