1. PENDAHULUAN
Gangguan konduksi jantung adalah ganguan yang terjadi pada
jaringan konduksi (jalur listrik) jantung sehingga listrik jantung tidak berjalan
lancer atau terhenti ditengah jalan. (Budi Yuli, 2009). AV Blok merupakan
salah satu kondisi gangguan konduksi jantung yang terjadi bila jalur SA
Node ke AV Node (yang membentuk interval PR pada EKG) terhambat,
maka Interval PR menjadi lebih panjang. Ibarat jalan tol macet, maka jarak
tempuh ke tempat tujuan menjadi lebih lama. AV Blok dibagi menjadi 3
derajat sesuai tengan tingkat keparahan. (Lippincot, William, 2011)
Total AV blok merupakan keadaan darurat jantung yang membutuhkan
penanganan segera. Blok biasanya berkembang dari blok derajat I dan II,
tetapi total AV blok dapat juga terjadi tanpa blok parsial sebelumnya atau
interval PR yang bisa normal segera setelah terjadi periode blok total. Letak
blok total sering diperkirakan dengan lebar kompleks QRS dan kecepatan
ventrikel. Jika terjadi distal dari His Bundle kompleks QRS biasanya melebar
dan kecepatan ventrikel biasanya > 50x/ menit.(Hidayat, 2010 ).
2. ANATOMI DAN PERJALANAN RANGSANG JANTUNG
Kejadian perangsangan jantung dalam keadaan normal dipengaruhi
oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Diawali SA node yang akan
mengeluarkan rangsang, kemudian disalurkan melalui ke tiga jaras
internodal di atrium kanan dan kiri menuju AV node,kemudian melalui bundle
His, seterusnya ke branch bundle kanan dan kiri dan berakhir di serabut
Purkinye yang terdapat dalam otot jantung. Kemudian terjadilah aktivasi
elektris pada setiap titik jaringan yang mengandung unsur‐ unsur listrik yang
dilalui yaitu SA node,muscle, AV node,bundle His, Branch Bundle, Purkinye,
yang digambarkan sebagai potensial aksi dari masing‐masing titik jaringan
tersebut. Aritmia dapat merupakan kelainan sekunder akibat penyakit
jantung atau ekstra kardiak, tetapi dapat juga primer. Kesemuanya
mempunyai mekanisme yang sama dan penatalaksanaan yang sama.
Aritmia dapat dibagi menjadi kelompok supraventrikular aritmia dan
ventrikular aritmia berdasarkan letak lokasi yaitu apakah di atria termasuk
AV node dan bundle His ataukah di ventrikel mulai dari infra bundle His.
dibagi menurut heart rate yaitu bradikardi ataupun takikardi, dengan nilai
normal berkisar antara 60 – 100/menit. Penyebab kardiak yang sering
menyebabkan aritmia yaitu Penyakit Jantung Koroner (PJK) khususnya
infark miokard.Kelainan aritmia yang sering timbul adalah ventricular extra
systole (VES) yang dapat menyebabkan ventricular tachycardia (VT) dan
ventricular fibrillation (VF). Tidak jarang terjadi juga AV block total yang
biasanya berkaitan dengan adanya inferior myocard infarct. Selain itu
dengan terjadinya proses degenerasi pada sistem hantaran di jantung, akan
didapatkan AV block derajat 1 atau derajat 2 atapun derajat 3 (AV Block
total). Dengan adanya degenerasi di SA nodeakan menimbulkan fokus‐
fokus baru di atrium sehingga dapat menimbulkan atrial fibrillation dan atrial
flutter. Tergantung dari letak fokus, selain menyebabkan VES, dapat terjadi
Supra Ventricular Extra Systole (SVES) atau Supra Ventricular Tachycardia
(SVT) dimana fokusnya berasal dari atas bundle His. AVNRT (AV Nodal
Reentry Tachycardia) merupakan salah satu dari SVT dimana terjadi proses
reentry mechanism di sekitar AV node. (Lukman, Hakim, 2010).
3. ETIOLOGI
AV Blok sering terjadi dari kelanjutan fase buruk dari :
1. Iskemia jantung
2. Infark jantung
3. Gagal jantung kongestif
4. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi).
5. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
6. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat
anti aritmia lainnya.
7. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
8. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi
kerja dan irama jantung.
9. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
10. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
11. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
12. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
13. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
14. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system
konduksi jantung).
Yang akhirnya menghambat konduksi implus dari SA node ke AV node.
4. SIGN AND SYMPTOMS
Tanda umum yang terjadi pada pasien dengan total AV blok ini adalah :
a. Chest pain
b. Dyspnea
c. Confusion
d. Pulmonary edema
Namun terdapat tanda gejala yang kompleks dari masing masing stage total
AV blok yaitu:
a. Stage 1 biasanya belum muncul tanda dan gejala namun sudah dapat
dilihat gambaran EKG yang menunjukkan terlihat perpanjangan interval P
– R > 0,21 detik.
b. Stage 2 Biasanya asimtomatik, tetapi pada beberapa pasien, merasakan
kejanggalan dari detak jantung, presinkop, atau sinkop dapat terjadi;
dapat bermanifestasi pada pemeriksaan fisik sebagai bradikardia
(terutama Mobitz II) dan / atau ketidakteraturan denyut jantung (terutama
Mobitz I [Wenckebach])
c. Stage 3 sering dikaitkan dengan gejala seperti kelelahan, pusing, pusing,
presinkop, dan sinkop; terkait dengan bradikardia kecuali lokasi blok yang
terletak di bagian proksimal dari node atrioventrikular (AVN). (Chirag M
Sandesara, MD, FACC, 2014. Journal Of Cardiology. Medscape).
5. STAGE AV BLOCK
a. AV blok derajat I: letak kelainan pada AV node dan pada EKG terlihat
perpanjangan interval P –R > 0,21 detik. Semua impuls dihantarkan ke
ventrikel. Kelainan ini sering terdapat pada usia lanjut.
Pengkajian sekunder
a. Riwayat penyakit
1) Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
2) Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi
3) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
4) Kondisi psikososial
b. Pengkajian fisik
1) Aktivitas : kelelahan umum
2) Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin
tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra,
denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat,
sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah
jantung menurun berat.
3) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
menolak,marah, gelisah, menangis.
4) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran
terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan
kelembaban kulit
5) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
letargi, perubahan pupil.
6) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang
atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
7) Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels,
ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti
pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik
pulmonal; hemoptisis.
8) Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema,
edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.
9. Diagnosa keperawatan dan Intervensi
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang
dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat,
nadi teraba sama, status mental biasa
2) Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
3) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
1) Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi,
keteraturan, amplitudo dan simetris.
2) Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut
jantung ekstra, penurunan nadi.
3) Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi
jaringan.
4) Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi;
disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung
5) Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas
selama fase akut.
6) Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres
missal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi
7) Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan factor
penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah
mengkerut, menangis, perubahan TD
8) Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
9) Kolaborasi : Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmim. Siapkan untuk
bantu kardioversi elektif
Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
Masukkan/pertahankan masukan IV
Siapkan untuk prosedur diagnostik invasive
Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrillator
b. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi
medis/kebutuhan terapi.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
2) Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping
obat
Intervensi :
1) Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
2) Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik
pada pasien/keluarga
3) Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh
kelemahan, perubahan mental, vertigo.
4) Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat
diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan
bila dosis terlupakan Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari
latihan berlebihan
5) Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
6) Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa
pulang
7) Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
8) Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung
dan gejala yang memerlukan intervensi medis
9) Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan
karotis/sinus, maneuver Valsava bila perlu.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar
suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi.
Tujuan/kriteria hasil :
- Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
- Memenuhi perawatan diri sendiri.
- Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya
bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh
fungsi jantung.
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dipsnea, berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi).
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan/kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
masukan dan pengeluaran.
2) Bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima.
3) Berat badan stabil dan tidak ada edema.
4) Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana
diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal.
2) Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selam
fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kngesti paru,
gagal jantung.
5) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GGK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC,
Jakarta.
Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, Volume I, EGC, Jakarta.