TINJAUAN PUSTAKA
7
8
Usia ini adalah usia di mana fungsi semua organ dalam tubuh (seperti
sistem vaskular) menurun. Pembuluh darah menipis dan rapuh(Susilawati
& Nurhayati, 2018).
Semakin tua usianya, semakin besar risiko terkena stroke. Orang
berusia ≥55 tahun cenderung mengalami stroke sebanyak dua kali (dua
kali), karena semakin tua, pembuluh darah menjadi tipis dan rapuh,
sehingga lebih mungkin mengalami trauma yang terjadi bersamaan
dengan aterosklerosis, sehingga area stroke semakin luas (Susilawati &
Nurhayati, 2018).
3. Jenis Kelamin
Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu 51 (53%) dan
45 perempuan (47%). Pria biasanya memiliki faktor kebiasaan yaitu
merokok, dan 76% pasien juga mengalami kebiasaan merokok yang
meningkatkan risiko stroke. Rokok dapat menyebabkan penumpukan plak
dan menyebabkan arteriosklerosis (Rudianto, 2010). Kecuali laki-laki
yang merupakan kepala keluarga (KK) yang bertanggung jawab
membesarkan anak dan istri, sebagian besar pasien bekerja secara fisik
yaitu sebagai pekerja, petani dan sopir. Perempuan adalah ibu rumah
tangga yang berperan sebagai ibu yang mengasuh dan membesarkan anak,
oleh karena itu sebagai kepala keluarga yang memiliki beban berat
seringkali terpaksa harus memperhatikan kebutuhan keluarga yang
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke (Susilawati &
Nurhayati, 2018).
Keadaan ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh
Junaidi (2011) yang menyatakan bahwa stres memicu pelepasan hormon
yang jika tidak dikendalikan akan menyebabkan tekanan darah
tinggi.Tekanan darah tinggi akan menyebabkan darah dalam jumlah besar
mengalir ke sistem pembuluh darah otak dan dapat menyebabkan
pembuluh darah pecah. Tilong (2014) menunjukkan bahwa laki-laki 2
(dua kali) lebih mungkin mengalami stroke dibandingkan perempuan
(Susilawati & Nurhayati, 2018).
4. Tempat Tinggal
12
darah otak dan sistem saraf pusat otak, sehingga menyebabkan stroke
(Susilawati & Nurhayati, 2018).
Arifnaldi (2014) Dalam penelitiannya ditemukan bahwa kadar
trigliserida yang tinggi tiga kali lebih tinggi dari kadar trigliserida normal
(OR = 2,80) (Susilawati & Nurhayati, 2018).
6. Hipertensi
Hipertensi dipandang sebagai faktor resiko utama terhadap kejadian
penyakit serebrovaskuler seperti stroke ataupun transientis-chemic attack
(Anshari, 2020). Pada beberapa kasus menunjukkan seseorang yang
menderita hipertensii berpotensi untuk mengalami kejadian stroke
(Anshari, 2020). Penyakit hipertensi dipandang sebagai salah satu faktor
risiko terjadinya stroke, terlebih lagi jika penderita dalam kondisi stress
pada tingkat yang tinggi. Seseorang yang menderita penyakit hipertensi
akan mengalami aneurisma yang disertaidisfungsi endotelial pada
jaringan pembuluh darahnya. Apabila gangguan yang terjadi pada
pembuluh darah ini berlangsung terus dalam waktu yang lama akan
dapat menyebabkanterjadinyastroke (Anshari, 2020). Ini berarti bahwa
status hipertensi seseorang menentukan seberapa besar potensi untuk
terjadinya stroke, mereka yang tidak menderita hipertensi akan sangat
kecil resikonya untuk mengalami stroke (Anshari, 2020).
jaringan otak yangmasih aktif, dan mencegah cedera sekunder lain. Pada
stroke hemoragik, tujuan terapi adalah mencegah kerusakan sekunder dengan
mengendalikan tekanan intrakranial dan vasospasme, serta mencegah
perdarahan lebih lanjut (Ummaroh, 2019).
a. Farmakologis
1. Vasodilator dapat meningkatkan aliran darah otak (ADS) secara
eksperimental, tetapi efeknya pada manusia belum dikonfirmasi
2. Dapat diberikan histamin, protein amino, acetazolamide, papaverine
intra-arterial
3. Obat antiplatelet dapat diresepkan, karena trombosit berperan sangat
penting dalam terjadinya trombosis dan batu. Agen anti-agresif
trombotik seperti aspirin digunakan untuk menghambat respons
pelepasan agregasi trombotik yang terjadi pada ulkus alogenik
4. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
kerusakan trombosis atau emboli pada bagian lain dari sistem
kardiovaskular (Ummaroh, 2019).
b. Non Farmakologis
Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses
pemulihan kondisi pasca stroke :
1. Terapi Wicara
Terapi wicara dapat membantu pasien mengunyah, berbicara, dan
memahami kata-kata(Ummaroh, 2019).
2. Fisioterapi
Terapi fisik yang digunakan untuk mengobati stroke akut adalah:
a. Mencegah komplikasi fungsi paru-paru yang disebabkan oleh
istirahat yang lama
b. Menekan kejang, saat nada meningkat, sinergi terjadi Kurangi
edema tungkai atas dan bawah di sisi yang sakit
c. Merangsang munculnya nada normal, pola gerakan dan koordinasi
gerakan
d. Meningkatkan aktivitas fungsi (Ummaroh, 2019).
3. Akupuntur
16
2. Saraf II (optikus)
Pemeriksaan saraf optik meliputi pemeriksaan penglihatan,
pemeriksaan lapang pandang dan pemeriksaan fundus (Ummaroh,
2019)
3. Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen)
Pemeriksaan saraf okulomotorik, saraf trochlear, dan saraf penculik
meliputi pemeriksaan fungsi dan respon pupil, pengamatan bentuk
dan ukuran pupil, rasio pupil kiri dan kanan, pemeriksaan refleks
pupil, dan pemeriksaan gerakan mata secara acak dan tidak
disengaja(Ummaroh, 2019).
4. Saraf V (trigeminus)
Pemeriksaan fungsi saraf trigeminus meliputi pemeriksaan fungsi
motorik saraf trigeminus, pemeriksaan fungsi saraf sensorik
trigeminus dan pemeriksaan refleks trigeminal (Ummaroh, 2019).
5. Saraf VII
Teknik pemeriksaan saraf fasialis adalah dengan menginspeksi
adanya asimetri wajah, kemudian lakukan tes kekuatan otot dengan
meminta klien memandang keatas dan mengerutkan dahi, selanjutnya
klien disuruh menutup kedua matanya dengan kuat dan bandingkan
seberapa dalam bulu mata terbenam dan kemudian mencoba
memaksa kedua mata
klien untuk terbuka (Ummaroh, 2019).
6. Saraf VIII (vestibulokoklearis/saraf akustikus)
Perawat dapat memeriksa fungsi vestibular dimulai dengan mengkaji
adanya keluhan pusing, gangguan pendengaran.Pemeriksaan
vestibular dapat dengan pemeriksaan pendengaran dengan garputala
(Ummaroh, 2019).
7. Saraf IX dan X (glosofaringeus dan vagus)
Langkah pertama evaluasi saraf glosofaringeus dan vagus adalah
pemeriksaan palatum mole. Palatum mole harus simetris dan tidak
boleh miring kesatu sisi.Kalau klien mengucapkan “ah”, palatum
mole harus terangkat secara simetris. Reflek menelan diperiksa
21
2.1.9 Rehabilitasi
Rehabilitasi stroke merupakan rencana pemulihan kondisi stroke yang
bertujuan untuk mengoptimalkan kemampuan fisik dan fungsional pasien
stroke sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri (ADL).
Rehabilitasi medis diperlukan untuk menjaga fungsi pergerakan sendi, karena
penderita stroke akan mengalami gangguan fungsi motorik. Jika kondisi
pasien sudah dianggap stabil, tekanan darah terkendali, dan tidak ada
komplikasi yang disebabkan oleh penyakit lain, ia bisa sembuh di rumah.
Setelah pasien keluar dari rumah sakit, pasien harus melakukan pengendalian
rehabilitasi minimal tiga kali dalam seminggu. Proses rehabilitasi atau
rehabilitasi ini sangat membutuhkan kesabaran dan ketekunan dari pasien dan
anggota keluarga itu sendiri. Karena selama masa pemulihan, pasien akan
merasa malas dan bosan untuk latihan terapi gerak.Kurun waktu lamanya
melakukan rehabilitasi medik ini bergantung pada ketekunan pasien dalam
menerima pengobatan rehabilitasi. Namun tidak semua pasien yang menjalani
rehabilitasi dapat pulih seperti semula. Hal ini mungkin terjadi karena
tergantung dari beratnya stroke yang diderita (Kejadian et al., 2019).
Sebuah rumah terdiri dari orang tua dan keturunan dalam satu kesatuan
keluarga, yang masing-masing menikah dengan orang lain dan
merupakan orang tua dari anak tersebut
n. Unmarried parent and child
Ibu dan anak yang tidak mau menikah akan mengadopsi anak.
o. Cohibing Cauple
Ibu dan anak yang tidak mau menikah akan mengadopsi anak (Zainul,
2018).
b. Struktur peran
Struktur peran merupakan rangkaian perilaku yang diharapkan
berdasarkan status sosial tertentu.Oleh karena itu, struktur peran dapat
bersifat formal maupun informal. Jabatan / status adalah status
seseorang dalam masyarakat, misalnya sebagai istri / suami (Sari,
2017).
c. Struktur kekuatan
Struktur kekuasaan adalah kemampuan individu untuk mengontrol,
mempengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Struktur nilai dan
norma(Sari, 2017).
yang terbaik untuk menjalankan fungsi tersebut. Dalam hal ini terutama para
orang tua yang berperan besar dalam operasionalisasi keluarga Tanggung
jawab. Terjadi jika satu atau lebih dari fungsi ini tidak dilakukan. Hal ini juga
terkait dengan dampak modernisasi dan globalisasi yang terjadi saat ini
(PATIMAH, 2020).
7) Transfer (Berpindah)
Pasien yang mengalami kelemahan akan mengalami kesulitan
untuk duduk dan berpindah sehingga membutuhkan bantuan. Pada
saat bangkit dari duduk membutuhkan kekuatan yang lebih besar
dibandingkan saat akan duduk. Pasien yang lemah membutuhkan
bantuan dan penggunaan sabuk sangat berguna pada kondisi seperti
ini. Aktivitas ini bertujuan untuk mempertahankan status fungsional
dan keselamatan pasien(Harahap & Siringoringo, 2016).
8) Mobilitas
Kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.Tujuan
mobilitas adalah memenuhi kebutuhan dasar termasuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Adanya gangguan yang melibatkan
sistem neuromuscular seperti pada penderita stroke dapat
mengakibatkan hambatan dalam melakukan mobilitas (Harahap &
Siringoringo, 2016).
b. Aktivitas Instrumental (IADL/Instrumental Activity of Daily Living)
IADL adalah kegiatan yang lebih kompleks yang sangat penting
untuk situasi sosial, termasuk berbelanja, memasak, pekerjaan rumah,
mencuci pakaian, menelepon, menggunakan transportasi, dapat
menggunakan narkoba dengan benar, dan pengelolaan keuangan.
c. Aktivitas Tingkat Tinggi (AADL/Advanced Activity of Daily Living)
AADL terdiri dari aktivitas-aktivitas yang menggambarkan peran
seseorang di dalamnya Kehidupan sosial, keluarga dan komunitas,
termasuk kegiatan profesional Dan hiburan.