Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA VES (VENTRIKEL EKSTRA SISTOLIK)


DIRUANG CVCU RSUD LABUANG BAJI

FITNI TRI ARTIKA


N202101054

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Ekstra sistol ventrikel adalah gangguan irama jantung dimana timbul denyut jantung
premature yang berasal dari focus yang terletak di ventrikel. Ekstra sistol ventrikel dapat
berasal dari satu ventrikel atau lebih. Ekstra sistol ventrikel merupakan kelainan irama
jantung yang paling sering ditemukan dan dapat timbul pada jantung yang normal. Biasanya
frekuensinya bertambah dengan bertambahnya usia, terlebih bila banyak minum kopi,
merokok atau emosi.
Ekstra sistol ventrikel dapat disebabkan oleh iskemia miokard, infark miokard akut, gagal
jantung, sindrom QT memanjang, prolapse katup miral, keracunan digitalis, hypokalemia,
miokarditis, kardiomoipati.
Ventrikular ekstrasistol merupakan suatu keadaan ini muncul dari suatu lokasi diventrikel
yang teriritasi. Mekanisme dasar berupa peningkatan automaticity atau re-entry di ventrikel.
Ventrikular ekstrasistol adalah denyutan prematur yang muncul lebih dini dari denyutan yang
diharapkan.

B. Etiologi
Etiologi Ventrikular ekstrasistol terdiri dari cardiac dan non-cardiac:
1. Penyebab cardiac dari VES adalah sebagai berikut:
a. Infark miokard akut atau iskemik
b. Penyakit katup jantung, terutama prolapse katup mitral
c. Cardiomyopathy (misalnya iskemik, dilatasi, hipertrofi)
d. Kontusio jantung
e. Bradikardia
f. Takikardia
2. Penyebab noncardiac dari VESadalah sebagai berikut:
a. Gangguan elektrolit (hipokalemia, hipomagnesemia, atau hiperkalsemia)
b. Obat-obatan (misalnya, digoxin, antidepresan trisiklik, aminofilin, amitriptyline,
pseudoephedrine, fluoxetine)
c. Obat lain (misalnya, kokain, amfetamin, kafein, alkohol)
d. Anestesi
e. Operasi
f. Infeksi

C. Patofiologi
Apabila terjadi perubahan tonus susunan saraf pusat otonom atau karena suatu penyakit
di Nodus SA sendiri maka dapat terjadi VES (gangguan irama jantung) atau aritmia.
1. Trigger automatisasi
Dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early dan delayed
afterdepolarisation yaitu suatu voltase kecil yang timbul sesudah sebuah potensial
aksi. Apabila suatu ketika terjadi peningkatan tonus simpatis misalnya pada gagal
jantung atau terjadi penghambatan aktivitas sodium-potassium-ATP-ase misalnya
pada penggunaan digitalis, hipokalemia atau hipomagnesemia atau terjadi reperfusi
jaringan miokard yang iskemik misalnya pada pemberian trombolitik maka keadaan-
keadaan tersebut akan mengubah voltase kecil ini mencapai nilai ambang potensial
sehingga terbentuk sebuah potensial aksi prematur yang dinamakan “trigger impuls”.
Trigger impuls yang pertama dapat mencetuskan sebuah trigger impuls yang kedua
kemudian yang ketiga dan seterusnya sampai terjadi suatu irama takikardi.
2. Gangguan konduksi
a. Re-entry
Bilamana konduksi di dalah satu jalur tergaggu sebagai akibat iskemia atau masa
refrakter, maka gelombang depolarisasi yang berjalan pada jalur tersebut akan
berhenti, sedangkan gelombang pada jalur B tetap berjalan seperti semula bahkan
dapat berjalan secara retrograd masuk dan terhalang di jalur A. Apabila beberapa
saat kemudian terjadi penyembuhan pada jalur A atau masa refrakter sudah lewat
maka gelombang depolarisasi dari jalur B akan menembus rintangan jalur A dan
kembali mengaktifkan jalur B sehingga terbentuk sebuah gerakan sirkuler atau
reentri loop. Gelombang depolarisasi yang berjalan melingkar ini bertindak
sebagai generator yang secara terus-menerus mencetuskan impuls. Reentri loop
ini dapat berupa lingkaran besar melalui jalur tambahan yang disebut
macroentrant atau microentrant.

b. Concealed conduction (konduksi yang tersembunyi)


Impuls-impuls kecil pada jantung kadang-kadang dapat menghambat dan
menganggu konduksi impuls utama. Keadaan ini disebut concealed conduction.
Contoh concealed conduction ini ialah pada fibrilasi atrium, pada ekstrasistol
ventrikel yang dikonduksi secara retrograd. Biasanya gangguan konduksi jantung
ini tidak memiliki arti klinis yang penting.
c. Blok
Blok dapat terjadi diberbagai tempat pada sistem konduksi sehingga dapat dibagi
menjadi blok SA (apabila hambatan konduksi pada perinodal zpne di nodus SA);
blok AV (jika hambatan konduksi terjadi di jalur antara nodus SA sampai berkas
His); blok cabang berkas (bundle branch block=BBB) yang dapat terjadi di right
bundle branch block atau left bundle branch block.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis

1. Perubahan tekanan darah ( hipertensi atau hipotensi ), nadi mungkin tidak teratur,
defisit nadi, bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun, kulit
pucat, sianosis, berkeringat, edema, haluaran urin menurun bila curah jantung
menurun berat.
2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,
gelisah
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan, bunyi nafas
tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan
seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik
pulmonal, hemoptisis.
5. Demam, kemerahan kulit (reaksi obat), inflamasi, eritema, edema (trombosis
siperfisial), kehilangan tonus otot/kekuatan

F. Faktor Resiko
Hal-hal berikut meningkatkan resiko terjadinya gangguan irama jantung, yaitu :
1. Serangan jantung
2. Gagal jantung atau cardiomyopathy, Kondisi ini akan melemahkan otot jantung
sehingga mempengaruhi proses hantar impuls.
3. Gangguan katup jantung, Pada kondisi gangguan katup, jantung bekerja lebih keras
dari biasanya sehingga dapat menyebabkan gagal jantung.
4. Penyakit jantung bawaan, Adanya kelainan bawaan jantung dapat mengakibatkan
timbulnya gangguan anatomi dan fisiologi jantung.
5. Tekanan darah tinggi, Tekanan darah yang tinggi akan meningkatkan tahanan
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan kerja
jantung menjadi lebih berat.
6. Myocarditis dan Pericarditis
7. Diabetes Diabetes dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi dan penyakit
pembuluh darah koroner.
8. Sleep apnea, Dapat mengakibatkan kerusakan pada jantung karena jantung tidak
mendapat suplai oksigen yang cukup.

G. Pemeriksaan Penunjang
Gold standard pemeriksaan untuk menegakan diagnosis VES adalah dengan
menggunakan elektrokardiografi (EKG). Karakteristik gambaran VES pada EKG antara lain:
a. Durasi kompleks QRS lebar
b. Morfologi kompleks QRS yang aneh dan tidak didahului oleh gelombang P
c. Gelombang T biasanya berlawanan arah dengan vector QRS  Umumnya setelah
terjadi VES, akan tampak Full Compensatory Pause (Pause setelah VES sama dengan
2x interval R-R sebelumnya)
d. Jika VES berasal dari ventrikel kiri biasanya menghasilkan pola Right bundle-branch
Block (RBBB) pada QRS. VES berasal dari ventrikel kanan biasanya menghasilkan
pola seperti LBBB di QRS.
e. VES idiopatik sering berasal dari outflow tract ventrikel kanan yang memiliki
morfologi left bundle inferior axis
f. Muncul pseudonormal gelombang T pada orang dengan riwayat infark miokard.

H. Penatalaksanaan
Pendekatan tatalaksana untuk VES tergantung pada frekuensi VES, gejala yang timbul,
ada atau tidak adanya penyakit jantung struktural yang mendasari, dan perkiraan risiko
kematian jantung mendadak. Tidak adanya penyakit jantung struktural yang signifikan
(misalnya, fungsi ventrikel normal, tidak ada penyakit jantung koroner atau katup) dan
asimptomatik VES tidak memerlukan terapi. VES benigna yang timbul sesekali dan tidak
menimbulkan gejala tidak perlu diberikan obat antiaritmia, cukup menghindari faktor
presipitasi (stres, produk yang mengandung kafein, merokok, alcohol, obat simpatomimetik,
obat asma dan lain-lain. Apabila pasien memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi, SKA,
atau gagal jantung, maka obati penyakit tersebut. VES yang timbul terlalu sering (10-30
kali/menit) dan multiform, memiliki R-T phenomenon disertai gejala, pengobatan biasanya
dimulai dengan pemberian β- bloker. Apabila tidak berhasil barulah diberikan obat
antiaritmia. Antiaritmia golongan I dilaporkan cukup efektif kecuali pada pasien SKA.
Pemberian amiodarone hanya dilakukan pada VES maligna dan dengan disertai ventricular
takikardi dikarenakan efek sampingnya yang banyak.

I. Prognosis
Pada pasien tanpa gejala tanpa mendasari penyakit jantung, prognosis jangka panjang
adalah serupa dengan populasi umum. Pasien tanpa gejala dengan fraksi ejeksi lebih dari
40% memiliki insiden 3,5% dari takikardia ventrikel berkelanjutan atau serangan jantung.
Oleh karena itu, pada pasien dengan tidak adanya penyakit jantung pada pemeriksaan
noninvasif, prognosis lebih baik.Satu peringatan untuk ini adalah bahwa data yang muncul
menunjukkan bahwa ektopi ventrikel sangat sering (> 4000/24 jam) mungkin berhubungan
dengan perkembangan kardiomiopati terkait dengan aktivasi listrik abnormal dari jantung.
Dalam keadaan iskemia / infark coroner akut, pasien dengan VES sederhana jarang yang
berkembang menjadi maligna. Namun, ektopi kompleks persisten setelah MI dikaitkan
dengan peningkatan risiko kematian mendadak dan mungkin merupakan indikasi untuk studi
elektrofisiologi (EPS). Pada pasien yang menderita infark miokard, kehadiran VES telah
dikaitkan dengan peningkatan hingga 3 kali risiko kematian mendadak.
DAFTAR PUSTAKA

Austin Heart. 2002. Premature Ventricular Contractions.


Contraction. Accessed 18 September 2016. Avalaibale form: http:// www.intechopen.com
Harum, S dan Yamin, M. 2009. Aritmia Ventrikel. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. Jakarta: Interna Pubishing.
Kabo, Peter . 2010. Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional.
Jakarta: Balai penerbit FKUI
Lily. LS. 2011. Pathophysiology of Heart Disease. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins
Perez S, Jose LM. Frequent Ventricular Extrasystoles: Significance, Prognosis, and
Treatment. E-Journal of the ESC Council for cardiology Practice. 2011;
Lundqvist-Blomstrom C, et. al. 2008. ACC/AHA/ESC guidelines for the management of
patients with–Ventricular Ekstrasistole executive summary. European Heart
Journal.
Rilantono, Lily I, 2012. Penyakit Kardiovaskular. Jakarta:FKUI
Solomon, MD dan Froelicher, V. The Prevalance and Prognostic Value of Rest Premature
Ventricular Rilantono, Lily I, 2012. Penyakit Kardiovaskular. Jakarta:FKUI
Torp, C., Ehra, P., Kay, G. N., Chairperson, H. R. S., Kalman, J., Chairperson, A.,Ross, D.
(2014). EHRA / HRS / APHRS Expert Consensus on Ventricular Arrhythmias.
Heart Rhythm, 11(10), e166–e196. http://doi.org/10.1016/j.hrthm.2014.07.02

Anda mungkin juga menyukai