Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Ilmu kedokteran keluarga merupakan disiplin akademik profesional, yaitu
pengetahuan klinik yang diimplementasikan pada komunitas keluarga yang
mempelajari pelayanan kesehatan untuk pasien dan keluarganya secara
berkesinambungan dan komprehensif. Prinsip kedokteran keluarga adalah
pendekatan keluarga.1
Ilmu kedokteran keluarga dituntut untuk diamalkan dan dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia, khususnya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pelayanan kedokteran keluarga. Prinsip dalam
kedokteran keluarga adalah pendekatan keluarga. Pendekatan merupakan
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang terencana dan terarah untuk
menggali, meningkatkan dan mengarahkan peran serta keluarga agar dapat
memanfaatkan potensi yang ada guna menyembuhkan dan menyelesaikan masalah
keluarga dan keluarga merupakan unit terkecil yang ada di masyarakat, individu
berinteraksi secara biologis, psikologis dan sosial.1
Makin meningkatnya harapan hidup, makin kompleks penyakit yang
diderita oleh manusia terutama orang lanjut usia. Jumlah Lansia (> 60) diperkirakan
21,7 juta jiwa atau 8,5% total penduduk Indonesia. Tiga provinsi di Indonesia
dengan persentase penduduk Lansia terbesar berada di provinsi DI Yogyakarta
(13,5%), Jawa Tengah (11,7%) dan Jawa Timur (11,5%).2
Kemunduran fungsi organ tubuh khususnya pada lansia menyebabkan
kelompok ini rawan terhadap serangan berbagai penyakit kronis, seperti diabetes
melitus, stroke, gagal ginjal, kanker, hipertensi, dan jantung. Adapun jenis keluhan
kesehatan yang paling banyak dialami lansia adalah darah tinggi.3
Menurut data WHO, di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4%
orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333
juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang,

1
termasuk Indonesia. Penyakit terbanyak pada usia lanjut berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah hipertensi. dengan prevalensi 45,9% pada usia
55-64 tahun, 57,6% pada usia 65,74% dan 63,8% pada usia ≥ 75 tahun.3
Tingginya penderita hipertensi pada lansia harus diupayakan untuk
dikendalikan dengan peran dokter keluarga. Dokter keluarga adalah tenaga
kesehatan tempat kontak pertama pasien untuk menyelesaikan semua masalah
kesehatan yang dihadapi dengan memberikan pelayanan kesehatan paripurna
kepada peserta dan keluarganya, dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat masyarakat guna mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal.4

I.2 Tujuan
I.2.1 Tujuan Umum
Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap pasien usia lanjut
dengan penyakit tidak menular yaitu hipertensi.
I.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik (fungsi keluarga, bentuk keluarga, dan siklus
keluarga) keluarga pasien dengan hipertensi.
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
kesehatan pada pasien lansia dengan hipertensi.
c. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pasien lansia dengan
hipertensi.

I.3 Manfaat
a. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran keluarga, serta
penatalaksanaan kasus hipertensi pada lansia dengan pendekatan
kedokteran keluarga.
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap memberikan
penatalaksanaan kepada pasien hipertensi terutama pada lansia dilakukan

2
secara holistik dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga
dalam proses kesembuhan.
c. Bagi Pasien dan Keluarga
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya bahwa keluarga
memiliki peran penting dalam kesembuhan dan mencegah kekambuhan
hipertensi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Kedokteran Keluarga


II.1.1 Pengertian Dokter Keluarga
Pelaksana pelayanan dokter keluarga kita kenal dengan dokter keluarga
(family doctor, family physician). Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendefinisikan
dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya
memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tapi bila perlu aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya.4
Dokter Keluarga menurut Olesen F, Dickinson J dan Hjortdahl P. dalam
jurnal General Practice adalah dokter yang dididik secara khusus untuk bertugas di
lini terdepan sistem pelayanan kesehatan bertugas mengambil langkah awal
penyelesaian semua masalah yang mungkin dimiliki pasien. Sedangkan Kolese
Dokter Indonesia (KDI, 2003) menterjemahkan secara maknawi sebagai berikut
dokter keluarga adalah dokter yang dididik secara khusus untuk bertugas di
lini terdepan sistem pelayanan kesehatan, bertugas mengambil langkah awal
penyelesaian semua masalah yang mungkin dipunyai pasien. 4

II.1.2 Tugas Dokter Keluarga


Tugas Dokter Keluarga dalam system Jaminan Pemeliharaan Kesehatan:
Memberikan pelayanan kesehatan paripurna kepada peserta dan keluarganya,
dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
masyarakat guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.4

II.1.3 Peran Dokter Keluarga


1. Pengaplikasi ilmu kedokteran klinik dan ilmu perilaku, dilengkapi ilmu
kedokteran mutakhir
2. Memantapkan pelayanan kesehatan primer dan sistem rujukan

4
3. Pengendali biaya:
a. Efektifitas pelayanan kesehatan
b. Efektifitas sumber daya kesehatan
c. Edukasi kesehatan
d. Pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Mengembalikan pelayanan kesehatan yang rasional dan manusiawi
Peran dokter keluarga menurut The Philippine Academy of Family
Physicians adalah:
a. Health Care Provider (penyelenggara pelayanan kesehatan)
b. Educator (teacher)
c. Counselor
d. Reseacher (life long learner)
e. Community Leader (Social Mobilizer)

II.1.4 Fungsi Dokter Keluarga


1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna, efektif dan efisien, sesuai
ketentuan yang berlaku
2. Meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat peserta agar
berperilaku hidup sehat
3. Menjalin kerjasama dengan semua fasilitas kesehatan dalam rangka
rujukan
4. Menjaga agar sumberdaya yang terbatas digunakan seefisien mungkin
5. Menjaga hubungan baik dan terbuka dengan para pelaku jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat lainnya

II.1.5 Pelayanan Kedokteran Keluarga


Pelayanan kesehatan/asuhan medis yang didukung oleh pengetahuan
kedokteran terkini secara menyeluruh (holistik), paripurna (komprehensif), terpadu,
berkesinambungan untuk menyelesaikan semua keluhan dari pengguna jasa/pasien
sebagai komponen keluarganya dengan tidak memandang umur, jenis kelamin dan
sesuai dengan kemampuan sosialnya.4

5
II.1.6 Tujuan Pelayanan Kedokteran Keluarga
Terselesaikannya masalah kesehatan keluarga dan terciptanya keluarga
yang partisipatif, sehat sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
anggota keluarga hidup produktif secara sosial dan ekonomi.4

II.1.7 Indikator Keberhasilan Pelayanan Kesehatan4


1. Meningkatnya status kesehatan keluarga dengan peningkatan kesehatan
fisik, mental dan sosial seluruh anggota keluarga
2. Meningkatnya status kesehatan keluarga dengan peningkatan kesehatan
fisik, mental dan sosial seluruh anggota keluarga
3. Meningkatnya peran serta setiap anggota keluarga khususnya penanggung
jawab keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan dirinya, sosial
maupun lingkungan keluarganya
4. Adanya kemampuan keluarga untuk mengatasi permasalahannya.
Semua tujuan ini selalu dimanfaatkan dalam pembahasan kasus yaitu evaluasi
keberhasilan tindakan untuk pencapaian tujuan pelayanan.

II.1.8 Karakteristik Pelayanan Kedokteran Keluarga4


Adalah pelayanan kesehatan/asuhan medik yang:
 Didukung oleh pengetahuan kedokteran mutakhir;

 Dilakukan secara paripurna (comprehensive), terpadu (integrated),
menyeluruh (holistic), berkesinambungan (sustainable);

 Terhadap semua keluhan dan pengguna jasa pelayanan kesehatan (PJPK)
sebagai komponen keluarganya;

 Dengan tidak memandang umur, jenis kelamin dan sesuai dengan
kemampuan yang ada

II.1.9 Asas-Asas Dalam Pelayanan Dokter Keluarga


Dalam pelayanan dokter keluarga seyogyanya memenuhi standar
pelayanan kedokteran yang bermutu dan berasaskan:
 Hukum dan etika profesi, serta moral dan spiritual

6
 Ilmu pengetahuan dan ketrampilan teknis kedokteran mutakhir

 Bersifat paripurna, terpadu, menyeluruh, bersinambung

1. Paripurna (Comprehensive)
Tersedianya semua langkah-langkah pelayanan kesehatan:
a. Promotif (peningkatan dan pembinaan)
b. Preventif (pencegahan dan perlindungan khusus)
c. Kuratif (deteksi dini dan tindakan segera)
d. Pencegahan cacat lebih lanjut (terapi, konsultasi, dan rujukan)
e. Rehabilitatif (pemulihan, pengendalian, evaluasi)
2. Terpadu (Integrated)
Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dalam bentuk interaksi antara
Dokter, Pasien dan Keluarga serta melibatkan seluruh komunitas
masyarakat disekitarnya.
3. Menyeluruh (Holistic)
Dilaksanakan pelayanan kesehatan yang meliputi semua aspek
kehidupan Pasien sebagai manusia seutuhnya yang meliputi aspek-
aspek :
 Biologis 
Psikologis 
Sosial
 Spiritual
4. Berkesinambungan (Sustainable)
Pelayanan kesehatan merupakan upaya terus menerus untuk
meningkatkan fungsi keluarga sesuai dengan sumber-sumber yang
dimiliki.
 Pendekatan yang manusiawi dan rasional
 Manfaat (memberikan manfaat yang sebesar-besarnya)
 Partisipasi keluarga (kehidupan PJPK dalam wawasan keluarga) 
Peduli pencegahan (Paradigma Sehat)

7
II.1.10 Prinsip-Prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga
Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti anjuran
WHO dan WONCA. Prinsip-prinsip ini juga merupakan simpulan untuk dapat
meningkatkan kualitas layanan dokter primer dalam melaksanakan pelayanan
kedokteran. Prinsip-prinsip pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga adalah
memberikan/mewujudkan:4
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
2. Pelayanan yang kontinu
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integrasi dari
keluarganya.
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya.
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum.
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan.
9. Pelayanan yang sadar biaya dan mutu.

II.1.11 Kompetensi dokter keluarga


Kompetensi Dokter Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter
Keluarga Indonesia tahun 2006 adalah:
1. Kompetensi dasar
a. Keterampilan Komunikasi Efektif
b. Keterampilan Klinis Dasar
c. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedis, ilmu klinis, ilmu
perilaku, dan epidemiologi dalam praktik kedokteran keluarga.
d. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga
ataupun masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik,
berkesinambungan, terkoordinasi, dan bekerja sama dalam konteks
Pelayanan Kesehatan Primer.
e. Memanfaatkan, menilai secara kritis, dan mengelola informasi.
f. Mawas diri dan pengembangan diri/belajar sepanjang hayat.

8
g. Etika, moral, dan profesionalisme dalam praktik.

2. Ilmu dan Keterampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Utama


a. Bedah
b. Penyakit Dalam
c. Kebidanan dan Penyakit kandungan
d. Kesehatan Anak
e. THT
f. Mata
g. Kulit dan Kelamin
h. Psikiatri
i. Saraf
j. Kedokteran Komunitas
3. Keterampilan Klinis Layanan Primer Lanjut
a. Keterampilan melakukan “health screening”
b. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium lanjut
c. Membaca hasil EKG
d. Membaca hasil USG
e. BTLS, BCLS, dan BPLS
4. Keterampilan pendukung
a. Riset
b. Mengajar Kedokteran keluarga
5. Ilmu dan Keterampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Pelengkap
a. Semua cabang ilmu kedokteran lainnya
b. Memahami dan menjembatani pengobatan alternatif
6. Ilmu dan Keterampilan Manajemen Klinik Dokter keluarga

9
II.2 Hipertensi
II.2.1 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang. Menurut JNC VIII hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik >150 mmHg dan diastolik >90 mmHg.5
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama
(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi
dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena
itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi,
pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat
dikendalikan.5

II.2.2 Epidemiologi
Menurut data WHO, di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4%
orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333
juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang, termasuk
Indonesia.3 Prevalensi Hipertensi nasional berdasarkan Riskesdas 2013 sebesar
25,8%, tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan terendah di
Papua sebesar (16,8%). Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang
mengalami hipertensi hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis.
Data menunjukkan hanya 0,7% orang yang terdiagnosis tekanan darah tinggi
minum obat Hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita
Hipertensi tidak menyadari menderita Hipertensi ataupun mendapatkan
pengobatan.6 Penyakit terbanyak pada usia lanjut berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 adalah hipertensi. dengan prevalensi 45,9% pada usia 55-64
tahun, 57,6% pada usia 65,74% dan 63,8% pada usia ≥ 75 tahun. 3

10
II.2.3 Klasifikasi
a. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi
hipertensi esensial/primer dan hipertensi sekunder.5
 Hipertensi esensial/primer adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya disebut sebagai hipertensi esensial atau hipertensi idiopatik,
90% dari semua penyakit hipertensi merupakan penyakit hipertensi
esensial.

 Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial adalah hipertensi yang
diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi,
penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebab nya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil
KB).

b. Tekanan Darah
Klasifikasi hipertensi menurut The seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure (JNC-7) tahun 2013 untuk pasien dewasa (umur ≥
18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran tekanan darah sebanyak dua
kali atau lebih. Tekanan darah dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu:
normal, prehipertensi, hipertensi stage 1 dan stage 2.

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7


Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 <80
Pre-hipertensi 120-139 80-90
Hipertensi derajat I 140-159 90-99
Hipertensi derajat II ≥160 ≥100

II.2.4 Faktor Resiko


Faktor resiko terjadinya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko
yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah, penjelasannya sebagai
berikut:8

11
a. Faktor resiko tidak dapat diubah
1. Umur
Framingham Heart Study melaporkan bahwa risiko untuk menderita
penyakit hipertensi bagi pria atau wanita yang sebelumnya tidak
menderita hipertensi pada usia 45 tahun atau 65 tahun yaitu sekitar
90%. Faktor bertambahnya umur juga dapat mempengaruhi terjadinya
hipertensi karena angka kejadian hipertensi pada pasien usia lanjut
cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65
tahun.
2. Jenis Kelamin
Pria memiliki risiko menderita hipertensi pada usia diatas 45 tahun
dibandingkan dengan wanita namun pria dan wanita memiliki
kemungkinan menderita hipertensi yang pada usia 55 tahun hingga 64
tahun. Wanita memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk menderita
hipertensi dibandingkan pria pada usia diatas 65 tahun. Hipertensi
berdasarkan jenis kelamin juga dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis
dan perilaku yang tidak sehat.
3. Keturunan (Genetik)
Faktor genetik juga berperan dalam terjadinya hipertensi apabila
seseorang yang mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi
maka risiko terkena penyakit hipertensi akan lebih tinggi.
b. Faktor resiko dapat diubah
1. Obesitas
Hipertensi pada orang yang obesitas memiliki risiko lima kali lipat
menderita hipertensi dari pada seseorang yang memiliki berat badan
normal. Penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki
berat badan diatas normal atau obesitas.
2. Stres
Stres dapat menyebabkan hipertensi melalui saraf simpatis sehingga
dapat tekanan darah secara intermitten. Stres juga dapat merangsang
kelenjar anak ginjal untuk melepaskan hormone adrenalin dan

12
memacu jantung berdenyut lebih cepat sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah.
3. Merokok
Merokok dapat menyebabkan rusaknya lapisan endotel pembuluh
darah arteri sehingga bisa mengakibatkan arteriosklerosis dan tekanan
darah tinggi dikarenakan zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan
karbon monoksida yang masuk ke dalam aliran darah.
4. Olahraga
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah
dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Tekanan darah akan
meningkat pada saat melakukan olahraga namun jika dilakukan
secara teratur tekanan darah akan menurun. Olahraga teratur dalam
jumlah sedang akan lebih baik dibandingkan dengan olahraga berat
hanya dilakukan sekali saja.
5. Konsumsi alkohol dan kafein
Konsumsi alkohol dan kafein berlebih yang terdapat dalam minuman
kopi, teh, soda akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi.
Mengkosumsi alkohol dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatis
karena dapat merangsang sekresi corticotrophin releasing hormone
(CRH) yang bisa meningkatkan tekanan darah sedangkan mengkosumsi
kafein dapat menstimulasi jantung untuk bekerja lebih cepat sehingga
mengalirkan darah lebih banyak setiap detiknya
6. Konsumsi garam berlebihan
Konsumsi garam secara berlebihan dapat menyebabkan penumpukan
cairan dalam tubuh karena menarik cairan yang ada di luar sel agar
tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan
darah.
7. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lipid (Iemak) didalam tubuh yang ditandai
dengan meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida, low density
lipoprotein (LDL) dan penurunan kadar high density lipoprotein
(HDL) dalam darah. Kolesterol adalah salah satu faktor penyebab

13
aterosklerosis yang dapat mengakibatkan tingginya tahanan perifer
pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.

II.2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hipertensi masih belum dapat diketahui. Namun,
ada beberapa mekanisme yang akan mempengaruhi terjadinya hipertensi antara
lain:9
a. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer berpengaruh
terhadap skala pengukuran tekanan darah. Sebagian besar kasus
hipertensi esensial, terjadi peningkatan pada tahanan perifer tanpa diikuti
peningkatan curah jantung. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pada
kondisi tersebut tubuh akan kekurangan untuk suplai oksigen dan nutrisi
sehingga mengakibatkan daya kontraksi jantung menurun dan
menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Selain itu, tekanan
darah dipengaruhi oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada
arteriol. Apabila terjadi peningkatan konsentrasi otot halus yang semakin
lama, maka akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang
diperantarai oleh angiotensin sehingga terjadi peningkatan tahanan
perifer yang bersifat irreversible.
b. Sistem renin angiotensin aldosteron
Sistem renin angiotensin aldosteron merupakan suatu sistem
endokrin yang penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi
dari apparat juxtaglomerular ginjal (Lumbantobing, 2008). Renin
Angiotensin Aldosteron (RAA) bekerja dengan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I yang masih inaktif diubah
menjadi angiotensin II dengan bantuan angiotensin converting enzyme (ACE).
ACE memiliki peranan yang penting dalam mengatur tekanan darah.
Angiotensin II menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah karena
memiliki sifat sebagai vasokonstriktor.
c. Sistem saraf otonom
Sirkulasi sistem saraf otonom akan menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran

14
dalam mempertahankan tekanan darah. Pada hal ini, hipertensi terjadi karena
adanya interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin angiotensin
aldosteron sehingga akan memengaruhi keseimbangan natrium dan volume
sirkulasi.

II.2.6 Gejala Klinis


Hipertensi merupakan silent killer dimana Pada umumnya hipertensi tanpa
gejala yang mencolok. Manifestasi klinis baru terlihat setelah hipertensi menahun
berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena
hipertensi, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan sususan saraf, nokturia
karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus dan edema dependen
akibat tekanan kapiler. Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu- satunya
gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah
sakit kepala, epistaksis, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata
berkunang- kunang, dan pusing.10

II.2.7 Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.10
a. Anamnesis yang dilakukan meliputi:
 Tingkat hipertensi dan lama menderitanya,

 Riwayat dan gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler, dan lainnya,

 Riwayat penyakit dalam keluarga juga digali serta gejala yang
berkaitan dengan penyakit hipertensi,

 Perubahan aktivitas atau kebiasaan seperti merokok, konsumsi
makanan, psikososial keluarga, pekerjaan, dan lain-lain dapat ditelaah
lebih lanjut, guna mendapat informasi terkait.

b. Dalam pemeriksaan fisik dilakukan:
Pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit,
kemudian diperiksa ulang dengan kontralateral.

15
c. Pemeriksaan penunjang meliputi:
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Pada umumnya, pemeriksaan urinalisa, darah
perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai tambahan dapat dilakukan
pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat,
kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi.

II.2.8 Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien usia lanjut yang didiagnosis hipertensi pada akhirnya
menjalani terapi menggunakan obat antihipertensi. Pengobatan hipertensi secara
farmakologi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan usia muda, karena adanya
perubahan – perubahan fisiologis akibat proses menua. Perubahan fisiologis yang
terjadi pada usia lanjut menyebabkan konsentrasi obat menjadi lebih besar, waktu
eliminasi obat menjadi lebih panjang, terjadi penurunan fungsi dan respon dari
organ, adanya berbagai penyakit penyerta lainnya (komorbiditas), adanya obat-
obatan untuk penyakit penyerta yang sementara dikonsumsi harus diperhitungkan
dalam pemberian obat antihipertensi. Perubahan sistem biologis pada usia lanjut
akan mempengaruhi proses interaksi molekul obat yang pada akhirnya
mempengaruhi manfaat klinik dan keamanan farmakoterapi. Frekuensi terjadinya
efek samping pada kelompok usia lanjut lebih tinggi bila dibandingkan dengan
populasi pada umumnya. Selain itu pasien usia lanjut merupakan salah satu pasien
yang rentan terhadap interaksi obat.

16
Gambar 1. Algoritme Penatalaksanaan Hipertensi 2014 menurut JNC-8

17
II.2.9 Pengelolaan Hipertensi Pada Usia Lanjut
Hipertensi pada usia lanjut sama seperti hipertensi pada usia lainnya.
Walaupun risiko terjadinya komplikasi lebih besar. Penurunan tekanan darah akan
menurunkan risiko morbiditas maupun mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskular. Hal ini sesuai dengan hasil dari penelitian besar yang telah
dilakukan pada hipertensi Sistolik dan diastolik menghasilkan penurunan risiko
yang sama. Dari banyak obat anti hipertensi yang ada, tidak semuanya mempunyai
efek dan derajat keamanan yang baik pada usia lanjut. Disebut aman karena tidak
meyebabkan komplikasi atau yang lebih penting adalah tidak mengganggu kualitas
hidup pasien.11
Prinsip pengobatan hipertensi pada usia lanjut adalah selalu mulai dengan
dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai mencapa target. Berbagai kelas obat
telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada usia lanjut, baik secara tunggal
maupun yang lebih sering dalam bentuk kombinasi. Selain pemberian obat anti
hipertensi, juga dilakukan modifikasi gaya hidup, berhenti merokok, pengelolaan
diabetes, kadar lipid darah, pemberian obat anti agregasi trombosit, latihan aktivitas
fisik, dan pada obesitas mengurangi berat badan.11

II.3 Lansia12
II.3.1 Definisi
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tetang kesejahteraan Lansia disebutkan
bahawa Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

II.3.2 Klasifikasi
WHO mengklasifikasikan lansia menjadi:13
1. Lansia: seseorang yang berusia 60 tahun keatas
2. Usia tertua: seseorang yang berusia 80 tahun keatas

Depkes RI (2003) mengklasifikasikan lansia dalam kategori:


1. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

18
3. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa
5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain

II.3.3 Karakteristik Lansia


Lansia memiliki tiga karakteristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial hingga spiritual serta dari kondisi adatif hingga
kondisi maladaptif
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

II.3.4 Tipe Lansia


Banyak ditemukan bermacam-macam tipe lansia, beberapa diantaranya sebagai
berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta tidak
memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.

19
4. Tipe pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan beribadat, ringan kaki, melakukan berbagai jenis kegiatan.
5. Tipe bingung
Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

II.3.5 Perkembangan Lansia


Menurut Ericksson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan
diri terhadap perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses kembang pada
tahap sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap perkembangan sebelumnya
melakukan kegiatan sehari hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan
yang serasi dengan orang – orang sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap
melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya
seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dll. Adapun tugas
perkembangan lansia sebagai berikut:
1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2. Mempersiapkan diri untuk pensiun
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4. Mempersiapkan kehidupan baru
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara
santai
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan

II.3.6 Masalah Kesehatan pada Lansia14


Sebagai dampak keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia salah
satunya adalah meningkatnya angka harapan hidup di Indonesia sehingga populasi
lansia juga meningkat. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2014, umur
Harapan Hidup (UHH) di Indonesia untuk wanita adalah 73 tahun dan untuk pria
adalah 69 tahun. Menurut Bureau of the Cencus USA (1993), Indonesia pada tahun
1990-2025 akan mempunyai kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414%.

20
Pasien lanjut usia mempunyai ciri-ciri: memiliki beberapa penyakit
kronis/menahun, gejala penyakitnya tidak khas, fungsi organ yang menurun, tingkat
kemandirian berkurang, sering disertai masalah nutrisi, karena alasan tersebut
perawatan pasien geriatri berbeda dengan pasien yang lain.
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari
orang dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu kumpulan gejala-
gejala mengenai kesehatan yang sering dikeluhkan oleh para lanjut usia dan atau
keluarganya.14

5 Kriteria Mayor Sindrom Geriatri15


1. Jatuh
Terdapat 3 fase hingga seseorang sampai terjadi jatuh.
a. Fase 1
Fase pertama melibatkan faktor ekstrinsik dan intrinsik.
Faktor intriksik
- Penurunan kecepatan berjalan dan keseimbangan
- Neuropati perifer
- Disfungsi vestibular
- Kelemahan otot
- Penurunan penglihatan
- Penyakit medis
- Usia lanjut
- Kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL) yang terganggu
- Hipotensi ortostasis
- Demensia
- Obat-obatan.

- Hazard lingkungan
- Penggunaan alas kaki yang kurang baik
- Penggunaan restrain

21
b. Fase 2
Fase kedua melibatkan kegagalan sistem untuk mempertahankan
postur tegak, sebagai upaya mendeteksi dan memperbaiki
perpindahan ini yang pada waktunya untuk menghindari jatuh. Ini
umumnya merupakan faktor intrinsik bagi individu, seperti hilangnya
fungsi sensorik, gangguan pemrosesan sentral, dan kelemahan otot.
c. Fase 3
Fase ketiga, ketika benturan tubuh dengan permukaan, biasanya lantai
atau tanah yang menghasilkan transmisi kekuatan ke jaringan
dan organ tubuh, diikuti fase sekuele yang mungkin fisik, psikologis
atau sosial.
Intervensi multifaktorial yang tepat dapat dilakukan untuk mencegah
ambulan jatuh:
a. Penilaian di rumah dan modifikasi untuk individu yang berisiko
tinggi
b. Program latihan yang mencakup latihan kekuatan, gaya berjalan, dan
keseimbangan, seperti fisioterapi atau Tai Chi
c. Suplementasi vitamin D dalam dosis lebih besar dari 700 IU / hari
d. Meninjau obat, meminimalkan obat psikoaktif dan mengurangi
jumlah total obat
e. Manajemen hipotensi postural
f. Operasi katarak yang cepat pada mata yang pertama terkena
g. Manajemen masalah kaki dan merekomendasikan penggunaan
perangkat sepatu antislip untuk di luar ruangan
h. Pendidikan pasien dan pengasuh, terutama tentang pentingnya
perbaikan lingkungan tertentu.

2. Inkontinensia urin (UI)


Inkontinensia urin merupakan kehilangan urin yang tidak
disengaja yang dapat dibuktikan secara objektif dan mengarah ke
sosial atau masalah higienis.

22
a. Inkontinensia akut atau sementara
Inkontinensia akut atau sementara mengacu pada kasus inkontinensia
jangka pendek (berlangsung kurang dari empat minggu), termasuk
situasi di mana kehilangan kontinensia dianggap fungsional, tanpa
adanya gangguan struktural yang terkait. Penyebab untuk ini
termasuk:
D Delirium
Demensia
Diabetes
R Mobilitas terbatas
Penyimpanan
I Infeksi
Peradangan
Impaksi tinja
P Agen farmasi
Penyebab psikologis.
b. Inkontinensia kronis atau mapan
Ketika inkontinensia berlangsung lebih lama dari empat minggu dan
umumnya dikaitkan dengan gangguan struktural, baik di saluran kemih
atau di luarnya (mis. sistem saraf).
- Urge incontinence
Muncul sebagai urgensi, frekuensi, dan nokturia. Ini disebabkan
oleh otot detrusor yang terlalu aktif yang menyebabkan kontraksi
kandung kemih tak sadar yang berlebihan, Inkontinensia ini
dikaitkan dengan berbagai kondisi neurologis termasuk stroke,
lesi sumsum tulang belakang, demensia, dan penyakit Parkinson.
- Stress incontinence
Dikaitkan dengan tindakan yang meningkatkan tekanan
intraabdomen seperti batuk, bersin, menekuk, mengangkat, atau
tertawa. Penyebabnya adalah kelemahan otot panggul yang
Menyebabkan hiper-mobilitasuretra,multiparitas,

23
hipoestrogenisme, obesitas, dan prosedur bedah panggul seperti
reseksi prostat.
- Overflow incontinence
Terjadi ketika otot kandung kemih overdistended. Penyebabnya
adalah otot kandung kemih yang kurang aktif, atau saluran keluar
kandung kemih atau obstruksi uretra yang menyebabkan
overdistension dan overflow. Ada dua mekanisme yang berbeda:
obstruksi saluran keluar kandung kemih (hiperplasia prostat,
stenosis uretra, impaksi fekal) dan gangguan kontraktilitas
kandung kemih (lesi medula spinalis, neuropati perifer dan / atau
neuropati otonom, miopati detrusor, obat antikolinergik).
- Functional incontinence
Inkontinensia fungsional terjadi ketika gangguan fisik atau
psikologis menghambat status kontinuitas meskipun sistem
kemih yang kompeten
Penatalaksanaan dilakukan sesuai penyebab yang terjadi. Modifikasi
gaya hidup dan perilaku berupa menghindari asupan cairan yang
ekstrem, terutama di malam hari untuk nokturia, meminimalkan
minuman berkafein, dan alkohol; penurunan berat badan dan berhenti
merokok. Dua terapi perilaku utama adalah pelatihan kandung kemih
dan latihan otot panggul, yang keduanya efektif untuk urge, mixed,
and stress UI dan sering digunakan dalam kombinasi. Pengobatan
farmakologis sebagian besar terbatas pada agen anti-muskarinik.
Alpha-blocker bermanfaat pada pria dengan gejala LUT, tetapi harus
diberikan dengan hati-hati karena efek hemodinamik. Kateterisasi
mungkin diperlukan dalam kasus retensi urin kronis atau gangguan
kontraktilitas kandung kemih, di mana pasien menyimpan urin residu
post-void yang tinggi. Terapi invasif minimal tersedia untuk mereka
yang refrakter dengan antimuskarinik, termasuk injeksi toksin
botulinum ke dinding kandung kemih dan neuromodulasi sakral.
Pembedahan mungkin

24
bermanfaat dalam kasus-kasus refrakter, terutama pada wanita
dengan stress incontinence.

3. Ulkus dekubitus
Ulkus karena tekanan terjadi ketika area kulit dan jaringan di bawahnya
rusak akibat tekanan, cukup untuk mengganggu suplai darahnya. Mereka
juga dikenal sebagai luka tekan, luka baring, dan ulkus dekubitus. Ulkus
tekan memiliki konsekuensi penting bagi pasien dan sistem perawatan
kesehatan. Mereka dapat menyebabkan rasa sakit yang parah atau tidak
tertahankan, rentan terhadap infeksi, dan dikaitkan dengan tingkat
kematian yang tinggi.
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) / European
Pressure Ulcer Advisory Panel (EPUAP) mengklasifikan menjadi
a. Tahap I: eritema pada kulit terutama pada penonjolan tulang.
b. Tahap II: Kehilangan sebagian ketebalan kulit yang melibatkan
epidermis atau dermis; lesi dapat muncul sebagai abrasi, lepuh, atau
ulkus superfisial.
c. Tahap III: Kehilangan kulit sepenuhnya atau nekrosis jaringan
subkutis yang dapat meluas, tetapi tidak sampai, ke fasia. Lemak
subkutis dapat terlihat, namun tulang, tendon, atau otot tidak terlihat.
d. Tahap IV: Kehilangan kulit seluruh ketebalan atau nekrosis jaringan
yang melibatkan struktur yang lebih dalam, seperti otot, tulang, atau
jaringan pendukung lainnya (misalnya fasia, tendon, atau kapsul
sendi).
Penatalaksanaan antara lain berupa pengurangan faktor ekstrinsik, khususnya,
pelepasan tekanan yang dapat dilakukan dengan menggunakan tempat tidur
berisi cairan pada pasien yang dapat mengubah posisi secara mandiri.
Manajemen pada pasien yang sudah terbentuk ulkus yaitu debridasi jaringan
nekrotik, desinfeksi jaringan luka serta memilih pembalut luka adalah
komponen penting lainnya. Kateter urin atau tabung dubur mungkin
diperlukan untuk mencegah infeksi bakteri dari tinja atau urin. Pencegahan
adalah aspek yang paling penting

25
pada pasien usia lanjut yang lemah yang rentan terkena ulkus dekubitus.
Penilaian faktor risiko pada kunjungan rumah sakit dan penerapan
langkah-langkah pencegahan yang tepat, seperti, meningkatkan kesehatan
umum, meminimalkan kekuatan eksternal, dan mempromosikan program
pendidikan tentang borok tekanan kepada pengasuh adalah batu kunci
dalam hal ini.

4. Delirium
Delirium adalah sindrom akut, berfluktuasi dari perhatian, kesadaran, dan
kognisi yang berubah yang dipicu oleh kondisi atau peristiwa yang
mendasarinya, pada orang yang rentan. Delirium sering digambarkan
menggunakan istilah-istilah seperti perubahan status mental, keadaan
kebingungan akut, ensefalopati, dan sindrom otak organik akut.
Diagnosis delirium berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-5), yaitu:
a. Gangguan kesadaran (berupa penurunan kejernihan kesadaran
terhadap lingkungan) dengan penurunan kemampuan fokus,
mempertahankan atau mengubah perhatian.
b. Gangguan berkembang dalam periode singkat (biasanya beberapa
jam hingga hari) dan cenderung berfluktuasi dalam perjalanannya.
c. Perubahan kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan
bahasa) atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak dapat
dimasukkan ke dalam kondisi demensia.
d. Gangguan pada kriteria (a) dan (c) tidak disebabkan oleh gangguan
neurokognitif lain yang telah ada, ter bentuk ataupun sedang
berkembang dan tidak timbul pada kondisi penurunan tingkat
kesadaran berat, seperti koma.
e. Temuan bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau laboratorium yang
mengindikasikan gangguan terjadi akibat konsekuensi fisiologik
langsung suatu kondisi medik umum, intoksikasi atau penghentian
substansi (seperti penyalahgunaan obat atau

26
pengobatan), pemaparan terhadap toksin, atau karena etiologi
multipel.
Perkembangan delirium tergantung pada interaksi kompleks berbagai
faktor risiko. Faktor-faktor risiko dibagi menjadi faktor-faktor yang diterima
oleh pasien (faktor predisposisi) dan faktor iatrogenik (faktor pencetus).
Pada pasien usia lanjut, demensia adalah faktor risiko yang paling menonjol,
ada hingga dua pertiga dari semua kasus delirium. Faktor predisposisi lain
termasuk penyakit medis yang parah, gangguan kejiwaan komorbid seperti
depresi, alkoholisme, status fungsional yang buruk, tidak aktif, kurang gizi,
jenis kelamin laki-laki, dan gangguan pendengaran atau penglihatan, isolasi
sosial. Faktor pencetus yang umum melibatkan obat-obatan, di antaranya
hipnotik sedatif, narkotika, obat antikolinergik, kortikosteroid, dan obat-
obatan psikoaktif lainnya adalah penyebab umum. Selain polifarmasi,
infeksi (saluran kemih, paru-paru, kulit, darah), gangguan metabolisme
(cairan, elektrolit, nutrisi), gangguan struktural (pembedahan, trauma,
iskemia jantung, sistem saraf pusat dan gangguan paru), dan masalah retensi
(fecal impaction, constipation) mungkin terlibat.
Perawatan andalan tetap diagnosis dan perawatan kondisi
predisposisi, mempercepat, atau mengabadikan delirium. Obat-obatan,
terutama obat-obatan psikotropika, narkotika, dan antikolinergik, harus
dikurangi atau dihentikan jika memungkinkan. Penyakit fisik harus segera
diobati. Jika diperlukan, terapi farmakologis dalam bentuk dosis minimal
obat antipsikotik dapat digunakan. Tindakan nonfarmakologis sangat
membantu, dan termasuk tindakan seperti mengurangi kebisingan;
menyediakan pencahayaan lembut, jam, dan kalender; mengarahkan pasien
ke waktu dan tempat; mengoreksi defisit sensorik dengan kacamata dan alat
bantu dengar; meningkatkan rasa kontrol pasien dapat mengurangi gejala.

27
5. Penurunan fungsional
Status fungsional ditentukan oleh kemampuan untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari (Activities of Daily Living / ADL), kegiatan
perawatan diri yang dilakukan seseorang seperti, makan, berpakaian,
mandi, buang air kecil dan besar, dan aktivitas instrumental dari kehidupan
sehari-hari (IADL) —yang mana seseorang berusaha untuk hidup mandiri,
seperti belanja bahan makanan, persiapan makan, pekerjaan rumah tangga,
pergi ke tempat-tempat yang tidak terlalu jauh dengan berjalan kaki,
mengelola obat-obatan, mengelola keuangan, dan menggunakan telepon.
Masalah kesehatan umum pada lansia, yang menyebabkan
penurunan fungsional, termasuk penyakit kardiopulmoner, kondisi
neurologis, diabetes mellitus, kanker, obesitas, demensia, gangguan
afektif, gangguan opthalmologis dan pendengaran, dan patah tulang. Pada
populasi geriatri, keberadaan lebih dari satu masalah kesehatan mungkin
memiliki efek yang lebih melumpuhkan daripada yang diperkirakan.
Beberapa kombinasi kondisi memiliki efek dominan pada perawatan
sendiri (mis. Artritis dan stroke), sedangkan yang lain terutama
memengaruhi mobilitas (mis. Artritis dan penyakit jantung).
Intervensi medis dan bedah yang biasanya meningkatkan kapasitas
fungsional (mis. Operasi katarak, penggantian pinggul, suplementasi
oksigen, obat-obatan untuk meningkatkan curah jantung) harus segera
dilakukan. Selain itu, olahraga, suplemen gizi, dan perangkat prostetik
(mis. Alat bantu dengar) sangat meningkatkan status fungsional
keseluruhan. Selama dirawat di rumah sakit, protokol mobilisasi dini,
pelepasan kateter tepat waktu, program reorientasi harus dilakukan.

28
Istilah sindrom geriatri “14 I”, yaitu:
1. Immobility (kurang bergerak)
a. Keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih.
b. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, masalah psikologis, depresi atau
demensia.
c. Komplikasi yang timbul adalah luka di bagian yang mengalami
penekanan terus menerus timbul lecet bahkan infeksi, kelemahan otot,
kontraktur/kekakuan otot dan sendi, infeksi paru-paru dan saluran
kemih, konstipasi dan lain-lain.
d. Penanganan: latihan fisik, perubahan posisi secara teratur,
menggunakan kasur anti dekubitus, monitor asupan cairan dan
makanan yang berserat.
2. Instability (Instabilitas dan Jatuh)
a. Penyebab jatuh misalnya kecelakaan seperti terpeleset,
sinkop/kehilangan kesadaran mendadak, dizzines/vertigo, hipotensi
orthostatik, proses penyakit dan lain-lain.
b. Dipengaruhi oleh faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien
misalnya kekakuan sendi, kelemahan otot, gangguan pendengaran,
penglihatan, gangguan keseimbangan, penyakit misalnya hipertensi,
DM, jantung, dll) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di
lingkungan misalnya alas kaki tidak sesuai, lantai licin, jalan tidak
rata, penerangan kurang, benda-benda dilantai yang membuat
terpeleset dll).
c. Akibat yang ditimbulkan akibat jatuh berupa cedera kepala, cedera
jaringan lunak, sampai patah tulang yang bisa menimbulkan
imobilisasi.
d. Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan
riwayat jatuh adalah: mengobati berbagai kondisi yang mendasari
instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa
latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau

29
sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman
seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin.
3. Incontinence (Beser BAB dan BAK)
a. Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga
menimbulkan masalah sosial dan atau kesehatan.
b. Inkontinensia urin akut terjadi secara mendadak dapat diobati bila
penyakit yang mendasarinya diatasi misalnya infeksisaluran kemih,
gangguan kesadaran, obat-obatan, masalah psikologik dan skibala.
c. Inkontinesia urin yang menetap di bedakan atas: tipe urgensi yaitu
keinginan berkemih yang tidak bisa ditahan penyebanya
overaktifitas/kerja otot detrusor karena hilangnya kontrol neurologis,
terapi dengan obat-obatan antimuskarinik prognosis baik, tipe stres
kerena kegagalan mekanisme sfingter/katup saluran kencing untuk
menutup ketika ada peningkatan tekanan intra abdomen mendadak
seperti bersin, batuk, tertawa terapi dengan latihan otot dasar panggul
prognosis baik, tipe overflow yaitu menggelembungnya kandung
kemih melebihi volume normal, post void residu > 100 cc terapi
tergantung penyebab misalnya atasi sumbatan/retensi urin..
d. Inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau
ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses melalui
anus, penyebab cedera panggul, operasi anus/rektum, prolaps rektum,
tumor dll.
e. Pada inkontinensia urin ntuk menghindari sering mengompol pasien
sering mengurangi minum yang menyebabkan terjadi dehidrasi.
4. Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti Demensia dan
Delirium)
a. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat
yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan
gangguan tingkat kesadaran sehingga mempengaruhi aktifitas kerja
dan sosial secara bermakna.

30
b. Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia mencakup
berkurangnya kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau
mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh,
pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas.
c. Faktor risiko: hipertensi, DM, gangguan jantung, PPOK dan
obesitas.
d. Sindroma derilium akut adalah sindroma mental organik yang
ditandai dengan gangguan kesadaran dan atensi serta perubahan
kognitif atau gangguan persepsi yang timbul dalam jangka pendek dan
berfluktuasi.
e. Gejalanya: gangguan kognitif global berupa gangguan memori jangka
pendek, gangguan persepsi (halusinasi, ilusi), gangguan proses pikir
(diorientasi waktu, tempat, orang), komunikasi tidak relevan, pasien
mengomel, ide pembicaraan melompat-lompat, gangguan siklus tidur.
5. Infection (infeksi)
a. Pada lanjut usia terdapat beberapa penyakit sekaligus, menurunnya
daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya
komunikasipada lanjut usia sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya
mengenal tanda infeksi secara dini.
b. Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan
meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai
pada usia lanjut, malah suhu badan yang rendah lebih sering dijumpai.
c. Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa
konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-
tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering
terjadi pada pasien usia lanjut.
6. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatandan penciuman)
a. Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada lanjut usia dan
menyebabkan pasien sulit untuk diajak komunikasi

31
b. Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatri adalah
dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan
bedah berupa implantasi koklea.
c. Gangguan penglihatan bisa disebabkan gangguan refraksi, katarak
atau komplikasi dari penyakit lain misalnya DM, HT dll,
penatalaksanaan dengan memakai alat bantu kacamata atan dengan
operasi pada katarak.
7. Isolation (Depression)
a. Isolation (terisolasi) / depresi, penyebab utama depresi pada lanjut
usia adalah kehilangan seseorang yang disayangi, pasangan hidup,
anak, bahkan binatang peliharaan.
b. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan,
menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga yang
mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien
akan merasa hidup sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat
melakukan usaha bunuh diri akibat depresi yang berkepajangan.
8. Inanition (malnutrisi)
Asupan makanan berkurang sekitar 25% pada usia 40-70 tahun. Anoreksia
dipengaruhi oleh faktor fisiologis (perubahan rasa kecap, pembauan, sulit
mengunyah, gangguan usus dll), psikologis (depresi dan demensia) dan
sosial (hidup dan makan sendiri) yang berpengaruh pada nafsu makan dan
asupan makanan.
9. Impecunity (Tidak punya penghasilan)
a. Dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan
mental akan berkurang secara berlahan-lahan, yang menyebabkan
ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan atau menyelesaikan
pekerjaan sehingga tidak dapat memberikan penghasilan.
b. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan
hidup dari tunjangan hari tuanya.

32
c. Selain masalah finansial, pensiun juga berarti kehilangan teman
sejawat, berarti interaksi sosial pun berkurang memudahkan seorang
lansia mengalami depresi.
10. Iatrogenic (penyakit karena pemakaian obat-obatan)
a. Lansia sering menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga
membutuhkan obat yang lebih banyak, apalagi sebagian lansia sering
menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan
dokter sehingga dapat menimbulkan penyakit.
b. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari
interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa.
11. Insomnia (Sulit tidur)
a. Dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang
menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa
penyakit juga dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus
dan gangguan kelenjar thyroid, gangguan di otak juga dapat
menyebabkan insomnia. Jam tidur yang sudah berubah juga dapat
menjadi penyebabnya.
b. Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh lansia
yaitu sulit untuk masuk kedalam proses tidur, tidurnya tidak dalam
dan mudah terbangun, jika terbangun sulit untuk tidur kembali,
terbangun dini hari, lesu setelah bangun di pagi hari.
c. Agar bias tidur: hindari olahraga 3-4 jam sebelum tidur, santai
mendekati waktu tidur, hindari rokok waktu tidur, hindari minum
minuman berkafein saat sore hari, batasi asupan cairan setelah jam
makan malam ada nokturia, batasi tidur siang 30 menit atau kurang,
hindari menggunakan tempat tidur untuk menonton tv, menulis
tagihan dan membaca.
12. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
Daya tahan tubuh menurun bisa disebabkan oleh proses menua disertai
penurunan fungsi organ tubuh, juga disebabkan penyakit yang diderita,
penggunaan obat-obatan, keadaan gizi yang menurun.

33
13. Impotence (Gangguan seksual)
Impotensi/ ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada usia lanjut
terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon,
syaraf, dan pembuluh darah dan juga depresi
14. Impaction (sulit buang air besar)
a. Faktor yang mempengaruhi: kurangnya gerak fisik, makanan yang
kurang mengandung serat, kurang minum, akibat obat-obat tertentu
dan lain-lain.
b. Akibatnya pengosongan usus menjadi sulit atau isi usus menjadi
tertahan, kotoran dalam usus menjadi keras dan kering dan pada
keadaan yang berat dapat terjadi penyumbatan didalam usus dan perut
menjadi sakit.

34
BAB III
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

III.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. SS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 77 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Margorejo Purworejo Km 15, Salaman
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja

III.2 Anamnesis Holistik (Autoanamnesis)


III.2.1 Aspek Klinis
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis di rumah Pasien pada hari
Selasa, 28 Mei 2019, pukul 09.30 WIB di rumah pasien.
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan kepala pusing.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien saat ini mengeluh kepala pusing dan pening disertai dengan badan
terasa lemas tidak bertenaga. Pasien memiliki riwayat darah tinggi sudah
sejak lama, diketahui bahwa pasien tidak mengkonsumsi obat secara tidak
teratur dan tidak kontrol ke puskesmas. Pasien merasakan keluhan pegal-
pegal di tengkuk belakang dan dirasakan sampai menjalar ke bagian dahi,
dengan terus menerus sampai saat ini, batuk dan pilek disangkal. Pasien saat
ini belum mau berobat ke puskesmas dikarenakan pasien tidak ada yang
mengantar ke puskesmas. Pasien terkadang saat keluhan tersebut dirasakan,
pasien juga mengalami mual disertai muntah dan disertai mata berkunang-
kunang.

35
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat asam urat, kolesterol, serta alergi
kacang-kacangan dan ikan asin. Pasien menyangkal adanya riwayat kencing
manis, asma, atau stroke.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan bahwa Ayah dan Ibunya memiliki riwayat penyakit
darah tinggi. Ayah pasien meninggal karena penyakit darah tinggi, dan anak
pasien juga meninggal karena mempunyai riwayat penyakit darah tinggi.
Riwayat kencing manis, asma, asam urat dan alergi disangkal.
e. Riwayat Pengobatan
Pasien mengonsumsi obat Amlodipin 10 mg diberikan dengan dosis 1x1
mg, dan Loratadine diberikan dosis 1x1 mg dan Dexametasone diberikan
dosis 2x1 mg
f. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
Pasien tidak mengkonsumsi makanan asin maupun berlemak. Pasien
kesehariannya tidak melakukan aktivitas fisik berat dan tidak berolahraga.
Sehari-hari pasien tinggal sendiri, namun setiap sore anak atau cucu pasien
dating menjenguk untuk mengantarkan makanan.

III.2.2 Aspek Personal


Illness merupakan keadaan sakit yang dirasakan oleh manusia yang didapat
dari penyakit tersebut (bersifat subjektif). Illness terdiri dari beberapa komponen,
salah satunya adalah pemahaman individu terhadap penyakit. Efek penyakit yang
dirasakan pasien terhadap fungsi hidupnya (pergaulan, pekerjaan), perasaan, dan
harapan.

36
Tabel 2. Aspek Personal
No. Komponen Pasien

1. Perasaan Pasien merasa tidak nyaman dengan penyakitnya sekarang

Pasien belum mempunyai pemikiran untuk merubah gaya


2. Ide/Pemikiran hidup
dan meminum obat secara rutin sesuai anjuran dokter
3. Harapan Pasien menginginkan agar penyakitnya jarang kambuh,
sehingga tidak membebani keluarganya
4. Efek terhadap Fungsi Saat penyakitnya kambuh, pasien terkadang nyeri di leher
Sosial belakang (jika tekanan darah diatas 180)

III.2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Kesan umum : sakit ringan
b. Kesadaran : compos mentis
c. Berat badan : 58 kg
d. Tinggi badan : 155 cm
e. Indeks massa tubuh : -
f. Tanda Vital:
1) Tekanan Darah : 200/90 mmHg
2) RR : 22x/menit
3) Nadi : 85 x/menit
4) Suhu : 36,5°C
g. Pemeriksaan Kepala : Normocephali
h. Pemeriksaan Mata : konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-,
mata cekung -/-, funduskopi tidak dilakukan
i. Pemeriksaan Telinga : Normotia, serumen -/-, sekret -/-
j. Pemeriksaan Hidung : Sekret (-)
k. Pemeriksaan Mulut : mukosa lembab (+), sianosis (-)
l. Pemeriksaan Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
m. Pemeriksaan Leher : Pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP (-)
n. Pemeriksaan Thoraks :
1) Cor
a) Inspeksi : Iktus cordis tampak di ICS V linea aksilaris anterior

37
b) Palpasi :Iktus cordis teraba di ICS V linea aksilaris anterior
c) Perkusi : Batas jantung tidak melebar
d) Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
2) Pulmo
a) Inspeksi : Normochest, Gerak dinding dada simetris saat statis dan
dinamis
b) Palpasi : Fremitus kanan = kiri
c) Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
d) Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-
) o. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Datar
b) Palpasi : Supel, hepar / lien tidak teraba membesar, nyeri tekan
abdomen (-), turgor < 2 detik
c) Perkusi : Timpani
d) Auskultasi : Bising usus (+), 5 kali/menit

III.2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang, berupa
pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin untuk mengetahui komplikasi
nefropati hipertensi.

III.2.5 Diagnosa Kerja


Hipertensi Grade II

III.2.6 Penatalaksanaan
Amlodipin 1x10 mg PO pagi hari setelah makan
Edukasi pasien agar rutin melakukan senam lansia atau senam jantung
sehat

III.3 Kunjungan Rumah


III.3.1 Kondisi Pasien

38
Pada saat kunjungan rumah kondisi pasien dalam keadaan baik. Pasien
merasa sakit di leher atau kepalanya. Pasien tidak rutin minum obat sesuai anjuran
dokter dan jarang kontrol ke Puskesmas.

III.3.2 Keadaan Rumah


a. Lokasi : Jl. Margorejo, Magelang Salaman
b. Kondisi rumah : Sehat
c. Luas : 50 m2
d. Lantai rumah : Seluruh lantai rumah adalah keramik
e. Jendela rumah : Luas jendela lebih dari 10% luas lantai rumah
dan setiap hari dibuka
f. Pencahayaan : Kurang
g. Kebersihan dan tata letak ruang : Kebersihan kurang, tata letak
ruang kurang baik
h. Sanitasi dasar : Bersih
i. Halaman rumah : Bersih
j. Kesan kebersihan : Bersih
k. Denah rumah :

Kamar
Ruang Mandi
Tamu

Gudang
Kamar Tidur
Pintu Masuk

39
III.3.3 Indikator Rumah Sehat

Tabel 3. Indikator Rumah Sehat


Skor rumah pasien
Indikator Variabel Skor
(tanda )
Lokasi a. Tidak rawan banjir 3 
b. Rawan banjir 1
2
Kepadatan rumah a. Tidak padat (>8m / orang) 3 
b. Padat (<8m2/ orang) 1
Lantai a. Semen, ubin, keramik, kayu 3 
b. Tanah 1
Pencahayaan a. Cukup 3
b. Tidak cukup 1 
Ventilasi a. Ada 3 
b. Tidak ada 1
Air bersih a. Air kemasan 3
b. Ledeng/ PAM 3
c. Mata air terlindung 2
d. Sumur pompa tangan 2
e. Sumur terlindung 2 
f. Sumur tidak terlindung 1
g. Mata air tidak terlindung 1
h. Lain-lain 1
Pembuangan kotoran a. Leher angsa 3 
kakus
b. Plengsengan 2
c. Cemplung/ cubuk 2
d. Kolam ikan/ sungai/ kebun 1
e. Tidak ada 1
Septic tank a. Jarak > 10 meter 3 
b. Lainnya 1
Kepemilikan WC a. Sendiri 3 
b. Bersama 2
c. Tidak ada 1

40
SPAL a. Saluran tertutup 3 
b. Saluran terbuka 2
c. Tanpa saluran 1
Saluran got a. Mengalir lancar 3 
b. Mengalir lambat 2
c. Tergenang 1
d. Tidak ada got 1
Pengelolaan sampah a. Diangkut petugas 3
b. Ditimbun 2
c. Dibuat kompos 3
d. Dibakar 2
e. Dibuang ke kali 1
f. Dibuang sembaragan 1 
g. Lainnya 1
Polusi udara a. Tidak ada 3 
b. Ada gangguan 1
Bahan bakar masak a. Listrik, gas 3
b. Minyak tanah 2
c. Kayu bakar 1
d. Arang/ batu bara 1
Total skor 34

Penetapan skor kategori rumah sehat:


1. Baik : Skor 35-42 (>83%)
2. Sedang : Skor 29-34 (69-83%)
3. Kurang : Skor <29 (<69%)
Pada rumah pasien termasuk ke dalam kategori rumah dalam kondisi Sedang.

III.4 Pengamatan Keluarga


III.4.1 Karakteristik Demografis Keluarga
Alamat pasien di Perumahan Jl. Margorejo, Salaman, Kabupaten Magelang.
Daerah tempat tinggal pasien merupakan pemukiman penduduk yang teratur dan
dengan lingkungan yang bersih. Pasien tinggal sendiri dan setiap hari dijenguk anak
atau cucunya.
III.4.2 Profil Keluarga

Tabel 4. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah


Kedudukan dalam Jenis
No. Nama Umur PendidikanPekerjaan
Keluarga Kelamin
77 Tidak Bekerja
1 Ny. SS KK Perempuan SD
tahun

II.4.3 Genogram Keluarga


Genogram dibuat pada tanggal 28 Mei 2019, sumber Ny. SS.
Pewawancara Bagus, Nisa

Tn. K Ny. R
Tn. A Ny. S 90 thn 87 thn
93 thn 90 thn Stroke Hipertensi
Hipertensi

Tn. S Tn. J Ny. K


Tn. B Ny. F Ny. N
Ny.82
SSthn Ny. S 80 Thn 75 Thn
73 thn79 78 Thn
Hipertensi 77 thn 75 thn Hipertensi
Hipertensi

Tn. C Tn. RA Ny. H


46 56 thn 53 thn
KLL Hipertensi

Gambar 2. Genogram Keluarga


Keterangan:
: Laki – Laki
: Perempuan
: Pasien
: Sudah meninggal
: Bercerai
: Tinggal Satu Rumah
Bentuk keluarga : Single Parent family (di dalam satu rumah terdapat hanya
terdapat ibu )
Siklus keluarga : Tahap VIII (Aging Family Member: suami telah
Meninggal
20 tahun lalu, istri mulai memasuki lanjut usia dan
seorang pensiunan)

III.4.4 Family Map

Gambar 3. Family Map

Keterangan:
: Fungsional (hubungan dekat)
: Disfungsional
: Saling acuh tak acuh

43
III.4.5 Komponen APGAR

Tabel 5. Komponen APGAR


Komponen Indikator Hampir Kadang- Hampir
Tidak Pernah Kadang (1) Selalu (2)
(0)
Adaptation Saya puas Bahwa Saya 
dapat kembali Pada
keluarga (teman- teman)
saya, untuk membantu
saya pada Waktu Saya
mendapat kesusahan
Partnership Saya puas Dengan Cara 
keluarga (teman-teman)
saya, Untuk
membicarakan Sesuatu
dengan saya Dan
mengungkapkan
masalah dengan saya
Growth Saya puas Bahwa 
keluarga (teman-teman)
saya, Menerima Dan
mendukung Keinginan
saya untuk Melakukan
aktifitas atau arah baru
Affection Saya puas dengan Cara
keluarga (teman-teman) 
saya, Mengekpresikan
afek dan Berespon
terhadap emosi-emosi
saya seperti marah sedih
atau mencintai
Resolve Saya puas dengan Cara 

44
keluarga saya, dan
(teman-teman) saya
menyediakan waktu
bersama- sama
Skor Total 7 (Fungsi Keluarga Kurang Sehat)

Klasifikasi :
 Skor 8-10: Fungsi keluarga sehat

 Skor 4-7: Fungsi keluarga kurang sehat

 Skor 0-3: Fungsi keluarga tidak sehat

III.4.6 Family SCREEM


Family SCREEM, terdiri dari: Social, Cultural, Religion, Economic,
Education, Medical. Penilaian ini berfungsi untuk menggali sumber daya yang ada
dalam sebuah keluarga. Penilaian terhadap keluarga pasien tertera dalam tabel
dibawah ini.

Tabel 6. Family SCREEM


Komponen Sumber Daya Patologis
Social Keluarga mampu bersosialisasi baik dengan Tidak Ada
tetangga sekitar. Hal ini terlihat pada saat ada
tetangga yang meninggal atau sakit maka keluarga
dan tetangga lainnya akan saling membantu
Cultural Keluarga pasien adalah suku Jawa. Keluarga tidak Tidak Ada
pernah mengikuti ritual atau mempercayai mitos-
mitos yang terkait kesehatan atau lainnya.
Religious Apabila ada masalah, keluarga pasien percaya dan Tidak Ada
berserah kepada Sang Pencipta
Economic Penghasilan mencukupi untuk kebutuhan sehari- Tidak Ada
hari, baik sehat mapun sakit.
Education Pendidikan terakhir pasien adalah SD Ada
Medical Pasien memiliki Jaminan Kesehatan. Tidak Ada
Jarak dari rumah ke Puskesmas dekat.

45
III.4.7 Perjalanan Hidup Keluarga (Family Life Line)

Tabel 7. Family Life Line


Tahun Usia Peristiwa Severity of Illness
1963 21 tahun Menikah -
1966 24 tahun Anak pertama lahir -
1974 32 tahun Anak kedua lahir -
1978 36 tahun Anak ketiga lahir -
1999 60 tahun Suami meninggal karena Stress karena takut
Hipertensi , penghasilan berkurang,

Pendapatan hanya dari


dari anak
2002 60 tahun Anak pertama meninggal Merasa sudah bisa
Karena kecelakaan menerima kondisinya

III.4.8 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Tabel 8. Perilaku Hidup Bersih Sehat


No. Indikator Keterangan Jawaban
A. Perilaku Sehat Ya Tidak
1. Apakah pasien masih merokok? Pasien tidak merokok 
2. Dimana Ibu melakukan Ditolong bidan 
persalinan?
3. Apakah bayi Ibu diimunisasi Imunisasi lengkap (DPT, 
lengkap? BCG, Polio, Hepatitis,

46
Campak)
4. Apakah balita ibu ditimbang? Penimbangan di 
Posyandu
5. Apakah keluarga Anda terbiasa 
sarapan pagi?
6. Apakah keluarga Anda memiliki Memiliki kartu 
Jamkesmas? keanggotaan BPJS non
PBI
7. Apakah keluarga Anda terbiasa 
cuci tangan sebelum dan
sesudah buang air besar?
8. Apakah keluarga Anda terbiasa 
gosok gigi pagi hari dan
sebelum tidur dengan odol?
9. Apakah anggota keluarga Seluruh anggota keluarga
melakukan aktifitas fisik atau melakukan aktifitas fisik 
olahraga teratur? setiap hari minimal 30
menit atau minimal 3
kali seminggu
B. Lingkungan Sehat
1. Apakah di rumah tersedia Bila rumah tidak ada tapi 
jamban dan seluruh anggota menggunakan MCK
keluarga menggunakannya? untuk BAB maka
jawaban tetap “Ya”
2. Apakah di rumah tersedia air Bila rumah tidak 
bersih dengan tempat/tandon air memiliki sumber air
tidak ada jentik? tetapi menggunakan
MCK / kran umum untuk
mendapatkan air berrsih
maka jawaban “Ya
3. Apakah di rumah tersedia Rumah terlihat 
tempat sampah? Dan di Bersih/bebas sampah dan
lingkungan di sekitar rumah tersedia tempat sampah
tidak ada sampah berserakan di dalam/ di luar rumah
4. Apakah ada/ tersedia SPAL Lingkungan yang bersih 
di sekitar rumah? tidak ada air limbah yang
Menggenang
5. Apakah ada pertukaran udara Ukuran ventilasi lebih 

47
dalam rumah? kurang 1/10 luas lantai
untuk setiap ruangan
6. Apakah ada kesesuaian luas Pengukuran kepadatan 
rumah dengan jumlah anggota dimana 1 orang penghuni
keluarga? membutuhkan luas 2m x
2m x 2m
7. Apakah lantai rumah bukan Seluruh laintai dikeramik 
tanah?
C. Indikator Tambahan
1. Apakah ada bayi usia 0-6 bulan Hanya untuk bagi 
hanya mendapatkan ASI saja keluarga yang (tidak
sejak lahir sampai 6 bulan? mempunyai bayi usia 0-6 ada bayi)
bulan, √ bila rumah
tangga tidak ada bayinya
jawaban tetap “ya” tetapi
dicatat dalam lembar
Catatan
2. Apakah anggota keluarga Semua anggota keluarga 
mengkonsumsi buah dan sayur mengkonsumsi buah dan
setiap hari? Sayur
Jumlah 14 4

Klasifikasi :
SEHAT I : Dari 18 pertanyaan, jawaban “ya” antara 1 -5 Pertanyaan (merah)
SEHAT II : Dari 18 pertanyaan, jawaban “ya” antara 6-10 Pertanyaan (kuning)
SEHAT III : Dari 18 pertanyaan, jawaban “ya” antara 11-15 Pertanyaan (hijau)
SEHAT IV : Dari 18 pertanyaan, jawaban “ya” antara 16-18 Pertanyaan (biru) Dari
18 indikator yang ada, yang dapat dijawab “Ya” ada 14 pertanyaan
yang berarti identifikasi keluarga dilihat dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehatnya
masuk dalam klasifikasi SEHAT III.

48
III.5 Assesmen Geriatri
III.5.1 Skala Depresi Geriatri

Tabel 9. Geriatric Depression Scale 15-Item / GDS-15)

NILAI RESPON
NO. KEADAAN YANG DIALAMI SELAMA SEMINGGU
YA TIDAK

1 Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? 

2 Apakah anda telah banyak meninggalkan kegiatan dan hobi 


anda?

3 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? 

4 Apakah anda sering merasa bosan? 

5 Apakah anda masih memiliki semangat hidup? 

6 Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi


pada anda ?


7 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup


anda? 

8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? 

9 Apakah anda lebih suka tinggal di rumah, daripada pergi


keluar untuk mengerjakan sesuatu yang baru? 

10 Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan


daya ingat anda dibandingkan orang lain? 

11 Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang



menyenangkan?

12 Apakah anda merasa tidak berharga? 




13 Apakah anda merasa penuh semangat?



14 Apakah anda merasa keadaan anda harapan

15 Apakah anda merasa bahwa orang lain lebih baik

49
keadaannya daripada anda? 

Berdasarkan hasil pengamatan, pasien Ny. S dikategorikan dalam kondisi Depresi ringan.

Interpretasi
1) Normal :0–4
2) Depresi ringan :5–8
3) Depresi sedang : 9 – 11
4) Depresi berat : 12 – 15

III.5.2 Penilaian Fungsi Kognitif

Tabel 10. Fungsi Kognitif Berdasarkan MMSE

Item Tes Nilai Nilai


maks.
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5 1
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), 5 5
(lantai/kamar)

REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (jeruk, uang, mawar), tiap benda 1 detik, 3 2
pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap
nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan
dengan benar dan catat jumlah pengulangan

ATENSI DAN KALKULASI


4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan 5 1
setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “WAHYU” (nilai
diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw = 2
nilai)

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)


5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 1

50
BAHASA
6 Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan 2 2
(pensil, arloji)
7 Pasien diminta mengulang rangkaian kata :”tanpa kalau dan atau 1 1
tetapi”
8 Pasien diminta melakukan perintah: “Ambil kertas ini dengan tangan 3 3
kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.
9 Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah tangan kiri 1 1
anda”
10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 1

11 Pasien diminta meniru gambar di bawah ini 1 0

Skor kognitif global (secara umum)


Nilai 24-30 : normal
Nilai 17-23 : probable gangguan kognitif
Nilai 0-16 : definite gangguan kognitif
Catatan: dalam membuat penilaian fungsi kognitif harus diperhatikan tingkat
pendidikan dan usia responden.

Berdasarkan hasil Mini Mental State Exam (MMSE) skor yang didapatkan oleh
pasien adalah 18 (normal). Pasien Ny. S terdapat probable gangguan fungsi
kognitif.

III.5.3 Clock Drawing Test


Tes ini untuk menilai fungsi visuospasial. Tes yang sensitif dalam
membedakan lansia nomal dari penyakit demensia. Alzheimer: sensitif menilai
kemampuan visuospasial dan konstruksional praktis; menilai konsep waktu, angka
dan hubungan waktu dan angka
Penderita yang mengerjakan tes ini diminta untuk :

51
1. Letakkan sehelai kertas dan sebuah pensil [tanpa penghapus] di
hadapan pasien.
2. Gambarkan sebuah jam dinding bulat berikut angka dalam posisi
benar”.

3. Setelah selesai di gambar “Gambalah jarum jam yang
menunjukkan pukul 11.10 menit]
Penilaian Metode 4 Skor :
1 poin untuk menggambar lingkaran tertutup.
1 poin untuk kedua belas angka lengkap.
1 poin untuk meletakkan semua angka-angka secara tetap
1 poin untuk kedua jarum jam dalam posisi tepat/ menunjukkan waktu
yang tepat
Skor normal adalah 4 poin Interpretasi: skor yang rendah, indikasi perlunya
evaluasi kognisi lebih lanjut.

Hasil: skor 1 poin fungsi visuospasial skor yang rendah

III.5.4 Penilaian ADL (Activity of Daily Living)


ADL atau Activity of Daily Living merupakan penilaian terhadap aktivitas sehari-
hari seorang individu. Penilaian ini menggunakan Indeks Barthel yang merupakan
suatu instrumen pengkajian yang berfungsi mengukur kemandirian fungsional
dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria
dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami
gangguan keseimbangan menggunakan 10 indikator yang tertera dalam tabel 11.

Tabel 11. Indeks Barthel


No. Aktivitas Kategori Skor Pasien
1. Makan 0 = Tidak mampu makan sendiri 10
5=Membutuhkan bantuan
10=Mandiri
2. Mandi 0 = Tidak mampu mandi sendiri 5
5 = Mandiri

52
3. Perawatan Diri 0 = Membutuhkan bantuan untuk 5
perawatan diri
5 = Mandiri wajah/rambut/gigi/
Bercukur
4. Berpakaian 0 = Tidak mampu berpakaian sendiri 10
5 = Membutuhkan setengah bantuan
10 = Mandiri (mampu mengancing
sampai merapikan pakaian)
5. Bowel (BAB) 0 = inkontinensia (membutuhkan enema/ 10
pencahar)
5 = Kadang-Kadang
10 = Kontinensia
6. Berkemih 0 = Inkontinensia (menggunakan katater) 10
5 = Kadang-Kadang
10 = Kontinensia
7. Penggunaan Toilet 0 = Tidak mampu 10
5 = Membutuhkan setengah bantuan,
tetapi dapat mengerjakan sendiri
10 = Mandiri
8. Berpindah (Tempat 0 = Tidak mampu, tidak ada 15
tidur ke kursi dan keseimbangan
sebaliknya) 5 = Membutuhkan banyak bantuan
(satu atau dua orang), duduk
10 = Membutuhkan sedikit bantuan
(verbal atau fisik)
15 = Mandiri
9. Pergerakan (dalam 0 = Tidak mampu mobilisasi, atau< 5 5
batas yang meter
ditentukan) 5 = Mandiri menggunakan kursi roda) >
5 meter
10 = Berjalan dengan bantuan satu
orang (verbal atau fisik) > 5 meter
15 = > 5 meter
10. Naik dan turun 0 = Tidak mampu 5
tangga 5 = Membutuhkan bantuan (verbal, fisik,
menggunakan tongkat/berpegangan
10 = Mandiri
Total Skor 85

53
Hasilnya, Ny. SS termasuk dependen sedang sehingga dapat melakukan aktivitas
sehari-sehari dengan sedikit bantuan.

Interpretasi hasil :
0-20 : Dependen Total
21-60 : Dependen Berat
61-90 : Dependen Sedang
91-99 : Dependen Ringan
100 : Independen/Mandiri

III.5.5 Indeks Katz


Indeks Katz ini digunakan untuk menilai aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).

Tabel 12. Indeks Katz


Tidak
No Aktivitas Mandiri Tergantung
Tergantung

Memerlukan bantuan
hanya pada 1 bagian tubuh
(bagian belakang / anggota
1. Bathing 
tubuh yang terganggu) atau
dapat melakukan
sendiri
Menaruh pakaian &
mengambil pakaian, memakai
2. Dressing pakaian, ’brace’, 
& menalikan sepatu
dilakukan sendiri

54
Pergi ke toilet, duduk berdiri
dari kloset, memakai pakaian
dalam, membersihkan kotoran

3. Toilletting (memakai ’bedpan’ pada 

malam hari saja & tidak


memakai penyangga
mekanik)

Berpindah dari dan ke tempat


tidur & berpindah dari dan ke

4. Transfering
tempat duduk (memakai atau
tidak memakai alat bantu)

5. Continence BAK & BAB baik 

Mengambil makanan dari


piring / yang lainnya &
memasukkan ke dalam mulut
(tidak termasuk kemampuan
6. Feeding 
untuk memotong daging
menyiapkan makanan seperti
mengoleskan mentega di roti)

Dari hasil pengkajian status fungsional pasien mampu melakukan semua pekerjaan
sendiri dari mulai mandi, berpakaian, kekamar kecil, berpindah, BAK/BAB, dan
makan.

55
Keterangan:
- Nilai A: Kemandirian dalam semua hal
- Nilai B: Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
- Nilai C: Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan
- Nilai D: Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan
satu fungsi tambahan
- Nilai E: Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil, dan satu fungsi tambahan.
- Nilai F: Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan
- Nilai G: Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

III.5.5 Resiko Jatuh


Penilaian resiko jatuh dilakukan dengan menggunakan Morse Fall Scale.

Tabel 13. Morse Fall Scale


No Pengkajian Skala Nilai
1 Riwayat Jatuh Tidak 0
25
Ya 25
2 Diagnosa Sekunder (≥ 2 diagnosis medis) Tidak 0
0
Ya 15
3 Alat bantu jalan
- Tidak ada/Bedrest/dibantu perawat 0
- Kruk/tongkat/walker 15 15
- Furnitur (kursi, lemari, meja) 30

4 Terapi Intravena saat ini Tidak 0


0
Ya 20
5 Gaya berjalan/cara berpindah
- Normal/bedrest/kursi roda 0
10
- Lemah (tidak bertenaga)* 10
- Terganggu† 20
6 Status mental
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0 15
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total skor‡ 65

56
* Cara berjalan lemah: langkah pendek (mungkin acak), bungkuk tetapi mampu
mengangkat kepala saat berjalan, dapat mencari dukungan dari furnitur saat
berjalan, tetapi dengan sentuhan ringan (untuk jaminan).
† Cara berjalan terganggu: langkah pendek dengan acak; mungkin mengalami
kesulitan yang timbul dari kursi; menunduk; keseimbangan secara signifikan
terganggu, membutuhkan perabotan, orang yang mendukung, atau alat bantu untuk
berjalan.
‡ Total skor
 0 – 24: Tidak berisiko perawatan dasar
 25 – 50: Risiko rendah pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar
 ≥ 51: Risiko tinggi pelaksanaan intervensi pencegahan risiko tinggi

Interpretasi hasil Morse Fall Scale pasien menunjukan skor 65 dimana terdapat
risiko jatuh yang tinggi dan membutuhkan pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh
resiko tinggi.

III.5.6 Tingkat Kerapuhan Lansia

Tabel 14. Edmonton Frail Scale


Kerapuhan Item 0 poin 1 poin 2 poin
kognitif Tolong bayangkan Tidak ada Sedikit Kesalahan
lingkaran ini adalah kesalahan kesalahannya Lainnya
sebuah jam. Saya ingin 
anda menunjukkan
posisi yang benar untuk
waktu “sepuluh lewat
sebelas”
Status Dalam setahun 0x 1–2x > 2x
kesehatan terakhir, berapa kali
umum anda dirawat di rumah 
sakit?
Fungsi Berapa banyak 0–1 2–4 5–8
kemandirian kegiatan anda yang 
memerlukan bantuan?
(Mempersiapkan
makanan, belanja,

57
bepergian, telepon,
menyuci, mengatur
keuangan, minum obat)
Dukungan Ketika anda Selalu Kadang- Tidak
sosial memerlukan bantuan, kadang Pernah
dapatkah anda
mengandalkan 
sesorang yang bersedia
dan mampu memenuhi
kebutuhan anda?
Penggunaan Apakah anda Tidak Ya
obat-obatan menggunakan 5 atau
lebih obat yang
berbeda secara teratur? 
Terkadang anda lupa Tidak Ya
minum obat? 
Nutrisi Apakah anda berusaha Tidak Ya
kehilangan berat badan
sehingga baju anda 
terasa longgar?
Perasaan Apakah anda sering Tidak Ya
merasa sedih atau
tertekan? 
Kontinensi Apakah anda memiliki Tidak Ya
masalah untuk
mengontrol
pengeluaran urin? 
Kinerja Saya ingin anda duduk 0 – 10 11 – 20 detik Salah satu
fungsional di kursi ini dengan detik diantara:
punggung dan lengan >20 pasien
beristirahat. Lalu enggan,
ketika saya katakana atau butuh
“pergi”, silahkan Bantuan
berdiri dengan langkah
yang aman dan nyaman
ke lantai yang sudah
diberi tanda (sekitar 3
meter jaraknya) dan
kembali ke kursi lalu
duduk 
Total 6

58
Keterangan :
• 0-5 : tidak rapuh
• 6-7 : rentan
• 8-9 : kerapuhan ringan
• 10-11 : cukup rapuh
• 12-17 : sangat rapuh
Interpretasi hasil Edmonton Frail Scale pasien menunjukan skor 6 dimana pasien
rentan rapuh.

III.6 Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga


III.6.1 Fungsi Biologis
Dari wawancara dengan pasien diperoleh keterangan bahwa Ny. SS
mengalami hipertensi sejak 25 tahun yang lalu dengan keluhan nyeri leher
belakang, namun pasien saat ini tidak ada keluhan, hanya kontrol tekanan darahnya
yang rutin dilakukan setiap bulan. Nyeri leher bagian belakang dialami jika tekanan
darah diatas 180. Namun, saat ini tekanan darah 200/100 mmHg. Penglihatan tidak
kabur (-), kelemahan anggota gerak (-), nyeri dada (-), kelumpuhan atau kekakuan
anggota gerak (-).

III.6.2 Fungsi Psikologis


Pasien tinggal sendiri di rumahnya. Hubungan antara pasien dan anak ke-2
dan ke-3 terjalin baik dan komunikasi agak sulit karena penyakit sang anak. Pasien
memiliki kepribadian yang cukup terbuka dan ramah. Ketika ada masalah, pasien
sering bercerita dengan anak ketiganya serta berdoa kepada Allah SWT. Dalam
menghadapi masalah eksternal dan internal dalam keluarga proses pengambilan
keputusan berasal dari pasien sebagai pembuat keputusan akhir.

III.6.3 Fungsi Ekonomi


Sumber penghasilan utama keluarga berasal dari penghasilan pasien sebagai
anak ke- 3 yaitu usaha laundry. Uang tersebut dipakai untuk biaya makan dan

59
kebutuhan rumah tangga seperti membayar listrik, air, dan membeli kebutuhan
makan harian (kebutuhan primer).

III.6.4 Fungsi Pendidikan


Pendidikan terakhir pasien adalah tamat SD/sederajat.

III.6.5 Fungsi Religius


Pasien berasal dari keluarga Islam yang taat dan rutin menjalankan ibadahnya.

III.6.6 Fungsi Sosial Budaya


Tidak terdapat kepercayaan terhadap mitos atau hal-hal lain yang
berhubungan dengan kesehatan yang masih dipercaya oleh pasien.

III.6.7 Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi


Masalah yang berhubungan dengan keluarga diselesaikan dengan
musyawarah.

III.6.8 Faktor Perilaku


Pasien adalah seorang bedagang sayuran. Pasien masih dapat beraktivitas
sehari hari dengan baik dan pasien pergi masih bisa untuk berobat sendiri dengan
bantuan satpam, sehingga pasien ada kesulitan untuk berobat ke puskesmas.

III.6.9 Faktor Non Perilaku


Usia pasien yang sudah tidak muda dan terdapat riwayat keluarga yang
menderita hal yang sama yakni Ayah pasien. Jarak antara sarana pelayanan
kesehatan (Puskesmas) dengan rumah pasien cukup dekat, hanya 100 m yang
ditempuh dengan berjalan kaki.

60
III.7 Diagnosis Holistik

Tabel 15. Diagnosis Holistik


Aspek Personal Keluhan: kontrol tekanan darah, pandangan
mata diakui agak kabur
Kekhawatiran: Khawatir berkembang menjadi
penyakit yang lebih berat bila tidak diobati
dengan benar
Harapan: Agar tekanan darah tetap terkontrol
dan tidak menjadi penyakit yang lebih berat
Aspek Klinis Hipertensi grade II
Aspek Resiko Internal Genetik: Terdapat riwayat hipertensi di
keluarga pasien
Biologi: Pasien tidak memiliki masalah
kesehatan lain seperti asam urat, kolesterol,
dan alergi kacang-kacangan dan ikan
Perilaku: Pasien tidak memiliki kebiasaan
merokok, dahulu pasien suka makan-makanan
asin, dan berlemak
Psikologis: Normal. Pasien adalah seorang
pedagang
pensiunan sehingga lebih banyak
menghabiskan waktunya dirumah.
Ekonomi: Pasien memiliki tidak memiliki
penghasilan, sehari hari pasien diantar makanan
oleh anaknya
Aspek Resiko Eksternal dan Psikososial

Lingkungan: Pasien tidak memiliki masalah


terhadap lingkungan sekitar, sering ditolong
dalam mengatar pasien ke sarana pelayanan
kesehatan
Keluarga: Dukungan keluarga sebagai
pengingat minum obat, penghibur, namun
tidak bisa sebagai pengantar berobat karena
anaknya juga sedang bekerja
Derajat Fungsional 1 (Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat
hidup mandiri) Dimana derajat fungsional
terdiri dari 5 derajat, yaitu :
- Derajat 1 : Tidak ada kesulitan, dimana
pasien dapat hidup mandiri
- Derajat 2 : Pasien mengalami sedikit

61
kesulitan
- Derajat 3 : Ada beberapa kesulitan,
perawatan diri masih bisa dilakukan, hanya
dapat melakukan kerja ringan
- Derajat 4 : Banyak kesulitan. Tak dapat
melakukan aktivitas kerja, tergantung pada
keluarga
- Derajat 5 : Tidak dapat melakukan kegiatan

III.8 Manajemen Komprehensif


1. Patient centered care
a. Promotif
Edukasi dan penyuluhan mengenai hipertensi kepada pasien mulai
dari definisi, penyebab, faktor risiko, pencegahan, pengobatan, diet
sehat (Diet Approaches to Stop Hypertension / DASH) dan
komplikasinya serta penyakit hipertensi dapat diturunkan. Selain
tentang hipertensi dijelaskan juga mengenai bahaya penyakit
diabetes mellitus, sindrom metabolik serta perilaku hidup sehat.
b. Preventif
Pencegahan yang dilakukan terhadap pasien diberikan dalam bentuk
mengedukasi dan memotivasi pasien agar memeriksaan diri ke
puskesmas dan meminum obat, karena komplikasi penyakitnya
terutama risiko stroke, apalagi bapak mertua pasien meninggal
karena stroke. Selalu menjaga pola makan keluarga yang rendah
garam, gula dan minyak. Mengedukasi pasien agar menggunakan
minyak goreng yang sekali pakai dan beralih ke makanan rebus dan
kukus. Memotivasi pasien untuk meningkatkan aktivitas fisik yang
ditambah dengan kesan rekreatif seperti senam lansia dan senam
jantung sehat, maupun jalan santai yang dapat dilakukan pasien di
sela-sela aktivitasnya. Mengedukasi pasien untuk manajemen stres
dengan rekreasi dan istirahat yang cukup.
c. Kuratif

62
Obat antihipertensi amlodipin 1x10 mg PO pagi hari setelah
makan.

d. Rehabilitatif
Senam lansia dan senam jantung sehat.

2. Family Focus
a. Promotif
Edukasi dan penyuluhan mengenai hipertensi kepada keluarga
pasien mulai dari definisi, penyebab, faktor risiko, pencegahan,
pengobatan, diet sehat (Diet Approaches to Stop Hypertension /
DASH) dan komplikasinya serta penyakit hipertensi dapat
diturunkan. Selain tentang hipertensi dijelaskan juga mengenai
bahaya penyakit diabetes mellitus, sindrom metabolik serta perilaku
hidup sehat.
b. Preventif
Mengedukasi keluarga untuk membantu pasien dalam proses
manajemen penyakitnya, yaitu dengan mengantar pasien ke sarana
pelayanan kesehatan, mengawasi pasien minum obat, dan ikut dalam
proses manajemen stres pasien seperti rekreasi.
c. Kuratif
Mengedukasi keluarga untuk memeriksakan diri ke dokter jika
mengalami keluhan serupa dengan pasien dan mengecek tekanan
darahnya.
d. Rehabilitatif
Tidak dilakukan.

3. Community Oriented
a. Promotif
Edukasi dan penyuluhan mengenai hipertensi di tingkat dusun yang
dihadiri kader kesehatan dan tokoh masyarakat serta warga
mengenai definisi, penyebab, faktor risiko, pencegahan,

63
pengobatan, diet sehat (Diet Approaches to Stop Hypertension /
DASH) dan komplikasinya serta penyakit hipertensi dapat
diturunkan. Selain tentang hipertensi dijelaskan juga mengenai
bahaya penyakit diabetes mellitus, sindrom metabolik serta perilaku
hidup sehat.
b. Preventif
Bekerjasama dengan pejabat setempat untuk mendata pasien dengan
hipertensi. Kemudian pada orang yang memiliki indikasi kusta
diusulkan ke puskesmas.
c. Kuratif
Kerjasama dengan para kader kesehatan desa untuk mengajak warga
memeriksakan diri ke puskesmas jika ada anggota keluarga yang
memiliki gejala serupa agar pasien hipertensi mendapat pengobatan
dini dan mencegah pasien hipertensi menderita komplikasi.
d. Rehabilitatif
Kerjasama lintas sektor dengan dinas sosial untuk memperhatikan
aspek biopsikososial pasien hipertensi.

III.9 Analisis Masalah


Pasien adalah seorang Pensiunan pedagang. Biaya kehidupan sehari-hari
berasal dari anak ketiganya yang memiliki usaha laundry. Pasien tinggal di rumah
pribadi sendirian. Pasien terdaftar sebagai anggota BPJS. Jarak rumah pasien ke
sarana kesehatan dekat dengan berjalan kaki. Pasien tidak rutin berobat.

64
Lingkungan

 Pasien dapat bersosialisasi dengan baik


 terhadap orang sekitar lingkungan rumahnya.
 Sanitasi rumah baik.

Pelayanan Kesehatan

 Pasien memiliki JKN


Genetik (Jaminan Kesehatan
Nasional)
 Terdapat riwayat
 Jarak antara rumah
penyakit hipertensi Derajat pasien dan sarana
pada keluarga pasien Kesehatan kesehatan dekat dan
yaitu Ayah dan Ibu mudah dijangkau.
pasien.
m

Perilaku

Pasien tidak rutin berobat ke puskesmas.

Gambar 4. Diagram Realita yang Ada pada Keluarga

III.10 Permasalahan pada Pasien dan Keluarganya


Berikut adalah tabel yang memuat permasalahan pada pasien dan
keluarganya.

Tabel 16. Permasalahan Pada Pasien Dan Keluarganya


No. Resiko Masalah Kesehatan Rencana Pembinaan

1. Terdapat riwayat penyakit hipertensi pada Memberikan edukasi mengenai pola hidup
keluarga pasien yaitu Ayah dan Ibu pasien sehat dengan menjaga pola makan, tidur dan
senam lansia ataupun senam jantung sehat
dengan frekuensi tiga kali seminggu

65
III.11 Pembinaan dan Hasil Kegiatan
Tabel 17. Pembinaan dan Hasil Kegiatan
Tanggal Kegiatan Keluarga yang Hasil Kegiatan
Terlibat
28 Mei 2019 Edukasi mengenai Pasien Pasien memahami
penyakit Hipertensi penjelasan yang
yang meliputi, faktor diberikan
risiko, rencana
pengobatan,
komplikasi, dan
pencegahan
29 Mei 2019 Edukasi mengenai Pasien Pasien memahami
perilaku hidup sehat perilaku hidup sehat
diantaranya adalah
menjaga pola makan,
rutin senam, dan
menghindari stress
dengan rekreasi dan
istirahat yang cukup

III.12 Kesimpulan Pembinaan Keluarga


Hasil pembinaan keluarga dilakukan pada hari Selasa tanggal 28 Mei 2019 pada
pukul 10.00 WIB. Dari pembinaan keluarga tersebut didapatkan hasil sebagai
berikut
a. Tingkat pemahaman : Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakukan
baik
b. Hasil Pemeriksaan:
1) Keadaan Umum : Baik
2) Keluhan : Tidak ada
3) TTV Tekanan darah 180/100 mmHg (Hipertensi Stage II)
c. Faktor pendukung:
1) Pasien dapat memahami dan menangkap penjelasan yang diberikan
2) Kesadaran pasien untuk hidup sehat, sehingga sangat kooperatif untuk
mengubah perilaku yang tidak baik bagi kesehatan

66
d. Faktor penyulit:
Faktor genetik
e. Indikator keberhasilan:
1) Pengetahuan meningkat mengenai penyakit
2) Kesadaran pasien untuk hidup sehat dengan menjaga pola hidup sehat
3) Kesadaran pasien untuk mengatur pola makan

67
BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang didapat dari kunjungan rumah Ny. SS di Perumahan
Margorejo di dapatkan faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada Ny. S
adalah faktor genetik, dimana keluarga memiliki peranan penting dalam proses
kesembuhan pasien hipertensi pada Ny. S, terutama dalam hal kontrol stressor,
perubahan gaya hidup, pengawasan minum obat dan kontrol rutin ke Puskesmas.

IV.2 Saran
1. Kepada pasien untuk melakukan perubahan gaya hidup seperti olahraga
rutin berupa senam lansia dan senam jantung sehat 3 kali seminggu,
mengurangi konsumsi garam dan makanan berlemak, serta rutin untuk
meminum obat dan kontrol tekanan darahnya.
2. Kepada tenaga kesehatan untuk melakukan edukasi serta penyuluhan
terhadap warga desa mengenai penyakit lanjut usia, salah satunya
hipertensi serta melakukan pendekatan kedokteran keluarga dalam
menangani kasus hipertensi.

68
DAFTAR PUSTAKA

1. Anies. Kedokteran Keluarga. Semarang; Universitas Diponegoro, 2015.


2. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Penduduk lanjut usia
(lansia) dan keterjangkaua nprogram perlindungan sosial bagi lansia. 2017.
Available from:
http://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/170829%20TNP2K%20
Profil%20Lansia%20dan%20Keterjangkauan%20SP-Final_290817.pdf
3. Zaenurrohmah, HD. Hubungan pengetahuan dan riwayat hipertensi dengan
tindakan pengendalian tekanan darah pada lansia. Epid Vol 5 No 2 Surabaya:
Universitas Airlangga. 2017.
4. Anggraini, MT, Novitasari, A, Setiawan, MR. Buku Ajar Kedokteran
Keluarga. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. 2015.
Available
from:http://repository.unimus.ac.id/290/1/BUKU%20ajar%20kedokteran%20
kelu arga.pdf
5. Pusat Data dan Informasi Kementeran Kesehata Republik Indonesia.
Hipertensi.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Sebagian besar penderita
hipertensi tidak menyadarinya. 2017. Available from:
http://www.depkes.go.id/article/view/17051800002/sebagian-besar-penderita-
hipertensi-tidak-menyadarinya.html
7. Muhadi. JNC-8: Evidence-based Guideline for Management of Adult
Hypertension. 2016. Available from:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/19_236AnalisisJNC%208Evidencebased
%20 Guideline%20Penanganan%20Pasien%20Hipertensi%20Dewasa.pdf
8. Sani, MA. Identifikasi drps (drug related problems) pada pasien hipertensi di
instalasi rawat inap RSUD dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun
2015.[Tesis] Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2017.
9. Gray, H. H., Dawkins, K. D., M.Morgan, J., & A.simpson, L. Lecture Notes
Kardiologi Edisi 4. Jakara: Erlangga Medical Series. 2005.

69
10. Anbarasan, SS. Gambaran kualitas hidup lansia dengan hipertensi di wilayah
kerja puskesmas rendang pada periode 27 februari sampai 14 maret
2015.[Tesis] Bali: Universitas Udayana. 2016.
11. Bistok S. Penatalaksanaan hipertensi pada usia lanjut. Medan: Universitas
Sumatra Utara. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63271/018%20.pdf?se
que nce=1
12. Dewi, SR. Buku Ajar Gerontik. Yogyakarta: Deepublish. 2014. Available
from:
https://books.google.co.id/books?id=3FmACAAAQBAJ&printsec=frontco
ver&dq=lansia+adalah+pdf&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjP0uHgoabbAhX
Eeis KHX ZaD3MQ6AEIODAC#v=onepage&q&f=false
13. World Health Organization. Health Situation and Trend Assessment: Elderly
Population. 2019. Available from:
http://www.searo.who.int/entity/health_situation_trends/data/chi/elderly-
population/en/
14. Safitri, N. Masalah Kesehatan pada Lansia. 2018. Available from:
http://yankes.kemkes.go.id/read-masalah-kesehatan-pada-lansia-4884.html
15. Gupta, D., Kaur,G., Gupta, A. Geriatric Syndromes. Medicine Updates 2016.
2016. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/328772991_Geriatric_syndromes

70
Lampiran
Dokumentasi Hasil Kegiatan

Anda mungkin juga menyukai