D
I
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK 7:
Akhid Lutfia Winarni (04021181320003)
Herlin Fatia Yulianda (04021181320008)
Poppi Nadia Dewarani (04021181320010)
Elin Putri (04021181320014)
Okta Winarsih (04021181320031)
Ade Putri Ayu (04021281320005)
Amelia Damayanti (04021281320007)
Sri Rahmatiyah (04021281320025)
1. Pengertian
Pemasangan bidai adalah memasang alat untuk imobilisasi/mempertahankan
kedudukan tulang yang patah.
d. Bagian yang menempel tubuh dilapisi dengan kapas dan dibalut dengan
verban.
5. Macam-macam bidai:
a. Rigid splint: jenis ini terbuat dari bahan yang keras. Jenis rigid splint yaitu
papan panjang, plastik kertas, besi, kayu
b. Soft splint: jenis ini terbuat dari bahan yang lembut. Jenis soft splint meliputi
splint udara, bantal dan mitella. Soft splint sebaiknya tidak dipergunakan pada
fraktur angulasi, karena akan meningkatkan tekanan secara otomatis. saat
menggunakan splint udara, harus secara rutin diperiksa tekanannya untuk
memastikan bahwa splint tidak terlalu kencang/kendor. Splint udara baik
untuk fraktur pada lengan bawah dan tungkai bawah. Splint udara berguna
untuk memperlambat perdarahan, tetapi dapat meningkatkan tekanan seperti
peningkatan suhu/tekanan. Kelemahan dari splint udara adalah nadi tidak
dapat dimonitor bila splint terpasang, dapat menimbulkan sindrom
kompartemen dan menimbulkan sakit pada kulit dan nyeri bila dibuka.
Bantal adalah splint yang baik untuk trauma pada lutut atau kaki dan
digunakan untuk stabilisasi dislokasi bahu. Mitela adalah sangat baik untuk
fiksasi trauma klavikula, bahu, lengan atas, siku dan kadang-kadang telapak
tangan. Beberapa trauma pada bahu menyebabkan bahu tidak dapat didekatkan
pada dinding dada tanpa menggunakan paksaan. Dalam kasus ini bantal
digunakan untuk menjembatani gap yang ada antara dinding dada dan lengan
atas.
c. Traction splint: digunakan untuk imobilisasi, mengurangi nyeri. Bentuk ini
dirancang untuk fraktur ekstremitas bawah. Splint ini menyebabkan
imobilisasi paha dengan melakukan tarikan pada ekstremitas dengan
menggunakan counter traction terhadap ischium dan sendi panggul. Traksi ini
akan mengurangi terjadinya spasme pada otot. Jika traksi ini tidak dilakukan
akan menyebabkan nyeri hebat karena ujung tulang akan saling
bersinggungan. Ada banyak desain dan tipe dari splint yang cocok untuk traksi
ekstremitas bawah, tetapi harus hati-hati dan teliti untuk mencegah tarikan
yang terlalu besar sehingga dapat menyebabkan gangguan sirkulasi pada kaki.
b. Periksa dan catat sensasi distal dan sirkulasi sebelum dan setelah splinting.
Periksa gerakan distal dari fraktur jika mungkin, dengan cara minta klien
menggerakkan jari atau ekstermitasnya dan aplikasikan dengan rangsangan
nyeri.
c. Jika ekstremitas klien tersebut menunjukkan angulasi, dan denyut nadi tidak
ada, klien harus dilakukan traksi yang halus untuk meluruskannya. Traksi ini
tidak boleh lebih dari 5 kg. Jika tidak berhasil pertahankan ekstremitas tersebut
dalam posisi angulasi.
g. Luruskan splint dengan benar. Hal ini mungkin benar bila terdapat defek kulit
atau penonjolan tulang yang dapat menekan splint dengan keras
h. Jangan lakukan penekanan ujung tulang dibawah kulit. Jika dilakukan traksi
dan ujung tulang retraksi kembali pada luka, jangan menambah jumlah traksi.
Jangan menggunakan tangan atau peralatan apapun untuk menarik ujung
tulang keluar, tetapi pastikan untuk menemui dokter. Ujung tulang harus ecara
hati-hati diluruskan dengan menggunakan perban. Penyembuhan tulang dapat
dipercepat jika ujung tulang dijaga tetap pada posisi normal bila waktu
transportasi lama.
i. Jika terdapat keadaan yang mengancam jiwa, fraktur dapat di splint sambil
memindahkan klien. Tetapi bila fraktur tersebut tidak serius, lakukan splinting
sebelum memindahkan klien.
7. Persiapan pasien:
a. Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan dan keadaan
8. Persiapan alat
a. Perlindungan diri (masker/sarung tangan)
b. Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
c. Kasa steril dan desinfectan
d. Verban/mitellah
1. Pengertian pembalutan
Pembalutan adalah tindakan medis untuk menyangga atau menahan bagian
tubuh tertentu agar tidak bergeser atau berubah dari posisi yang dikehendaki.
2. Tujuan pembalutan
menahan sesuatu misalnya bidai (spalk), kasa penutup luka, dan sebagainya
agar tidak bergeser dari tempatnya
menahan pembengkakan (menghentikan pendarahan: pembalut tekanan)
menunjang bagian tubuh yang cedera
menjaga agar bagian yang cedera tidak bergerak
menutup bagian tubuh agar tidak terkontaminasi.
3. Macam-macam pembalutan
o Mitella (pembalut segitiga)
o Dasi (cravat)
o Pita (pembalut gulung)
o Plester (pembalut berperekat)
o Pembalut lainnya
o Kassa steril
a. MITELLA (pembalut segitiga)
Bahan pembalut dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai
ukuran. Panjang kaki antara 50-100 cm. Pembalut ini biasa dipakai pada cedera di
kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan, pinggul, telapak kaki, dan untuk
menggantung lengan. Dapat dilipat-lipat sejajar dengan alasnya dan menjadi pembalut
bentuk dasi.
b. DASI (cravat)
Merupakan mitella yang dilipat-lipat dari salah satu ujungnya sehingga
berbentuk pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan lebarnya antara 5-10 cm.
Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala yang
lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis, dan kaki yang terkilir.
Cara membalut:
Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan
Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor, dengan cara sebelum diikat
arahnya saling menarik
Kedua ujung diikatkan secukupnya.
e. PEMBALUT LAINNYA
Snelverband: pembalut pita yang sudah ditambah kasa penutup luka, dan steril. Baru
dibuka saat akan digunakan, sering dipakai untuk menutup luka-luka lebar.
Sofratulle: kasa steril yang sudah direndam dalam antibiotika. Digunakan untuk
menutup luka-luka kecil.
Kassa steril
Kasa steril ialah potongan-potongan pembalut kasa yang sudah disterilkan dan
dibungkus sepotong demi sepotong. Pembungkus tidak boleh dibuka sebelum
digunakan. Kassa steril digunakan untuk menutup luka-luka kecil yang sudah
didisinfeksi atau diobati (misalnya sudah ditutupisofratulle), yaitu sebelum luka
dibalut atau diplester.
5. Prosedur Pembalutan:
o Perhatikan tempat atau letak bagian tubuh yang akan dibalut dengan
menjawab pertanyaan ini:
Bagian dari tubuh yang mana? (untuk menentukan macam pembalut yang
digunakan dan ukuran pembalut bila menggunakan pita)
Luka terbuka atau tidak? (untuk perawatan luka dan menghentikan
perdarahan)
Bagaimana luas luka? (untuk menentukan macam pembalut)
Perlu dibatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak? (untuk menentukan perlu
dibidai/tidak?)
o Pilih jenis pembalut yang akan digunakan. Dapat satu atau kombinasi.
o Sebelum dibalut, jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan
pembalut yang mengandung desinfektan. Jika terjadi disposisi/dislokasi perlu
direposisi. Urut-urutan tindakan desinfeksi luka terbuka:
Letakkan sepotong kasa steril di tengah luka (tidak usah ditekan) untuk
melindungi luka selama didesinfeksi.
Kulit sekitar luka dibasuh dengan air, disabun dan dicuci dengan zat
antiseptik.
Kasa penutup luka diambil kembali. Luka disiram dengan air steril untuk
membasuh bekuan darah dan kotoran yang terdapat di dalamnya.
Dengan menggunakan pinset steril (dibakar atau direbus lebih dahulu) kotoran
yang tidak hanyut ketika disiram dibersihkan.
Tutup lukanya dengan sehelai sofratulle atau kasa steril biasa. Kemudian di
atasnya dilapisi dengan kasa yang agak tebal dan lembut.
Kemudian berikan balutan yang menekan.
Apabila terjadi pendarahan, tindakan penghentian pendarahan dapat dilakukan dengan
cara:
Pembalut tekan, dipertahankan sampai pendarahan berhenti atau sampai
pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan.
Penekanan dengan jari tangan di pangkal arteri yang terluka. Penekanan paling
lama 15 menit.
Pengikatan dengan tourniquet.
Digunakan bila pendarahan sangat sulit dihentikan dengan cara biasa.
Lokasi pemasangan: lima jari di bawah ketiak (untuk pendarahan di lengan) dan lima
jari di bawah lipat paha (untuk pendarahan di kaki)
Cara: lilitkan torniket di tempat yang dikehendaki, sebelumnya dialasi dengan kain
atau kasa untuk mencegah lecet di kulit yang terkena torniket. Untuk torniket kain,
perlu dikencangkan dengan sepotong kayu. Tanda torniket sudah kencang ialah
menghilangnya denyut nadi di distal dan kulit menjadi pucat kekuningan.
Setiap 10 menit torniket dikendorkan selama 30 detik, sementara luka ditekan dengan
kasa steril.
Elevasi bagian yang terluka
o Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan:
Dapat membatasi pergeseran/gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi
Sesedikit mungkin membatasi gerak bgaian tubuh yang lain
Usahakan posisi balutan paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita.
Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya balutan berlapis, yang paling
bawah letaknya di sebelah distal.
Tidak mudah kendor atau lepas.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBALUTAN
f.
Menggendong lengan dengan mitella
Tekuk siku yang cedera 45 derajat.
Letakkan bagian alas segitiga pada telapak tangan salah satu sudut alas segitiga di kiri
leher lalu ke belakang leher dan sudut puncak segitiga berada di siku.
Sudut alas segitiga yang satunya ditarik ke arah kanan leher lalu ke belakang,
sehingga tangan berada dalam mitella dan buat simpul di belakang leher. Selanjutnya
sudut puncak segitiga dipasang peniti.
h. Pembalutan
pinggul
dengan mitella
Pasang pembalut dasi pada pinggang .
Lipat alas segitiga 2 kali, pasang alas segitiga pada pingkal paha lalu ikat, sedangkan
puncak segitiga kaitkan dengan pembalut dasi pada pinggang.
sudut puncak segitiga tarik ke bawah, kemudian penitikan.
k. Pembalutan
tumit dengan
mitella
Lipat lipat sisi alas kain segitiga sampai 2/3 tinggi kain segitiga.
Letakkan pinggir alas yang sudah dilipat lipat pada pangkal tumit/ kearah telapak
kaki dan ujung puncak segitiga berada di belakang betis menutupi tumit.
Ujung sudut alas segitiga yang di pangkal tumit, masing masing ditarik ke arah atas
menuju ke punggung pergelangan kaki, lalu buat silang, kemudian masing masing
ditarik ke arah tumit sbelah atas dan keduanya bertemu dengan menindih puncak
segitiga di persilangan.
Boleh di buat simpul disitu atau masing masing diteruskan kembali menuju
punggung pergelangan kaki, kalau ujung segitiga masih panjang, diteruskan ke bawah
menuju ke pangkal tumit, lalu buat simpul.
DAFTAR PUSTAKA
Krisanty, Paula. (2013). Asuhan keperawatan gawat darurat. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Kementrian Republik Indonesia. (2015). Modul 1 PPGD dan TAGANA: penanganan luka,
patah tulang dan biomekanika trauma. Jakarta: Kementrian RI.