Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

ILMU PENYAKIT MATA 


UVEITIS ANTERIOR
 
 
Disusun oleh :
 
Meyrina  Dwi Yanti  12100119043
Fauzan Nurman Mulyasar 12100119146
Wafa Fahriza Sanad 12100119150

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas 


Bagian Ilmu Penyakit Mata

 
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
ANATOMI
Mata adalah organ penglihatan yang terletak di rongga orbital. Bentuknya hampir
bulat dan berdiameter 2,5 cm. Volume bola mata sekitar 7 cc. Ruang antara mata dengan
rongga orbital ditempati oleh jaringan lemak. Struktur tersebut membantu melindungi bola
mata dari cedera.
Struktur bola mata :
Terdiri dari tiga lapisan
1. Outer fibrous layer
a. Sklera
b. Kornea
c. Limbus
2. Middle vascular layer (Uvea)
a. Iris
b. Ciliary body
c. Choroid
3. Inner nervous tissue layer
a. Retina
b. Optic disk
c. Optic nerve

A. Uvea (Middle vascular layer)


Merupakan lapis vascular yang terdiri dari
iris, badan siliar, dan koroid. Secara anatomi
ketiga bagian tersebut berkelanjutan, sehingga
jika terjadi penyakit di satu bagian dapat
menyebar ke bagian lainnya. Vaskularisasi
uvea terdiri dari dua bagian :
1. Anterior
 2 buah arteri siliar posterior longus
yang masuk menembus sklera di
temporal dan nasal dekat dengan
masuknya saraf optik.
 7 buah arteri siliar anterior, yang
terdapat 2 pada setiap otot
superior, medial inferior pada
otot rektus lateral.
 Arteri siliar anterior dan
posterior bergabung menjadi
satu membentuk arteri sirkularis
mayor pada badan siliar.
2. Posterior
 Mendapat perdarahan dari 15-20 buah arteri siliaris posterior brevis yang
menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optic.

Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata dan
otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optic, yang menerima 3 akar saraf di bagian
posterior :
1. Saraf sensoris : Untuk kornea, iris, dan badan siliar.
2. Saraf simpatis : Untuk dilatasi pupil, dan mempersarafi pembuluh darah uvea.
3. Saraf motorik : Menstimulus saraf parasimpatis untuk mengecilkan pupil.

B. Iris
Merupakan bagian yang berwarna, berbentuk
bundar dengan bukaan tengah yang disebut pupil
dengan diameter 4 mm. Fungsinya untuk
mengatur jumlah cahaya yang mencapai retina.
Iris membagi ruang antara kornea dan lensa
menjadi bilik mata anterior dan posterior. Iris
menempel dengan bagian anterior dari badan
siliar. Bagian anterior dari iris dibagi menjadi
dua zona:
1. Zona siliaris : garis radial (terdiri dari
pembuluh darah radial) dan kripta
(depresi dimana lapisan endothelium
hilang).
2. Zona pupilari : terletak diantara collarette dan pupillary frill. Strukturnya relative
halus dan rata.

Strukturnya terdiri dari tiga lapisan :


1. Endotelium : terdiri dari kripta yang berhubungan langsung dengan bilik mata
anterior.
2. Stroma : terdiri dari jaringan ikat longgar, pembuluh darah, saraf, dan otot.
a. Sphincter pupillae : Berukuran 1 mm, melingkar mengelilingi pupil, dan
disuplai oleh saraf parasimpatis servikal dari CN. III (Saraf Okulomotor)
yang menyebabkan kontriksi pupil.
b. Dilator pupillae : Merupakan serabut radial memanjang dari badan siliar ke
pupil dan dipersarafi oleh saraf simpatis servikal yang menyebabkan
dilatasi pupil.
3. Epitelium berpigmen : Terdiri dari dua lapisan epitel berpigmen yang terletak di
posterior iris.

C. Badan siliar
Merupakan susunan otot sirkular dan mempunyai sistem ekskresi di belakang
limbus. Iris melekat pada bagian tengah pangkal badan siliar. Terdiri dari dua bagian :
1. Pars plicata : Sepertiga bagian anterior badan siliar (2 mm).
2. Pars plana : Duapertiga bagian posterior badan siliar (4 mm). Relatif avascular.

Badan siliar terdiri dari empat lapisan :


1. Otot siliar : Terdiri dari flat buddle serat otot lurik yang membantu akomodasi
lensa.
2. Stroma : Terdiri dari jaringan ikat longgar dari kolagen dan fibroblas, saraf,
pigmen, dan pembuluh darah.
3. Prosesus siliaris : Terdapat sekitar 70 proses siliaris yang terlihat secara
makroskopik. Tempat melekatnya ligament suspensori. Dilapisi oleh dua lapisal
sel epitel dan prosesus siliaris terdiri dari pembuluh darah dan jaringan ikat
longgar. Dan merupakan tempat utama untuk produksi humour aqueous.
4. Epitel : Terdapat dua lapisan sel epitel berpigmen dan tidak berpigmen.
D. Koroid

Merupakan bagian dengan warna coklat gelap, lapisan terdiri dari tinggi vascular
yang terletak diantara sklera dan retina. Memanjang dari ora serrata hingga apertura
saraf optik. Terdiri dari :
1. Lamina suprachoroidal : Selaput
tipis berserat kolagen, melanosit,
dan fibroblast. Ruang antara
membrane dan sklera dikenal
sebagai ruang suprachoroidal.
2. Lapisan vascular atau stroma :
Terdiri dari lapisan kolagen
longgar, sel pigmen, makrofag,
sel mast, dan sel plasma. Bagian
utamanya tersusun oleh pembuluh darah yang tersusun 3 lapisan.
a. Lapisan Haller
b. Lapisan Sattler
c. Lapisan Choriocapillaris
3. Membran Brunch : Letaknya kira-kira sama dengan epitel pigmen retina.

Vaskularisasi :
Hampir seluruhnya berasal dari arteri siliaris posterior dan anterior.
UVEITIS
Definisi
Inflamasi di uveal tract yang dapat menimbulkan kebutaan. Inflamasi ini dapat
menyebabkan inflamasi pada struktur yang berdekatan seperti retina, vitreous, sklera, dan
kornea. Dapat disebabkan oleh kelainan dimata saja atau merupakan bagian dari kelainan
sistemik, trauma, iatrogenic, atau infeksi, namun sebanyak 20-30% kasus uveitis adalah
idiopatik. Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan di negara berkembang.

Klasifikasi
Anatomi
1. Anterior Uveitis : Peradangan iris (Iritis) dan pars
plicata dari badan siliaris (Siklitis), yaitu
Iridosiklitis.
Tanda :
 Nyeri
 Fotopobia
 Penglihatan kabur
 Injeksi siliar
 Hipopion : lapisan putih mengendap.
2. Intermediate Uveitis : Peradangan pars plana dari
badan siliaris
Tanda :
 Ringan
 Mata tenang
 Tidak nyeri
 Menurunkan tajam penglihatan
3. Posterior Uveitis : Peradangan koroid, yaitu koroiditis
Tanda :
 Menurunkan tajam penglihatan
 Tidak disertai nyeri, mata merah, dan fotopobia.
Sering asimptomatik.
4. Panophthalmitis : Radang bernanah di seluruh struktur mata
Tanda : peradangan seluruh uvea yang menimbulkan koroiditis, vitritis, dan uveitis
anterior.

Etiologi
1. Infeksi (Bakteri, Virus, Jamur, dan Parasit)
2. Non-infeksi
3. Idiopatik

Perjalanan penyakit
1. Mendadak (< 4 Minggu)
2. Rekuren (Episode uveitis berulang)
3. Kronik (Uvetis persisten, atau kambuh sebelum 3 bulan setelah pengobatan
dihentikan)

Patologis
1. Uveitis granulomatosa : Disebabkan infeksi, biasanya kronis dan manifestasinya
minimal.
2. Uveitis non-granulomatosa : Disebabkan reaksi imun atau alergi, biasanya onset akut
dan durasinya pendek.

UVEITIS ANTERIOR
Definisi
Peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar (iridosiklitis) biasanya unilateral
dengan onset akut, namun pada onset kronis dapat melibatkan dua mata.

Epidemiologi
Sekitar 90% uveitis yang ditemui oleh dokter spesialis mata komprehensif adalah
uveitis anterior. Pada penelitian ditemukan insidensi uveitis anterior dengan peningkatan usia
≥ 65 tahun. Di US 8-12 dalam 100.000 populasi.
Etiologi

Penyakit Okular Penyakit Sistemik

Non-infeksius Infeksius Non-infeksius Infeksius

Trauma Herpes Seronegative TBC


arthropathy
Fuch’s Tubercular Sarcoidosis sifilis
heterochromic uveitis
Post-operasi Parasit Masquerade Leprosy
syndrome
Post-traumatik Infeksi fungi Collagen vascular Leptospirosis
disease

Patologi
Non-granulomatosa Granulomatosa
Akut Kronis
Trauma Rheumatoid arthritis Sakroiditis
Diare kronis Fuch’s heterocromic Sifilis
iridosiklitis
Penyakit reiter TBC
Sindrom Bechet Virus
Sindrom posner schlosman Jamur
Post-operasi Parasite
Infeksi adenovirus
Parotitis
Influeza
Klamidia

Faktor Resiko
 Infektive uveitis
 Allergic uveitis
 Toxic uveitis
 Trauma uveitis
 Uveitis dengan penyakit sistemik tidak infektif
Manifestasi Klinis

Akut
 Nyeri
 Fotopobia
 Mata buram
 Injeksi siliar
 Cells and flare
 Presipitat keratik
o Halus : inflamasi non-granulomatosa
o Kasar : inflamasi granulomatosa
 Pupil biasanya miosis

Kronis
Tanpa gejala, atau perlahan-lahan

Penyulit Uveitis
Umum
 Kornea keruh
 Glaucoma
 Katarak
 Kekeruhan vitreous
 Makulopati
 Ablasi retina
 Neuritis optic
 Cyclitic pupillary membrana

Uveitis anterior
 Terbentuknya sinekia posterior dan sinekia anterior perifer yang akan menyebabkan
glaucoma sekunder. Diakibatkan tertutupnya trabekulum oleh sel radang atau sisa sel
radang.

Klasifikasi
Berdasarkan watunya uveitis dibagi menjadi

 Uveitis anterior akut


Uveitis anterior akut merupakan uveitis anterior kronis yang paling sering
terjadi , yang berlangsung 6 minggu hingga 3. Etiologi terbanyak disebabkan oleh
human leucocy antigen- B27. Uveitis anterior akut dapat disebabkan oleh trauma,
pasca operasi, idiopathic anterior uveitis dan reaksi hipersensitivitas.
Gejala uveitis anterior yaitu nyeri unilateral, fotofobia, kemerahan, lakrimasi, dan
penurunan penglihatan.

 Uveitis anterior kronis


Uveitis anterior kronis merupakan uveitis anterior yang jarang terjadi.
Umumnya berlangsung lebih dari 3 bulan. Uveitis anterior kronis biasanya
disebabkan oleh penyakit sistemik dan dapat melibatkan dua mata.

Berdasarkan anatomi

 Iritis
Iritis adalah Peradangan yang dominan mempengaruhi oleh iris.
 Iridocyctitis
Iridocytitis adalah inflamasi pada iris dan pars plicata bagian dari cilliary body.
 Cyctitis
Inflamasi didominasi oleh pars plicata dari cilliary body.

Klasifikasi berdasarkan pathology

 Granulomatous uveitis
Granulomatus uveitis adalah peradangan kronis yang bersifat proliferatif yang
biasanya terjadi sebagai respon benda asing yang mengiritasi baik bahan organik
maupun non organik yang didapatkan dari luar, perdarahan atau jaringan nekrotik
didalam mata. Glaunuroma uveitis dapat terjadi akibat tuberkulosis, kusta, sifilis,
brucellosis, leptospirosis, serta sebagian infeksi virus, mikotik, protozoa dan cacing.
Reaksi patologis ditandai oleh infiltrasi dengan limfosit, sel plasma dengan mobilisasi
dan proliferasi sel mononuklear besar yang pada akhirnya menjadi ephiteloid dan
giant cell dan agregar menjadi nodul. Nodul iris biasanya terbentuk didekat puppylary
border. Pengumpulan nodular dari endapan sel di bagian belakang kornea dalam
bentuk muton fat dan flare.

Muton fat

 Non granulomatous uveitis

Non granulomatous uveitis adalah inflamasi eksudatif akut atau kronis dari
jariangan uvea (terutama iris dan cillyary body) yang terjadi akibat physical dan
toksik pada jaringan atau akibat hipersensitivitas. Perubahan patologis dari reaksi
non granulomatous terdiri dari dilatasi yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, gangguan blood aqueous barrier dengan pengeluaran eksudat
fibrinous dan infiltrasi oleh limfosit, sel plasma dan makrofag dari jariangan uveal,
anterior chamber, posterior chamber dan vitreous cavity.
Hasil dari reaksi patologis ini adalah iris menjadi tergenang air, edema,
muddy dengan blurring of crypts dan furrows. Akibatnya mobilitasnya berkurang,
ukuran pupil mengecil karena iritasi spihincter dan pembengkakan pembuluh darah
radialis. Eksudat dan lifosit di anterior chamber menyebabkan aqueous flare dan
deposisi KP di belakang kornea.

Patogenesis dan Patofisiologis


Mekanisme terjadinya anterior uveitis disebabkan oleh berbagaimacam faktor baik
secara langsung oleh patogen (virus varisela zoster, bakteri sifilis, TB dan lain sebagainya),
idiopatik, keganasan, ekspresi HLA-B27, dan penyakit non infeksius lainnya (Juvenile
idiopathic arthritis, Sarcoidosis, Behçet disease, Tubulointerstitial nephritis and, uveitis
syndrome, Systemic lupus erythematosus,Multiple sclerosis). Faktor tersebut memicu
serangkaian inflamasi yang terjadi di area uvea anterior (iris, dan badan silier) yang
mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah silier sehingga terjadi “cilliary
injection”, spasme otot sfingter sehingga menyebabkan miosis, peningkatan sensitibilitas
saraf sehingga terjadi photopobia, dan terjadinya perusakan barier vaskular mata sehingga
terjadinya ekstravasasi berbagai macam sel dan protein sehingga muncul tampilan hypopion,
hyphema, flare cell, dan sel di anterior chamber. Sel-sel radang akan terdeposit di
endotelium retina sebagai Keratic precipitate (kp). Penglihatan dapat terganggu dikarenakan
terjadinya kekeruhan pada aquos. Pengukuran tingkat inflamasi dapat diukur menggunakan
penghitungan jumlah sel dan flare yang berada di anterior chamber menggunakan slitlamp
lalu di interpretasi menggunakan tabel Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN)
Working Group grading of anterior chamber cells.

Diagnosis
Anamnesis :
 Keluhan utama : Nyeri, fotopobia, dan mata buram)
 Usia
 Ras
 Terjadi di satu mata atau kedua mata
 Onset
 Durasi
 Tingkat keparahan gejala
 Pernah mengalami penyakit anterior uveitis, bagaimana pengobatannya? Sukses atau
tidak?
 Riwayat penyakit mata dan penyakit sistemik sebelumnya.

Pemeriksaan fisik :
A. General : Hubungan dengan penyakit sistemik
 Artritis : deformitas sendi
 Sindrom Reiter dan Bencet : Lesi bagian oral.
 Psoriasis : Rash

B. Visual Acuity
Terjadi penurunan pada pasien dengan uveitis anterior, karena clouding cornea
(edema), jumlah yang banyak dari sel dan juga flare pada kamera okuli anterior, atau
berhubungan dengan cystoid macular edema.

C. Pemeriksaan luar
Pemeriksaan menggunakan iluminasi atau penerangan berguna dalam menentukan
hyperemia, ukuran dan reaktifitas pupil, heterokromia (Sindrom Fuch).

D. Slit-lamp
Bersifat kualitatif, untuk melihat segmen anterior,
dapat melihat injeksi siliar dan episklera, skleritis,
edema kornea, presipitat keratik, bentuk dan jumlah sel di bilik mata, hipopion serta
kekeruhan lensa.

E. Tonometri
Pengukuran tekanan intra ocular
akurat penting untuk diagnosis awal
uveitis anterior. Pada uveitis anterior
akut TIO dapat tinggi, rendah, atau
normal. Pada uveitis anterior kronis
biasanya terjadi peningkatan TIO.

F. Gonioskopi
Bermanfaat untuk menentukan keadaan
Peripheral Anterior Synechia yang
mengindikasi riwayat inflamasi.

Pemeriksaan Penunjang :
A. Pemeriksaan laboratorium
 Complete blood count dengan differential count : Untuk menunjukan penyakit
sistemik yang di derita pasien yang menyebabkan uveitis anterior. Dapat berguna
dalam identifikasi etiologi penyakit infeksi.

Secara umum, ketika uveitis anterior merupakan presentasi awal, unilateral, dan terjadi pada
pasien yang asimptomatik, tidak ada pemeriksaan lebih lanjut yang ditunjukkan. Tetapi jika
pasien dengan uveitis anterior berulang, kronis, atau bilateral dan terdapat yang tanda atau
gejalanya menunjukkan etiologi sistemik spesifik harus menjalani pemeriksaan penyakit
spesifik.

DD
1. Uveitis intermediate
2. Uveitis posterior
3. Panophthalmitis
Manajemen
Farmakologi
Tujuan umum terapi di uveitis adalah:
• Untuk menjaga ketajaman visual
• Untuk menghilangkan rasa sakit pada mata
• Untuk menghilangkan peradangan mata atau mengidentifikasi sumber peradangan
• Untuk mencegah pembentukan sinekia
• Untuk mengelola tekanan intraokular.

Pengobatan uveitis anterior tidak spesifik, biasanya melibatkan topikal terapi dengan
kortikosteroid dan cycloplegics. Kadang steroid oral atau obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID) dapat diresepkan

1. Corticosteroid

 anti-inflamasi saat beraksi sangat berguna dalam mengendalikan peradangan pada


tahap akut. Karena aktivitas anti-alergi dan anti-fibrotik mereka mengurangi fibrosis
dan dengan demikian mencegah disorganisasi dan penghancuran jaringan.

 Topikal — Obat tetes mata dan salep mata,

 betamethason 0,1%
 prednisolon 0,5 %
 deksamethason 0,1%
 Salep mata pada waktu tidur.

 Satu tetes perjam untuk 3 hari lalu


 Setiap 2 jam untuk 3 hari lalu
 4 kali per hari untuk 1 minggu
 3 kali perhari untuk 1 minggu lalu
 2 kali perhari untuk 1 minggu lalu
 1 kali perhari untuk 1 minggu lalu berhenti
 Pengobatan cenderung berakhir dalam 5-6 minggu

 Kortikostreroid sistemik diberikan pada uveitis berat atau uveitis bilateral

 Penggunaan kortikosteroid harus dipantau karena meningkatkan tio, dan


meningkatkan infeksi bakteri atau jamur jika digunaan dalam waktu panjang

 Suntikan periokular steroid (mis. 40-80 mg metilprednisolon atau triamcinolon).


Lebih baik menggunakan steroid topikal kekuatan penuh selama 6 minggu untuk
memastikannya bahwa pasien tidak memiliki efek samping seperti peningkatan
tekanan intraokular.

 Diindikasikan untuk

 Uveitis anterior akut berat

 Sebagai tambahan terhadap terapi topikal atau sistemik pada uveitis anterior
kronis yang resisten dalam kasus kepatuhan pasien yang buruk dengan obat
topikal atau sistemik.

 Steroid sistemik lengkap dengan dosis perawatan tapering, mis., Prednisolon


1-1,5mg/kg atau jumlah yang setara dari steroid lain (deksametason atau betametason)
diberikan empat kali setiap hari selama 1-2 minggu dan kemudian secara bertahap
dikurangi dengan interval mingguan selama periode 5-6 minggu. Itu ditunjukkan
dalam kasus – kasus

 Uveitis berat

 Ketika tidak ada perbaikan pada steroid topikal dan periokular maksimal

2. Siklopegik dan midriasis

 menjaga iris dan badan silier istirahat dengan melumpuhkan otot siliaris dan
menenangkan kejang otot silier yang selalu dikaitkan dengan iritis.

 mengurangi hiperemia dengan menyebabkan vasodilatasi. Ini meningkatkan suplai


darah ke uvea anterior. Akibatnya lebih banyak antibodi yang mencapai jaringan
target dan lebih banyak toksin yang diserap.

 mencegah pembentukan sinekia posterior dan memecah sinekia yang baru


terbentuk yang tidak melekat dengan melebarkan pupil.

Obat yangdiberikan adalah:


 siklopentolat 0,5-2% atau homatropin2%
 siklopentolat menginduksi siklopegik dalam waktu 25-75 menit dan midrisis dalam
30-60 menit dan efeknyya dapat bertahan selama satu hari
 homatropin merupakan pilihan utama untuk uveitis, menginduki siklopegik dalam 30-
90 menit dan midriasis dalam 10-30 menit, efek siklopegik dapat bertahan selama 10
jam-48 jam, sedangkan midriasis bertahan selama 6jam sampai 4 hari.

Dalam kasus yang lebih ringan, zat kerja pendek seperti siklopentolat 1% atau homatropin
2% tiga kali lipat setiap hari dapat digunakan.

Kacamata gelap atau perisai mata juga dapat digunakan untuk menghindari silau,
ketidaknyamanan dan lakrimasi secara khusus di bawah sinar matahari.
3. Obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID) dan Sitotoksik

 NSAID diberikan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi mis. aspirin, ibuprofen, dll.

Obat anti-inflamasi non-steroid bekerja dengan menghambat arachidonic asam, mis.


flurbiprofen, indometasin, diklofenak. Ini lebih aman karena penggunaan steroid
yang berkepanjangan mungkin menghasilkan glaukoma sudut terbuka dengan
mengurangi fasilitas aliran keluar, katarak dan infeksi sekunder bakteri atau jamur.
 Baru-baru ini siklosporin, agen imunosupresif anti-T sel yang kuat dan obat sitotoksik
telah dicoba dalam kasus yang resisten terhadap steroid.

 Antimetabolit dan imunosupresif sistemik seperti metotreksat, siklofosfamid dan


siklosporin diindikasikan untuk Uveitis yang mengancam penglihatan yang bilateral,
non-infeksi reversibel, gagal merespons steroid yang memadai

 Agen ini harus diberikan dengan sangat hati-hati di bawah pengawasan ahli
hematologi atau seorang ahli onkologi karena mereka memiliki efek samping yang
merugikan pada ginjal, hati dan menyebabkan depresi sumsum tulang. Baru-baru ini
azathioprine, mycophenolate, mofetil, tacrolimus digunakan dalam keadaan tidak
responsif atau tidak toleran.

4. Antibiotik

 Antibiotik generasi ketiga spektrum luas modern memiliki nilai luar biasa terutama
pada kasus uveitis purulen.

Perawatan Khusus
Pengobatan khusus penyakit yang mendasari harus ditambahkan jika etiologinya
diidentifikasi mis. Reiter's sindrom, sindrom Behcet, sifilis, TBC dll.

Komplikasi
1. Katarak

2. Cystoid macular edema


3. Glaukoma
4. Band keratopathy

Prognosis
Ad Bonam
Sebagian besar kasus uveitis anterior berespon baik pada diagnosis dan pengobatan sedini
mungkin. Uveitis anterior dapat kambuh jika pasien memiliki etiologi sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
(1)(2)(3)(4)(5)(6)(7)(8)(9)(10)
1. Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah
Kebutaan. eJournal Kedokt Indones. 2016;4(1).
2. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas S., dr. Sri Rahayu Yulianti S. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
3. Mcneil R. Grading of ocular inflammation in uveitis: an overview. Eyenews.
2016;22(5).
4. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 6th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2014.
5. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomy. Vol. 91. Philadelphia,
PA: Elsevier; 2012.
6. Acharya NR, Tham VM, Esterberg E, Borkar DS, Parker J V., Vinoya AC, et al.
Incidence and prevalence of uveitis: Results from the Pacific Ocular Inflammation
Study. JAMA Ophthalmol. 2013;131(11):1405–12.
7. Khan MM, Iqbal MS, Jafri AR, Rai P, Niazi JH. Management of Complications of
Anterior Uveitis. 2008;25(1):1–6.
8. Michaudet C, Malaty J. Cerumen impaction: Diagnosis and management. Am Fam
Physician. 2018;98(8):525–9.
9. Association AO. Anterior uveitis. Optometric Clinical Practice Guideline. 2006.
10. Jogi R. Basic Ophthalmology, 4th Edition.pdf. 2009. 512 p.
11. Opthalmic diagnosis & threatment. Thrid edition
12. Opthalmology at a glance j. Oliver & L. Cassidy

Anda mungkin juga menyukai