PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
ANATOMI
Mata adalah organ penglihatan yang terletak di rongga orbital. Bentuknya hampir
bulat dan berdiameter 2,5 cm. Volume bola mata sekitar 7 cc. Ruang antara mata dengan
rongga orbital ditempati oleh jaringan lemak. Struktur tersebut membantu melindungi bola
mata dari cedera.
Struktur bola mata :
Terdiri dari tiga lapisan
1. Outer fibrous layer
a. Sklera
b. Kornea
c. Limbus
2. Middle vascular layer (Uvea)
a. Iris
b. Ciliary body
c. Choroid
3. Inner nervous tissue layer
a. Retina
b. Optic disk
c. Optic nerve
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata dan
otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optic, yang menerima 3 akar saraf di bagian
posterior :
1. Saraf sensoris : Untuk kornea, iris, dan badan siliar.
2. Saraf simpatis : Untuk dilatasi pupil, dan mempersarafi pembuluh darah uvea.
3. Saraf motorik : Menstimulus saraf parasimpatis untuk mengecilkan pupil.
B. Iris
Merupakan bagian yang berwarna, berbentuk
bundar dengan bukaan tengah yang disebut pupil
dengan diameter 4 mm. Fungsinya untuk
mengatur jumlah cahaya yang mencapai retina.
Iris membagi ruang antara kornea dan lensa
menjadi bilik mata anterior dan posterior. Iris
menempel dengan bagian anterior dari badan
siliar. Bagian anterior dari iris dibagi menjadi
dua zona:
1. Zona siliaris : garis radial (terdiri dari
pembuluh darah radial) dan kripta
(depresi dimana lapisan endothelium
hilang).
2. Zona pupilari : terletak diantara collarette dan pupillary frill. Strukturnya relative
halus dan rata.
C. Badan siliar
Merupakan susunan otot sirkular dan mempunyai sistem ekskresi di belakang
limbus. Iris melekat pada bagian tengah pangkal badan siliar. Terdiri dari dua bagian :
1. Pars plicata : Sepertiga bagian anterior badan siliar (2 mm).
2. Pars plana : Duapertiga bagian posterior badan siliar (4 mm). Relatif avascular.
Merupakan bagian dengan warna coklat gelap, lapisan terdiri dari tinggi vascular
yang terletak diantara sklera dan retina. Memanjang dari ora serrata hingga apertura
saraf optik. Terdiri dari :
1. Lamina suprachoroidal : Selaput
tipis berserat kolagen, melanosit,
dan fibroblast. Ruang antara
membrane dan sklera dikenal
sebagai ruang suprachoroidal.
2. Lapisan vascular atau stroma :
Terdiri dari lapisan kolagen
longgar, sel pigmen, makrofag,
sel mast, dan sel plasma. Bagian
utamanya tersusun oleh pembuluh darah yang tersusun 3 lapisan.
a. Lapisan Haller
b. Lapisan Sattler
c. Lapisan Choriocapillaris
3. Membran Brunch : Letaknya kira-kira sama dengan epitel pigmen retina.
Vaskularisasi :
Hampir seluruhnya berasal dari arteri siliaris posterior dan anterior.
UVEITIS
Definisi
Inflamasi di uveal tract yang dapat menimbulkan kebutaan. Inflamasi ini dapat
menyebabkan inflamasi pada struktur yang berdekatan seperti retina, vitreous, sklera, dan
kornea. Dapat disebabkan oleh kelainan dimata saja atau merupakan bagian dari kelainan
sistemik, trauma, iatrogenic, atau infeksi, namun sebanyak 20-30% kasus uveitis adalah
idiopatik. Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan di negara berkembang.
Klasifikasi
Anatomi
1. Anterior Uveitis : Peradangan iris (Iritis) dan pars
plicata dari badan siliaris (Siklitis), yaitu
Iridosiklitis.
Tanda :
Nyeri
Fotopobia
Penglihatan kabur
Injeksi siliar
Hipopion : lapisan putih mengendap.
2. Intermediate Uveitis : Peradangan pars plana dari
badan siliaris
Tanda :
Ringan
Mata tenang
Tidak nyeri
Menurunkan tajam penglihatan
3. Posterior Uveitis : Peradangan koroid, yaitu koroiditis
Tanda :
Menurunkan tajam penglihatan
Tidak disertai nyeri, mata merah, dan fotopobia.
Sering asimptomatik.
4. Panophthalmitis : Radang bernanah di seluruh struktur mata
Tanda : peradangan seluruh uvea yang menimbulkan koroiditis, vitritis, dan uveitis
anterior.
Etiologi
1. Infeksi (Bakteri, Virus, Jamur, dan Parasit)
2. Non-infeksi
3. Idiopatik
Perjalanan penyakit
1. Mendadak (< 4 Minggu)
2. Rekuren (Episode uveitis berulang)
3. Kronik (Uvetis persisten, atau kambuh sebelum 3 bulan setelah pengobatan
dihentikan)
Patologis
1. Uveitis granulomatosa : Disebabkan infeksi, biasanya kronis dan manifestasinya
minimal.
2. Uveitis non-granulomatosa : Disebabkan reaksi imun atau alergi, biasanya onset akut
dan durasinya pendek.
UVEITIS ANTERIOR
Definisi
Peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar (iridosiklitis) biasanya unilateral
dengan onset akut, namun pada onset kronis dapat melibatkan dua mata.
Epidemiologi
Sekitar 90% uveitis yang ditemui oleh dokter spesialis mata komprehensif adalah
uveitis anterior. Pada penelitian ditemukan insidensi uveitis anterior dengan peningkatan usia
≥ 65 tahun. Di US 8-12 dalam 100.000 populasi.
Etiologi
Patologi
Non-granulomatosa Granulomatosa
Akut Kronis
Trauma Rheumatoid arthritis Sakroiditis
Diare kronis Fuch’s heterocromic Sifilis
iridosiklitis
Penyakit reiter TBC
Sindrom Bechet Virus
Sindrom posner schlosman Jamur
Post-operasi Parasite
Infeksi adenovirus
Parotitis
Influeza
Klamidia
Faktor Resiko
Infektive uveitis
Allergic uveitis
Toxic uveitis
Trauma uveitis
Uveitis dengan penyakit sistemik tidak infektif
Manifestasi Klinis
Akut
Nyeri
Fotopobia
Mata buram
Injeksi siliar
Cells and flare
Presipitat keratik
o Halus : inflamasi non-granulomatosa
o Kasar : inflamasi granulomatosa
Pupil biasanya miosis
Kronis
Tanpa gejala, atau perlahan-lahan
Penyulit Uveitis
Umum
Kornea keruh
Glaucoma
Katarak
Kekeruhan vitreous
Makulopati
Ablasi retina
Neuritis optic
Cyclitic pupillary membrana
Uveitis anterior
Terbentuknya sinekia posterior dan sinekia anterior perifer yang akan menyebabkan
glaucoma sekunder. Diakibatkan tertutupnya trabekulum oleh sel radang atau sisa sel
radang.
Klasifikasi
Berdasarkan watunya uveitis dibagi menjadi
Berdasarkan anatomi
Iritis
Iritis adalah Peradangan yang dominan mempengaruhi oleh iris.
Iridocyctitis
Iridocytitis adalah inflamasi pada iris dan pars plicata bagian dari cilliary body.
Cyctitis
Inflamasi didominasi oleh pars plicata dari cilliary body.
Granulomatous uveitis
Granulomatus uveitis adalah peradangan kronis yang bersifat proliferatif yang
biasanya terjadi sebagai respon benda asing yang mengiritasi baik bahan organik
maupun non organik yang didapatkan dari luar, perdarahan atau jaringan nekrotik
didalam mata. Glaunuroma uveitis dapat terjadi akibat tuberkulosis, kusta, sifilis,
brucellosis, leptospirosis, serta sebagian infeksi virus, mikotik, protozoa dan cacing.
Reaksi patologis ditandai oleh infiltrasi dengan limfosit, sel plasma dengan mobilisasi
dan proliferasi sel mononuklear besar yang pada akhirnya menjadi ephiteloid dan
giant cell dan agregar menjadi nodul. Nodul iris biasanya terbentuk didekat puppylary
border. Pengumpulan nodular dari endapan sel di bagian belakang kornea dalam
bentuk muton fat dan flare.
Muton fat
Non granulomatous uveitis adalah inflamasi eksudatif akut atau kronis dari
jariangan uvea (terutama iris dan cillyary body) yang terjadi akibat physical dan
toksik pada jaringan atau akibat hipersensitivitas. Perubahan patologis dari reaksi
non granulomatous terdiri dari dilatasi yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, gangguan blood aqueous barrier dengan pengeluaran eksudat
fibrinous dan infiltrasi oleh limfosit, sel plasma dan makrofag dari jariangan uveal,
anterior chamber, posterior chamber dan vitreous cavity.
Hasil dari reaksi patologis ini adalah iris menjadi tergenang air, edema,
muddy dengan blurring of crypts dan furrows. Akibatnya mobilitasnya berkurang,
ukuran pupil mengecil karena iritasi spihincter dan pembengkakan pembuluh darah
radialis. Eksudat dan lifosit di anterior chamber menyebabkan aqueous flare dan
deposisi KP di belakang kornea.
Diagnosis
Anamnesis :
Keluhan utama : Nyeri, fotopobia, dan mata buram)
Usia
Ras
Terjadi di satu mata atau kedua mata
Onset
Durasi
Tingkat keparahan gejala
Pernah mengalami penyakit anterior uveitis, bagaimana pengobatannya? Sukses atau
tidak?
Riwayat penyakit mata dan penyakit sistemik sebelumnya.
Pemeriksaan fisik :
A. General : Hubungan dengan penyakit sistemik
Artritis : deformitas sendi
Sindrom Reiter dan Bencet : Lesi bagian oral.
Psoriasis : Rash
B. Visual Acuity
Terjadi penurunan pada pasien dengan uveitis anterior, karena clouding cornea
(edema), jumlah yang banyak dari sel dan juga flare pada kamera okuli anterior, atau
berhubungan dengan cystoid macular edema.
C. Pemeriksaan luar
Pemeriksaan menggunakan iluminasi atau penerangan berguna dalam menentukan
hyperemia, ukuran dan reaktifitas pupil, heterokromia (Sindrom Fuch).
D. Slit-lamp
Bersifat kualitatif, untuk melihat segmen anterior,
dapat melihat injeksi siliar dan episklera, skleritis,
edema kornea, presipitat keratik, bentuk dan jumlah sel di bilik mata, hipopion serta
kekeruhan lensa.
E. Tonometri
Pengukuran tekanan intra ocular
akurat penting untuk diagnosis awal
uveitis anterior. Pada uveitis anterior
akut TIO dapat tinggi, rendah, atau
normal. Pada uveitis anterior kronis
biasanya terjadi peningkatan TIO.
F. Gonioskopi
Bermanfaat untuk menentukan keadaan
Peripheral Anterior Synechia yang
mengindikasi riwayat inflamasi.
Pemeriksaan Penunjang :
A. Pemeriksaan laboratorium
Complete blood count dengan differential count : Untuk menunjukan penyakit
sistemik yang di derita pasien yang menyebabkan uveitis anterior. Dapat berguna
dalam identifikasi etiologi penyakit infeksi.
Secara umum, ketika uveitis anterior merupakan presentasi awal, unilateral, dan terjadi pada
pasien yang asimptomatik, tidak ada pemeriksaan lebih lanjut yang ditunjukkan. Tetapi jika
pasien dengan uveitis anterior berulang, kronis, atau bilateral dan terdapat yang tanda atau
gejalanya menunjukkan etiologi sistemik spesifik harus menjalani pemeriksaan penyakit
spesifik.
DD
1. Uveitis intermediate
2. Uveitis posterior
3. Panophthalmitis
Manajemen
Farmakologi
Tujuan umum terapi di uveitis adalah:
• Untuk menjaga ketajaman visual
• Untuk menghilangkan rasa sakit pada mata
• Untuk menghilangkan peradangan mata atau mengidentifikasi sumber peradangan
• Untuk mencegah pembentukan sinekia
• Untuk mengelola tekanan intraokular.
Pengobatan uveitis anterior tidak spesifik, biasanya melibatkan topikal terapi dengan
kortikosteroid dan cycloplegics. Kadang steroid oral atau obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID) dapat diresepkan
1. Corticosteroid
betamethason 0,1%
prednisolon 0,5 %
deksamethason 0,1%
Salep mata pada waktu tidur.
Diindikasikan untuk
Sebagai tambahan terhadap terapi topikal atau sistemik pada uveitis anterior
kronis yang resisten dalam kasus kepatuhan pasien yang buruk dengan obat
topikal atau sistemik.
Uveitis berat
Ketika tidak ada perbaikan pada steroid topikal dan periokular maksimal
menjaga iris dan badan silier istirahat dengan melumpuhkan otot siliaris dan
menenangkan kejang otot silier yang selalu dikaitkan dengan iritis.
Dalam kasus yang lebih ringan, zat kerja pendek seperti siklopentolat 1% atau homatropin
2% tiga kali lipat setiap hari dapat digunakan.
Kacamata gelap atau perisai mata juga dapat digunakan untuk menghindari silau,
ketidaknyamanan dan lakrimasi secara khusus di bawah sinar matahari.
3. Obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID) dan Sitotoksik
NSAID diberikan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi mis. aspirin, ibuprofen, dll.
Agen ini harus diberikan dengan sangat hati-hati di bawah pengawasan ahli
hematologi atau seorang ahli onkologi karena mereka memiliki efek samping yang
merugikan pada ginjal, hati dan menyebabkan depresi sumsum tulang. Baru-baru ini
azathioprine, mycophenolate, mofetil, tacrolimus digunakan dalam keadaan tidak
responsif atau tidak toleran.
4. Antibiotik
Antibiotik generasi ketiga spektrum luas modern memiliki nilai luar biasa terutama
pada kasus uveitis purulen.
Perawatan Khusus
Pengobatan khusus penyakit yang mendasari harus ditambahkan jika etiologinya
diidentifikasi mis. Reiter's sindrom, sindrom Behcet, sifilis, TBC dll.
Komplikasi
1. Katarak
Prognosis
Ad Bonam
Sebagian besar kasus uveitis anterior berespon baik pada diagnosis dan pengobatan sedini
mungkin. Uveitis anterior dapat kambuh jika pasien memiliki etiologi sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
(1)(2)(3)(4)(5)(6)(7)(8)(9)(10)
1. Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah
Kebutaan. eJournal Kedokt Indones. 2016;4(1).
2. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas S., dr. Sri Rahayu Yulianti S. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
3. Mcneil R. Grading of ocular inflammation in uveitis: an overview. Eyenews.
2016;22(5).
4. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 6th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2014.
5. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomy. Vol. 91. Philadelphia,
PA: Elsevier; 2012.
6. Acharya NR, Tham VM, Esterberg E, Borkar DS, Parker J V., Vinoya AC, et al.
Incidence and prevalence of uveitis: Results from the Pacific Ocular Inflammation
Study. JAMA Ophthalmol. 2013;131(11):1405–12.
7. Khan MM, Iqbal MS, Jafri AR, Rai P, Niazi JH. Management of Complications of
Anterior Uveitis. 2008;25(1):1–6.
8. Michaudet C, Malaty J. Cerumen impaction: Diagnosis and management. Am Fam
Physician. 2018;98(8):525–9.
9. Association AO. Anterior uveitis. Optometric Clinical Practice Guideline. 2006.
10. Jogi R. Basic Ophthalmology, 4th Edition.pdf. 2009. 512 p.
11. Opthalmic diagnosis & threatment. Thrid edition
12. Opthalmology at a glance j. Oliver & L. Cassidy