Anda di halaman 1dari 30

A.

Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang

berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan

gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang

menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskular (Muttaqin, 2016).

Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh

darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir.

Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma,

malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas

atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien

umumnya menurun (Artiani, 2016).

Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah

sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke

dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2015).

2. Etiologi

Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang beresiko

terhadap stroke.Faktor risiko ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang

tidak dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan (Darmawan, 2019).

1) Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan

a. Usia

Lebih tua umur lebih mungkin terjadinya stroke (Ummaroh, 2019).

Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak

terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas

(Darmawan, 2019). Namun stroke tidak hanya diderita oleh orang

lanjut usia saja, melainkan golongan remaja akhir dan dewasa


juga beresiko terkena stroke, stroke juga dapat terjadi pada usia

muda bahkan anak anak. Anak-anak biasanya sangat senang

bermain dan dapat beresiko jatuh serta mengalami benturan di

kepala (Ummaroh, 2019). Apabila terjadi benturan di kepala, maka

ini dapat mengakib atkan stroke. Hal ini dapat mengakibatkan

terjadinya stroke hemoragik yaitu stroke yang diakibatkan oleh

pecahnya pembuluh darah otak (Darmawan, 2019).

b. Jenis kelamin

Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan

perempuan (Goyena & Fallis, 2019). Hal ini dikarenakan

perempuan memiliki hormon esterogen yang berperan dalam

mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan

sebagai proteksi atau pelindung pada proses ateroskerosis

(Darmawan, 2019). Namun setelah perempuan tersebut

mengalami menopouse , besar risiko terkena stroke antara laki-

laki dan perempuan menjadi sama (Darmawan, 2019).

c. Ras dan Etnis

Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada

ras kulit hitam, asia dan kepulauan pasifik, serta hispanik

dibandingkan kulit putih (Goyena & Fallis, 2019). Menurut Price

dan Wilson (2006) bahwa orang Amerika keturunan Afrika

memiliki angka resiko yang lebih tinggi dari pada orang kaukasia

(Ummaroh, 2019). Dengan kata lain, orang berkulit hitam lebih

beresiko terkena stroke, orang kulit hitam lebih banyak terkena

hipertensi daripada orang berkulit putih karena berkaitan dengan

konsumsi garam (Goyena & Fallis, 2019).


d. Riwayat Stroke dalam Keluarga

Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar

penderita stroke memiliki faktor riwayat stroke dalam keluarganya

(Goyena & Fallis, 2019). Keturunan dari penderita stroke diketahui

menyebabkan perubahan penanda aterosklerosis awal, yaitu

proses terjadinya timbunan zat lemak dibawah lapisan dinding

pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya stroke (Ummaroh,

2019).

2) Faktor Risiko yang dapat dikendalikan

a. Tekanan Darah Tinggi

Hipertensi merupakan faktor risiko baik untuk orang tua maupun

dewasa muda (Ummaroh, 2019). Hipertensi mempercepat

terjadinya aterosklerosis, yaitu dengan cara menyebabkan

perlukaan secara mekanis pada sel endotel (dinding pembuluh

darah) ditempat yang mengalami tekanan tinggi, jika proses

tekanan berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan pada

dinding pembuluh darah sehingga menjadi rapuh dan mudah

pecah (Darmawan, 2019).

b. Kadar Kolestrol

Hiperkolestrolemia dapat menyebabkan aterosklerosis.

Aterosklerosis berperan dalam menyebabkan penyakit jantung

koroner dan stroke itu sendiri (Darmawan, 2019). Karena kolestrol

tidak dapat langsung larut dalam darah dan cenderung menempel

di pembuluh darah, akibatnya kolestrol membentuk bekuan dan

plak yang menyumbat arteri dan akhirnya memutuskan aliran

darah ke jantung (menyebabkan serangan jantung) dan ke otak

(menyebabkan stroke) (Ummaroh, 2019).


c. Obesitas

pasif (kurang gerak dan olahraga). Jika makanan yang dimakan

banyak mengandung lemak jahat (seperti kolestrol), maka ini

dapat menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh

darah (Darmawan, 2019). .Penyempitan pembuluh darah ini

menyebabkan aliran darah kurang lancar dan memicu terjadinya

aterosklerosis atau penyumbatan dalam pembuluh darah yang

pada akhirnya beresiko terserang stroke. Penyumbatan tersebut

biasanya diakibatkan oleh plak-plak yang menempel pada dinding

pembuluh darah (Ummaroh, 2019).

d. Life style

Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu

berbagai penyakit yang menyerang, baik pada usia produktif

maupun usia lanjut (Ummaroh, 2019). Salah satu contoh life style

yaitu berkaitan dengan pola makan generasi muda biasanya

sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan

seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang serat lemak dan

kolesterol namun rendah sehat. Kemudian, seringnya

mengonsumsi makanan yang digoreng atau makanan dengan

kadar gula tinggi dan berbagai jenis makanan yang ditambah zat

pewarna/penyedap/pemanis dan lain-lain (Darmawan, 2019).

e. Stres

Pada umumnya, stroke diawali oleh stres. Karena, orang yang

stres umumnya mudah marah, mudah tersinggung, susah tidur

dan tekanan darahnya tidak stabil (Darmawan, 2019). Stres juga

dapat meningkatkan kekentalan darah yang akan berakibatkan

pada tidak stabilnya tekanan darah, jika darah tersebut menuju


pembuluh darah halus diotak untuk memasok oksigen ke otak ,

dan pembuluh darah tidak lentur dan tersumbat, maka hal ini

dapat mengakibatkan resiko terkena serangan stroke (Ummaroh,

2019).

f. Penyakit Kardiovaskuler

Beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi atrial (salah satu

jenis gangguan irama jantung), penyakit jantung koroner, penyakit

jantung rematik, dan orang yang melakukan pemasangan katub

jantung buatan akan meningkatkan risiko stroke (Ummaroh,

2019). Pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan CO²,

sehingga perfusi darah keotak menurun, maka otak akan

kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi stroke

(Darmawan, 2019).

g. Diabetes mellitus

Seseorang yang mengidap diabetes mempunyai risiko serangan

stroke iskemik 2 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak

diabetes (Darmawan, 2019). Pada penyakit DM akan mengalami

vaskuler, sehingga terjadi mikrovaskularisasi dan terjadi

aterosklerosis, terjadinya aterosklerosis dapat menyebabkan

emboli yang kemudian menyumbat dan terjadi iskemia, iskemia

menyebabkan perfusi otak menurun dan pada akhirnya terjadi

stroke (Ummaroh, 2019)

h. Merokok

Perokok lebih rentan mengalami stroke dibandingkan bukan

perokok. Nikotin dalam rokok membuat jantung bekerja keras

karena frekuensi denyut jantung dan tekanan darah meningkat

(Darmawan, 2019). Pada perokok akan timbul plaque pada


pembuluh darah oleh nikotin sehingga memungkinkan

penumpukan arterosklerosis dan kemudian berakibat pada stroke

(Ummaroh, 2019).

i. Alkoholik

Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran

darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas

pembuluh darah sehingga terjadi emboli serebral (Darmawan,

2019).

3. Klasifikasi

Stroke diklasifikasikan menjadi dua :

a. Stroke Non Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan

yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota

gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur

dan dysfhagia (kesulitan menelan) (Priadi, 2018).

b. Stroke Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya

perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang

terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat,

gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Goyena &

Fallis, 2019)

4. Manifestasi klinis

a. Kehilangan motorik

1) Adanya defisit neurologis/kelumpuhan fokal seperti hemiparesis

(lumpuh sebelah badan kanan/kiri saja)

2) Baal mati rasa sebelah badan, rasa kesemutan, terasa seperti

terkena cabai (terbakar)


3) Mulut mencong, lidah mencong bila diluruskan.

4) Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil (Adityo, 2016)

b. Kehilangan komunikasi

1) Bicara jadi pelo

2) Sulit berbahasa kata yang diucapkan tidak sesuai dengan

keinginan/gangguan berbicara berupa pelo, cegal dan kata-

katanya tidak bisa dipahami (afasia).

3) Bicara tidak lancar hanya sepatah kata yang terucap.

4) Bicara tidak ada artinya.

5) Tidak memahami pembicaraan orang lain.

6) Tidak mampu membaca dan penulis (Thambas et al., 2021)

c. Gangguan persepsi

1) Penglihatan terganggu, penglihatan ganda (diplopia)

2) Gerakan tidak terkoordinasi, kehilangan keseimbangan (Adityo,

2016)

3) Defisit intelektual

4) Kehilangan memori/pelupa

5) Rentang perhatian singkat

6) Tidak bisa berkonsentrasi

7) Tidak dapat berhitung(Thambas et al., 2021)

d. Disfungsi kandung kemih tidak bisa menahan kemih dan sering

berkemih (Thambas et al., 2021).

5. Patofisiologi

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah kearea tertentu

diotak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan

besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap

area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat (Priadi, 2018).
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada

gangguan lokal (thromboemboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau

oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan

jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting

terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau

darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan

lambat atau terjadi turbulensi (Adityo, 2016). Thrombus dapat pecah dari

dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah

(Darmawan, 2019).

Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh

pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar

area (Thambas, 2021). Area edema ini menyebabkan disfungsi yang

lebih besar daripada area infark itu sendiri edema dapat berkurang dalam

beberapa jam atau kadang kadang sesudah beberapa hari (Adityo,

2016). Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan

perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi

perdarahan massif (Thambas et al., 2021).

6. Komplikasi

Komplikasi stroke menurut Setyanegara 2008 :

a. Komplikasi Dini ( 0- 48 jam pertama)

1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat

mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan

akhirnya akan menimbulkan kematian

2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke

stadium awal (Darmawan, 2019).

b. Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari/7-14 hari pertama)

1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.


2) Infark miokard

c. Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali

pada saat penderita mulai mobilisasi (Darmawan, 2019).

d. Komplikasi Jangka Panjang

Infark miokard, gangguan vaskuler lain: penyakit vaskuler perifer.

Komplikasi yang terjadi pada pasien stroke, yaitu:

1) Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi.

2) Penurunan darah serebral

3) Embolisme serebral (Darmawan, 2019).

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita stroke

menurut Tarwoto 2007 adalah sebagai berikut:

a. Head CT Scan

Tanpa kontras dapat membedakan stroke iskemik, perdarahan

intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pemeriksaan ini sudah

harus dilakukan sebelum terapi spesifik diberikan.

b. Elektro Kardografi (EKG)

Sangat perlu karena insiden penyakit jantung seperti: atrial fibrilasi,

MCI (myocard infark) cukup tinggi pada pasien stroke.

c. Ultrasonografi Dopller.

Dopller ekstra maupun intrakranial dapat menentukan adanya stenosis

atau oklusi, keadaan kolateral atau rekanalisasi. Juga dapat

dimintakan pemeriksaan ultrasound khususnya (echocardiac)

misalnya: transthoracic atau transoespagheal jika untuk mencari

sumber thrombus sebagai etiologi stroke (Ummaroh, 2019).


8. Penatalaksanaan Medis

1. Farmakologis

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara

percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum

dapat dibuktikan

b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin

intraarterial.

c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena

trombositmemainkan peran sangat penting dalam

pembentukan trombus dan ambolisasi. Antiagresi trombosis

seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi

pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi

alteroma.

d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya

atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain

dalam sistem kardiovaskuler, (Presley, 2018).

2. Non Farmakologis

Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses

pemulihan kondisi pasca stroke :

a. Terapi Wicara

Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah,

berbicara, maupun mengerti kembali kata – kata.

b. Fisioterapi

Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk

menangani kondisi stroke stadium akut bertujuan untuk :


1) Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring

yang lama

2) Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah

sisi sakit\

3) Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerak

dan koordinasi gerak

4) Meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional .

c. Akupuntur

Akupuntur merupakan metode penyembuhan dengan cara

memasukkan jarum dititik-titk tertentu pada tubuh penderita

stroke. Akupuntur dapat mempersingkat waktu penyembuhan

dan pemulihan gerak motorik serta ketrampilan sehari-hari,

(Hartini, 2021).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

Menanyakan nama, umur, alamat, pendidikan, penanggung

jawab pasien.

b. Primer

Pengkajian primer dengan data subjektif yang di dapatkan yaitu

keluhan utama : kelemahan ekstremitas, gangguan bicara,

peningkatan tekanan darah, perubahan sensari dan cara

bicara. Keluhan penyakit saat ini : mekanisme terjadinya. Riwayat

penyakit terdahulu : adanya penyakit saraf atau riwayat cedera

sebelumnya, tekanan darah tinggi, kebiasaan minum alkohol,

konsumsi medikasi antikoagulan atau agen antiplatelet, adanya


alergi dan statu imunisasi. Pengkajian primer dengan data objektif

yang di dapatkan yaitu:

1) Airway

Adanya perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh

hiperventilasi), terdapat secret, lidah jatuh kebelakang,

napas berbunyi stridor, ronchi, mengi positif (kemungkinan

karena aspirasi).

2) Breathing

Dilakukan auskultasi dada terdengar stridor atau ronchi

atau mengi, pernapasan diatas 24 x/menit, terlihat

pengembangan dada, terlihat adanya penggunaan otot bantu

pernapasan, nafas cepat dan pendek.

3) Circulation

Adanya perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan

frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi

dengan bradikardi disritmia).

4) Disability

Adanya lemah atau letargi, lelah, kaku, hilang

keseimbangan, perubahan kesadaran bisa sampai koma.

5) Exposure

Membuka seluruh pakaian dan melihat cedera lain yang ada

pada tubuh lainnya lalu berikan selimut untuk mencegah

hipotermi.

c. Sekunder

Pengkajian sekunder terdiri dari :


a. Mengukur tanda-tanda vital

b. Melakukan pemerikaan fisik head to toe

c. Melakukan anamnesa

1) Alergi : menanyakan apakah pasien memiliki alergi

terhadap obat, makanan, minuman dan debu.

2) Medikasi : menanyakan apakah pasien saat ini

dalam pengobatan penyakit dan mengkonsumsi obat-

obatan.

3) Pastilness : menanyakan riwayat penyakit yang

pernah dialami pasien.

4) Lastmeal : menanyakan kapan terakhir pasien makan dan

apa yang dimakan.

5) Environment : menanyakan aktivitas atau kegiatan apa

saja yang dilakukan pasien sebelum sakit.

d. Melakukan dokumentasi dan memberikan informent

consent kepada keluarga pasien

e. Re-evaluasi (Maliya, 2017)

2. Diagnose keperawatan

a. Nyeri akut b/d agen cedera fisiologis

b. Gangguan pola tidur b/d kurang kontrol tidur

c. Intoleransi aktivitas b/d tirah baring

d. Risiko perfusi serebral tidak efektif b/d perdarahan intra serebrl

e. Deficit perawatan diri b/d kelemahan

f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

neuromuskul
3. Intervensi keperawatan

DX TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAW KRITERIA HASIL
ATAN
Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Untuk mengidentifikasi loaksi karekteristik,

tindakan Observasi durasi, frekuensi, kualitas dan intersitas

keperawatan selama nyeri


1. Identifikasi lokasi, karekteristik, durasi,
3 x 24 jam 2. Untuk mengetahui skala nyeri pada klien
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
diharapkan tingkat 3. Untuk melihat dan mengetahui respon nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
Nyeri menurun secara nonverbal
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
dengan Kriteria hasil: 4. Untuk penghalihan rasa nyeri pada klien

 Keluhan nyeri Terapeutik 5. Agar pasien tahu dan mengerti faktor

menurun penyebab terjadinya nyeri kepala pada klien


4. Berikan teknik non farmakologis untuk
6. Untuk pemberian obat penahan rasa nyeri
 Meringis menurun mengurangi rasa nyeri
pada klien
 Sikap protektif
7. Untuk memberi obat penahan rasa nyeri
menurun pada klien
Edukasi

 Gelisah menurun
5. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu

 Frekuensi nadi nyeri

membaik
6. Ajarkan Teknik non farmakologis untuk

 Pola napas mengurangi nyeri

membaik
Kolaborasi

 Tekanan darah
7. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
membaik

Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Tidur 1. Mengetahui peubahan pola aktiftas dan

pola tidur tindakan keperawatan Observasi pola tidur

selama 3 x 24 jam, 1. Identifikasi pola aktifitas pola tidur 2. Mengetahui hambatan dan factor

diharapkan: 2. Identifikasi factor pengganggu tidur pengganggu tidur

Pola tidur 3. Mengurangi/mendukung proses sebelum

 Keluhan sulit tidur tidur


menurun Terapeutik 4. Memberikan informasi kepada pasien

 Keluhan sering 3. Lakukan prosedur untuk meningkatkan 5. Mendukung / merelasasi sebelum tidur

terjaga menurun kenyamanan

 Keluhan pola tidur Edukasi

berubah menurun 4. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

5. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara

nonfarmakologi lainnya

Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi 1. Untuk mengetahui penyebab dari intoleransi

Aktivitas tindakan keperawatan Observasi aktivitas

selama 3 x 24 jam, 1. Monitor kelelahan fisik dan emosional 2. Untuk menghindari dari nyeri pada lokasi

diharapkan: 2. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama ketidaknyamanan

Toleransi aktifitas melakukan aktivitas 3. Lingkungan yang nyaman dan aman dapat

dengan kriteria hasil: Terapeutik mecegah risiko cidera

 Frekuensi nadi 3. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah 4. Untuk menghindari terjadinya perluasan

membaik stimulus pada perdarahan intraserebral


 Kekuatan tubuh Edukasi 5. Kalori yang adekuat dapat meningkatkan

bagian atas 4. Anjurkan tirah baring toleransi aktivitas dan mencegah keletihan

meningkat Kolaborasi

 Kekuatan tubuh 5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara

bagian bawah meningkatkan asupan makanan

meningkat

 Perasaan lemah

menurun

 Warna kulit membaik

 Tekanan darah

membaik

 Frekuensi nadi

membaik
Risiko Setelah dilakukan Pemantauan tekanan interkranial 1. Untuk memantau tekanan darah pasien

Perfusi tindakan keperawatan Observasi: 2. Untuk memantau frekuensi nadi

serebral selama 3 x 24 jam, 1. Monitor Tekanan Darah 3. Untuk memantau frekuensi napas

tidak diharapkan: 2. Monitor Nadi 4. Untuk memantau kesadaran pada pasien

efektif Risiko Perfusi serebral 3. Monitor Pernapasan 5. Perubahan kepala pada satu sisi dapat

efektif dengan kriteria 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran menimbulkan penekanan pada vena

hasil: Terapeutik jugularis dan menghambat aliran darah ke

 Tingkat Kesadaran 5. Pertahankan posisi kepala dan leher netral otak

membaik 6. Dokumentasi hasil pemantauan 6. Untuk memantau kondisi klien

 Nyeri kepala Edukasi 7. Agar klien dan keluarga mengerti tindakan

menurun 7. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan ini bertujuan untuk melihat atau memantau

 Gelisah menurun kondisi klien

 Tekanan darah

sistolik membaik

 Tekanan darah
diastolik membaik

Defisit Setelah dilakukan Dukungan Peraawatan Diri Dukungan Peraawatan Diri

perawatan tindakan keperawatan Observasi : 1. untuk mengetahui kebutuhan dasar pasien

diri selama 3 x 24 jam, 1. Identifikasi jenis bantuan yang di butuhkan 2. meningkat kemampuan pasien dalam

diharapkan: 2. monitor kebersihan tubuh (mis. Rambut, mulut, personal hygine

Perawatan Diri : kulit, kuku) 3. untuk menncegah terjadinya iritasi pada

 Kemampuan mandi 3. monitor integritas kulit kulit pasien

meningkat Terapeutik 4. agar pasien tampak rapi dan nyaman

 Kemampuan makan 4. sediakan peralatan mandi dengan dirinya

meningkat 5. fasilitasi menggosok gigi, sesuai kebutuhan 5. untuk memudahkan pasien membersihkan

 Mempertahankan 6. pertahankan kebiasaan kebersihan diri gigi dan perawatan diri

kebersihan diri 7. berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian 6. agar kulit bersih dan lembab

meningkat 7. untuk mempercepat proses penyembuhan

dan segera memandirikan pasien

Edukasi 8. agar keluarga dapat mandiri


8. ajarkan kepada keluarga cara memandikan Perawatan kuku

pasien, jika perlu 1. memantau kebersihan kuku paien

Perawatan kuku 2. untuk menjaga kebersihan kuku

Observasi : 3. untuk penjaga personal hyginie pasien

1. monitor kebersihan dan kesehatan kuku

Terapeutik

2. fasilitas pomotongan dan pembersihan kuku,

sesuai kebutuhan

Edukasi

3. anjurkan memotong dan membersihkan

kuku secara rutin

Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi 1. Nyeri dapat menyebabkan gangguan dalam

mobilitas tindakan keperawatan Observasi mobilisasi

fisik selama 3x24 jam 1. Identifikasi adanya keluhan nyeri atau fisik 2. Mengidentifikasi kemungknan kerusakan

diharapkan mobilitas lainnya secara fungsional dan mempengaruhi


fisik klien meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan intervensi yang akan dilakukan

dengan kriteria hasil: 3. Membantu klien mobilisasi mandiri


Terapeutik
 Pergerakan 4. Selain klien sediri peran dari keluarga pun
3. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
ekstremitas dangat di butuhkan oleh klien untuk
4. Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam
meningkat memotivasi, membantu dan meningkatkan
meningkatkan pergerakan
 Kekuatan otot mobilisasi dengan cepat
Edukasi
meningkat 5. melakukan perpindahan posisi dengan
5. Ajarkan mobilisasi sederhana yg bisa dilakukan
 Rentang gerak perlahan dapat membantu melatih otot
seperti duduk ditempat tidur, miring kanan/kiri,
(ROM) meningkat dengan perlahan untuk kuat dalam
dan latihan rentang gerak (ROM).
 Kelemahan fisik melakukan aktivitas

menurun
C. Kajian islami tentang penyakit

Setelah mengalami stroke memang dapat terjadi gangguan pada

daya pikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar, dan fungsi

intelektual lainnya. Stroke berdampak kepada tubuh manusia maupun

perubahan psikologi penderita. Di antaranya yaitu rasa cemas, sedih,

tidak berdaya, marah, stress, dan perubahan psikologis lainnya. Pada

umumnya penderita stroke tidak mampu mengendalikan emosi yang

bila tidak mendapat penanganan, maka akan berlanjut pada depresi.

Di sinilah Islam menunjukkan keistimewaannya, Al-Qur’an dan

zikir menjadi solusi dalam permasalahan ini. Al-Qur’an merupakan

terapi yang efektif untuk seseorang dengan gangguan fisik dan

mental. Al-Qur’an memiliki frekuensi dan panjang gelombang spesifik

yang menstimulasi sel otak untuk mengembalikan keseimbangan,

harmonisasi, dan koordinasi (Nasiri, Shahdadi, Mansouri, & Bandani,

2017). Suara lantunan Al-Qur’an memiliki frekuensi sekitar 0,5-3,0Hz,

yang berarti frekuensi tersebut memiliki pengaruh terhadap

gelombang delta. Suara lantunan Al-Qur’an meningkatkan gelombang

delta lebih dari 50%.

Gelombang delta adalah gelombang yang erat kaitannya dengan

proses relaksasi pada tubuh. Semakin tinggi gelombang delta dalam

otak, semakin tinggi pula tingkat relaksasi seseorang. Mendengarkan

Al-Qur’an menstimulasi penurunan aktivitas sistem simpatik yang

memberikan efek relaksasi (Qolizadeh, Tayebi, & Rashvand, 2019).

Al-Qur’an dapat berfungsi sebagai obat hati, saat membaca dan

mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dapat menurunkan stress dengan

meningkatkan gelombang otak dan meningkatkan kerja


neotransmitter.

Ayat Al-Qur’an untuk terapi pengobatan penyakit stroke salah

satunya adalah QS. Al-Hasyr [59] ayat 22-24 yang berbunyi:

“Dia–lah Allah tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mengetahui yang

ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pengasih, Maha

Penyayang. Dial–ah Allah tidak ada tuhan selain Dia. Maharaja, Yang

Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Menjaga Keamanan,

Pemelihara Keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa,

Yang Memiliki Segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang

mereka persekutukan. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang

Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Dia memiliki nama-nama yang

indah. Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan

Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

Lalu baca QS. al-Isra’ [17] ayat 82:

‫نَُو‬
‫ز ن‬ ‫وَ َ ولَ مُ الَموَر ا‬
َ َِّ ‫ٰو مر مق ال َ وَم ُ و‬ ُ ْ ‫وَرمم اُ ظَ م و َقنوِ َمَو ما ََ َۙن‬
َ َ ۤ ‫وَ َُما َقمْو م لر ا مقما مق مر ال‬ ‫موق َ ا‬
‫َرمر م لَُ م‬٨
َ

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar

dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang

zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.

Ayat Al-Qur’an tersebut berguna untuk menenangkan hati sebagai

perantara kesembuhan, tetapi tetaplah kesembuhan itu sendiri datang

dari Allah Swt. Berikutnya untuk menangani stress penderita stroke

adalah terapi zikir. Terapi zikir sangat penting dengan melakukan

penguatan untuk mengingat akan dosa-dosa. Serta motivasi oleh

keluarga agar penderita stroke kembali semangat dalam menjalani

proses penyembuhan.
Dari segi medis, terapi zikir dengan pernafasan yang teratur dapat

mempengaruhi kerja otak terutama pada korteks otak. Korteks otak

juga mempengaruhi mental dan tingkah laku. Berzikir dengan

pernafasan menstabilkan korteks serebri dan berdampak pada

kemampuan untuk menurunkan tingkat depresi. Zikir mampu

mempengaruhi gelombang otak dan getar-getar religi mampu menata

motivasi, serta manfaat rohani dapat menghilangkan kesedihan, stress,

marah dan depresi. Terapi zikir untuk penderita stroke harus dilakukan

dengan yakin agar sembuh serta dianjurkan untuk berikhtiar dan

berdoa. Berikhtiar di sini yaitu berobat ke dokter, minum obat dan mau

melakukan terapi medis lainnya.

Penderita stroke berzikir dengan menyebut “subhanallah (Mahasuci

Allah), walhamdulillah (dan segala puji bagi Allah), wa laa ilaaha illallah

(dan tidak ada sembahan yang haq kecuali Allah), wallahu akbar (dan

Allah Mahabesar)”.

D. Terapi Komplementer dalam Meningkatkan Kekuatan Otot pada

Pasien Stroke

Sebanyak 3 penelitian membahas tentang terapi cermin (mirror

therapy). Pada 3 penelitian tersebut menggambarkan tentag keberhasilan

meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke di berbagai macam

negara. Penelitian yang dilakukan di Cina adalah menggunakan terapi

akuatik dengan responden pasien stroke usia 40-75 tahun terbukti secara

efektif meningkatkan tekanan lutut atau refluks otot leplantar dengan

kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan daya gerak yang

rendah dan meningkatkan kerja sama dengan tekanan lutut, tanpa


meningkatkan kelenturan. Hasil penelitian yang dilakukan di Brazil,

menunjukkan efek langsung pada aktivasi otot selama intervensi Mental

Practice (MP) dan Mental Practice Mirror Therapy (MPMT) pada pasien

stroke. (TA Caires, et. al., 2019 dalam Azizah and Jenie, 2020)

Di Korea Selatan, hasil penelitian dengan menggunakan intervensi

akuatik treadmill menunjukkan efek yang menguntungkan pada kekuatan

otot isometrik di tungkai bawah. (Young Lee So, et. al. 2018 dalam

(Azizah & Jenie, 2020)) Pada hasil penelitian di Indonesia dengan

menggunakan intervensi terapi akupuntur menunjukkan bahwa akupuntur

berperan efektif dalam meningkatkan aktivitas motorik pasien stroke yang

ditunjukkan melalui peningkatan kemandirian dalam melakukan aktivitas

sehari-hari, peningkatan kemampuan dalam mengontrol tubuh dan

melakukan berbagai gerakan, serta peningkatan kekuatan fisik.


E. Mind Mapping

Stroke adalah penyakit


Klasifikasi serebrovaskular (pembuluh
darah otak) yang ditandai
 Stroke non hemoragic
Suatu gangguan peredaran dengan gangguan fungsi otak
darah otak tanpa terjadi karena adanya kerusakan atau
suatu perdarahan kematian jaringan otak akibat
 Stroke hemoragic berkurang atau tersumbatnya
Suatu gangguan peredaran
darah otak yang ditandai aliran darah dan oksigen ke otak
dengan adanya perdarahan
intra serebral atau
perdarahan subarakhnoid Etiologi
Strok
Hemoragic  Usia
 Jenis kelamin
 Ras
Manifestasi  Riwayat Stroke
dalam Keluarga
 Kehilangan motoric
 Hipertensi
 Kehilangan motorik
 Merokok
 Gangguan persepsi
 Gangguan  alkohol
intelektual

Komlikasi
 Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat

mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan

akhirnya akan menimbulkan kematian

 Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium

awal (Darmawan, 2019).

 Pneumonia: akibat immobilisasi lama.

 Infark miokard

 Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, Komplikasi

Jangka Panjang

 Penurunan darah serebral


F. Penyimpangan KDM

Nyeri Akut

Gangguan
pola tidur

Risiko
perfusi
serebral
Intoleransi
aktivitas

Defisit Nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Adityo. (2016). Stroke Hemoragik e.c Hipertensi Grade II. Jurnal Medula, 5(2),
114–118. Retrieved from
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/1520

Darmawan, D. (2019). Definisi Stroke. Journal of Chemical Information and


Modeling, 53(9), 1689–1699.

Goyena, R., & Fallis, A. . (2019). Stroke Non Hemoragik. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Amanda, Monemnasi. 2019. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny M.S


Dengan Diagnosa Medik Stroke Hemoragik di Ruangan Instalasi Gawat
Darurat RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Skripsi. Kupang :
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta


Selatan:‫ و‬Jakarta‫ و‬Selatan :‫ و‬Dewan‫ و‬Pengurus‫ و‬Pusat‫ و‬Persatuan‫ و‬Perawat‫و‬
Nasional Indonesia.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Priadi, S. (2018b). Program studi d iii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan
perintis padang tahun 2018. 1–104.

Thambas, A. T., Lalenoh, D. C., & Kambey, B. I. (2021). Gambaran Pasien


Stroke Iskemik Akut dengan COVID-19 yang Masuk Ruang Perawatan
Intensif. E-CliniC, 9(1), 161–166. https://doi.org/10.35790/ecl.v9i1.32302

Ummaroh, E. N. (2019). Pasien CVA (Cerebro Vaskuler Accident) dengan


gangguan komunikasi verbal Di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono. Universitas
Muhammadiyah Ponogoro. Retrieved from
http://eprints.umpo.ac.id/id/eprint/5088

Anda mungkin juga menyukai