Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN TOTAL AV BLOK

1. PENDAHULUAN
Gangguan konduksi jantung adalah ganguan yang terjadi pada
jaringan konduksi (jalur listrik) jantung sehingga listrik jantung tidak berjalan
lancer atau terhenti ditengah jalan. (Budi Yuli, 2009). AV Blok merupakan
salah satu kondisi gangguan konduksi jantung yang terjadi bila jalur SA
Node ke AV Node (yang membentuk interval PR pada EKG) terhambat,
maka Interval PR menjadi lebih panjang. Ibarat jalan tol macet, maka jarak
tempuh ke tempat tujuan menjadi lebih lama. AV Blok dibagi menjadi 3
derajat sesuai tengan tingkat keparahan. (Lippincot, William, 2011)
Total AV blok merupakan keadaan darurat jantung yang membutuhkan
penanganan segera. Blok biasanya berkembang dari blok derajat I dan II,
tetapi total AV blok dapat juga terjadi tanpa blok parsial sebelumnya atau
interval PR yang bisa normal segera setelah terjadi periode blok total. Letak
blok total sering diperkirakan dengan lebar kompleks QRS dan kecepatan
ventrikel. Jika terjadi distal dari His Bundle kompleks QRS biasanya melebar
dan kecepatan ventrikel biasanya > 50x/ menit.(Hidayat, 2010 ).
2. ANATOMI DAN PERJALANAN RANGSANG JANTUNG
Kejadian perangsangan jantung dalam keadaan normal dipengaruhi
oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Diawali SA node yang akan
mengeluarkan rangsang, kemudian disalurkan melalui ke tiga jaras
internodal di atrium kanan dan kiri menuju AV node,kemudian melalui bundle
His, seterusnya ke branch bundle kanan dan kiri dan berakhir di serabut
Purkinye yang terdapat dalam otot jantung. Kemudian terjadilah aktivasi
elektris pada setiap titik jaringan yang mengandung unsur‐ unsur listrik yang
dilalui yaitu SA node,muscle, AV node,bundle His, Branch Bundle, Purkinye,
yang digambarkan sebagai potensial aksi dari masing‐masing titik jaringan
tersebut. Aritmia dapat merupakan kelainan sekunder akibat penyakit
jantung atau ekstra kardiak, tetapi dapat juga primer. Kesemuanya
mempunyai mekanisme yang sama dan penatalaksanaan yang sama.
Aritmia dapat dibagi menjadi kelompok supraventrikular aritmia dan
ventrikular aritmia berdasarkan letak lokasi yaitu apakah di atria termasuk
AV node dan bundle His ataukah di ventrikel mulai dari infra bundle His.
dibagi menurut heart rate yaitu bradikardi ataupun takikardi, dengan nilai
normal berkisar antara 60 – 100/menit. Penyebab kardiak yang sering
menyebabkan aritmia yaitu Penyakit Jantung Koroner (PJK) khususnya
infark miokard.Kelainan aritmia yang sering timbul adalah ventricular extra
systole (VES) yang dapat menyebabkan ventricular tachycardia (VT) dan
ventricular fibrillation (VF). Tidak jarang terjadi juga AV block total yang
biasanya berkaitan dengan adanya inferior myocard infarct. Selain itu
dengan terjadinya proses degenerasi pada sistem hantaran di jantung, akan
didapatkan AV block derajat 1 atau derajat 2 atapun derajat 3 (AV Block
total). Dengan adanya degenerasi di SA nodeakan menimbulkan fokus‐
fokus baru di atrium sehingga dapat menimbulkan atrial fibrillation dan atrial
flutter. Tergantung dari letak fokus, selain menyebabkan VES, dapat terjadi
Supra Ventricular Extra Systole (SVES) atau Supra Ventricular Tachycardia
(SVT) dimana fokusnya berasal dari atas bundle His. AVNRT (AV Nodal
Reentry Tachycardia) merupakan salah satu dari SVT dimana terjadi proses
reentry mechanism di sekitar AV node. (Lukman, Hakim, 2010).
3. ETIOLOGI
AV Blok sering terjadi dari kelanjutan fase buruk dari :
1. Iskemia jantung
2. Infark jantung
3. Gagal jantung kongestif
4. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi).
5. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
6. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat
anti aritmia lainnya.
7. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
8. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi
kerja dan irama jantung.
9. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
10. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
11. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
12. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
13. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
14. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system
konduksi jantung).
Yang akhirnya menghambat konduksi implus dari SA node ke AV node.
4. SIGN AND SYMPTOMS
Tanda umum yang terjadi pada pasien dengan total AV blok ini adalah :
a. Chest pain
b. Dyspnea
c. Confusion
d. Pulmonary edema
Namun terdapat tanda gejala yang kompleks dari masing masing stage total
AV blok yaitu:
a. Stage 1 biasanya belum muncul tanda dan gejala namun sudah dapat
dilihat gambaran EKG yang menunjukkan terlihat perpanjangan interval P
– R > 0,21 detik.
b. Stage 2 Biasanya asimtomatik, tetapi pada beberapa pasien, merasakan
kejanggalan dari detak jantung, presinkop, atau sinkop dapat terjadi;
dapat bermanifestasi pada pemeriksaan fisik sebagai bradikardia
(terutama Mobitz II) dan / atau ketidakteraturan denyut jantung (terutama
Mobitz I [Wenckebach])
c. Stage 3 sering dikaitkan dengan gejala seperti kelelahan, pusing, pusing,
presinkop, dan sinkop; terkait dengan bradikardia kecuali lokasi blok yang
terletak di bagian proksimal dari node atrioventrikular (AVN). (Chirag M
Sandesara, MD, FACC, 2014. Journal Of Cardiology. Medscape).
5. STAGE AV BLOCK
a. AV blok derajat I: letak kelainan pada AV node dan pada EKG terlihat
perpanjangan interval P –R > 0,21 detik. Semua impuls dihantarkan ke
ventrikel. Kelainan ini sering terdapat pada usia lanjut.

b. AV blok derajat II tipe Wenckebach, Mobitz II ataupun AV blok total


biasanya disebabkan oleh infark miokard akut inferior. Pada gambaran
EKG pada AV blok derajat II terlihat ada gelombang P yang tidak
mempunyai pasangan gelombang QRS yang artinya bahwa ada rangsang
yang tidak disalurkan kebawah karena ada gangguan pada AV node
ataupun His‐ Purkinye.

Sedangkan pada AV blok total terlihat tidak ada asosiasi antara


gelombang P dan gelombang QRS yang artinya tidak ada hubungan
sama sekali antara atrium dan ventrikel dimana masing‐masing
mengeluarkan impulsnya.

Pengobatan pada AV blok derajat I tidak ada yang khusus, hanya


memperhatikan faktor penyebab seperti efek digitalis ataupun mengobati
penyakit penyebab yaitu PJK. Sedangkan pada AV blok II dan III
disamping penyakit penyebab, simtomatis dapat diberikan sulfas atropin,
atau isoproterenol.
Khusus untuk AV blok total tindakan terbaik adalah dengan pemasangan
pacu jantung.
Ekstra Sistole
Dibagi berdasar asal fokus yaitu : supraventrikel dan ventrikel. Gambaran
EKG pada ES supraventrikel adalah gambaran gelombang QRS lancip
atau sama dengan gambaran gelombang QRS lain yang normal. Fokus
berasal dari supra His. Gambaran EKG pada ES ventrikel adalah
gelombang QRS yang melebar (>0.12 ms). Focus berasal dari ventrikel.

Penyebab terbanyak adalah karena: Infark Miokard dan jenis Penyakit


Jantung Koroner lain, efek digitalis, ataupun karena psikologis. Pada
pemeriksaan fisik: terdengar bunyi jantung ekstra disela irama jantung
yang reguler. Frekuensi dapat terdengar sering atau jarang. Berdasarkan
frekuensi ini dapat ditentukan bigemini atau trigemini.
Klasifikasi ES umumnya pada ES ventrikel adalah sebagai berikut:
1. jumlahnya < 5/menit atau <30/jam
2. konsekutif
3. Fenomena R on T
4. Multifokal
5. Bigemini atau lebih
Kesemuanya ini sudah merupakan indikasi untuk pengobatan.
Pemeriksaan penunjang adalah EKG. Untuk pengamatan lama (24 atau
48 jam) dapat dilakukan dengan alat Holter Monitoring. Pengobatan:
dengan obat anti aritmia kelas I atau kelas III.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit
dan obat jantung.
b. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien
aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
pacu jantung/efek obat antidisritmia.
c. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
d. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu
gerakan dinding dan kemampuan pompa.
e. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
f. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium
dapat mnenyebabkan disritmia.
g. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya
obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
h. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum
dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
i. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut
contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
j. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
1) Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
 Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan
untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter. Procainamide
untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai
anestesi. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
 Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel
takikardia. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
 Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
2) Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina
pectoris dan hipertensi
3) Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
4) Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
b. Terapi mekanis
1) Kardioversi
Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan
disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur
elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.
2) Defibrilasi
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan
gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel
apabila tidak ada irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan
mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus,
sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya
sebagai pacemaker.
3) Defibrilator kardioverter implantable
Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia
ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai
risiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.
4) Terapi pacemaker
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus
listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung.
Alat ini memulai dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika
pacemaker alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya.
Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan
hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan
kegagalan curah jantung.

5) Pembedahan hantaran jantung


Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap
pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat
ditangani dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut
mencakup isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi
listrik dan ablasi frekwensi radio. Isolasi endokardial dilakukan dengan
membuat irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area
endokardium tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian
dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan
mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung. Pada reseksi
endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium
tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan.
Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang
didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF), pada endokardium di tempat
asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku akan menjadi
jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat dihilangkan. Pada
ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau dekat sumber
disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300 joule
diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan
sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut,
sehingga menghilangkan sumber disritmia. Ablasi frekwensi radio
dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal
disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan
melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik.
Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada
jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya
dan bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.
8. Pengkajian
Pengkajian primer :
a. Airway
1) Apakah ada peningkatan sekret ?
2) Adakah suara nafas : krekels ?
b. Breathing
1) Adakah distress pernafasan ?
2) Adakah hipoksemia berat ?
3) Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?
4) Apakah ada bunyi whezing ?
c. Circulation
1) Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?
2) Apakah ada takikardi ?
3) Apakah ada takipnoe ?
4) Apakah haluaran urin menurun ?
5) Apakah terjadi penurunan TD ?
6) Bagaimana kapilery refill ?
7) Apakah ada sianosis ?

Pengkajian sekunder
a. Riwayat penyakit
1) Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
2) Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi
3) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
4) Kondisi psikososial
b. Pengkajian fisik
1) Aktivitas : kelelahan umum
2) Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin
tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra,
denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat,
sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah
jantung menurun berat.
3) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
menolak,marah, gelisah, menangis.
4) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran
terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan
kelembaban kulit
5) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
letargi, perubahan pupil.
6) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang
atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
7) Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels,
ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti
pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik
pulmonal; hemoptisis.
8) Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema,
edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.
9. Diagnosa keperawatan dan Intervensi
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang
dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat,
nadi teraba sama, status mental biasa
2) Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
3) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
1) Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi,
keteraturan, amplitudo dan simetris.
2) Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut
jantung ekstra, penurunan nadi.
3) Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi
jaringan.
4) Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi;
disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung
5) Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas
selama fase akut.
6) Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres
missal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi
7) Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan factor
penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah
mengkerut, menangis, perubahan TD
8) Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
9) Kolaborasi : Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
 Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
 Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmim. Siapkan untuk
bantu kardioversi elektif
 Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
 Masukkan/pertahankan masukan IV
 Siapkan untuk prosedur diagnostik invasive
 Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrillator
b. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi
medis/kebutuhan terapi.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
2) Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping
obat
Intervensi :
1) Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
2) Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik
pada pasien/keluarga
3) Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh
kelemahan, perubahan mental, vertigo.
4) Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat
diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan
bila dosis terlupakan Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari
latihan berlebihan
5) Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
6) Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa
pulang
7) Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
8) Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung
dan gejala yang memerlukan intervensi medis
9) Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan
karotis/sinus, maneuver Valsava bila perlu.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar
suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi.
Tujuan/kriteria hasil :
- Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
- Memenuhi perawatan diri sendiri.
- Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya
bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh
fungsi jantung.
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dipsnea, berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi).
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan/kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
masukan dan pengeluaran.
2) Bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima.
3) Berat badan stabil dan tidak ada edema.
4) Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana
diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal.
2) Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selam
fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kngesti paru,
gagal jantung.
5) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GGK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.
DAFTAR PUSTAKA

Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC,
Jakarta.
Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, Volume I, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai