Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

TRAUMA MATA AKIBAT ZAT KIMIA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas SMF Ilmu Kesehatan Kerja

Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Bandung

Disusun oleh :

Dokter Muda Kelompok 22

Preseptor:

Yudi Feriandi, dr.

SMF ILMU KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah yang Maha Esa

karena hanya atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat

dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Bandung.

Dengan disusunnya referat ini penulis berharap akan membawa manfaat

baik bagi penulis sebagai penyusun maupun bagi pembaca yang membaca referat

yang penulis susun.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada

pihak yang telah membantu kelacaran penyusunan referat ini, yaitu, Raden

Ganang Ibnusantosa, dr., MMRS. atas bimbingan serta saran-sarannya. Tidak lupa

terhadap teman – teman kelompok 22 atas kerjasamanya.

Penulis sadar bahwa dalam referat ini masih banyak terdapat kesalahan.

Oleh karena itu penulis ingin meminta maaf atas kekurangannya. Saran dan kritik

yang membangun akan penulis terima dengan hati terbuka untuk pembelajaran di

masa yang akan datang agar lebih baik lagi.

Bandung, 8 Juli 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Epidemiologi................................................................................................4
1.2 Patogenesis dan faktor risiko.....................................................................4
1.3 Gejala Klinis................................................................................................5
1.4 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................5
1.5 Kriteria Diagnosis.......................................................................................6
1.5.1 Diagnosis Klinis....................................................................................6
1.5.2 Diagnosis Okupasi................................................................................8
BAB II.....................................................................................................................9
2.1 Tatalaksana Medis......................................................................................9
2.2 Tata Laksana Okupasi..............................................................................11
BAB III..................................................................................................................20
PENUTUP.............................................................................................................20
3.1 Komplikasi.................................................................................................20
3.2 prognosis....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Epidemiologi
Trauma kimia menjadi penyebab sekitar 10% kunjungan pasien ke Rumah
Sakit dengan keluhan pada mata. Lebih dari 60% trauma terjadi di tempat kerja,
dan 30% terjadi di rumah. Trauma kimia dapat terjadi pada seluruh usia, namun
kebanyakan terjadi pada usia 16-45 tahun. Pria tiga kali lebih sering terkena
dibandingkan wanita, hal ini mungkin akibat predominasi pria dalam pekerjaan
perindustrian, seperti konstruksi dan pertambangan yang risiko tinggi untuk
trauma okular.1

1.2 Patogenesis dan faktor risiko


1. Asam
Penyebab tersering trauma kimia akibat asam pada mata adalah sulfur,
asam sulfat, asam hidroflour, asam asetat dan asam klorat. Asam
memiliki nilai pH yang lebih rendah dari mata manusia yang
mengendapkan protein jaringan, menciptakan penghalang untuk
penetrasi okular lebih lanjut. Oleh karena itu, trauma asam cenderung
tidak separah trauma alkali. Kecuali asam hidroflour yang dapat
melewati membran sel dan memasuki ruang anterior mata.
Bereaksi dengan kolagen yang mengakibatkan pemendekan serat
kolagen sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraokular (IOP)
secara cepat. Setelah terjadi luka bakar asam yang parah dengan
adanya kerusakan pada ciliary body, maka akan menimbulkan
penurunan kadar askorbat.
2. Basa
Amonia, natrium hidroksida, dan batu kapur adalah bahan kimia alkali
yang paling umum terlibat. Luka bakar alkali menyebabkan kerusakan
kornea dengan perubahan pH, ulserasi, proteolisis, dan cacat sintesis
kolagen. Zat alkali bersifat lipofilik dan menembus mata lebih cepat

4
daripada asam. Jaringan yang rusak mengeluarkan enzim proteolitik
sebagai bagian dari respons peradangan yang mengarah pada
kerusakan lebih lanjut. Zat alkali dapat menembus ke dalam ruang
anterior menyebabkan pembentukan katarak, kerusakan pada ciliary
body dan kerusakan pada trabecular meshwork.
Kerusakan pada epitel kornea dan konjungtiva dari luka bakar mata
mungkin sangat parah sehingga merusak sel induk limbal pluripoten
yang menyebabkan defisiensi sel induk limbal. Hal ini dapat
menyebabkan kekeruhan dan neovaskularisasi kornea. Terjadi
peningkatan tekanan intraokular (TIO) akut karena penyusutan dan
kontraksi kornea dan sklera. Peningkatan TIO jangka panjang dapat
terjadi dari akumulasi inflamasi di dalam trabecular meshwork, serta
kerusakan pada trabecular meshwork itu sendiri.
Kerusakan konjungtiva dapat menyebabkan jaringan parut yang luas,
iskemia perilimbal, dan kontraktur forniks. Hilangnya sel goblet dan
peradangan konjungtiva dapat membuat permukaan mata rentan
terhadap kekeringan.Malposisi kelopak mata dapat terjadi karena
pembentukan symblepharon yang mengarah ke entropion atau
ektropion cicatrikial.2
3. Faktor risiko
Beresiko tinggi apabila bekerja dengan bahan-bahan kimia, seperti
tukang ledeng, cleaning service, petani, pekerja di kolam renang,
montir, pelukis, konstruksi dan pertambangan.

1.3 Gejala Klinis


Gejala-gejala dapat berupa nyeri pada mata, rasa terbakar pada mata, mata
merah dan bengkak, mata berair, penglihatan kabur, nyeri pada mata ketika
terkena cahaya, dan sensasi benda asing.3

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah


pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata
harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata

5
dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan
oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula pada
organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan
kornea. dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular.
Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa.
Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi
dan prognosisnya

1.5 Kriteria Diagnosis


1.5.1 Diagnosis Klinis

1. Anamnesis

Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis
dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri
dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya
halo di sekitar cahaya.

Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan


atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa
mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar.

Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan


kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai
mata.Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan,
serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian juga merupakan
anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi


yang cukup pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan
irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan

6
integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan pemberian anestesi topikal

Pada pemeriksaan fisik dan oftamologi dapat di jumpai adalah defek epitel
kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel.
Secara umum dari pemeriksaan fisik dapat di jumpai :

 Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi
total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.

 Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang
penyembuhannya tidak baik.

 Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini
biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih
dalam.

 Peningkatan tekanan intraokular

 Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini
menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan
bola yang telah terkena trauma.

 Inflamasi konjungtiva.

 Iskemia perilimbus

 Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan


kekeruhan kornea

Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan
berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit
sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat
ditemukan keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada
stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena

7
terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan
derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada
kornea.4

1.5.2 Diagnosis Okupasi


Diagnosis akibat kerja dilakukan pendekatan sistematis agar mendapatkan
informasi yang diperlkan dalam anamnesis. Terdapat tujuh langkah diagnosis
penyakit akibat kerja (PAK) yang dilakukan sebagai berikut:

1) Menegakan diagnosnis klinis dapat dilakukan dengan anamnesa,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan
khusus apabila diperlukan
2) Menentukan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja. Pada
pekerja yang mengangkat beban, perlu di ketahui periode waktu
bekerja, cara bekerja, proses bekerja, serta cara mengangkat beban
tersebut.
3) Langkah ketiga menentukan apakah terdapat hubungan antara pajanan
dengan diagnosis klinis. Pajanan yang teridentifikasi berdasarkan
evidence based dihubungkan dengan penyakit yang dialami.
4) Menentukan besarnya pajanan dapat dinilai dengan 2 cara yaitu
kualitatif dan kuantitatif. Penilaian tersebut untuk menentukan
kecukupan pajanan untuk menimbulkan gejala penyakit. Penilaian
kualitatif dapat berupa pengamatan cara, proses, dan lingkungan kerja
dengan memperhitungkan lama kerja dan masa kerja. Penggunaan alat
pelindung diri juga dinilai untuk menghitung seberapa besar pajanan
dapat dikurangi. Penilaian kuantitatif berupa pengukuran lingkungan
kerja yang dilakukan secara periodik.
5) Menentukan fakotr individu yang berperan terhadap timbulnya
penyakit seperti jenis kelamin, usia, hobi, riwayat penyakit, serta
penyakit penyerta.

8
6) Menentukan pajanan dari luar tempat kerja berupa informasi kegiatan
yang dilakukan diluar rumah seperti hobi, pekerjaan rumah, dan
pekerjaan sampingan
7) Langkah terakhir adalah penetuan diagnosis penyakit akibat kerja atau
bukan penyakit akibat kerja berdasarkan enam langkah di atas.5

BAB II

PENATALAKSANAAN

2.1 Tatalaksana Medis

Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana

sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan

risiko inflamasi. Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu:

1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat

selama minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air

tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk

menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal

dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan

eversi kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi forniks.

2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan

menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral

(pH=7.0)

3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan

menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod.

9
Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat membantu dalam

pembersihan partikel dari forniks dalam.6

Selanjutnya, penatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga derajat

sedang meliputi:

1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator

atau glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang

nekrosis yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium

hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.

2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk

mencegah spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas

pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.

3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi.

(tobramisin, gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin,

eritromisin).

4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi

nyeri.

5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan

Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg oral), beta blocker (Timolol 0,5%

atau Levobunolol 0,5%).

6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch). 6

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi:

1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai

tekanan intraokular dan penyembuhan kornea.

10
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing

3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.

4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari;

eritromisin 2-4 kali sehari)

5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per

hari). Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang

menghambat reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari

pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen dan

migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga

meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat

diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.

6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular.

Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade

jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.

7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata. 6

2.2 Tata Laksana Okupasi

a. Tata Laksana Okupasi pada Individu Pekerja

a. Penetapan kelayakan kerja

Penetapan kelayakan pekerja dalam pekerjaannya dilakukan oleh

perawat atau dokter yang bertugas di tempat kerja. Setiap pekerja

yang bekerja akan dilakukan pemeriksaan rutin setiap harinya jika

terdapat pasien yang tidak sehat maka pasien tidak layak untuk

bekerja.7

 Tahap – tahap

11
i. Persiapan tenaga kerja seperti puasa selama 12 jam dan

tidak terpapar dengan kebisingan selama 12 jam;

ii. Dilakukan pemeriksaan berat badan, tinggi badan dan

tekanan darah;

iii. Anamnesis mengenai keluhan yang berkaitan dengan

faktor resiko di tempat kerja;

iv. Pemeriksan fisik secara menyeluruh apakah terdapat ke

abnormalan;

v. Menyimpulkan diagnosis sementara jika terdapat;

vi. Pemeriksaan rotgen thorax jika di butuhkan;

vii. Pemeriksaan mata;

viii. Pemeriksaan penunjang lainnya jika di butuhkan.8

 Pelaporan

Laporan diberikan kepada pemilik perusahaan dengan

mengambil rata rata dari seluruh pekerja yang melakukan

pemeriksaan

b. Program kembali bekerja (Return to Work)

Definisi :

Rangkaian alur untuk tatalaksana penanganan pekerja yang

kecelakaan Kerja maupun Penyakit yang di sebabkan oleh

pekerjaan melalui pelayanan kesehatan, rehabilitasi, serta

pelatihan yang bertujuan untuk memulikan kinerja dan fungsi

pekerja agar dapat bekerja kembali bekerja.9,10

12
Syarat mengikuti:

 Merupakan peserta BPJS ketenagakerjaan dalam program JKK

yang sudah terdaftar sebelumnya;

 Pemberi pekerjaan tertib dalam membayar iuran;

 Mengalami kecelakaan akibat pekerjaan kerja atau penyakit

akibat pekerjaan yang menimbulkan kecacatan;

 Memiliki rekomendasi dokter penasehat untuk pekerja yang

memerlukan fasilitasi dalam return to work;

 Pemberi pekerjaan serta pekerja bersedia menandatangani surat

persetujuan untuk mengikuti program return to work. 9,10

Alur Pelaporan :

13
 Pertama, Jika peserta mengalami kecelakaan ketika bekerja,

perusahaan wajib mengisi formulir BPJS Ketenagakerjaan 3 atau

laporan kecelakaan tahap 1 dan dikirimkan ke kantor BPJS

Ketenagakerajaan dengan waktu paling lambat 2×24 jam dihitung

sejak kecelakaan itu terjadi;

 Kedua, pekerja dinyatakan sembuh atau meninggal dunia oleh

dokter yang merawat. Perusahaan wajib mengisi form 3a atau

laporan kecelakaan tahap 2 dan dikirimkan ke BPJS

Ketenagakerjaaan dengan waktu paling lambat 2×24 jam dihitung

sejak tenaga kerja dinyatakan sembuh atau meninggal;

14
 Ketiga, formulir BPJS Ketenagakerjaan 3a yang telah diisi

memiliki fungsi untuk pengajuan permintaan pembayaran

jaminan. 9,10

Form pelaporan tahap 1 :

15
Formulir tahap 2:

16
17
Form yang diberikann dokter:

18
c. Penentuan kecacatan

19
Tindakan ini dilakukan oleh Dokter Penasehat, yaitu dokter

yang diangkat oleh Menteri untuk untuk bertugas memberi

pertimbangan medis dalam menentukan skala persentase

kecacatan yang disebabkan oleh kecelakaan akibat kerja dan/atau

penyakit akibat kerja dan juga memberikan rekomendasi untuk

program return to work.11

20
21
22
23
B. Tatalaksana Okupasi pada Komunitas Pekerja

Bahan kimia terkadang menjadi keperluan yang dibutuhkan di tempar

kerja. Bahan kimia yang ada di tempat kerja dapat berupa produk akhir atau bahan

baku untuk membuat produk. Bahan kimia lain yang digunakan dapat berupa

pelumas, pembersih, bahan bakar atau produk sampingan. Bahan kimia yang

digunakan dapat mempengaruhi kesehatan. Dampak dapat muncul perlahan,

bahkan bertahun-tahun.5

1) Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja apabila terjadi akan meninggalkan dampak irreversible,

sehingga tindakan pencegahan harus dilakukan. Upaya pencegahan

kecelakaan kerja menurut permenkes RI no. 56 tahun 2016, antara lain;5

a) Identifikasi potensi bahaya Kecelakaan Kerja

Perlu diketahui bahwa zat kimia dapat memberikan dampak

negative untuk kesehatan. Semua bahan kimia harus dianggap sebagau

sumber potensi bahaya, sehingga perlu diketahui sepenuhnya

24
mengenai dampak bahan kimia tersebut. Dari bagaimana wujud bahan

kimia selama proses kerja, agar diketahui bagaimana pasien bisa

kontak dengan bahan kimia tersebut dan bagaimana paparan dapat

dikendalikan.13

b) Promosi kesehatan kerja sesuai dengan hasil identifikasi potensi bahay

yang ada di tempat kerja

Identifikasi dengan lembar data keselamatan dan label. Pelabelan

adalah kegiatan memberi tanda berupa gambar atau symbol, huruf atau

tulisan atau kombinasi antar keduanya yang diletakan pada bahan

kimia agar dapat memberi informasi bahwa bahan kimia tersebut

memiliki kalimat peringatan dan tanda atau symbol bahaya dan

petunjuk pertolongan pertama pada kecelakaan.13

Lembar date keselamatan bahan adalah lembar petunjuk yang berisi

informasi tentang sifat dari bahan berbahaya, jenis bahaya yang

ditimbukan, cara penanganan dan tindakan khusus yang berhubungan

dengan keadaan darurat dalam penanganan bahan berbahaya.13

Gunakan media visual seperti rambu dan poster di area

kerja untuk memperingati para pekerja.

c) Melakukan pengendalian potensi bahaya tempat kerja

Potensi bahaya bahan kimia harus dilakukan pengendalian

misalnya dengan pemasangan exhaust pada sumber polutan, gunakan

rotasi kerja agar waktu paparan berkurang. Buat kebijakan mengenai

keselamatan yang berupa menghindari menggosok mata dengan baju

yang digunakan, selalu rapihkan bahan kimia yang sudah digunakan.13

25
d) Pemberian informasi mengenai alat pelindung diri yang sesuai dengan

potensi bahaya yang ada di tempat kerja dan cara pemakaian alat

pelindung diri yang benar

Memperhatikan alat pelindung diri yang diperlukan pekerja

seperti masker, sarung tangan dan kacamata.13 Pastikan APD pas dan

nyaman digunakan.

e) Pemberian imunisasi bila perlu

2) Penemuan dini kecelakaan kerja

a) Pemeriksaan kesehatan pra kerja

Permeriksaan ini dilakukan untuk seseorang yang akan

masuk kerja atau ditempatkan pada bagian pekerjaan tertentu yang

terdapat ancaman terhadap kesehatan yang mungkin terjadi.

b) Pemeriksaan berkala

Pemeriksaan teratur setelah melakukan pemeriksaan awal

saat penempatan. Pemeriksaan ini disesuaikan dengan organ tubuh atau

sistem yang akan terpengaruhi karena pekerjaan.

c) Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan dengan indikasi khusus apabila ada keluhan

atau ada potensi bahaya ditempat kerja.5

d) Surveilans kesehatan pekerja dan lingkungan kerja

Pemeriksaan kesehatan dilakukan sesuai potensi bahaya di

tempat kerja termasuk kedalam surveilans kesehatan pekerja. Data

26
kesehatan pekerja dapat dihubungkan denga lingkungan kerja untuk

mengetahui keterkaitan penyakit dengan potensi bahaya di tempat kerja.5

BAB III

PENUTUP

3.1 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi 14

1) Simblefaron, penempelan palpebral konjungtiva dnegan konjuntiva bulbi

2) Kornea keruh, edema, neurovascular karena adanya denaturasi protein dan

kerusakan kornea.

3) Sindroma mata kering

4) Katarak traumatic, komponen basa dapat meningkatkan pH cairan aquos

dan menurunkan kaar glukosa dan askorbat apabila mengenai mata. Asam

cenderung sulit masuk ke bagian dalam mata.

5) Glaucoma sudut tertutup, akibatsumbatan pada drainase aquos humor.

6) Entropion dan phthisis bulbi, komplikasi jangka panjang pada trauma kimia.

7) Kebutaan

27
3.2 prognosis

Prognosis trauma kimia pada mata ditentukan oleh penyebab trauma.

Iskemik yang terjadi pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva menjadi

parameter keparahan trauma dan prognosis. Iskemik yang luas menandakan

bahwa prognosis buruk. Prognosis buruk akan terlihat daari gambaran mata

berupa mata cooked fish eye.14

DAFTAR PUSTAKA

1. Subagio S, Muhammad Y, Rani H. Trauma kimia asam okuli dextra. J


Agromedicine. 2019;6(1):211.

2. Singh P, Manoj T, Yogesh K, KK G, PD S. Ocular chemical injuries and


their management. Oman Journal of Ophthalmology [internet]. 2013
[diunduh 08 juli 2020]. Tersedia dari: http://www.ojoonline.org/text.asp?
2013/6/2/83/116624

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Trauma kimia pada mata.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan;2018.
4. Oleh Lubis Rahmaawatu Rodiah a. 2014; Tersedia dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/52275/Trauma
Kimia.pdf?sequence=2
5. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja.
Menteri Kesehat. 2016;1–35.
6. Fish R, Davidson R. Management of ocular thermal and chemical injuries,

including amniotic membrane therapy.2010. University of Colorado School

28
of Medicine, Opinion in Ophthalmology 2010, 21:317–3211.

7. Victor UG, Toni WA. SISTEM PAKAR PENENTUAN KELAYAKAN

KESEHATAN PEKERJA DENGAN METODE RULE-BASED.

2019;10:200–5.

8. Lin Y. Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja. Meily K, Lin Y, Devi D,

editors. Jakarta: PERHIMPUNAN DOKTER KESEHATAN KERJA

INDONESIA;

9. Siregar MA. Tata Laksana Program Kembali Kerja ( Return to Work )

BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan [Internet]. 2017;

(September). Available from: http://perdoki.or.id/pdf/8.pdf

10. Permenaker Nomor 10 Tahun 2016. 2016;(387).

11. R. Mohamad Mulyadin MI& KA. Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2015

tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan

Kematian. 2013;

12. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56

Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja.

Menteri Kesehat. 2016;1–35.

13. Armbruster D. Accuracy Controls. Vol. 33, Clinics in Laboratory

Medicine. 2013. 125-137 hal.

14. Oleh D. T R a U M a K I M I a. 2014; Tersedia pada:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/52275/Trauma

Kimia.pdf?sequence=2

29
Lampiran

30

Anda mungkin juga menyukai