Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

TUMOR FILOIDES

Oleh :

Alles Firmansyah 1210312035

Pembimbing :
Dr. Ismeldi Syarief, Sp.B (K) Onk

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RUMAH SAKIT ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor filoides atau cystosarcoma phylloides merupakan jenis langka dari


neoplasia mammae, hanya merupakan 0,3-0,9% dari seluruh tumor payudara, dan
hanya 2-3% dari tumor mammae yang berasal dari jaringan fibroepitel (Azamris,
2014).
Tumor filoides muncul hampir secara eksklusif pada wanita dan jarang
pada pria. Tumor filoides dapat terjadi pada segala usia, namun terutama usia
pertengahan sampai dekade kelima kehidupan. Tumor bilateral sangat jarang
ditemukan. Usia mayoritas antara 35 dan 55 tahun. Tumor filoides jarang pada
pasien dibawah usia 20 tahun. Beberapa fibroadenoma juvenil pada remaja dapat
terlihat seperti tumor filoides secara histologis, namun mereka bersifat jinak sama
seperti fibroadenoma lainnya (Kissane, 2001).
John Muller, pada tahun 1983, pertama kali memberikan nama
cystosarcoma phyllodes. Nama ini berasal dari bahasa Yunani sarcoma, yang
berarti tumor berdaging, dan phyllo, yang berarti daun. Disebut demikian karena
tumor tersebut menampilkan karakteristik yang besar, sarkoma ganas, tampilan
seperti-daun ketika dipotong, terdapat epitel, serta ruang seperti kista bila dilihat
secara histologis. Penamaan cystosarcoma phyllodes dirasa kurang tepat karena
tumor ini biasanya jinak, sehingga saat ini disebut sebagai tumor filoides (Jong,
2004).
Meskipun tumor jinak tidak bermetastase, namun mereka memiliki
kecenderungan untuk tumbuh secara agresif dan rekuren secara lokal. Mirip
dengan sarkoma, tumor maligna bermetastase secara hematogen. Gambaran
patologis tumor filoides tidak selalu menggambarkan sifat klinis neoplasma
karenanya pada beberapa kasus terdapat tingkat ketidakpastian tentang klasifikasi
lesi (Jong, 2004).

2
Karena data yang terbatas, persentase tumor filoides jinak dibanding
ganas tidak terdefinisi dengan baik. Laporan yang ada mengindikasikan bahwa
sekitar 80-95% tumor filoides adalah jinak dan sekitar 10-15% adalah ganas.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI MAMMAE
Mammae adalah sebuah organ yang berisi kelenjar untuk reproduksi
sekunder serta berasal dari lapisan ektodermal. Kelenjar ini dinamakan
sebagai kelenjar mammae dan merupakan modifikasi dari kelenjar keringat.
Mammae terletak di bagian superior dari dinding dada. Pada wanita,
mammae adalah organ yang berperan dalam proses laktasi, sedangkan pada
pria organ ini tidak berkembang dan tidak memiliki fungsi dalam proses
laktasi seperti pada wanita (Jong, 2004).
Proses perkembangan mammae dimulai pada janin berumur 6 minggu
dimana terjadi penebalan lapisan epidermis pada bagian ventral, superfisial
dari fasia pektoralis serta otot-otot pektoralis mayor dan minor. Penebalan
yang terjadi pada venteromedial dari regio aksila sampai ke regio inguinal
menjadi milk lines dan selanjutnya pada bagian superior berkembang
menjadi puting susu dan bagian lain menjadi atrofi (Kissane, 2001).
Mammae lazimnya terletak di antara tulang sternum bagian lateral dan
lipatan ketiak, serta terbentang dari iga ke 2 sampai iga ke 6 atau 7. Pada
bagian puncak dari mammae terdapat struktur berpigmen dengan diameter 2-
6 cm yang dinamakan areola. Warna areola itu sendiri bervariasi mulai dari
merah muda sampai coklat tua. Warna areoala ini bergantung pada umur,
jumlah paritas, dan pigmentasi kulit (Kissane, 2001).
Mammae adalah organ yang kaya akan suplai pembuluh darah yang
berasal dari arteri dan vena. Cabang dari arteri torakalis interna menembus
ruang antara iga 2, 3, dan 4 untuk memperdarahi setengah dari bagian medial
mammae. Arteri ini menembus sampai otot-otot interkostalis dan membran
interkostalis anterior untuk mensuplai otot-otot pektoralis mayor dan
pektoralis minor di kedua mammae. Cabang-cabang kecil dari arteri
interkostalis anterior juga mensuplai darah untuk mammae di bagian medial.
Di daerah lateral, mammae disuplai oleh cabang dari arteri aksilaris dan arteri

4
torakalis lateral. Cabang dari arteri aksilaris adalah arteri arteri
torakoakromial, kemudian bercabang lagi menjadi arteri pektoralis.
Sementara cabang dari arteri torakalis lateral adalah arteri mamari eksternal
yang menyusuri otot pektoralis mayor untuk memperdarahi setengah
mammae bagian lateral (Kissane, 2001).
Aliran darah balik pembuluh vena dari mammae mengikuti aliran
arteri secara berlawanan. Darah kembali menuju vena cava melalui vena
aksilaris dan vena torakalis interna. Selain itu, darah juga kembali ke vena
cava melalui pleksus vertebralis. Aliran balik vena pada kuadran atas lebih
besar daripada aliran balik vena dari kuadran bawah (Kissane, 2001).
Persarafan kulit mammae ditanggung oleh cabang pleksus servikalis
dan n. interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh saraf
simpatik. Aliran limfe dari mammae sekitar 75% menuju ke aksila, sisanya ke
kelenjar parasternal dan interpektoralis (Kissane, 2001).

Gambar 1. Anatomi Mammae

B. FISIOLOGI MAMMAE
Perkembangan mammae dan fungsinya dipengaruhi oleh bermacam
stimulus, diantaranya stimulus dari estrogen, progesterone, prolaktin,
oksitosin, hormone tiroid, kortisol dan growth hormone. Terutama estrogen,

5
progesterone, dan prolaktin telah dibuktikan memiliki efek yang esensial
dalam perkembangan dan fungsi mammae normal. Estrogen mempengaruhi
perkembangan duktus, sedangkan progesterone berperan dalam perubahan
perkembangan epitel dan lobular. Prolaktin adalah hormone primer yang
menstimulus laktogenesis pada akhir kehamilan dan periode post partum.
Prolaktin meningkatkan regulasi reseptor hormon dan menstimulasi
perkembangan epitel (Kissane, 2001).
Sekresi dari hormon neurotropik dari hipotalamus, berperan dalam
regulasi sekresi dari hormone yang berefek terhadap jaringan mammae.
Luteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) berperan
dalam pelepasan estrogen dan progesterone dari ovarium. Pelepasan LH dan
FSH dari sel basofil pada bagian hipofise anterior dipengaruhi oleh sekresi
dari Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus. Efek
umpan balik baik positif maupun negative dari sirkulasi estrogen dan
progesterone ini berperan terhadap sekresi LH, FSH, dan GnRH (Kissane,
2001).

C. DEFINISI TUMOR FILOIDES


Tumor filoides merupakan sebuah tipe neoplasma jaringan ikat yang
timbul dari stroma intralobular mammae. Ditandai dengan pembesaran yang
cepat massa mobile, dengan konsistensi keras serta asimetris. Secara
histologis tampak seperti celah stroma seperti daun yang dibatasi oleh sel-sel
epitel. Tumor ini dibagi menjadi jinak, borderline, dan ganas. (Dorland, 2008)

D. ETIOLOGI TUMOR FILOIDES


Etiologi tumor filoides tidak diketahui. Tumor filoides secara nyata
berhubungan dengan fibroadenoma dalam beberapa kasus, karena pasien
dapat memiliki kedua lesi dan gambaran histologis kedua lesi mungkin
terlihat pada tumor yang sama. Namun, apakah tumor filoides berkembang
dari fibroadenoma atau keduanya berkembang bersama-sama, atau apakah
tumor filoides dapat muncul de novo, tidaklah jelas ( Azamris,2014).
Noguchi dan kolega telah mempelajari pertanyaan ini dengan analisis
klonal dalam tiga kasus dimana fibroadenoma dan tumor filoides diperoleh
berurutan dari pasien yang sama. Pada masing-masing kasus, kedua tumor

6
monoklonal dan memperlihatkan alel inaktif yang sama. Mereka menyatakan
bahwa tumor filoides memiliki asal yang sama dengan fibroadenoma,
fibroadenoma tertentu dapat berkembang menjadi tumor filoides (Jong,
2004).
Studi menarik oleh Yamashita dkk, mengamati immunoreactive
endothelin 1 (irET-1), yaitu contoh dimana ilmu pengetahuan modern
menjelaskan mekanisme yang akan dengan pasti menjelaskan kedua fungsi
normal mammae dan patologinya, serta memungkinkan pergeseran dalam
penekanan dari model studi rodentia ke studi manusia. Level irET-1 jaringan
diukur dengan ekstrak dari 4 tumor filoides dan 14 fibroadenoma.
Immunoreactive endothelin 1 dapat dibuktikan dalam semua kasus, namun
levelnya jauh lebih tinggi pada tumor filoides dibandingkan pada
fibroadenoma. Endothelin 1 (ET-1) pada prinsipnya merupakan
vasokonstriktor kuat, namun juga memiliki banyak fungsi lainnya. Ia
menyebabkan stimulasi lemah DNA fibroblas mammae, namun dapat
digabungkan dengan insulin-like growth factor 1 (IGF-1) untuk menciptakan
stimulasi kuat. ET-1 tidak terdapat pada sel epitel mammae normal, namun
reseptor ET-1 spesifik terdapat pada permukaan sel stroma normal. Reseptor
ET-1 dijumpai pada permukaan sel dari sel-sel stroma tumor filoides namun
sel-sel immunoreactive ditemukan dalam sel-sel epitel tapi bukan sel-sel
stroma, memberi kesan bahwa ET-1 disintesis oleh sel epitel tumor filoides.
Dengan demikian hal tersebut menjelaskan kemungkinan mekanisme parakrin
pada stimulasi pertumbuhan stroma cepat yang selalu terlihat bersama tumor
filoides (Jong, 2004).
Hal yang penting adalah bahwa tumor filoides tidak seharusnya
dibingungkan dengan sarkoma murni (tanpa elemen epitel sama sekali), untuk
memiliki tingkat lebih besar pada keganasan dan gumpalan keduanya sama-
sama bisa mengaburkan sifat jinak dasar kebanyakan tumor filoides.
Imunositokemistri dan mikroskop elektron memperlihatkan bahwa sel stroma
pada kedua tumor filoides jinak dan ganas merupakan campuran dari
fibroblas dan miofibroblas. Teknik-teknik ini memperjelas perbedaan

7
leiomiosarkoma dan mioepitelioma, dari tumor filoides yang menunjukkan
reaksi yang sama sekali berbeda (Jong, 2004).
E. PATOFISIOLOGI
Tumor ini bisa berasal dari fibroadenoma selular yang telah ada dan
sekarang telah mengandung satu atau lebih komponen asal mesenkim.
Diferensiasi dari fibroadenoma didasarkan atas lebih besarnya derajat
selularitas stroma, pleomorfisme selular, inti hiperkromatik dan gambaran
mitosis dalam jumlah yang bermakna. Protrusio khas massa polopoid stroma
hiperplastik ke dalam kanalikuli yang tertekan menghasilkan penampilan
seperti daun yang menggambarkan istilah filoides (Kissane, 2001).
F. GAMBARAN KLINIS
Tumor filoides merupakan neoplasma non-epitelial mammae yang
paling sering terjadi, meskipun hanya mewakili 1% dari tumor mammae.
Tumor ini memiliki tekstur halus, berbatas tegas dan biasanya bergerak secara
bebas. Tumor ini adalah tumor yang relatif besar, dengan ukuran rata-rata 5
cm. Namun, lesi yang > 30 cm pernah dilaporkan. Kebanyakan tumor tumbuh
dengan cepat menjadi ukuran besar sebelum pasien datang, namun tumor-
tumor tidak menetap dalam arti karsinoma besar. Hal ini disebabkan mereka
khususnya tidak invasif; besarnya tumor dapat menempati sebagian besar
mammae, atau seluruhnya, dan menimbulkan tekanan ulserasi di kulit, namun
masih memperlihatkan sejumlah mobilitas pada dinding dada. Meskipun
tumor jinak tidak bermetastase, namun mereka memiliki kecenderungan
untuk tumbuh secara agresif dan rekuren secara lokal. Mirip dengan sarkoma,
tumor maligna bermetastase secara hematogen. Ciri-ciri tumor filoides
maligna adalah sebagai berikut:
1. Tumor maligna berulang terlihat lebih agresif dibandingkan tumor asal
2. Paru merupakan tempat metastase yang paling sering, diikuti oleh
tulang, jantung, dan hati
3. Gejala untuk keterlibatan metastatik dapat timbul mulai dari sesegera,
beberapa bulan sampai paling lambat 12 tahun setelah terapi awal
4. Kebanyakan pasien dengan metastase meninggal dalam 3 tahun dari
terapi awal.
5. Tidak terdapat pengobatan untuk metastase sistemik yang terjadi

8
6. Kasarnya 30% pasien dengan tumor filoides maligna meninggal karena
penyakit ini (Ramli,2002).
G. DASAR DIAGNOSIS
1. Anamnesa
a. Pasien khususnya datang dengan massa di mammae yang keras,
bergerak, dan berbatas jelas dan tidak nyeri.
b. Sebuah massa kecil dapat dengan cepat berkembang ukurannya
dalam beberapa minggu sebelum pasien mencari perhatian medis
c. Tumor jarang melibatkan kompleks puting-areola atau meng-
ulserasi kulit
d. Pasien dengan metastase bisa muncul dengan gejala seperti
dispnoe, kelelahan, dan nyeri tulang (Schwartz, 2000)
2. Pemeriksaan fisik
a. Didapatkan adanya massa mammae yang keras, mobile, dan
batasnya jelas

(http://en.wikipedia.org)
Gambar 2. Pemeriksaan Mammae

b. Secara tidak diketahui, tumor mammae cenderung melibatkan


mammae sinistra lebih sering dibandingkan mammae dekstra
c. Diatas kulit mungkin terlihat tampilan licin dan cukup translusen

untuk memperlihatkan vena mammae yang mendasarinya


d. Temuan fisik (misal, adanya massa mobile dengan batas tegas)
mirip dengan yang ada pada fibroadenoma
e. Tumor filoides umumnya bermanifestasi sebagai massa lebih besar

dan memperlihatkan pertumbuhan yang cepat (Manning, 2003)

9
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada penanda tumor hematologik atau uji darah lainnya yang
bisa digunakan untuk mendiagnosa tumor filoides (Schwartz, 2000).
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada mammogram, tumor filoides akan memiliki tepi yang berbatas
jelas dan radioopak. Baik mammogram ataupun ultrasonografi
(USG) mammae dapat membedakan secara jelas antara
fibroadenoma dan filoides jinak atau tumor ganas. Jenis tumor
mammae ini biasanya tidak ditemukan di dekat mikro kalsifikasi
(Kissane, 2001).

(http://imaging.consult.com)
Gambar 3. Gambaran mamografi tumor filoides

Magnetic Resonance Imaging (MRI) mammae dapat membantu


tindakan operasi dalam pengangkatan jaringan tumor filoides.
Sebuah studi di Italia yang membandingkan mammogram, USG
dan MRI mammae dari tumor filoides melaporkan bahwa MRI
memberikan gambaran yang paling akurat dan ini membantu ahli
bedah tumor dalam menjalankan rencana operasi mereka. Bahkan
jika tumor itu cukup dekat dengan otot-otot dinding dada, MRI bisa
memberikan gambaran yang lebih baik dari tumor filoides daripada
mammogram atau USG (Jong, 2004).

10
(http://www.ultrasound-images.com/breast)

Gambar 4. Gambaran USG. Gambaran USG mammae normal (atas); Gambaran


USG tumor filoides (kiri) dengan color Doppler (kanan)

(www.medscape.com)
Gambar 5. Gambaran MRI tumor filoides

c. Biopsi
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) untuk pemeriksaan sitologi
biasanya tidak memadai untuk diagnosis tumor filoides. Biopsi

11
jarum lebih dapat dipercaya, namun masih bisa terdapat kesalahan
pengambilan sampel dan kesulitan dalam membedakan lesi dari
sebuah fibroadenoma.
Biopsi mammae eksisi terbuka untuk lesi lebih kecil atau biopsi
insisional untuk lesi lebih besar adalah metode pasti untuk
mendiagnosis tumor filoides. Sel-sel dari biopsi jarum dapat diuji di
laboratorium tapi jarang memberikan diagnosis yang jelas, karena
sel-sel dapat menyerupai karsinoma dan fibroadenoma. Pada Biopsi
bedah akan menghasilkan potongan jaringan yang akan memberikan
sampel sel lebih baik dan akan menghasilkan diagnosa yang tepat
untuk sebuah tumor filoides (Jong, 2004)

d. Temuan histopatologi

Tumor phyllodes memiliki gambaran histopatologi yang luas, dari


gambaran menyerupai fibroadenoma hingga bentuk sarcoma.
Seperti fibroadenoma, gambaran phyllodes berupa campuran stroma
dan epitel. Norris dan Taylor mengemukakan bahwa kriteria
histopatologi yang berguna untuk memprediksi risiko menjadi ganas
meliputi pertumbuhan stroma berlebihan, nuclear pleiomorphism,
kecepatan mitosis tinggi, dan mengalami infiltrasi. Penelitian lain
juga menunjukkan tingkat nekrosis yang tinggi dan peningkatan
vaskularisasi pada tumor. Tumor dipastikan maligna jika komponen
stroma didominasi sarkoma. Sekitar 10-40% tumor jenis ini
memiliki risiko rekurensi lokal dan menyebar secara sistemik
(Azamris, 2014).

(http://radiographics.rsna.org)
12
Gambar 6. Gambaran Histopatologi

(http://radiographics.rsna.org)
Gambar 7. Gambaran Makroskopis

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Fibroadenoma mammae
2. Karsinoma mammae

(http://www.ultrasound-images.com/breast)
Gambar 8. Gambaran USG fibroadenoma kiri) dan dengan color Doppler (kanan)

13
(http://www.ultrasound-images.com/breast)

Gambar 8. Gambaran USG karsinoma mammae

I. PENATALAKSANAAN
Usia penting dalam manajemen lesi-lesi ini. Dibawah umur 20,
semuanya harus diterapi dengan enukleasi, karena mereka hampir selalu
bersifat jinak.
Sitologi aspirasi dapat memberi kesan diagnosis tumor filoides namun
histologi yang lebih tepat pada biopsi jarum inti dibutuhkan sebelum
merencanakan pengobatan (Schwartz, 2000).
Berbeda pada pasien yang lebih tua. Haagensen merekomendasikan
eksisi lokal luas sebagai pendekatan primer pada penanganan tumor filoides
jinak. Data yang dimiliki yaitu angka rekurensi lokal sebesar 28% diantara 43
pasien yang ditangani dengan eksisi lokal, dengan follow-up minimal 10
tahun. Namun hanya 3 dari rekurensi tersebut yang membutuhkan
mastektomi sekunder, dan tak satupun yang meninggal akibat tumor ini.
Hanya 1 dari 21 pasien yang diterapi dengan mastektomi (simpel atau radikal)
mengalami rekurensi lokal; ini adalah sarkoma filoides (maligna) yang
dengan cepat menimbulkan metastasis lokal dan sistemik. Angka rekurensi

14
lebih tinggi untuk tumor filoides jinak dibandingkan ganas telah dilaporkan
dalam sejumlah studi (Schwartz, 2000).
Jelas bahwa eksisi yang tidak tuntas merupakan penentu utama
rekurensi pada lesi jinak dan menengah. Ada dua alasan utama yang mungkin,
yaitu: kegagalan untuk mendiagnosis kemungkinan tumor filoides dan
kegagalan untuk menentukan teknik operasi. (Schwartz, 2000).
Eksisi makroskopik komplit, dengan usulan batas 1 cm, dapat
dipastikan adalah teknik yang tepat. Untuk lesi besar dan lesi rekuren,
pembersihan yang baik pasti melibatkan mastektomi mendekati-total dan
mastektomi sederhana dengan rekonstruksi. Terdapat beberapa bukti
meningkatnya insiden karsinoma mammae yang berhubungan dengan pasien
dengan tumor filoides dan hal ini merupakan alasan untuk follow-up jangka
panjang yang teliti terhadap pasien-pasien yang demikian (Schwartz, 2000).
Tumor phyllodes, sama halnya dengan sarkoma jaringan lunak, jarang
menyebabkan metastasis ke kelenjar getah bening (KGB). Sebagian besar
penelitian menunjukkan bahwa diseksi KGB aksila tidak rutin dilakukan,
mengingat jarangnya infiltrasi ke KGB aksila. Norris dan Taylor
menganjurkan mastektomi dengan diseksi KGB aksila bagian bawah jika
terdapat pembesaran KGB, tumor ukuran >4 cm, biopsi menunjukkan jenis
tumor agresif (infi ltrasi kapsul, kecepatan mitosis tinggi, dan derajat selular
atipikal tinggi). Jika terindikasi ada keterlibatan KGB secara klinis atau pada
pemeriksaan imaging, dapat dilakukan biopsi jarum dengan panduan USG.
Jika hasilnya negatif, dapat dipertimbangkan biopsi sentinel limfonodi
(Azamris, 2014)
Peran radioterapi dan kemoterapi adjuvan masih kontroversial, namun
penggunaan radioterapi dan kemoterapi pada sarkoma mengindikasikan
bahwa keduanya dapat digunakan pada tumor phyllodes. Radioterapi adjuvan
dapat bermanfaat pada tipe maligna. Kemoterapi golongan antrasiklin,
ifosfamid, sisplatin, dan etoposid jarang digunakan. Belum banyak penelitian
mengenai penggunaan terapi hormonal, seperti tamoksifen. Sensitivitas
hormonal pada tumor phyllodes juga belum teridentifi kasi dengan baik.

15
Secara garis besar, terapi sistemik tumor phyllodes tidak berbeda dengan
terapi pada sarkoma (Azamris, 2014).
J. KOMPLIKASI
Seperti kebanyakan operasi mammae, komplikasi paska operasi dari
penatalaksanaan bedah tumor filoides termasuk berikut ini:
Infeksi
Pembentukan seroma
Rekurensi lokal dan/atau jauh (Ramli, 2002).

K. PROGNOSIS
1. Meskipun tumor filoides dianggap sebagai tumor jinak secara klinis,
kemungkinan untuk rekurensi lokal setelah eksisi selalu ada, khususnya
dengan lesi yang memperlihatkan histologi maligna. Tumor setelah
pengobatan awal dengan eksisi lokal luas, yang rekuren secara lokal
idealnya diterapi dengan mastektomi total.
2. Penyakit metastase khususnya diamati pada paru, mediastinum dan
tulang. (Jong, 2004).

16
BAB III
ILUSTRASI KASUS

KETERANGAN UMUM
Nama : Nn. RDS
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sawah Laweh, Tungka, Situjuh
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Suku : Minangkabau
No. RM / Reg : 470483
Tanggal Dirawat : 18 April 2017
Tanggal Diperiksa : 19 April 2017

I. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kiri yang semakin membesar sejak 2
bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Benjolan pada payudara kiri yang semakin membesar sejak 2 bulan yang
lalu.
Benjolan payudara kiri awalnya terasa pertama kali sejak 4 bulan yang
lalu, pertama kali diketahui sebesar bola pingpong, tidak berdarah, tidak
nyeri, warna sama dengan warna kulit. Pasien berobat alternatif selama 2
bulan.
Setelah berobat alternatif selama dua bulan, benjolan semakin membesar,
dan mulai terdapat tukak. Nyeri pada benjolan tidak ada.
Ibu pasien membawa ke dokter spesialis bedah onkologi dan disarankan
untuk operasi. Keluarga pasien baru bersedia untuk dilakukan operasi.
Tidak ada keluar cairan dari puting susu
Tidak ada riwayat benturan atau pukulan di dada sebelumnya
Tidak ada sesak napas batuk, dan batuk berdarah

17
Demam (-)
Tukak (+)
Keluar nanah (+)
Keluar darah (+)
Rasa penuh diulu hati (-), mual (-), mata kuning (-)
Nyeri kepala hebat (-), kejang(-), kesadaran menurun (-)
Nyeri tulang (-)
Riwayat paparan sinar X dibagian dada (-)
Riwayat radioterapi (-)

Riwayat penyakit dahulu:


Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Tidak pernah menderita penyakit keganasan, TBparu, diabetes mellitus

Riwayat Penyakit keluarga:


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keganasan

Riwayat menstruasi dan kebiasaan:


Penderita mengalami menstruasi pertama kali pada usia 12 tahun. Siklus
menstruasi penderita teratur setiap 28 hari, setiap menstruasi lamanya
7 hari, tidak terdapat nyeri dan perdarahan yang berlebihan saat haid.
Penderita belum menikah

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. KEADAAN UMUM
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Keadaan Gizi : Sedang
Kulit : tampak pucat, tidak sianosis, tidak ikterik

B. TANDA VITAL
Tekanan Darah : 100/60 mmHg

18
Nadi : 96x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,7 C

C. PEMERIKSAAN UMUM
Kepala
Mata : conjunctiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Pupil : bulat, isokor, 3mm kanan = kiri, refleks cahaya +/+

Leher
JVP 5-2 cmH2O
KGB tidak membesar

Thoraks
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris, Kiri =
Kanan.
Palpasi : pergerakan simetris kiri = kanan
fremitus kiri = kanan
Perkusi : Pulmo : sonor kanan = kiri
Auskultasi : Pulmo: Vesikuler, ronchi-/- ,wheezing -/-
Cor : bunyi jantung reguler, murmur -, galloop -
e/r mamma : lihat status lokalis
Abdomen
Inspeksi : datar, supel, darm contour (-), darm steifung (-)
Palpasi : defans muskular (-), nyeri tekan (-), Hepar dan
Lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal

Genital
Tidak diperiksa

19
Anus dan Rektum
Tidak diperiksa

Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik

II. STATUS LOKALIS


a. Inspeksi : Mammae asimetris
Mammae sinistra: massa berbentuk bulat oval, ulkus pada medial
payudara, papila mamma menjadi ulkus, krusta (+), venektasi
(+), kulit payudara teregang dengan kesan warna lebih mengkilat
b. Palpasi : Mammae sinistra :
Teraba massa, konsistensi keras, batas tegas, mobile, ukuran

diameter 20 x 20 x 30 cm, suhu sama dengan sekitar, nyeri tekan

(-), retraksi puting (-), dimpling pada kulit (-), peau dorange (-),

ulkus (+), KGB axilla (-), KGB infraklavikula (-), KGB

supraklavikula(-)

20
21
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

17 April 2017
Rontgen thorax

22
Kesan: infiltrat menyerupai coin lession di lapangan atas paru kanan

18 April 2017
Haematologi
Hb : 7,3 g/dl
Ht : 26 %
Leukosit : 14.290 /mm
Trombosit : 268.000/mm

Lab darah : anemia, leukositosis

VI. DIAGNOSIS KERJA


Tumor Filoides Mammae Sinistra susp. Maligna + anemia

VII. PENATALAKSANAAN
IVFD RL
Inj. Cefoperazone 2x1 gr IV
3 Unit PRC O+ 220 ml
Rencana:
Untuk Diagnostik:

23
-Biopsi Insisi
Untuk Terapi:
-Modified Radical Mastektomy

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : ad malam

BAB IV
DISKUSI

Seorang perempuan berumur 17 tahun, belum menikah, dirawat di bangsal


bedah dengan keluhan utama benjolan pada payudara kiri yang semakin
membesar sejak 2 bulan yang lalu. Dari anamnesis diketahui, benjolan payudara
kiri awalnya terasa pertama kali sejak 4 bulan yang lalu sebesar bola pingpong,
tidak berdarah, tidak nyeri, warna sama dengan warna kulit. Pasien berobat

24
alternatif selama 2 bulan. Setelah berobat alternatif selama dua bulan, benjolan
semakin membesar dan mulai terdapat tukak. Saat ini ukuran benjolan payudara
menjadi 20 x 20 x 30 cm. Puting mengeluarkan cairan tidak ada, kerutan pada
kulit payudara tidak ada.
Pada pasien ini benjolan tidak hiperemis, tidak terasa panas, dan tidak ada
demam. Melalui keterangan ini, diagnosis banding infeksi (mastitis) dapat
disingkirkan. Benjolan tidak muncul saat kanak-kanak, sehingga penyebab
kelainan kongenital dapat disingkirkan. Riwayat trauma disangkal sehingga
diagnosis banding peradangan akibat trauma dapat disingkirkan. Benjolan juga
tidak dipengaruhi oleh siklus haid. Oleh sebab itu, kemungkinan benjolan yang
belum dapat disingkirkan adalah neoplasma. Pasien tidak mengeluhkan adanya
sesak nafas, batuk, nyeri pada tulang, nyeri kepala hebat, kejang hal ini
dimungkinkan tidak adanya tanda-tanda metastasis pada paru, pleura, tulang,
maupun otak.
Pada pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal. Pada status
lokalis Mammae sinistra, mammae asimetris, terdapat massa, konsistensi keras,
batas tegas, mobile, ukuran 20 x 20 x 30 cm, nyeri tekan (-), KGB axilla sinistra
(-). Tampak warna benjolan payudara yang mengkilat dengan permukaan kulit
yang meregang disertai venektasi. Hal ini sesuai dengan karakteristik tumor
filoides dengan benjolan unilateral, konsistensi keras, venektasi, dan regangan
kulit menyebabkan tampakan mengkilat. Pembesaran benjolan yang relatif cepat
dengan ukuran yang mencapai ukuran 40 cm juga merupakan manifestasi klinis
yang dapat terjadi sehingga lebih menunjang diagnosis ke arah tumor filoides.
Adanya tukak atau ulserasi pada payudara pasien mengindikasikan nekrosis
jaringan akibat penekanan tumor yang besar. Ulserasi menyebabkan payudara
menjadi berdarah dan bernanah disertai pembentukan krusta.
Anemia yang ditemukan pada pasien dapat terjadi karena adanya
perdarahan akibat nekrosis pada jaringan payudara yang tumbuh sangat cepat.
Leukositosis yang terjadi pada pasien kemungkinan dapat terjadi karena infeksi
yang mudah terjadi pada ulkus payudara ditambah dengan perawatan luka yang
tidak higienis.

25
Pada pemeriksaan rontgen thorax, didapatkan kesan infiltrat yang
menyerupai coin lession di lapangan atas paru kanan. Kemungkinan telah ada
metastasis ke paru masih belum dapat disingkirkan walaupun pasien tidak ada
keluhan batuk, sesak, atau batuk darah. Pemeriksaan CT Scan thorax dan biopsi
jaringan paru dapat dianjurkan pada kecurigaan metastasis di paru.
Berdasarkan usia pasien yang masih remaja, pertumbuhan tumor yang
cepat dengan karakteristik tumor filoides, timbulnya ulkus pada payudara, ukuran
yang 20 x 20 x 30 cm, gambaran metastasis paru pada rontgen thorax, kita
mencurigai adanya tumor pada payudara kiri penderita dengan kemungkinan
tumor filoides suspek maligna.
Untuk menentukan jenis sel, klasifikasi subtype tumor phyloides secara
patologi anatomi, perlu dilakukan biopsi pada pasien ini. Ukuran tumor yang
melebihi 5 cm memerlukan biopsi insisi untuk menilai histopatologi tumor
filoides. Pemeriksaan mammografi dan USG payudaradapat dilakukan pada
kelainan payudara. Namun pemeriksaan mammografi dan USG payudara sulit
membedakan antara tumor filoides atau fibroadenoma. Sehingga pemeriksaan
penunjang yang definitif adalah pemeriksaan histopatologi.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium pasien didapatkan pasien
menderita anemia sedang, untuk itu dilakukan transfusi sebanyak 3 kantong darah
220 ml untuk memperbaiki keadaan tersebut. Pemberian antibiotik pada pasien ini
diberikan untuk profilaksis ataupun mengobati infeksi yang dapat timbul sebagai
komplikasi ulkus pada tumor filoides. Pus atau cairan dari ulkus dapat dijadikan
sampel untuk dilakukan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas agar antibiotik
yang diberikan efektif.
Pasien ini dapat ditatalaksana dengan operasi modified radical
mastectomy dan dirawat di HCU hingga hemodinamik stabil. Pada tumor filoides
yang dicurigai ganas, maka sebaiknya eksisi pada kelenjar getah bening perlu
dilakukan, sehingga operasi modified radical mastectomy dapat dilakukan pada
pasien. Operasi rekonstruksi payudara pada tumor yang berukuran besar dapat
dilakukan pada pasien.

26
Peran radioterapi dan kemoterapi adjuvan masih kontroversial, namun
penggunaan radioterapi adjuvan dapat memberikan efek yang bermanfaat untuk
tumor filoides borderline dan maligna. Risiko rekurensi pada pasien yang
mendapatkan radioterapi adjuvan lebih rendah daripada yang tidak mendapatkan
radioterapi adjuvan.
Monitoring pasca operasi MRM perlu dilakukan untuk menilai apakah ada
komplikasi yang terjadi. Komplikasi yang mungkin terjadi seperti adanya infeksi
ataupun rekurensi tumor. Satu hingga dua minggu setelah operasi, pasien perlu
memeriksakan diri untuk kontrol kepada dokter spesialis bedah onkologi.
Diperlukan untuk selalu kontrol sesuai yang dijadwalkan oleh dokter spesialis
bedah onkologi. Pemeriksaan mammografi setiap tahun dalam lima tahun dapat
dilakukan pada pasien untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya rekurensi tumor
filoides. Rekurensi lokal dapat terjadi pada 28 50% kasus.

DAFTAR PUSTAKA

Azamris. Laporan Kasus Tumor Phyllodes. CDK Journal. Vol.41 no.1.


Jakarta;2014. Halaman 40-42
Dorland, WA Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Huriawati Hartanto dkk.,
editor. Edisi 29. Jakarta: EGC; 2008.
Jong de wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.2004. Jakarta : EGC. Halaman 391-
393

27
Kissane JM. The breast Andersons Pathology. Vol II, 9h ed.St
Louis:Mosby;2001.p.1726 48
Manning. Major Diagnosis Fisik Edisi IX. 2003. Jakarta : EGC. Halaman 366
Ramli muchlis. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.2002.Jakarta : Binarupa
aksara.Halaman 355
Schwartz. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. 2000. Jakarta : EGC.
Halaman 233

28

Anda mungkin juga menyukai