Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN STROKE

Disusun Oleh

Nama : Nurmala

Nim : 14420201020

Kelompok : VII

Preceptor:

1. Preceptor Klinik
Nurwahidah, S.Kep.,Ns ( )

2. Preceptor Institusi
Nur Wahyuni Munir, S.Kep.,Ns.,M.Kep ( )

DEPARTEMEN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT DAN DISASTER NURSING
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak yang terjadi
akibat penyumbatan pembuluh darah arteri. Stroke terjadi akibat sumbatan
pada pembuluh darah, terutama arteri di otak. Sumbatan pembuluh darah
arteri ternyata tidak saja menyerang bagian otak manusia, namun juga
dapat menyerang bagian kaki manusia, (Ridwan , 2017).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke atau
cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang
terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system
suplai arteri otak, (Pinzon, 2019).
2. Etiologi
Penyebab stroke antara lain :
a. Stroke iskemik yang terdiri dari trombosis (bekuan cairan di dalam
pembuluh darah otak), embolisme serebral (bekuan darah), iskemia
(penurunan aliran darah ke area otak).
b. Hemoragie serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).
Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan yang
menyumbat pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah ke
otak. Gumpalan dapat berkembang dari akumulasi lemak atau plak
aterosklerotik di dalam pembuluh darah. Faktor resikonya antara lain
hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid darah,diabetes dan
riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam keluarga, (Mutiarasari,
2019).
Stroke hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya
perdarahan subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana
perdarahan masuk ke ruang subaraknoid yang biasanya berasal dari
pecahnya aneurisma otak atau AVM (malformasi arteriovenosa).
Hipertensi, merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor resiko dari
penyakit ini. Perdarahan subaraknoid bisa berakibat pada koma atau
kematian. Pada aneurisma otak, dinding pembuluh darah melemah yang
bisa terjadi kongenital atau akibat cedera otak yang meregangkan dan
merobek lapisan tengah dinding arteri, (Lingga, 2018).
3. Klasifikasi
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan oleh bekuan darah, penyempitan
arteri yang mengarah ke otak, embolus yang menyebabkan sumbatan
di satu atau beberapa arteri ekstra kranium. Stroke iskemis disebabkan
oleh trombus yang menyebabkan oklusi menetap, mencegah adanya
reperfusi pada organ yang infark sehingga menyebabkan terjadinya
keadaan anemia atau iskemik. Pada usia lebih dari 65 tahun
penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis
(penyempitan pembuluh darah arteri akibat penumpukan plak pada
dinding pembuluh darah).
Pada keadaan normal, aliran darah ke otak adalah 58 ml/ 100
gram jaringan otak setiap menit. Bila hal ini turun sampai 18 mU / 100
gram jaringan otak setiap menit maka aktivitas listrik neuron terhenti
tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversible.
Apabila penurunan aliran darah terjadi semakin parah menyebabkan
jaringan otak mati, disebut sebagai infark. Infark otak terjadi karena
iskemik otak yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan
struktur otak yang ireversible, (Kusyani, 2021).
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam
jaringan otak (disebut hemoragia intraserebrum atau hematom
intraserebrum) atau ke dalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak
(disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling
mematikan, tetapi relative hanya menyusun sebgian kecil dari stroke
total, 10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk
perdarahan subaraknoid. Biasanya kejadianya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat,
(Kusyani, 2021).
4. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke, diantaranya yaitu faktor risiko
yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi. Faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi, (Hardika, 2020):
a. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun
dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun.
b. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum
pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita,
sedangkan perbedaan angka kematianya masih belum jelas.
c. Herediter
d. Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun, meningkatkan risiko terkena stroke.
e. Ras atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam
waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali
sebanyak 35% sampai 42%.
b. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat
sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan
risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan
tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90
mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau
perdarahan otak.
c. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,
paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling
sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena
memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat
lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.
d. (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif.
e. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan
singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tapi biasanya 24 jam.
Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling
sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar,
sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5
bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke
dalam lima tahun setelah serangan pertama.
f. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis.
Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein
sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan
empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan
lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL
yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar
trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau
trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung
atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding
pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner.
Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl,
dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh
darah baik di jantung maupun di otak.
g. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya
umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan
stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body mass
index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan
dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2,
overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.
h. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat,
dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin
dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada
dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi
komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan
darah.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang
terkena, fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak yang
terkena, keparahan kerusakan serta ukuran daerah otak yang terkena selain
bergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral, (Pinzon, 2019).
a. Stroke iskemik
Tanda dan gejala yang sering muncul yaitu:
1) Transient ischemic attack (TIA)
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa
jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Serangan
bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah
menetap.
2) Reversible Ischemic
Neurogic Difisit (RIND) Gejala timbul lebih dari 24 jam.
3) Progressing stroke atau stroke inevolution
Gejala makin lama makin berat (progresif) disebabkan gangguan
aliran darah makin lama makin berat
4) Sudah menetap atau permanen
b. Stroke hemoragik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak
yang terkena.
1) Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran
menempatkan posisi.
2) Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan
memori.
3) Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan.
4) Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi,
fungsi fisik, intelektual. Stroke dapat mempengaruhi fungsi
tubuh.
Adapun beberapa gangguan yang dialami pasien yaitu :
1) Pengaruh teradap status mental: tidak sadar, confuse
2) Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguansentuhan dan
sensasi, gangguan penglihatan, hemiplegi (lumpuh tubuh
sebelah).
3) Pengaruh terhadap komunikasi: afasia (kehilangan bahasa),
disartria (bicara tidak jelas). Pasien stroke hemoragik dapat
mengalami trias TIK yang mengindikasikan adanya peningkatan
volume di dalam kepala.Trias TIK yaitu muntah proyektil, pusing
dan pupil edem.
6. Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai
cadangan oksigen. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena
trombus dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan
otak. Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejala yang dapat
menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik
kemudian disebur infark. Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin
akibat iskemia mum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia
karena akibat proses anemia dan kesukaran untuk bernafas. Stroke karena
embolus dapat mengakibatkan akibat dari bekuan darah, udara, palque,
ateroma fragmen lemak. Jika etiologi stroke adalah hemorrhagi maka
faktor pencetus adalah hipertensi. Abnormalitas vaskuler, aneurisma
serabut dapat terjadi ruptur dan dapat menyebabkan hemorrhagi,
(Wihastuti, 2016).
Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami
iskemia dan infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan
meluas setelah serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral
dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang
luas.Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya
saat terkena, (Wihastuti, 2016).
Akibat penurunan CBF regional suatu daerah otak terisolasi dari
jangkauan aliran darah, yang mengangkut O2 dan glukose yang sangat
diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi
itu tidak berfungsi lagi dan karena itu timbullah manifestasi defisit
neurologik yang biasanya berupa hemiparalisis, hemihipestesia,
hemiparestesia yang bisa juga disertai defisit fungsi luhur seperti afasia.
Apabila arteri serebri media tersumbat didekat percabangan kortikal
utamanya (pada cabang arteri) dapat menimbulkan afasia berat bila yang
terkena hemisfer serebri dominan bahasa, (Wihastuti, 2016).
Lesi (infark, perdarahan, dan tumor) pada bagian posterior dari
girus temporalis superior (area wernicke) menyebabkan afasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan dan tertulis, kelainan ini
dicurigai bila klien tidak bisa memahami setiap perintah dan pertanyaan
yang diajukan. Lesi pada area fasikulus arkuatus yang menghubungkan
area wernicke dengan area broca mengakibatkan afasia konduktif, yaitu
klien tidak dapat mengulangi kalimat-kalimat dan sulit menyebutkan
nama-nama benda tetapi dapat mengikuti perintah. Lesi pada bagian
posterior girus frontalis inferoior (broca) disebut dengan afasia eksprektif,
yaitu klien mampu mengerti terhadap apa yang dia dengar tetapi tidak
dapat menjawab dengan tepat, bicaranya tidak lancar, (Wihastuti, 2016).
7. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi
komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan, (Junaidi,
2018):
a. Berhubungan dengan immobilisasi : infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
b. Berhubungan dengan paralisis : nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
c. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala.
d. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak
oleh pemindaian CT).
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
f. Pemeriksaan laboratorium
1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum
dan kemudian berangsur-rangsur turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah
itu sendiri.
(Yueniwati, 2016)
9. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
3) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena
trombositmemainkan peran sangat penting dalam pembentukan
trombus dan ambolisasi. Antiagresi trombosis seperti aspirin
digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4) Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler, (Presley, 2018).
b. Non Farmakologis
Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses
pemulihan kondisi pasca stroke :
1) Terapi Wicara
Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara,
maupun mengerti kembali kata – kata.
2) Fisioterapi
Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk menangani
kondisi stroke stadium akut bertujuan untuk :
a) Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring
yang lama
b) Menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada
peningkatan tonus
c) Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi
sakit
d) Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerak dan
koordinasi gerak
e) Meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional .
3) Akupuntur
Akupuntur merupakan metode penyembuhan dengan cara
memasukkan jarum dititik-titk tertentu pada tubuh penderita
stroke. Akupuntur dapat mempersingkat waktu penyembuhan dan
pemulihan gerak motorik serta ketrampilan sehari-hari, (Hartini,
2021).
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Menanyakan nama, umur, alamat, pendidikan, penanggung jawab
pasien.
b. Primer
Pengkajian primer dengan data subjektif yang di dapatkan
yaitu keluhan utama : kelemahan ekstremitas, gangguan bicara,
peningkatan tekanan darah, perubahan sensari dan cara bicara.
Keluhan penyakit saat ini : mekanisme terjadinya. Riwayat penyakit
terdahulu : adanya penyakit saraf atau riwayat cedera sebelumnya,
tekanan darah tinggi, kebiasaan minum alkohol, konsumsi medikasi
antikoagulan atau agen antiplatelet, adanya alergi dan statu imunisasi.
Pengkajian primer dengan data objektif yang di dapatkan
yaitu:
1) Airway
Adanya perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi), terdapat secret, lidah jatuh kebelakang, napas
berbunyi stridor, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi).
2) Breathing
Dilakukan auskultasi dada terdengar stridor atau ronchi atau
mengi, pernapasan diatas 24 x/menit, terlihat pengembangan
dada, terlihat adanya penggunaan otot bantu pernapasan, nafas
cepat dan pendek.
3) Circulation
Adanya perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan
bradikardi disritmia).
4) Disability
Adanya lemah atau letargi, lelah, kaku, hilang keseimbangan,
perubahan kesadaran bisa sampai koma.
5) Exposure
Membuka seluruh pakaian dan melihat cedera lain yang ada pada
tubuh lainnya lalu berikan selimut untuk mencegah hipotermi.
c. Sekunder
Pengkajian sekunder terdiri dari :
1) Mengukur tanda-tanda vital
2) Melakukan pemerikaan fisik head to toe
3) Melakukan anamnesa
a) Alergi : menanyakan apakah pasien memiliki alergi terhadap
obat, makanan, minuman dan debu.
b) Medikasi : menanyakan apakah pasien saat ini dalam
pengobatan penyakit dan mengkonsumsi obat-obatan.
c) Pastilness : menanyakan riwayat penyakit yang pernah
dialami pasien.
d) Lastmeal : menanyakan kapan terakhir pasien makan dan apa
yang dimakan.
e) Environment : menanyakan aktivitas atau kegiatan apa saja
yang dilakukan pasien sebelum sakit.
4) Melakukan dokumentasi dan memberikan informent consent
kepada keluarga pasien
5) Re-evaluasi
(Maliya, 2017)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan
stroke antara lain, (SDKI, 2017) :
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan O₂ otak
menurun.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot.
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular, kerusakan sentral bicara.
3. Intervensi Keperawatan (SIKI, 2018)
No Diagnosa Intervensi Rasional

1. Gangguan perfusi 1. Pantau TTV tiap 1. Peningkatan tekanan


jaringan serebral jam dan catat darah sistemik yang
berhubungan hasilnya. diikuti dengan
dengan O₂ otak 2. Kaji respon penurunan tekanan
menurun. motorik diastolik merupakan
terhadap tanda peningkatan TIK.
perintah Napas tidak teratur
sederhana. menunjukkan adanya
3. Pantau status peningkatan TIK.
neurologis 2. Mampu mengetahui
secara teratur. tingkat respon motorik
4. Dorong latihan pasien.
kaki aktif/pasif. 3. Mencegah/menurunkan
5. Kolaborasi atelektasis.
pemberian obat 4. Menurunkan statis vena
sesuai indikasi. 5. Menurunkan risiko
terjadinya komplikasi
2. Hambatan mobilitas 1. Ajarkan klien 1. Mengajarkan klien
fisik berhubungan tentang tentang penggunaan alat
dengan penurunan penggunaan alat bantu, memudahkan
kekuatan otot. bantu mobilitas mobilitas pasien.
2. Ajarkan dan 2. Membantu klien dalam
bantu klien proses perpindahan akan
dalam proses membantu klien latihan
perpindahan. dengan cara tersebut.
3. Berikan 3. Pemberian penguatan
penguatan positif positif selama aktivitas
selama akan membantu klien
beraktivitas semangat dalam latihan.
4. Dukung teknik 4. Mengetahui
latihan ROM perkembangan
5. Kolaborasi mobilisasi klien sesudah
dengan tim latihan ROM.
medis tentang 5. Kolaborasi dengan tim
mobilitas klien. medis dapat membantu
peningkatan mobilitas
pasien seperti kolaborasi
dengan fisioterapis.
3. Gangguan 1. Lakukan 1. Mengetahui
komunikasi verbal komunikasi kemampuan komunikasi
berhubungan dengan wajar, klien.
dengan kerusakan bahasa jelas, 2. Mengetahui
neuromuscular, sederhana dan derajat/tingkatan
kerusakan sentral bila perlu kemampuan
bicara. diulang. berkomunikasi klien.
2. Berdiri di dalam 3. Menurunkan terjadinya
lapang pandang komplikasi lanjutan.
pasien pada saat 4. Keluarga mengetahui
bicara. dan mampu
3. Latih otot bicara mendemonstrasikan
secara optimal cara melatih komunikasi
4. Libatkan verbal pada klien tanpa
keluarga dalam bantuan perawat.
melatih 5. Mengetahui
komunikasi perkembangan
verbal pada komunikasi verbal klien
klien.
5. Kolaborasi
dengan terapi
wicara
DAFTAR PUSTAKA

Hardika, B. D. (2020). Faktor Risiko yang Mempengaruhi Terjadinya Stroke Non


Hemoragik pada Pasien di RS RK Charitas dan RS Myria Palembang.
Jurnal Akademika, 268-274.
Hartini, S. (2021). Penerapan Tehnik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Perubahan
Tekanan Darah Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Diwilayah Kerja
Puskesmas Penimbung. Jurnal Ilmiah Stikes Yarsi Mataram, 97-103.
Junaidi, I. (2018). Stroke, Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI.
Kusyani, A. (2021). Asuhan Keperawatan Stroke Untuk Mahasiswa dan Perawat
Profesional. Bojonegoro: Guepedia.
Lingga, L. (2018). All About Stroke : Hidup Sebelum dan Pasca Stroke. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Maliya, A. (2017). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Ny.G Dengan
Stroke Hemoragik di Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Ilmu Kesehatan, 50-
62.
Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, And Prevention.
Jurnal Ilmiah Kedokteran, 60-73.
Pinzon, R. (2019). Awas Stroke : Pengertian, Gejala, Tindakan Perawatan dan
Pencegahan. Yogyakarta: ANDI.
Presley, B. (2018). Penatalaksanaan Farmakologi Stroke Iskemik Akut. University
Of Surabaya Repository, 1411-8742.
Ridwan , M. (2017). Mengenal, Mencegah dan Mengatasi Silent Killer, Stroke.
Jakarta: Romawi Pustaka.
SDKI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
SIKI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Wihastuti, T. A. (2016). Patofisiologi Dasar Keperawatan Penyakit Jantung
Koroner: Inflamasi. Malang: UB Press.
Yueniwati, Y. (2016). Pencitraan Pada Stroke. Malang: UB Press.

Anda mungkin juga menyukai