Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark

dikarenakan adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau

bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli

atau trombosis. Penurunan aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti

berfungsi. Aliran darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan mengakibatkan

iskemia neuron yang sifatnya irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau

sebesar 83% mengalami stroke jenis ini (Misbach, 2010).

2.2 Epidemiologi

Sampai dengan tahun 2010 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7%

dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥18 tahun. Diantara orang kulit hitam,

prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada

orang Asia. Dari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indoneisia, diperoleh gambaran

bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil usia 45

tahun yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun

33,5%. Data-data lain dari ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka

kematian sebesar 24,5% (Chandra, 2010).

Sampai saat ini stroke masih merupakan penyebab gangguan fungsional

yang pertama, dan sebanyak 15-30% penderita stroke mengalami kecacatan yang

2
3

permanen. Mayoritas stroke adalah infark serebral. Sekitar 85% dari semua stroke

disebabkan oleh stroke iskemik atau infark (Chandra, 2010).

2.3 Etiologi

Penyebab utamanya adalah penyempitan arteri di daerah leher atau kepala.

Kebanyakannya disebabkan oleh atherosklerosis atau penumpukan kolesterol. Jika

lumen arteri menjadi semakin sempit, sel-sel darah tidak bisa lewat dan akan

terbentuknya bekuan darah. Bekuan darah ini akan menghalang sirkulasi darah

dimada ia akan membentuk trombosis atau mengikuti sirkulasi darah dan

menyebabkan sumbatan pada arteri yang berdekatan dengan otak membentuk

emboli. Arcus aorta merupakan tempat paling sering berlaku penumpukan

atherosklerosis manakala a. carotis sering terjadi emboli yang dapat menyebabkan

stroke (Mansjoer, 2010).

Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme

patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri (Sudoyo, 2006) :

1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau

cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini

sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan

lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau

intermiten dalam beberapa jam atau hari.

2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau

cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber

proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari

bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi


4

di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi

ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai

mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.

2.4 Faktor Resiko Stroke

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke

non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan

yang dapat di modifikasi.

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Widjaja, 2013) :

1. Usia

Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 55 tahun dan akan

meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir

13% berumur di bawah 45 tahun.

2. Jenis kelamin

Laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan tetapi

penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak perempuan yang meninggal

krena stroke. Risiko stroke pria 1,25 kali lebih tinggi daripada perempuan.

3. Heriditer

Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya

hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan

riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga

pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko

terkena stroke.
5

4. Ras atau etnik

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih.

Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku

Jawa (khususnya Yogyakarta).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Widjaja, 2013) :

1. Riwayat stroke

Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu

lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai

42%.

2. Hipertensi

Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai

enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama

terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi

menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan

darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan

stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding

pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau

perdarahan otak.

3. Penyakit jantung

Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,

paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering

menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya

pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh


6

darah otak.

4. Diabetes mellitus

Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan

mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan

menurun. Namun, ada factor penyebab ain yang dapat memperbesar risiko stroke

karena sekitar 40% penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.

5. TIA

Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan

singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan

tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang

dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup

mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan

mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan

terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.

6. Hiperkolesterol

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak

bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna

klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma

sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum,

ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron,

lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL),

dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling

tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar


7

protein tertinggi terdapat pada HDL. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL

>100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl

akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.

7. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan

perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan

karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding

pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga

mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.

2.5 Klasifikasi Stroke Iskemik

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis (Caplan, 2009) :

1. Serangan iskemia atau Transient Ischemic Attack (TIA). Pada bentuk ini

gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak

akan menghilang dalam waktu 24 jam.

2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas atau Reversible Ischemic

Neurological Defisit (RIND). Gejala neurologik yang timbul akan

menghilang dalam waktu lebih lama 24 jam. Tapi tidak lebih seminggu.

3. Stroke Progresif (Progresive Stroke atau Stroke in evolution). Gejala

neurologik makin lama makin berat.

4. Stroke Komplet (Completed Stroke atau Permanent Stroke), gejala klinis

sudah menetap.
8

Berdasarkan subtipe penyebab (Caplan, 2009) :

1. Stroke lakunar

Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan

sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang

lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi

aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus

Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang

terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang

kecil, lunak, dan disebut lacuna.

Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman

pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.

Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :

a. Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior

b. Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna

c. Stroke sensorik murni akibat infark thalamus

d. Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang

canggung akibat infark pons basal.

2. Stroke trombotik pembuluh besar

Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, sat pasien relative

mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat

stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di

jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
9

3. Stroke embolik

Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang

terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak

dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat

pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar

menderita stroke hemoragik di kemudian hari.

4. Stroke kriptogenik

Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa

penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan

evaluasi klinis yang ekstensif.

2.5 Patofisiologi Stroke Iskemik

Sekitar  80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat

obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.

Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu

pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal,

bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti

jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu

embolus (Kristofer, 2010).

Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab

stroke pada orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak

aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.

Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi
10

arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya

aterosklerosis (Kristofer, 2010).

Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupakan

respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan

araknoid dan piamater meninges (Kristofer, 2010).

2.5.1 Stroke trombotik

Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu

subtipe stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat

pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini

sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri

karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut

arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang

oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis

pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang

dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-

evolution” (Widjaja, 2013).

Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian

besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial

pada dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak

akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita.

Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis

yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu


11

mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri

vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala (Smith, 2013).

Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis

parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah

jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri,

aliran darah mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi.

Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan

generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus

diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah

dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya (Smith, 2013).

2.5.2 Stroke embolik

Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal

embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang

terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak

dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat

pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh

darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik

tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi

atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului

terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan

trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena

biasanya adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung

mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala
12

klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang

tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum

tersangkut (Smith, 2013).

Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang

pembuluh darah sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian

tersangkut di sebelah hilir dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan

stroke kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita stroke

hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan

perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin

hari setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa

struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh

karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat

menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut (Smith,

2013).

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda

tergantung neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain (Gubitz,

2010) :

1. Arteria karotis interna

Lokasi tersering lesi adalah bifurkasio arteria karotis komunis ke dalam

arteri karotis interna dan eksterna. Cabang arteri karotis interna adalah arteri

oftalmika, arteri komunikantes posterior, arteri koroidalis anterior, arteri serebri

anterior, dan arteri serebri media.


13

a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteri karotis yang terkena,

akibat insufisiensi arter retinalis.

b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena

insufisiensi arteri serebri media.

c. Lesi dapat terjadai diantara arteri serebri anterior dan arteri serebri

media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin

mngenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia

ekspresif karena keterlibatan daerah bicara mototrik Broca.

2. Arteria serebri media

a. Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (mengenai lengan)

b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral

c. Afasia global : gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara

dan komunikasi

d. Disfagia

3. Arteri serebri anterior

a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai : lengan

proksimal juga mungkin terkena; gerakan volunter tungkai yang

bersangkutan terganggu

b. Defisit sensorik kontralateral

c. Demensia, gerakan menggenggam, refleks patologik

4. Sistem vertobasilar

a. Kelumpuhan di satu sampai keempat ektremitas

b. Meningkatnya refleks tendon


14

c. Ataksia

d. Tanda babinski bilateral

e. Gejala-gejala serebelum seperti tremor, intention, vertigo

5. Arteri serebri posterior

a. Koma

b. Hemiparesis kontralateral

c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)

2. 7 Diagnosis

Diagnosis didasarkan atas hasil (Chandra, 2010) :

1. Penemuan klinis

Anamnesis :

a. Terutama terjadinya keluhan / gejala defisit neurologi yang mendadak

b. Tanpa trauma kepala

Pemeriksaan Fisik

a. Adanya defisit neurologi fokal

b. Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)

c. Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya

2. Pemeriksaan penunjang

Stroke dengan oklusi pembuluh darah dapat dilakukan pemeriksaan :

1. CT Scan dan MRI

Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang

terjadi. Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam


15

parenkim otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area

hipointens.

Gambar 2.1 CT Scan Stroke iskemik

2. Ekokardiografi

Pada dugaan adanya tromboemboli kardiak (transtorakal, atau

transesofageal)

3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan

gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari

kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya

bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi

pembuluh darah otak.

4. Angiografi otak

Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke

dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat

memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.


16

5. Transcranial Doppler

Dapat untuk melihat sejauh mana anastomosis membantu daerah yang

tersumbat.

6. Pemeriksaan darah lengkap

Perlu untuk mencari kelainan pada cairan darah sendiri.

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi stroke iskemik adalah untuk melindungi daerah

oligemia pada daerah penumbra. Daerah ini dapat dilindungi dengan

mengurangkan derajat berat iskemik, contohnya proteksi neuron, atau

mengurangkan durasi terjadinya iskemik dengan mengembalikan aliran darah di

daerah yang kurang mendapat aliran darah.

1. Memberi aliran darah kembali pada bagian otak tersebut (Heiss, 2009) :

a. Membuka sumbatan

Trombolisis dengan streptokinase atau urikinase, keduanya merubah

sirkulasi plasminogen menjadi plasmin. Jadi timbul systemic lytic state, serta

dapat menimbulkan bahaya infark hemoragik. Fibrinolisis local dengan tissue

plasminogen activator, disini hanya terjadi fibrinolisis local yang amat singkat.

b. Menghilangkan vasokonstriksi

Calcium channel blocker, agar diberikan dalam 3 jam pertama dan belum

ada edema otak (GCS >12).

c. Mengurangi viskositas darah

Hemodilusi; mengubah hemoreologi darah : pentoxyfilin


17

d. Menambah pengiriman oksigen: perfluorocarbon, oksigen hiperbarik.

e. Mengurangi edema : manitol.

2. Mencegah kerusakan sel yang iskemik

a. Mengurangi kebutuhan oksigen: hipotermi, barbiturat.

b. Menghambat pelepasan glutamat, dengan merangsang reseptor

adenosine dari neuron; mengurangi produksi glutamate dengan

methionine.

c. Mengurangi akibat glutamate

NMDA blocker pada iskemia regional.

AMPA blocker pada iskemia global yang sering disertai asidosis.

d. Inhibisi enzim yang keluar dari neuron seperti enzim protein kinase C

yang melarutkan membrane sel dapat diinhibisi dengan ganglioside

GM1.

e. Menetralisir radikal bebas dengan vitamin C, vitamin E, superoxide

dismutase seperti 2-1 aminosteroid (lazeroid) akan memperpanjang half

life dari endothelial derived relaxing factor.

f. Mengurangi produksi laktat : turunkan gula darah sampai normal.

g. Mengurangi efek brain endorphine : naloxone.

3. Memulihkan sel yang masih baik

Metabolic activator seperti citicholin, piracetam, piritinol bekerja dalam

bidang ini

4. Menghilangkan sedapat mungkin semua faktor resiko yang ada.


18

5. Pengobatan penyebab stroke

Kalau terbentuk trombus pada aliran darah cepat, dan trombus ini

melewati permukan kasar seperti plaque arteria maka akan terbentuk white clot

(gumpalan platelet dengan fibrin). Obat yang bermanfaat adalah aspirin untuk

mengurangi agregasi platelet ditambah tiklodipin untuk mengurangi daya

pelekatan dari fibrin. Bila kemudian hal ini diikuti oleh stenosis dan pelambatan

aliran darah yang progresif, maka terapi adalah antikoagulan sampai penyebab

dapat dihilangkan atau sampai buntu total dan aliran darah hanya dari kolateral

saja baru antikoagulan dihentikan dan diganti dengan aspirin.

6. Rehabilitasi :

Tujuan rehabilitasi ialah :

a. Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu

b. Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan

interpersonal menjadi normal

c. Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

7. Terapi Preventif :

Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini

dapat dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor

risiko stroke :

1. Pengobatan hipertensi

2. Mengobati diabetes mellitus

3. Menghindari rokok, obesitas, stres.

4. Berolahraga teratur.
19

2.9 Prognosis

Prognosis bagi stroke iskemik dipengaruhi oleh usia, letak lesi, beratnya

defisit dan penyebab. Pada pasien yang mempunyai tingkat kesadaran yang

rendah maka prognosisnya adalah buruk. Perbaikan pada fungsi tubuh berlaku

pada 25% pasien yang menghidap stroke iskemik. 40% daripadannya pula

mempunyai gangguan fungsi sederhana dan memerlukan penjagaan yang khusus

manakala 10% daripada pasien meninggal akibat stroke. Rekurensi berlaku 5

hingga 15% setiap tahun (Barnett, 2009).

Anda mungkin juga menyukai