Anda di halaman 1dari 20

75

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
KASUS CVA DI RUANGAN IRNA A RSUD SYAMRABU
BANGKALAN

Oleh :

ABDUL MUHYI
NIM.20142010074

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
STIKES NGUDIA HUSADA MADURA
2021/2022
76

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Stroke

A. Pengertian stroke

Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang terjadi mendadak

akibat pasokan darah ke suatu bagian otak sehingga peredaran darah ke

otak terganggu. Kurang nya aliran darah dan oksigen dapat merusakkan

dan mematikan sel-sel saraf di otak sehingga menyebabkan kelumpuhan

anggota gerak,gangguan bicara dan penurunan kesadaran. Penyakit stroke

dapat menyerang setiap orang. Penyakit stroke biasanya menyerang secara

tiba-tiba. Pengidapnya juga tidak di sadari bahwa dirinya terkena penyakit

stroke. Bukan berati gejala penyakit stroke tidak bisa di kenali (Sudarsini,

2017).

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa

kelumpuhan saraf akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Dua jenis

stroke yang utama adalah iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik

disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran darah ke

otak baik itu sumbatan karna thrombosis atau embolik. Sedangkan untuk

stroke hemoragik disebabkan oleh adanya perdarahan kedalam jaringan

otak atau ruang subarakhnoid (Junaidi, 2011).


77

Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak

yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan

bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2012). Beberapa

permasalahan yang sering dijumpai pada seseorang pasca stroke

diantaranya kelemahan tangan dan kaki yang membuat kesulitan bergerak,

kehilangan sensasi, kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan orang

lain serta kesulitan atau tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari

seperti mandi, berpakaian, ke kamar mandi, berjalan dan menyiapkan

makanan (Dharma, 2018).

Menurut data organisasi kesehatan dunia WHO (2017) stroke

adalah penyebab angka kematian tertinggi untuk kategori penyakit non

infeksi, stroke juga menjadi peringkat ketiga penyebab utama kecacatan di

seluruh dunia.

Penderita stroke dengan ketergantungan sangat berat ditandai oleh

ketidakmampuan penderita stroke untuk berpindah dan melakukan

perawatan diri. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tingkat

harga diri pada penderita stroke. Penurunan kemampuan fungsi mobilisasi

dan perawatan diri memunculkan rasa frustasi dan kemarahan terhadap diri

sendiri yang mengakibatkan penurunan harga diri, sehingga pada awal

serangan penderita stroke cenderung memiliki harga diri rendah

(Rachmawati et al., 2003) dalam (Tinggi et al., 2020). Semakin individu

mengalami ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas sehari hari maka

akan semakin mengalami penurunan terhadap harga dirinya.


78

B. Faktor resikostroke

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Usia

Semakin tua usia seseorang akan semakin mudah terkena stroke.

Stroke dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% kasus

stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun (Pinzon, 2010).

2) Jenis kelamin

Laki-laki lebih mudah terkena stroke karena angka kejadian faktor

risiko stroke (misalnya hipertensi) lebih tinggi pada laki-laki.

Sedangkan pada penelitian Framingham, stroke iskemik akan

meningkat dengan pertambahan usia dan hampir 30 % lebih sering

terjadi pada pria daripada wanita (Lanny, 2013).

3) Ras/ suku

Orang asia memiliki kecenderungan terkena stroke lebih besar dari

orang eropa, hal ini ada kaitannya dengan lingkungan hidup, pola

makan dan sosial ekonomi. Makanan asia lebih banyak mengandung

minyak dari pada makanan orang eropa. Menurut data kesehatan di

amerika serikat, penduduk yang berasal dari keturunan afrika-amerika

beresiko terkena serangan stroke 2 kali lebih besar dari penduduk

keturunan eropa. Keadaan ini makin meningkat hamper 4 kali lipat

pada umur sekitar 50 tahun, namun pada usia sekitar 65 tahun


79

penduduk amerika yang terkena stroke sama dengan keturunan afrika-

amerika (Wardhana, 2011).

4) Riwayat keluarga

Seseorang dengan riwayat keluarga stroke lebih cenderung

menderita diabetes dan hipertensi. Peningkatan kejadian stroke pada

keluarga penyandang stroke adalah akibat diturunkan faktor risiko

stroke (Pinzon, 2010).

b. Faktor risiko stroke yang dapat diubah

1) Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko stroke dan penyakit jantung

koroner yang paling konsisten dan penting. Hipertensi meningkatkan

risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor risiko lainnya.

Hipertensi sendiri dapat memicu munculnya timbunan plak pada

pembuluh darah besar. Plak ini juga dapat meningkatkan risiko

tersumbatnya pembuluh darah otak (Pinzon, 2010). Hipertensi

mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan

mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga

mempercepat proses aterosklerosis. Hipertensi berperanan dalam proses

aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel endotel atau lapisan

dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan plak pembuluh darah

semakin cepat seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya

140/90 mmHg (Junaidi, 2011).


80

2) Diabetes

Diabetes merupakan salah satu faktor risiko stroke iskemik yang

utama. Diabetes akan meningkatkan risiko stroke dua kali lipat.

Peningkatan kadar gula darah berhubungan lurus dengan risiko stroke

(semakin tinggi kadar gula darah, semakin mudah terkena stroke)

(Pinzon, 2010).

3) Merokok

Merokok memacu peningkatan kekentalan darah, pengerasan

dinding pembuluh darah, dan penimbunan plak di dinding pembuluh

darah. Merokok meningkatkan risiko stroke sampai 2 kali lipat

(Pinzon, 2010).

4) Obesitas

Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan resiko

peningkatan hipertensi penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus dan

merupakan beban penting pada kesehatan jantung dan pembuluh

darah. Obesitas dapat meningkatkan kejadian stroke terutama bila

disertai dengan dislipedemia dan hipertensi melalui proses

aterosklerosis. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya stroke

lewat efek snoring atau mendengkur dan tiba-tiba henti napas karena

terhentinya suplai oksigen secara mendadak di otak. Obesitas juga

membuat seseorang cenderung mempunyai tekanan darah tinggi,

meningkatkan resiko terjadinya diabetes juga meningkatkan produk


81

sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan atau radikal

bebas (Junaidi, 2011).

C. Klasifikasi stroke

Stroke dibagi menjadi dua kategori yaitu:

1. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di

otak. Terjadi karena adanya tekanan darah ke otak tinggi sehingga

menekan pembuluh darah dan pembuluh darah yang tersumbat tidak

dapat menahan tekanan tersebut. Akibat dari perdarahan, darah akan

menggenangi otak. Darah yang membawa oksigen dan nutrisi tidak

sampai ke target organ atau sel otak. Akibatnya, sebagian otak tidak

mendapat pasokan makanan. Tekanan yang kuat membuat kebocoran

dan juga merusak sel-sel otak di sekelilingnya, Bila tekanannya sangat

tinggi, pasien koma bahkan meninggal dunia. Pecahnya pembuluh

darah juga bisa terjadi lantaran dinding pembuluh yang lemah, sehingga

mudah robek. Stroke hemoragik dibedakan menjadi dua yaitu stroke

hemoragik intraserebral dan hemorargik subarachnoid (Sutrisno, 2007).

2. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena sumbatnya

pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau

keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu

penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan


82

darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak (Pudiastuti,

2011).

Stroke iskemik di bagi 4 jenis yaitu:

1) TIA (Transient Ischemic Attack)

TIA (Transient Ischemic Attack) merupakan serangan

stroke sementara. Terjadi secara mendadak dan singkat akibat

iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan

dan tingkat penyembuhan bervariasi dalam 24 jam. TIA

merupakan hal penting yang merupakan peringatan dini akan

kemungkinan terjadinya stroke di masa mendatang. Serangan-

serangan TIA ini berkembang menjadi stroke iskemik trombotik

sangatlah besar. Gejalanya antara lain pucat, ekstremitas lumpuh,

vertigo, disfagia (sulit menelan), mual, ataksia (jalan

sempoyongan). Pasien juga tidak bisa memahami pembicaraan

dengan orang lain, kesulitam melihat, serta hilangnya

keseimbangan dan koordinasi (Price & Wilson, 2012).

2) Stroke Lacunar

Stroke lacunar terjadi karena penyakit pembuluh halus dan

dapat menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul

dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Terdapat

empat sindrom lakunar yang sering dijumpai diantaranya

hemiparesis motorik murni akibat infark kapsula interna

posterior, stroke sensorik murni akibat infark thalamus dan

hemiparesis ataksik atau disatria serta gerakan tangan atau


83

lengan, Infark lakunar terjadi setelah oklusi aterotrombotik.

Oklusi menyebabkan thrombosis pada arteria serebri media,

arteri vertebra basilaris, arteri karotis interna.Thrombosis yang

terjadi menyebabkan daerah-daerah tersebut infark, bersifat

lunak, dan disebut lakuna (Price & Wilson, 2012).

3) Stroke Iskemik Trombotik.

Stroke jenis ini terjadi karena adanya penggumpalan pada

pembuluh darah ke otak.Stroke iskemik trombotik secara klinis

disebut juga sebagai serebral thrombosis.Sebagian besar dari

stroke ini terjadi saat tidur ketika pasien relative mengalami

dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun.Lokasi yang kerap

terjadi terdapat di arteri serebri media, arteri vertebra basilaris dan

arteri karotis interna.Para pasien stroke ini mungkin sudah

mengalami beberapa kali serangan TIA tipe lakunar sebelum

akhirnya mengalami stroke. Dalam banyak kasus, thrombosis

pembuluh darah besar diakibatkan oleh ateroskerosis yang diikuti

oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat, juga ditopang oleh

tingginya kadar kolesterol (Sutrisno, 2007).

4) Stroke iskemik embolitik.

Stroke embolitik tidak terjadi di otak, melainkan di

jantung.Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di

dinding rongga jantung atau katup mitralis.Penggumpalan darah

yang terjadi di area sirkulasi organ jantung mengakibatkan darah

tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Kelainan pada


84

jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan perfusi

mengalami penurunan. Stroke jenis ini muncul pada saat

penderita menjalani aktivitas fisik, misalnya berolahraga.Ketika

berolahraga, tiba-tiba tekanan darah menurun.Akibatnya, jantung

gagal memompa darah ke otak atau adanya embolus yang terlepas

dari jantung sehingga menyebabkan penyumbatan pembuluh

darah di otak (Sutrisno, 2007).

D. Manifestasi klinis stroke

Menurut (Junaidi, 2011) tanda dan gejala stroke yaitu:

a. Lumpuh separuh badan, lengan atau tungkai.

b. Mulut mencong.

c. Bicara pelo.

d. Adanya gangguan atau kesulitan saat menelan minuman atau makanan.

e. Tidak dapat memahami pembicaraan orang lain, tidak mampu membaca,

menulis dan menghitung secara baik.

f. Mudah lupa.

g. Hilangnya kendali terhadap kandung kemih sehingga sering kencing

tanpa disadari.

h. Menjadi lebih sensitif.

i. Banyak tidur dan selalu ingin tidur.

E. Komplikasi stroke

Menurut Budhi (2013) pada pasien stoke yang terpaksa harus terus

berbaring di sebabkan pecahnya akibat serangan stroke. dan menimbulkan

masalah-masalah emosional dan fisik, antara lain:


85

a. Dekubitus

Luka –luka lecet pada bagian tubuh yang tergencet karena pasien tidak

dapat bergerak misalnya pinggul, bokong, sendi kaki, sendi tumit.

Untuk menghindarinya pasien harus sering di gerakkan dan di ganti

posisi tidurnya.

b. Bekuan darah.

Mudah terjadi pada kaki yang lumpuh, penumpukan cairan,

pembengkakan dan embolisme paru-paru.

c. Pheumonia.

disebabkan pasien tidak dapat menelan dengan baik dan juga tidak dapat batuk.

Akibatnya cairan terkumpul di paru-paru yang bisa menimbulkan infeksi.

d. Kaku pada otot dan sendi.

Di sebabkan terlalu lama berbaring sehingga diperlukan fisioterapi

untuk mengurangi kekakuan tersebut.

e. Stress.

Disebabkan ketidakberdayaan yang di alami pasien tentu saja

mengkhawatirkan masa depannya.

f. Nyeri pundak dan dislokasi.

Keadaan pangkal bahu yang lepas dari sendinya. Ini disebabkan ptot

sekitar bahu mengontrol sendi dapat rusak karena gerakan saat

bergantipakaina atau saat sedang ditopang orang lain. Sebaiknya

lengan di gendong dengan kain agar tidak dalam keadaan terkulai.

F. Pemeriksaan penunjang
86

Menurut Sutarni,Malueka & Gofir (2018) pemeriksaan penunjang berupa:

a. CTA, untuk mendeteksi kelaian vaskuler.

b. Angiography, untuk melihat gambaran pembuluh darah yang patologis.

c. EKG, untuk melihat area spesifik dari lesi otak.

d. MRI, untuk mengidentifikasi perdarahan akut dan lebih sensitif untuk

mengidentifikasi perdarahan sebelumnya.

e. Brainplan, untuk mengetahui adanya infark hemoragik,hematoma,dan

malformasi dari arteri dan vena.

f. Dopler ultrasonography, untuk mengetahui ukuran dan kecepatan

g. aliran darah dalam pembuluh darah.

h. CT-scan, untuk mengidentifikasi perdarahan akut.

i. Digital subtraction angiography, untuk mengetahui adanya

penyempitan pembuluh darah terutama kolusi arteri karotif.

G. Penatalaksaan stroke

Menurut Hariyanto & Sulistyowati (2015) penatalaksaan stroke berupa:

a. Pemberian dan pemantauan terapi sesuai indikasi.

b. Pemberian diet nutrisi.

c. Terapi oksigen.

d. Medikamentosa terkait peningkatan TIK.

e. Rehabilitasi medik.

f. Pembedahan jika dibutuhkan yang biasanya dilakukan apabila

perdarahan serebrum berdiameter lebih dari 3 cm atau

H. Patofisiologi CVA
87

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri

arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan sistem

vertebrobasilar atau semua cabang – cabangnya. Secara umum, apabila aliran

darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark

atau kematian jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari

berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.

Patologinya dapat berupa, (1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri,

seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau

peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah,

misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau

embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4)

ruptur vascular didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid. Berdasarkan

patogene stroke, maka perjalanan sakit akan dijabarkan dibawah ini menjadi:

1. Stadium prapatogenesis, yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke. Stadium

ini umumnya penderita sudah mempunyai faktor risiko atau memiliki gaya hidup

yang mengakibatkan penderita menderita penyakit degeneratif.

2. Stadium patogenesis, yaitu stadium ini dimulai saat terbentuk lesi patologik

sampai saat lesi tersebut menetap. Gangguan fungsi otak disini adalah akibat

adanya lesi pada otak. Lesi ini umumnya mengalami pemulihan sampai akhirnya

terdapat lesi yang menetap. Secara klinis defisit neurologik yang terjadi juga

mengalami pemulihan sampai taraf tertentu.

3. Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara klinis ditandai dengan

defisit neurologik yang cenderung menetap. Usaha yang dapat dilakukan adalah
88

mengusahakan adaptasi dengan lingkungan atau sedapat mungkin lingkungan

beradaptasi dengan keadaan penderita. Sehubungan dengan penalataksanaanya

maka stadium patogenoesis dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu :

a. Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0 – 3 / 12 jam

pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk menegakkan

diagnosis dan usaha untuk membatasi lesi patologik yang terbentuk.

b. Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam – 14 hari pasca onset.

Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya komplikasi,

usaha yang sangat fokus pada restorasi/rehabilitasi dini dan usaha preventif

sekunder.

c. Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari – kurang dari 180 hari pasca

onset dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit serta

penatalaksanaan lebih ditujukkan untuk usaha preventif sekunder serta usaha yang

fokus pada neuro restorasi / rehabilitasi dan usaha menghindari komplikasi.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor

register, diagnose medis.

b. Keluhan utama
89

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan

tidak dapat berkomunikasi.

c. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang

melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang

sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan

fungsi otak yang lain.

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat

trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,

aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes

militus.

Pengkajian Fokus:

a. Aktivitas/istirahat:

Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,

paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.

b. Sirkulasi
90

Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia.Dan

hipertensi arterial.

c. Integritas Ego

Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk

mengekspresikan diri.

d. Eliminasi

Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak.Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi

kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.

e. Makanan/caitan :

Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysphagia

f. Nyaman/nyeri

Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka

g. Respirasi

Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.Suara nafas, whezing,

ronchi.

h. Keamanan

Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.Perubahan persepsi

dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur

kebutuhan nutrisi.Tidak mampu mengambil keputusan.

i. Interaksi social
91

Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.

j. Neuro Sensori

Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan

intrakranial.Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,

dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang

berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di

muka.

Pemeriksaan neurologi

1. Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis

VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan

dan penciuman, paralisis atau parese wajah.

2 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah

satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks

tendon melemah secara kontralateral, apraksia

3. Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik

kontralteral.

4. Pemeriksaan refleks

5. Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah

beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks

patologis.
92

6. Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,

gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia,

kekakuan nukhal, kejang, dll

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke

otak terhambat

b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak

c. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan

kerusakan neurovaskuler

d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler

e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik

f. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

g. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaranPola nafas tidak efektif

berhubungan dengan penurunan kesadaran.

C. Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

Ketidak efektifan perfusi Setelah dilakukan Monitoring neurologis

jaringan serebral b.d tindakan keperawatan


1. Monitoring tingkat
aliran darah ke otak diharapkan suplai aliran

terhambat darah keotak lancar


93

dengan kriteria hasil: kesadaran klien

1. Nyeri kepala 2. Monitor tanda tanda

vital
2. Berfungsinya saraf

dengan baik 3. Hindari aktivitas jika

TIK meningkat
3. Tanda tanda vital stabil

Terapi

1. Bersihkan jalan nafas

dari sekret

2. Pertahankan jalan

nafas tetap efektif

3. Anjurkan klien untuk

tetap memakai oksigen

selama aktifitas dan tidur

Kerusakan komunikasi Setelah dilakukan 1. Libatkan kekuarga

veebal b.d penurunan tindakan 1x24 jam untuk membantu

sirkulasi ke otak keperawatan, diharapkan memahami informasi dari

klien mampu untuk klien

berkomunikasi lagi
2. Dorong klien untuk
dengan kriteeia hasil :
mengulang kata kata

1. Dapat menjawab
3. Berikan arahan atau
psrtanyaan yang diajukan
perintah yang sederhana
94

perawat setiap interaksi dengan

klien
2. Dapat mengerti dan

memahami pesan pesan

melalui gambar

Anda mungkin juga menyukai