Anda di halaman 1dari 51

PRESENTASI KASUS GINEKOLOGI

Penatalaksanaan Mioma Uteri dan Anemia Sedang

Oleh :

dr. Ari Fuad Fajri


Peserta PPDS OBGIN

Pembimbing :
dr. Mutiara Islam, Sp.OG (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD PARIAMAN
2020
DAFTAR ISI

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Klasifikasi mioma berdasarkan letak ................................................... 17


Gambar 2 Klasifikasi mioma berdasarkan FIGO .................................................. 18
Gambar 3 USG mioma uteri ................................................................................. 23
Gambar 4 Tatalaksana Mioma Uteri .................................................................... 24
Gambar 5 Algoritma Penatalaksanaan Mioma ..................................................... 36
Gambar 6 Type 0 Mioma ..................................................................................... 37
Gambar 7 Type 1 Mioma ...................................................................................... 37
Gambar 8 Manajemen Mioma tipe 2 .................................................................... 38
Gambar 9 Tatalaksana mioma tipe 2-5 ................................................................. 40

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mioma uteri adalah tumor jinak yang paling sering terjadi pada sistem
reproduksi wanita. Namun demikian, sebagian besar kelainan ini bersifat
asimptomatik dengan prevalensi 40-50% pada wanita usia di atas 35 tahun.
Mioma dapat terjadi secara tunggal namun lebih sering bersifat multipel. Gejala
yang ditimbulkan sangat bervariasi, mulai dari perdarahan pervaginam sampai
efek penekanan massa pada rongga pelvis. 1
Penyebab pasti dari mioma belum diketahui dengan pasti. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa setiap mioma berkembang
dari sel neoplastik tunggal di dalam jaringan otot polos miometrium.1
Pertumbuhan mioma sangat erat kaitannya dengan kadar hormon estrogen.
Terdapat beberapa kondisi yang ditandai dengan peningkatan kadar hormon
estrogen yang seringkali disertai dengan semakin meningkatnya risiko
pertumbuhan jaringan mioma, misalnya menarche dini dan obesitas. Selain itu,
regresi mioma sering terjadi pada usia menopause. 2
Pada dasarnya, manajemen kelainan ginekologis berupa massa dalam rongga
pelvik bergantung kepada keakuratan diagnosa. Penanganan kasus mioma sendiri
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain; usia, kelangsungan reproduksi, gejala
yang ditimbulkan, dan pilihan pasien, serta kemampuan dan pengalaman klinisi.
Terdapat beberapa alternatif pilihan terapi pada kasus mioma, mulai dari tindakan
observasional, medisinal, radiologis, serta surgikal. 1, 2
Teknik surgikal yang menjadi pilihan pada kasus-kasus mioma terdiri dari
tindakan miolisis, miomektomi, sampai histerektomi. Pengangkatan uterus
(histerektomi) adalah terapi definitif dan yang paling umum dilakukan untuk
kasus-kasus mioma. Namun demikian, bagi pasien simptomatik yang masih ingin

1
mempertahankan fungsi reproduksinya atau yang menolak histerektomi dapat
dianjurkan untuk dilakukan reseksi massa tumor (miomektomi) atau pengikisan
massa tumor (miolisis).2}
Salah satu upaya pengobatan mioma adalah tranfusi darah. Diperlukan
suatu perhitungan dan perencanaan untuk pemberian tranfusi darah agar tidak
terjadi komplikasi dari tranfusi darah itu sendiri seperti TRALI dan reaksi alergi.
Pemberian terapi pada penderita anemia akut dan kronik memiliki cara dan
jumlah donor yang berbeda.

2
BAB 2

LAPORAN KASUS

Nama Pasien : Ny. M


Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. MR : 039246
Alamat : Taratak, Pariaman
Tanggal masuk RS : 10 Desember 2019

ANAMNESIS
Seorang pasien umur 46 tahun masuk ke bangsal Obstetri dan ginekologi
pada tanggal 10 Desember 2019 kiriman dari Poli Kebidanan RSUD Kota
Pariaman dengan Mioma Uteri + Anemia sedang. Pasien direncanakan untuk
transfusi PRC dan rencana operasi hari Jumat, tanggal 13 Desember 2019.

Riwayat Penyakit Sekarang


• Sebelumnya pasien berobat ke RSUD Pariaman karena perdarahan
pervaginam selama 5 hari tidak pernah berhenti dan didiagnosa suspek
mioma uteri.
• Bengkak diperut dirasakan sejak ± 6 bulan yang lalu. Bengkak dirasakan
makin lama makin membesar sampai seukuran tinju dewasa
• 2 bulan yang lalu pasien dirawat di RSUD Pariaman selama hari 3 karena
keluhan yang sama dan mendapatkan tranfusi darah 2 kantong

3
• Keluar darah dari kemaluan (+) sejak 5 hari yang lalu, berwarna merah,
berbongkah namun tidak pernah berhenti
• Riwayat demam (-), keputihan (-)
• Riwayat keluar darah dan nyeri setelah berhubungan disangkal.
• Riwayat kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan drastis dalam
6 bulan terakhir disangkal
• Pasien telah menikah dan memiliki 2 orang anak dan yang terkecil usia 12
tahun, lahir secara sesar
• Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal
• Riwayat menstruasi : menarche usia 13 tahun, reguler, lamanya 4-5 hari,
banyaknya 2-3 x ganti duk/hari, nyeri haid (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:


Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi, dan alergi

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat penyakit keturunan, penyakit
menular, dan penyakit kejiwaan.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, Dan Kebiasaan


- Riw. Perkawinan : 1x tahun 2002
- Riwayat kehamilan/abortus/persalinan : 2/0/2
1. 2004/ Perempuan/ 3400/ RS/ SC ai letak sungsang/hidup
2. 2008/ Perempuan/ 3100/ RS/ SC/ Hidup
- Riw. Kontrasepsi : KB implant 2 tahun yang lalu, dan sudah tidak
menggunakan KB sejak 2 tahun ini
- Riwayat Pekerjaan : IRT
- Riwayat Kebiasaan : Merokok (-),alkohol (-),narkoba (-)

4
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
- Keadaan umum : Sedang
- Kesadaran : CMC
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 92 x/menit
- Nafas : 19 x/menit
- Suhu : 36,9 ͦC
- TB : 155 cm
- BB : 55 kg
- BMI : 22.9 kg/m2
- Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
- Leher : JVP 5 – 2 CmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar
- Thorax : Jantung/paru dalam batas normal
- Abdomen : Status Ginekologi
- Benitalia : Status Ginekologi
- Ekstremitas : Edem -/-

Status Ginekologis
Abdomen
- Inspeksi : tampak sedikit membuncit, sikatriks (+)
- Palpasi : teraba massa 2 jari atas simfisis, konsistensi kenyal
padat, ukuran sebesar tinju dewasa, mobile, nyeri perkusi
: pekak diatas massa
- Auskultasi : BU (+) N
Genitalia
Inspeksi : V/U tenang, PPV (+) tidak aktif
Inspekulo
Vagina : tumor (-), laserasi (-), fluxus (+) tampak darah merah
kehitaman menumpuk di forniks posterior
Portio : MP ukuran sebesar jempol kaki dewasa, tumor (-), laserasi
(-), fluksus (-)

5
VT Bimanual
Vagina : tumor (-)
Portio : MP, ukuran sebesar jempol kaki dewasa, tumor (-),
OUE tertutup, nyeri goyang portio (-)
CUT : AF, FUT setinggi 2 jari diatas simpisis,
teraba massa sebesar dua tinju dewasa, dapat digerakkan
AP : lemas kiri dan kanan
CD : tidak menonjol

LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hb 7,4 gr/dl g/dl 12-16


Leukosit 5330 /mm3 5.000-10.000
Trombosit 563.000 /mm3 150.000-400.000
Hematokrit 28 /mm3 28-40

6
Interprestasi USG
Uterus : Antefleksi, ukuran lebih besar dari normal, 9.8x10.1x7.1 cm
Tampak massa hipoechoik intra caviter, ukuran 6x7x5 cm berbatas
tegas
Feeding artery (+)
Ovarium kanan : ukuran 1.7x0.9 cm
Ovarium kiri : ukuran 2.1x1 cm
Kesan : mioma uteri submucosum

DIAGNOSA
P2H2 + mioma uteri + Anemia sedang

7
SIKAP
 Kontrol KU, VS, PPV
 Informed consent
 IVFD RL 20 tpm
 Crossmatch 3 PRC, transfusi 2 unit hari ini
 Konsultasi ke penyakit dalam

RENCANA
Perbaikan kondisi Umum sampai HB > 10
Laparotomi elektif jika Hb > 10

Konsultasi ke penyakit dalam


• Diagnosa: Anemia sedang ec perdarahan akut, Bisitopenia ec aplasia
sekunder
P/
• transfusi prc 2 unit/ hari
• Atasi perdarahan
• Acc rawat bersama

FOLLOW UP
Rabu, 11-12-2019 pukul 08.00 WIB
S/ PPV (+) 3x ganti pembalut
O/
KU Kes TD N R T urine
Sedang CMC 110/80 81 20 af 250cc/6 jam, jernih
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera tidak ikterik
Abdomen
 Inspeksi : tampak sedikit membesar, sikatrik (+)
 Palpasi : NT (-), NL (-), DM (-)
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) normal

8
Genitalia
 Inspeksi : V/U tenang, ppv (+), terpasang kateter

Diagnosa
P2H2 + Mioma Uteri + Anemia Sedang dalam perbaikan
Rawatan hari 2
Sikap
 Kontrol KU, VS, balance cairan
 Diet TKTP
Terapi
 Tranfusi PRC 1 unit/ 12 jam (sudah masuk 2)
 Transamin 3x500mg iv
 Vitamin K 3x50mg iv
 SF 2x180 tab
 IVFD RL 20 tpm
 Cek darah 6 jam post transfusi

Kamis, 12-12-2019 pukul 08.00 WIB


S/ PPV (-), demam (-)
O/
KU Kes TD N R T urine
Sedang CMC 110/80 81 20 af 250cc/6 jam, jernih
Mata : konjungtiva anemis sub anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen
 Inspeksi : tampak sedikit membesar, sikatrik (+)
 Palpasi : NT (-), NL (-), DM (-)
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia
 Inspeksi : V/U tenang, ppv (-), terpasang kateter

Diagnosa

9
P2H2 + Mioma Uteri + Anemia Sedang dalam perbaikan
Rawatan hari 3
Sikap
 Kontrol KU, VS, balance cairan
 Diet TKTP
Terapi
 Transamin 3x500mg iv
 Vitamin K 3x50mg iv
 SF 2x180 tab
 IVFD RL 20 tpm
 Konsultasi untuk toleransi operasi ke interne & anestesi

R/ Laparotomi elektif 13/12/2019 OK Elektif 09.00

Jumat, 13 Desember 2019, Jam 09.00 wib


DILAKUKAN LAPAROTOMI
Setelah peritoneum dibuka, dilakukan eksplorasi genitalia interna, didapatkan
massa berwarna merah keabuan, konsistensi kenyal bernodul, tidak terfiksir.
Kesan : mioma uteri.
Kedua adneksa dan ovarium dalam batas normal. Rencana histerektomi total
Dilakukan : histerektomi total
Setelah diyakini tidak ada perdarahan dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
Jaringan di PA kan
Perdarahan selama tindakan ± 250 cc.

10
Diagnosis
P2H2 + Post histerektomi total a.i mioma uteri

P/ Kontrol KU, VS, PPV, balance cairan


IVFD RL 28 tts/menit
Injeksi cefotaxim 2x1 gr (iv) (selama 2 hari)
Pronalges sup II K/P
Kateter urin  pantau produksi urin
Cek darah rutin 6 jam post operasi
Transamin 3x500mg iv
Vitamin K 3x1 amp
Kateter Cek Hb 6 jam post operasi, bila Hb < 10 gr%. transfusi sampai Hb ≥
10 gr%

11
-sedikit

Hasil laboratorium post op


Hemoglobin : 10.7 gr/dl
Leukosit : 17700 /mm3
Hematokrit : 33 %
Trombosit : 322.000/mm3

FOLLOW UP
Sabtu, 14-12-2019 pukul 08.00 WIB
S/ Demam (-), nyeri luka operasi (+), PPV (-), flatus (+), BAK (+) terpasang
kateter
O/
KU Kes TD N R T urine
Sedang CMC 110/80 81 20 af 250cc/6 jam, jernih
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik
Abdomen
 Inspeksi : luka operasi tertutup verban, tenang
 Palpasi : NT (+), NL (-), DM (-)
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia Inspeksi : V/U tenang, ppv(-), terpasang kateter

Diagnosa
P2H2 + Post histerektomi total ai mioma uteri
Rawatan hari I

Sikap
 Kontrol KU, VS
 Mobilisasi (boleh duduk)
 Diet TKTP

12
Terapi
 Injeksi cefotaxim 2x1 (iv) (selama 3 hari)
 Transamin 3x500mg iv
 Vitamin K 3x50mg iv
 parasetamol 3x500mg tab
 SF 1x180 mg
 Vit C 3x50 mg

Minggu, 15-12-2019 pukul 08.00 WIB

S/ Demam (-), nyeri luka operasi (+) berkurang, PPV (-), flatus (+), BAK (+)
terpasang kateter
O/
KU Kes TD N R T Urine
Sedang CMC 120/80 84 19 af 400cc/8 jam, jernih
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik
Abdomen
 Inspeksi : luka operasi tertutup verban, tenang
 Palpasi : NT (-), NL (-), DM (-)
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia
 Inspeksi : V/U tenang, ppv(-), terpasang kateter
A/ Diagnosa
P2H2 + Post histerektomi total ai mioma uteri
Rawatan hari 2
Sikap
 Kontrol KU, VS
 Mobilisasi (boleh duduk)
 Diet TKTP
Terapi
 Injeksi cefotaxim 2x1 gr (iv)

13
 parasetamol 3x500mg tab
 SF 1x180 mg
 Vit C 3x50 mg

Senin, 16-12-2019 pukul 08.00 WIB


S/ Demam (-), nyeri luka operasi (-), PPV (-), flatus (+), BAK (+) via kateter
O/
KU Kes TD N R T Urine
Sedang CMC 110/70 78 19 af 600cc/12 jam, jernih
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik
Abdomen
 Inspeksi : luka operasi tertutup verban, tenang
 Palpasi : NT (-), NL (-), DM (-)
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia: Inspeksi : V/U tenang, ppv(-)
Diagnosa
P2H2 + Post histerektomi total ai mioma uteri
Rawatan hari III
Sikap
 Kontrol KU, VS
 Diet TKTP
 Aff kateter, GV
Terapi
 Injeksi cefixime 2 x 200 mg tab
 parasetamol 3x500mg tab
 SF 1x180 mg
 Vit C 3x50 mg

Rencana : Pulang, Kontrol Poliklinik Kebidanan RSUD Pariaman tanggal 20-12-


2019

14
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Mioma uteri yang juga disebut dengan leiomioma atau fibroid merupakan
tumor jinak yang berasal dari pertumbuhan berlebihan otot polos dan jaringan ikat
rahim. Sebagian besar berasal dari sel muda otot rahim yang mendapatkan
rangsangan terus menerus dari hormon estrogen, sehingga terus bertumbuh dan
bertambah besar. Pengaruh mioma uteri adalah berhubungan dengan massa-nya
sendiri antara lain penekanan pada organ sekitar, perdarahan pervaginam, atau
masalah yang berhubungan dengan kehamilan termasuk infertilitas dan
keguguran.1,2

3.2 Epidemiologi
Mioma uteri merupakan salah satu masalah yang penting dibidang
ginekologi dan menjadi indikasi terbanyak operasi-operasi dibidang ginekologi.
Sering ditemui pada wanita usia reproduksi (20-25%). Pada usia > 35 tahun
kejadiannya lebih tinggi yaitu mendekati 40%. Tingginya kejadian mioma uteri
antara usia 35 sampai usia 50 tahun menunjukkan adanya hubungan kejadian
mioma uteri dengan estrogen. Pada usia menopause terjadi regresi mioma.2,3

Kebanyakan mioma uteri bersifat asimptomatik dan sering ditemukan


secara kebetulan pada pemeriksaan rutin ginekologi atau pelvic imaging. Dari
beberapa kasus, hanya lebih kurang 20-50% saja yang menimbulkan keluhan
klinis.1,2

15
3.3 Patogenesis
Etiologi pasti terjadinya mioma uteri hingga kini belum diketahui. Namun
bila melihat moma uteri banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya
rendah pada usia menopause, maka estrogen paling banyak diduga sebagai
penyebab timbulnya mioma uteri. Di dalam jaringan mioma sendiri dijumpai
penurunan secara signifikan konversi estradiol menjadi estron dan terlihat
peningkatan aktifitas enzim aromatase yang merubah androgen menjadi estron
dan selanjutnya oleh enzim 17-ά-hidrosisteroid dehidrogenase tipe I dirubah
menjadi estradiol. Oleh enzim 17-ά-hidrosisteroid dehidrogenase tipe II estradiol
dirubah lagi menjadi estron.1
Estradiol merupakan estrogen kuat dan estron merupakan estrogen lemah.
Peningkatan aktifitas enzim aromatase dan enzim 7-ά-hidrosisteroid
dehidrogenase tipe I menyebabkan mioma uterus bertambah besar dan defisiensi
enzim 17-ά-hidrosisteroid dehidrogenase tipe II juga menyebabkan pertumbuhan
mioma uteri bertambah. Pada mioma uteri ditemukan kadar reseptor estrogen
yang lebih tinggi di dalam miometrium..1,4

3.4 Faktor risiko


Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan mioma uteri secara
epidemiologi adalah sebagai berikut : 3,5,7
a. Usia menarche
b. Paritas
c. Umur
d. Olah raga
e. Obesitas
f. Kontrasepsi
g. Ras

3.5 Klasifikasi
Menurut letaknya, mioma dibagi 3: 4,5

16
1. Mioma submukosa : berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam
rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks (myomgeburt).
2. Mioma intramural : mioma terdapat pada dinding uterus diantara serabut
miometrium
3. Mioma subserosum : apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosum
dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligamenter. Mioma subserosum juga dapat tumbuh menempel pada
jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian
membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wandering/parasitic fibroid.

Gambar 1 Klasifikasi mioma berdasarkan letak7

FIGO menggambarkan delapan jenis fibroid serta kelas hibrid. Seperti


berbagai jenis mioma sering muncul bersamaan, klasifikasi ini menawarkan ‘peta’
distribusi fibroid yang lebih representatif digunakan lebih lanjut untuk
pembentukan algoritma baru.8

17
Klasifikasi mioma berdasarkan FIGO: 8
S-Submukosal
0 = bertangkai, intracavitas
1 = <50% intramural
2 = ≥50% intramural

O-Other
3 = Kontak dengan endometrium, 100% intramural
4 = Intramural
5 = Subserosal, ≥50% intramural
6 = Subserosal, <50% intramural
7 = Subserosal, bertangkai
8 = Lainnya (misalnya serviks, parasitik)

Hybrid leiomyoma : Dimana dua angka diberikan (misalnya 2-5), angka


pertama mengacu ada hubungan dengan endometrium, sedangkan angka kedua
mengacu ada hubungan dengan serosa; misalnya 2-5 = submukosal dan
subserosal, kurang dari setengah diameter di rongga endometrium dan lebih dari
setengahnya di rongga peritoneum.8

Gambar 2 Klasifikasi mioma berdasarkan FIGO8

18
3.6 Gejala klinis
Kebanyakan wanita dengan mioma uteri tanpa gejala. Hanya 20 – 50%
yang memberikan gejala klinis. Gejala dari mioma uteri tergantung dari lokasi,
ukuran, perubahan degeneratif pada mioma dan apakah pasien sedang hamil atau
tidak.5,7

Perdarahan
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang paling banyak
dijumpai pada mioma uteri (>30%). Perdarahan dari mioma submukosa terjadi
karena terganggunya aliran darah menuju endometrium, distorsi dan kongesti
pembuluh darah sekitarnya khususnya vena-vena atau ulserasi sepanjang
endometrium. Bertambahnya ukuran kavum uteri dan permukaan endometrium
akan meningkatkan jumlah perdarahan. Pasien akan mengeluhkan perdarahan
yang banyak ketika haid (menoragia), premenstrual spotting atau perdarahan
intermenstruasi.5,7,9

Nyeri
Nyeri jarang dikeluhkan pada pasien dengan mioma uteri kecuali telah
terjadi perubahan pada mioma itu sendiri. Nyeri disebabkan oleh putaran pada
tangkai mioma, dilatasi servik oleh mioma submukosa yang keluar melalui servik
atau degenerasi merah. Mioma yang besar dapat menimbulkan rasa berat pada
pelvik atau rasa tidak enak disebut sebagai “bearing-down”. Tumor yang besar
juga dapat menekan persyarafan pada pelvik yang menimbulkan nyeri yang
menjalar ke punggung atau ekstremitas bawah.5,9

Penekanan
Mioma intramural dapat mendistorsi atau menyumbat berbagai organ.
Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi intestinal jika ukurannya besar,
melibatkan omentum atau saluran cerna. Mioma servikal bisa menyebabkan
vagina discharge serosanguious, perdarahan pervaginam, dispareunia dan
infertilitas. Masa tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvis dan menyebabkan
kompresi ureter, vesika urinaria dan rektum, kongesti vena pelvik dan edem

19
ekstremitas bawah. Pada kehamilan mioma uteri dapat menyebabkan abortus,
partur prematurus, kelainan letak dan perdarahan postpartum.4,5

Abortus spontan
Insiden terjadinya abortus spontan pada mioma uteri adalah 2 kali lebih
besar dari pada wanita hamil normal. Kasus ini sering terjadi pada mioma
submukosa.5,7,9

Infertilitas
Mioma uteri menyebabkan terjadinya infertili sekitar 1-2,4% pasien dan
sering terjadi pada mioma submukosa yang menyebabkan distorsi, pembesaran
kavum uteri yang mempengaruhi implantasi normal atau transpor sperma.
Perubahan arah servik yang berat akan mempengaruhi kemampuan servik untuk
mengumpulkan sperma pada ostium servik. Mioma uteri intramural akan
menyebabkan obstruksi atau disfungsi ostium tuba. Pada pasien dengan fertilisasi
in-vitro distorsi kavum uteri oleh mioma akan menurunkan angka kehamilan
(pregnancy rate) dan angka abortus spontan akan meningkat sampai 50% kasus.
Mioma uteri juga akan menyebabkan keguguran berulang. Kebanyakan ahli
berpendapat bahwa akan terdapat peningkatan angka kehamilan setelah tindakan
bedah.4,6,10

3.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan mioma disingkat dengan FIBROIDS 9
F : Frekuensi dan retensio urin, hidronefrosis
I : Iron deficiency anemia
B : Bleeding abnormalities (menoragia, metroragia, menometroragia,
post coital spotting), bekuan darah
R : Reproductive difficulties (disfungsi labor, prematur
labor/delivery, fetal malpresentation, peningkatan kebutuhan seksio sesaria)
O : Obstipation and rectal pressure

20
I : Infertility (gagal implantasi, abortus spontan)
D : Dysmenorea, dispareunia
S : Symptompless/ tidak ada gejala (paling banyak)

Dari anamnesis dapat ditemukan antara lain : 7,8


a. Faktor-faktor risiko terjadinya mioma uteri, seperti umur, ras, menarche,
riwayat keluarga, kehamilan, paritas, merokok, makanan dan nutrisi.
b. Gejala dan tanda
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang
timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, besarnya
tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin
timbul yaitu perdarahan abnormal (hipermenorea, menoragia dan
metroragia), rasa nyeri akibat gangguan sirkulasi sarang mioma disertai
nekrosis setempat, gejala dan tanda penekanan (Pressure Effects) yang
tergantung pada besar dan tempat mioma (poliuri, retensio urin,
obstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul), serta kejadian abortus
berulang dan infertilitas.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan status lokalis dengan
palpasi abdomen. Massa mioma dapat dirasakan melalui pemeriksaan palpasi
abdomen dimana teraba massa padat, immobile, ireguler pada uterus yang
membesar. Bila belum jelas seperti pada pasien gemuk, dapat dilakukan
pemeriksaan bimanual. Pada pemeriksaan pelvis serviks biasanya normal. Namun
pada keadaan tertentu, mioma submukosa yang bertangkai dapat mengakibatkan
dilatasi serviks dan terlihat pada ostium servikalis. Kalau serviks digerakkan,
seluruh massa yang padat bergerak kecuali terdapat keadaan patologis pada
adneksa. 1,5,7
Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan
uterus. Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang
ditegakkan dengan pemeriksaan menggunakan sonde uterus. Mioma submukosum

21
kadang kala dapat teraba dengan jari yang masuk kedalam kanalis servikalis, dan
terasanya benjolan pada permukaan kavum uteri yang dinamakan mioma
geburt.5,7

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang
mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan
polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga
akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan
balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal.7,8

b. Imaging
USG (Ultrasonografi)
Untuk menghindari kesalahan sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG
pada wanita dengan gangguan perdarahan atau dengan nyeri perut bawah yang
hebat. Pemeriksaan transvaginal sonography yang dikombinasi dengan
transabdminal dapat dilakukan untuk lebih memastikan gambaran uterus fibroid.
Gambarannya USG mioma uteri biasanya adalah simetrikal, berbatas tegas,
hipoechoic dengan atau tanpa degenerasi kistik yang menunjukkan gambaran
anechoic. Terlihat gambaran massa padat dan homogen pada uterus. Uterus
fibroid ini biasa didiagnosa banding dengan adenomiosis. Pada adenomiosis
akan menginfitrasi lapisan dinding uterus yang akan menyebabkan dinding uterus
menebal dan terjadi pembesaran uterus. Dari pemeriksaan USG akan tampak
sebagai penebalan dinding uterus yang homogen, sementara fibroid dilihat sebagai
area bulat dengan batas yang tegas. Untuk lebih memperjelas pemeriksaan
terhadap dinding dalam uterus dapat dilakukan dengan sonohisterography yaitu
dengan mengisi cavum uteri dengan larutan saline selama pemeriksaan.5,7,8,11

22
Gambar 3 USG mioma uteri A. Mioma di kavum uteri B. Multiple feeding vessel C.Hiperechoic
kavitas uteri-endometial polip D. Single feeding arteri typical for polyp 11

Histeroskopi dan histerosalfingografi


Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa,
jika mioma kecil serta bertangkai, mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.
Histerosalphingografi dipakai untuk menilai mioma uteri yang tumbuh ke arah
cavum uteri pada pasien dengan infertilitas. Sejumlah cairan yang mengandung
iodine diinjeksikan melalui serviks kedalam uterus dan tuba, yang menghasilkan
gambaran foto rontgen. Histerosalphingografi efektif dalam menilai bentuk
kavum uteri dan patensi kedua tuba pada pasien infertilitas dengan mioma uteri
dan pada pasien yang akan dilakukan dilakukan fertilisasi in-vitro.5,7,11

MRI (Magnetic Resonance Imaging )


MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah dan ukuran mioma
tetapi jarang diperlukan karena biayanya yang mahal. Pada MRI, mioma tampak
sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal.
MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas,
termasuk mioma. 8,11

3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mioma uteri bisa memakai satu atau kombinasi dari
penatalaksanaan dibawah ini : 4

23
 Medikamentosa (GnRH analog, progestin)
 Operatif (miomektomi atau histerektomi)
 Embolisasi arteri uterina (uterine artery embolization)
 Miolisis

Pemilihan dari terapi ini harus mempertimbangkan banyak faktor


diantaranya umur, paritas, keinginan punya anak, berat ringannya gejala, ukuran
dan jumlah mioma, lokasi mioma, keadaan umum pasien, kemungkinan
keganasan, usia akan menopause dan keinginan mempertahankan uterus. Indikasi
mioma yang perlu ditatalaksana : 4,5
1. Menstruasi yang nyeri dan darah yang banyak sehingga menimbulkan
anemia dan mengganggu aktivitas harian
2. Perdarahan diantara siklus haid
3. Meragukan apakah mioma tau jenis tumor lain seperti tumor ovarium
4. Pertumbuhan yang cepat dari mioma
5. Infertilitas
6. Nyeri pelvic

Gambar 4 Tatalaksana Mioma Uteri 12

24
Konservatif
 Ukuran uterus kecil dari kehamilan 12 minggu
 55 % mioma tidak perlu tindakan apapun
 Yang penting pemeriksaan periodic setiap 3-6 bulan , bila
mendadak membesar harus ditindak.

Obat-obatan
Terapi obat-obatan merupakan salah satu pilihan pengobatan mioma. Obat
dapat mengurangi perdarahan dan nyeri saat menstruasi, tapi tidak mencegah
pertumbuhan mioma. Obat yang digunakan antara lain : 4,5,8
a. Pil kontrasepsi atau kontrasepsi hormonal lainnya
Pil kontrasepsi dapat mengontrol perdarahan dan nyeri menstruasi. Pil
kontrasepsi tidak terbukti menyebabkan pertumbuhan mioma. Dan pemberian
pil kontrasepsi bukan kontraindikasi pada pasien mioma. Kontrasepsi oral
dapat mengurangi perdarahan menstruasi pada penggunaan jangka pendek
dan mencegah perkembangan mioma.4,5
b. Agonis Gonadotropin Releasing hormone (GnRH agonis)
Obat ini efektif dalam membatasi pertumbuhan dan membantu mengurangi
ukuran tumor. Sediaan GnRH agonis ada dalam bentuk nasal spray, injeksi
subkutaneus, injeksi slow release. GnRH agonis dapat menyebabkan
hipogonadism melalui hipofisis desensitisasi, mengatur turun reseptor, dan
penghambatan gonadotropin. Obat ini kadang-kadang digunakan sebelum
operasi untuk mengurangi risiko perdarahan. Karena GnRH memilki efek
samping hipoestrogenik dan keropos tulang, maka obat ini hanya digunakan
jangka pendek (kurang dari 6 bulan). Setelah wanita menghentikan obat
GnRH agonis, volume uterus dan miomanya akan kembali ke ukuran
sebelumnya 12 minggu seterlah obat dihentikan. 5,6,7
c. Progestin- IUD release/ Levonogestrel Intrauterine System (LNG-IUS)
Obat ini megurangi perdarahan dan nyeri haid tapi tidak menghambat
pertumbuhan mioma. Progestin IUD release digunakan untuk mioma yang
tidak menonjol ke kavum uteri.4,5,6

25
Berdasarkan SOGC 2017 progesteron terdiri dari progesteron alamiah dan
sintetik, dimana keduanya mempunyai dual aksi terhadap mioma. Disatu sisi
progesteron akan merangsang growth factor epidermal yang akan mestimuli
pertumbuhan mioma, disisi yang lain progesteron berperan sebagai down
regulation terhadap reseptor estrogen dan progesteron yang menghambat
pertumbuhan mioma. Baik progesteron alamiah maupaun progesteron sintetik
menyebabkan atrofi endometrium sehingga mengurangi kehilangan darah
saat menstruasi pada wanita dengan mioma. 5,6
Dari penelitian dikatakan bahwa LNG-IUS secara signifikan mengurangi
kehilangan darah dan volume uterus pada wanita dengan menoragia dengan
atau tanpa mioma, tapi tidak mengurangi volume mioma. LNG-IUS lebih
efektif mengurangi kehilangan darah saat menstruasi dibandingkan dengan
kontrasepsi oral kombinasi pada wanita dengan mioma.5,6
d. Androgen (Danazol)
Danazol merupakan 17-α ethynil testosteron, yang berkompetisi dengan
androgen, progesteron, dan glukokortikoid alamiah dan bekerja di tingkat
hipotalamus pituitary ovarian uterine axis. Disamping androgeneik efek,
danazol juga menekan sekresi gonadotropin pada tingkat hipotalamus dan
menghambat stereogenesis di ovarium.5,6
Danazol dapat mengurangi volume mioma 20-25%. Walaupun terbukti
bahwa danazol dapat mengurangi volume mioma dari peneliatian secara
kohort, sistemik review tidak menemukan penelitian yang membandingkan
efektifitas danazol dengan plasebo atau obat lain.5,6
e. Aromatase inhibitor (Letrozole)
Letrozole menghambat konversi androgen menjadi estrogen. Letrozole
mampu mengurangi ukuran mioma 46% versus 32 % pada agonis GnRH
setelah 12 minggu pengobatan. Efek samping letrozole rasa panas dikulit.
Belum ada bukti yang cukup kuat untuk merekomendasikan penggunaan
letrozole pada mioma.5
f. Estrogen receptor antagonist (Fulvestranst)

26
Fulvestrant mempunyai efek degradasi reseptor estrogen dan down
regulation, tapi tidak seefektif GnRH agonis dalam mengurangi volume
mioma.6,12
g. Selective estrogen receptor modulators (SERMs)
SERMs merupakan obat nonsteroid yang berikatan dengan reseptor estrogen
dan dapat bekerja sebagai agonis atau antagonis untuk memproduksi efek
spesifik jaringan. Biasa digunakan untuk mengobati dan mencegah rekurensi
ca mame. Tamoxifen merupakan agonis properti pada rahim, raloxifen
mempunyai untuk menterapi mioma. Penggunaan raloxifen selalu
dikombinasi dengan obat lain sehingga sulit dinilai efek tunggalnya terhadap
mioma. Raloxifen biasa digunakan untuk terapi adjuvan terhadap GnRH
agonis untuk mengurangi ukuran mioma.13
h. Selective Progesteron Receptor Modulator (SPRM)
 Mifepriston
Mifepriston merupakan progesteron receptor modulator antagonis
yang menurunkan reseptor progesteron pada miometrium dan mioma.
Dosis yang direkomendasikan 2,5 mg per hari selama 3-6 bulan.
Tidak cukup bukti bahwa mifepriston menimbulkan hiperplasia
endometrium.12,13
 Ulipristal Acetate (UPA)
UPA merupakan SPRM yang menghambat proliferasi sel mioma
dan endometirum. Dari penelitian terbukti bahwa UPA dapat
mengurangi ukuran mioma setelah 13 minggu pengobatan dengan
dosis 5 mg perhari. Hiperplasi endometrium yang disebabkan oleh
UPA bersifat reversibel.12,13

Rekomendasi SCOG untuk terapi mioma dengan perdarahan uterus


abnormal adalah gonadotropin- relesing hormone analog, selective progesteron
modulator, kontrasepsi oral, progestin, dan danazol. Terapi untuk mioma dengan
gejala penekanan selective progesteron modulator dan gonadotropin-releasing
hormon analog.13

27
Operatif
Merupakan pilihan pada:
 Ukuran sebesar gravida > 12-14 minggu, pertumbuhan cepat, tanpa
gejala.
 ‘Mioma serviks : bila ukurannya lebih dari 3-4 cm harus diangkat.
 Mioma paska menopause menjadi besar, curigai sebagai
leimiosarkoma dan segera ditindak
 Mioma intramural/subserosa, hanya diangkat bila besarnya lebih
dari pemeriksaan fisik uterus gravida 14 minggu atau multiple atau
terjadi torsi.

Miomektomi
Miomektomi merupakan operasi evakuasi mioma dengan meninggalkan
uterus. Mioma yang sudah dievakuasi tidak akan tumbuh kembali setelah operasi,
tapi mioma baru dapat berkembang. Jika itu terjadi maka operasi mungkin akan
dibutuhkan kembali. Indikasi miomektomi adalah wanita dengan mioma uteri
simptomatis (perdarahan menstruasi yang banyak, nyeri menstruasi, nyeri pelvis,
dan gejala penekanan akibat massa mioma) yang masih ingin mempertahankan
uterusnya, masih ingin punya anak, dan mempertahankan fertilitasnya.
Kelemahan miomektomi dibanding histerektomi adalah kehilangan darah lebih
banyak dan waktu operasi lebih lama. Sedangkan, keuntungan miomektomi
dibanding histerektomi adalah trauma ureter lebih rendah. Mioma mempunyai
kemungkinan rekurensi 15%, 10% wanita yang sudah menjalani miomektomi
membutuhkan histerektomi dalam 5-10 tahun. Risiko rekurensi tergantung umur,
jumlah mioma preoperatif, ukuran uterus, penyakit yang berhubunga n dan
kelahiran bayi setelah miomektomi.7,8,13
Direkomendasikan untuk menunggu minimal 6 bulan paska miomektomi
untuk hamil kembali. Dari penilaian dengan MRI tampak penyembuhan
miometrium memerlukan waktu 6 bulan untuk penyembuhan optimal jaringan
miometrium. Dari data terdapat risiko ruptur uteri yang cukup tinggi saat
kehamilan pada pasien dengan riwayat miomektomi. 5,13

28
Miomektomi dilakukan berdasarkan jumlah, dan lokasi, dapat berupa
laparotomi, minilaparotomi, laparoskopi atau kombinasi. Penting untuk
mengidentifikasi ukuran, jumlah, lokasi tumor preoperatif untuk menentukan
tehnik operasi yang akan dipilih. 1,5,13
Kerugian miomektomi adalah terjadinya adhesi paratuba dan adhesi
intrauterin atau obliterasi komplet kavum uteri. Angka ruptur uteri selama
kehamilan meningkat setelah miomektomi (3%). Hal ini yang menentang
pendapat dilakukannya miomektomi pada mioma uteri. Teknik yang baik sangat
menentukan dalam keberhasilan memperbaiki fertilitas atau mengurangi
komplikasi. Laparotomi merupakan cara yang terbaik dilakukan pada
miomektomi mioma uteri intramural pada pasien yang menginginkan kehamilan.6
Kerugian lainnya miomektomi adalah perdarahan, infeksi, kerusakan
organ viseral dan tromboemboli. Tahun 1996, Iverson (dikutip dari Chelmow)
membandingkan angka morbiditas antara miomektomi abdominal dengan
histerektomi. Pada pasien dengan miomektomi didapatkan rata-rata kehilangan
darah 464 cc dan risiko dilakukannya transfusi darah sebesar 28%, sedangkan
pada histerektomi kehilangan darah lebih sedikit. Lebih kurang 13% pasien terjadi
peningkatan temperatur lebih dari atau sama dengan 38,5 oC 48 jam post-operasi
yang diduga disebabkan oleh karena infeksi. Peningkatan suhu pada pasien
dengan miomektomi ini merupakan suatu hal yang unik. Hal ini disebut juga
sebagai “myomectomy fever” dan mungkin disebabkan karena dibebaskannya
faktor pirogenik yang tidak diketahui (unknown pyrogenic factors) selama reseksi
mioma uteri atau karena hematoma yang terbentuk setelah miomektomi.2

Laparoskopi
Miomektomi laparoskopi (laparoscopic myomectomy) merupakan tehnik
baru untuk mengangkat mioma uteri intramural dan mioma uteri subserosa
dengan ukuran < 9 cm. Angka komplikasi jangka pendek rendah dan memerlukan
ahli bedah yang terlatih. Jika dibandingkan dengan miomektomi secara
laparotomi, miomektomi laparoskopi mempunyai keuntungan antara lain nyeri
postoperatif berkurang, waktu rawat yang pendek, kosmetik yang baik dan pasien
segera kembali dapat melakukan aktifitas normalnya. Jika kehamilan diharapkan

29
kembali, tehnik ini menguntungkan karena mengurangi risiko adhesi postoperatif
dibandingkan dengan laparotomi.10
Kesukaran yang akan dihadapi dalam melakukan miomektomi laparoskopi
adalah cara mengeluarkan mioma tersebut dari rongga abdomen, terutama jika
pada mioma yang besar. Beberapa ahli menyarankan dilakukan minilaparotomi,
morselasi (morcellated) atau kolpotomi. Alternatif lainnya adalah dengan merusak
mioma dengan krioterapi, kauterisasi bipolar (bipolar cautery), atau laser. Belum
ada penelitian yang membandingkan tehnik ini untuk menentukan mana yang
lebih aman dan efektif. Kesulitan yang lain adalah cara menjahit kembali luka
pada bekas sarang mioma. Hal ini lebih sukar dilakukan dari pada laparotomi.2

Histeroskopi
Histeroskopi telah dipakai untuk reseksi mioma uteri submukosa dengan
hasil yang memuaskan. Indikasi melakukan histeroskopi adalah adanya riwayat
perdarahan abnormal, riwayat keguguran, infertilitas dan nyeri. Kontraindikasinya
adalah kanker endometrium, infeksi saluran genital bawah (lower reproductive
tract infection), kavum uteri tidak bisa dibuka dan invasi tumor yang terlalu dalam
ke miometrium. Lebih kurang 20% pasien memerlukan terapi tambahan dalam 5 –
10 tahun setelah reseksi pertama. Angka rekurensi ini karena pengangkatan yang
tidak sempurna atau tumbuhnya mioma baru.4
The European Society of Hysteroscopy membagi mioma submukosa
menurut derajat penetrasi ke dalam miometrium, yaitu:
 T:O Mioma uteri submukosa bertangkai
 T:I Kurang dari 50% mioma masuk ke dalam miometrium
 T:II Lebih dari 50% mioma masuk ke dalam miometrium
Pembagian mioma ini berguna menentukan rencana terapi. Mioma golongan T:O
dan T:I biasa dilakukan histeroskopi. Sedangkan T:II tidak bisa dilakukan
histeroskopi dan dilakukan perabdominam.4,13
Reseksi mioma uteri melalui histeroskopi (hysteroscopic myomectomy)
mempunyai keuntungan antara lain tidak adanya bekas insisi pada abdomen,
waktu pemulihan yang cepat, kehilangan darah yang minimal, kurangnya nyeri
postoperatif, waktu perawatan di rumah sakit, perlengketan pelvik minimal, biaya

30
yang murah dan komplikasi yang sedikit. Kerugiannya adalah meningkatnya
angka operasi ulangan karena reseksi yang tidak sempurna.6,13
Hysteroscopic myomectomy dilakukan pada mioma uteri submukosa
kurang dari 3 cm dengan komponen intramural lebih dari 50% volume mioma.
Visualisasi yang adekwat diperlukan untuk menghindari adhesi intrauterin pada
dinding kontralateral uterus. Preoperatif sebaiknya diberikan GnRH analog.
Pemasangan laminaria untuk dilatasi servik sangat diperlukan, khususnya pada
pasien nullipara untuk menghindari robekan servik. Reseksi terbatas pada bagian
intrakavitas, jika terlalu dalam akan meningkatkan risiko perforasi dan robeknya
pembuluh darah besar.7,11

Embolisasi dan miolisis


Embolisasi dan miolisis sering digunakan dalam terapi mioma uteri. Akan
tetapi tehnik ini tidak disarankan pada pada wanita yang masih menginginkan
kehamilan karena pengaruhnya pada fertilitas tidak dapat ditentukan.6,14
Embolisasi mioma uteri (EMU) idealnya dilakukan pada pasien yang tidak
menginginkan fertilitas, wanita premenopause dengan mioma uteri simptomatik
yang tidak menginginkan histerektomi. Tidak terdapat batas ukuran mioma dalam
embolisasi ini, tapi tidak dianjurkan pada mioma uteri subserosa bertangkai. EMU
merupakan pilihan pada pasien menolak dilakukan transfusi darah karena alasan
kesehatan dan agama. EMU juga dianjurkan pada pasien yang mempunyai
kontraindikasi dilakukan tindakan dalam anestesi.14
Prinsip EMU adalah dengan membatasi aliran darah ke mioma, akan
mengurangi volumenya. Embolisasi dilakukan oleh ahli radiologi dengan secara
selektif menghambat aliran darah ke tumor dengan menginjeksikan zat emboli
(polyvinyl alcohol particlel) dengan kateter angiografi melalui arteri femoralis.
Kateter dipandu menuju target organ dengan bantuan flouroskopi.4,14
Embolisasi mioma uteri mempunyai keuntungan dibandingkan
histerektomi, miomektomi dan terapi hormonal. EMU tidak terjadi kehilangan
darah atau risiko transfusi, tidak memerlukan anestesi dan insisi bedah. Waktu
pemulihan yang lebih cepat dan tidak ada pengaruh supresi hormonal (early
menopause-like symptons) seperti yang sering pada terapi mioma uteri dengan

31
GnRH analog. Angka rekurensi EMU lebih rendah dibandingkan miomektomi.
Efek samping EMU adalah nyeri yang menetap (sampai 2 minggu), demam,
piometra, sepsis dan bahkan kematian setelah embolisasi pernah dilaporkan.
Dimasa mendatang, indikasi pemakaian EMU harus lebih dikembangkan,
termasuk pada wanita yang masih menginginkan fertilitas atau pada wanita
infertiliti dengan mioma uteri.4,14

Histerektomi
Histerektomi berasal dari bahasa Yunani yakni hystera yang berarti
“rahim” dan ektmia yang berarti “pemotongan”. Histerektomi merupakan operasi
pengangkatan uterus dengan atau tanpa mengangkat ovarium. Tipe histerektomi
dibagi menjadi 3 yaitu per abdominam, per laparaskopi atau pervaginam
tergantung pada pengalaman dan kemampuan operator.Histerektomi dilakukan
jika tatalaksana lain tidak efektif atau ukuran miomanya sangat besar. Beberapa
jenis histerektomi adalah : 4,5,14
1. Histerektomi total, yaitu pengangkatan uterus bersama serviks
2. Histerektomi subtotal atau supraservikal histerektomi yaitu operasi
pengangkatan uterus saja dengan meninggalkan serviks.
3. Histerektomi total salpingoooforektomi bilateral yaitu pengangkatan
uterus, serviks, kedua tuba dan ovarium.
4. Radikal histerektomi yaitu pengangkatan uterus dan serviks, parametrium,
KGB serta vagina bagian atas.

Indikasi histerektomi pada mioma uteri : 4,5,15


- Mioma yang besar dan multiple
- Pertumbuhan mioma yang cepat
- Histerektomi totalis sebaiknya jika:
- Fungsi reproduksi tidak diperlukan lagi
- Pertumbuhan mioma yang cepat
- Terdapat perdarahan yang membahayakan

32
Keuntungan supraservikal histerektomi atau total histerektomi masih
dipertanyakan, pada beberapa penelitian acak menunjukkan tidak ada perbedaan
dalam fungsi seksual dan fungsi berkemih pada wanita yang menjalani 2 prosedur
tersebut. Namun kehilangan darah intraoperatif dan komplikasi pada teknik
supraservikal histerektomi lebih sedikit dibandingkan dengan histerektomi total.
Tidak ada bukti medis keuntungan melakukan histerektomi subtotal jika serviks
dapat dengan mudah diangkat. Meninggalkan serviks berarti mengharuskan
pasien untuk skrining kanker serviks berkelanjutan dan bisa berakibat perdarahan
post histerektomi. Kontraindikasi absolut supravaginal histerektomi adalah
malignansi atau kondisi premalignansi uterus dan serviks.4,5,15

3.9 Histerektomi Total Salpingoooforektomi Bilateral


Merupakan prosedur operatif ginekologi dengan mengangkat uterus beserta
kedua tuba dan ovarium dapat dilakukan perabdominam dan pervaginam. Paling
sering dilakukan pada kasus ca endometrium.15
Pilihan tindakan operasi ini disesuaikan dengan kondisi masing-masing
pasien, beberapa diantaranya yaitu :
- Keganasan pada uterus
- Mioma yang besar
- Perdarahan banyak dan kronis (menorraghia)
- Prolap uteri
- Endometriosis
- Adenomiosis
- Infeksi uterus kronik
- Nyeri hebat berhubungan dengan menopause

Beberapa komplikasi dari prosedur ini adalah :15


- Cedera organ sekitar seperti usus dan saluran kencing
Kejang kandung kemih juga terjadi setelah proses histerektomi dan hal
semacam ini biasanya akan terus meningkat secara bertahap selama
beberapa minggu pertama setelah operasi. Paling sering terjadi karena

33
langkah awal yang memerlukan diseksi untuk memisahkan kandung kemih
dari serviks anterior tidak dilakukan pada bidang avaskular yang tepat.
Kerusakan usus terjadi jika loop usus menempel pada kavum douglas,
menempel pada uterus atau adneksa. Walaupun jarang, komplikasi yang
serius ini dapat diketahui dari terciumnya bau feses atau melihat material
fekal yang cair pada lapangan operasi. Pentatalaksanaan memerlukan
laparotomi untuk perbaikan atau kolostomi.
- Perdarahan hebat
- Nyeri saat berhubungan
- Hilangnya hasrat seksual
- Berat badan bertambah
- Vagina kering
- Menopause dini pada pasien yang belum menopause
Kedua ovarium diangkat maka akan segera memasuki periode menopause
tanpa memperhatikan usia saat ini. Menopuse adalah masa dimana
berhentinya periode menstruasi seorang wanita. Hal ini umumnya terjadi
pada wanita sekitar usia 40-45 tahun dengan riwayat histerektomi.
Normalnya menopause terjadi ketika seorang wanita berusia 45-65 tahun.
Ovarium adalah organ yang menghasilkan hormon seks perempuan
termasuk estrogen dan progestin. Apabila dilakukan operasi pengangkatan
rahim (histerektomi) tanpa pengangkatan indung telur maka gejala
menopause dini tidak akan terjadi karena indung telur masih mampu
menghasilkan hormon.15
Wanita yang mengalami menopause dini memiliki gejala yang
sama dengan menopause pada umumnya seperti hot flashes (perasaan
hangat di seluruh tubuh yang terutama terasa pada dada dan kepala),
gangguan emosi pada beberapa wanita karean pengangkatan simbol
kewanitaan, insomnia, gangguan tekanan darah, kekeringan pada vagina,
dan menurunnya keinginan berhubungan seksual. Wanita yang mengalami
menopause dini memiliki kejadian keropos tulang atau osteoporosis lebih
besar dari mereka yang mengalami menopause lebih lama. Kejadian ini
meningkatkan angka kejadian osteoporosis dan patah tulang.15

34
Kekurangan dari tindakan ini, diantaranya :15
a. Prosedur ini menghabiskan lebih banyak waktu dibandingkan dengan
histerektomi yang lain
b. Jika yang melakukan operasi ini tidak berpengalaman, akan beresiko
mengenai usus dan organ saluran kemih.

Berdasarkan Spanish Society of Ginecology and Obstetrics (SEGO) dan


Eropian Society of Ginecology and Obstetric (ESGO) tahun 2017, algoritma
penatalaksanaan mioma seperti pada bagan dibawah ini:

35
Gambar 5 Algoritma Penatalaksanaan Mioma 14

Pendekatan dan algoritme baru, dengan penekanan khusus pada infertilitas


Tatalaksana Sesuai rekomendasi Figo
1. Mioma Uteri tipe 0 : diindikasikan memotong pedikel mioma dengan
histeroskopi.5

36
Gambar 6 Type 0 Mioma16
2. Mioma Tipe 1
Dalam sebagian besar kasus, miomektomi histeroskopi untuk mioma tipe 1
relatif mudah untuk ahli bedah yang berpengalaman, terutama dalam kasus mioma
tipe 1 kurang dari 3 cm. Jika mioma adalah tipe 1 tetapi lebih besar dari 3 cm,
atau jika pasien datang dengan anemia, diindikasikan terapi medis pra-
histopatologi (SPRMs atau GnRH agonis).16

Gambar 7 Type 1 Mioma16

Mioma tipe 2 atau Mioma tipe 2-5.

37
Wanita muda usia reproduktif dan ingin hamil. Dalam kasus mioma tipe 2,
terapi medis (SPRMs) dapat diusulkan. Mioma sering berespons terhadap
terapi pra operasi ini dan penurunan ukuran. Pengurangan ini juga
memungkinkan pendekatan histeroskopi. Dalam beberapa kasus (jika
mioma berregresi cukup banyak sehingga mereka tidak lagi mendistorsi
rongga uterus), pembedahan mungkin tidak diperlukan. Jika mioma
multipel (≥2) atau tipe yang berbeda (tipe 2-5), seperti yang sering
diamati, terapi medis (SPRMs) dapat diberikan dalam dua program tiga
bulan, setelah pengobatan 2 siklus dlm 3 bulan ada 3 kemungkinan
hasil.5,16

Gambar 8 Manajemen Mioma tipe 216

38
Hasil yang paling positif adalah regresi mioma sangat signifikan (> 50%
penurunan volume). Rongga rahim tidak lagi terdistorsi dan pasien dapat mencoba
untuk hamil secara alami atau menjalani teknik reproduksi dengan bantuan, jika
diindikasikan. Dalam rangkaian kehamilan kami, pasien dapat melakukan
hubungan seksual tanpa kondom atau memulai dengan stimulasi ovarium setelah
menstruasi kedua.16
Hasil kedua adalah regresi mioma signifikan (≥25% tetapi <50%).
Namun, dalam beberapa kasus, jika rongga uterus tetap terdistorsi atau jika
mioma tetap besar karena volume besar pada awal, indikasi untuk dilakukan
operasi. Dalam hal ini, operasi dapat dilakukan dengan pendekatan laparoskopi
setelah tingkat hemoglobin dinormalkan, menghindari laparotomi.16
Hasil yang paling buruk adalah respon terhadap terapi medis tidak
memadai. Dalam hal ini, diindikasikan tindakan operatif. Ketika tidak ada
keinginan segera untuk hamil, tidak ada kebutuhan mendesak untuk operasi
(bahkan jika rongga uterus tetap terdistorsi dan / atau mioma besar masih ada). 16
Telah diketahui secara luas bahwa tingkat kekambuhan mioma setelah
miomektomi dapat mencapai hampir 60% setelah selang waktu 4-5 tahun, dan
bahwa risiko pelvis adhesi adalah meningkat secara signifikan setelah
miomektomi berulang. Perawatan medis dengan SPRMs dapat bermanfaat, karena
terapi intermiten jangka panjang dapat membantu untuk menghindari atau
setidaknya menunda kebutuhan untuk operasi sampai pasien ingin hamil, Oleh
karena itu, pembedahan tetap diindikasikan hanya ketika pasien ingin hamil, dan
jika mioma besar (> 3-4 cm) mendistorsikan rongga uterus, karena ini bisa
menjadi penyebab infertilitasnya.14,16

39
Gambar 9 Tatalaksana mioma tipe 2-516

40
BAB 4

PEMBAHASAN

Telah dilaporkan kasus seorang wanita usia 46 tahun dengan diagnosis


mioma uteri di RSUD Pariaman Dilakukan operasi laparotomi dengan tindakan
histerektomi total. Beberapa hal yang perlu dibahas pada kasus ini adalah :
1. Analisis penegakan diagnosis pada kasus ini?
2. Analisis penatalaksanaan pada kasus ini?
3. Bagaiman penatalaksanaan post operatif pada pasien ini sudah tepat?

1. Analisis penegakan diagnosis pada kasus ini?


Pada kasus ini, dilaporkan seorang pasien wanita 46 tahun di diagnosis
dengan mioma uteri. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan
keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 2 bulan yang lalu disertai nyeri perut
yang merupakan gejala pada mioma. Mioma sub mukosa dan intramural dapat
menyebabkan darah haid bertambah banyak, lamanya haid memanjang dan bisa
juga terjadi perdarahan diluar siklus haid. Mioma yang besar dapat menimbulkan
rasa berat pada pelvik atau rasa tidak enak disebut sebagai “bearing-down”.
Tumor yang besar juga dapat menekan persyarafan pada pelvik yang
menimbulkan nyeri yang menjalar ke punggung atau ekstremitas bawah. Rasa
nyeri yang timbul juga disebabkan karena gangguan sirkulasi darah pada sarang
mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.
Secara umum, anamnesis untuk mioma uteri disingkat dengan FIBROIDS.
Pada pasien ini ditemukan keluhan B = bleeding, dimana pasien mengalami
keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 2 bulan yang lalu. Perdarahan abnormal
merupakan keluhan terbanyak pasien dengan mioma uteri. Menurut Rasyid, 2016
perdarahan pada wanita dengan mioma uteri disebabkan oleh: 1) Pengaruh
ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium; 2) Permukaan

41
endometrium yang lebih luas daripada biasa; 3) Atrofi endometrium di atas
mioma submukosum; 4) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena
adanya sarang mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat
menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. Gejala penekanan dari
mioma seperti gangguan BAK dan BAB juga tidak ditemukan pada pasien ini.
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan abdomen tidak tampak membuncit,
disebabkan karena ukuran mioma yang tidak begitu besar, dengan teraba massa 2
jari diatas simfisis tanpa ada tanda akut abdomen. Dari pemeriksaan genitalia
didapatkan perdarahan pervaginam, liang vagina dan portio tidak terdapat tumor
dan laserasi, dari VT bimanual didapatkan CUT antefleksi, ukuran sebesar tinju
dewasa, massa ikut bergerak saat portio digerakkan. Hal ini merupakan ciri khas
adanya massa di uterus, bukan di adneksa.
Dari pemeriksaan penunjang di dapatkan hasil USG dengan gambaran massa
hipoechoic berbatas tegas di anterior. Feeding arteri merupakan pemeriksaan khas
mioma uteri pada USG, yang terjadi karena peningkatan aliran darah menuju
massa mioma. Pada pasien ini, pemeriksaan ciri khas ini tidak dapat diperiksa
karena keterbatasan alat USG. Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien ini
didapatkan hasil normal, dimana tidak terjadi anemia yang kebanyakan terjadi
pada pasien mioma uteri dengan gejala perdarahan.

2. Analisa penatalaksanaan pada kasus ini?


Pasien dirawat dengan mioma uteri, direncanakan terapi bedah berupa
histerektomi perlaparotomi. Tatalaksana histerektomi dilakukan atas
pertimbangan pasien mioma uteri simptomatik yaitu dengan keluhan perdarahan
haid yang lama dan memanjang sejak 2 bulan yang lalu serta kadang pasien
merasakan nyeri perut bawah. Setelah diberikan terapi tetapi pasien masih
mengeluhkan keluhan yang sama dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Usia
pasien sudah 46 tahun dengan anak cukup (2 orang) sehingga dipertimbangkan
untuk dilakukan tatalaksana bedah yaitu histerektomi. Tatalaksana medis berupa
medikamentosa seperti GnRH Agonis tidak menjadi pilihan pada pasien ini.
Pada pasien ini dilakukan tindakan histerektomi total. Walaupun memiliki
tingkat kesulitan yang lebih dibandingkan dengan supravaginal histerektomi,

42
secara umum histerektomi total bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks
dengan tujuan sebagai kuratif dalam kasus mioma simptomatik pada pasien
dengan anak cukup. Pengangkatan serviks dilakukan dengan tujuan untuk
menghilangkan risiko pasien mengidap lesi prakanker atau kanker serviks dimasa
datang. Menurut Ricci, 2017 di dalam bukunya yang berjudul Abdominal
Hysterectomy in Operative Technique in Gynecology Surgery disebutkan bahwa
tidak ada bukti medis keuntungan melakukan histerektomi subtotal jika serviks
dapat dengan mudah diangkat. Meninggalkan serviks berarti mengharuskan
pasien untuk skrining kanker serviks berkelanjutan. Untuk kasus ini, ada baiknya
sebelum melakukan tindakan operasi dilakukan pemeriksaan pap smear untuk
menilai keadaan mulut rahim apakah normal atau ada lesi prakanker dan kanker
serviks.
Dalam sebuah penelitian dikatakan tidak ada perbedaan kualitas seksual
antara pasien post histerektomi total atau supravaginal. Alasan untuk
meninggalkan serviks terkait kualitas kehidupan seksual tidak terbukti.
Pada pasien ini tehnik insisi yang dilakukan adalah linea mediana. Insisi
abdomen vertikal didasarkan pada pertimbangan mengakses uterus dan antisipasi
kemungkinan abnormal anatomi akibat perlengketan. Jika pasien sudah memiliki
scar vertikal sebelumnya maka kebanyakan ahli bedah memilih insisi pada bekas
scar tersebut. Jika ukuran uterus kecil dan diyakini tidak ada perlengketan maka
insisi abdomen transversal lebih dipilih baik karena alasan kosmetik maupun
nyeri post operatif yang lebih kecil serta kemungkinan hernia insisional lebih
kecil dibandingkan insisi vertikal. Walaupun dari studi sebelumnya dikatakan
bahwa wound dehiscence tidak bagus pada inisisi vertikal dibandingkan
transversal namun penelitian akhir-akhir ini menunjukkan tidak ada perbedaan
dehiscence antara kedua jenis insisi ini.’

4. Bagaimana tatalaksana post operatif pada kasus ini?


Untuk Penatalaksanaan post operatif pada pasien ini dilakukan early feeding,
mobilisasi bertahap dan pemasangan kateter menetep. Pada pasien ini kateter
dipasang selama 3 hari, namun dari literatur dikatakan jika intraoperatif tidak
terjadi bladder injury maka kateter post histerektomi cukup dipasang selama 24

43
jam. Karena semakin lama kateter di pasang hanya akan menimbulkan risiko
infeksi yang lebih besar.
Edukasi yang diberikan saat pasien pulang adalah menjelaskan bahwa
penyembuhan pada operasi ini membutuhkan waktu 6-8 minggu. Disarankan
pasien tidak boleh mengangkat beban berat > 10 pon. Dan pasien diharapkan
untuk kontrol ulang 1 minggu post histerektomi untuk menilai penyembuhan luka
post operasi dan evaluasi hasil PA. Selain itu, edukasi mengenai nutrisi dengan
makanan tinggi kalori dan protein dengan kaya serat, akan membantu
penyembuhan luka dan menghindari kemungkinan terjadinya konstipasi post op.

44
BAB V

KESIMPULAN

1. Mioma uteri yang juga disebut dengan leiomioma atau fibroid merupakan
tumor jinak yang berasal dari pertumbuhan berlebihan otot polos dan
jaringan ikat rahim.
2. Pengaruh mioma uteri adalah berhubungan dengan massa-nya sendiri antara
lain penekanan pada organ sekitar, perdarahan pervaginam, atau masalah
yang berhubungan dengan kehamilan termasuk infertilitas dan keguguran.
3. Diagnosis mioma berdasarkan anamenesis “FIBROIDS”, pemeriksaan fisik
bisa khas atau tidak tergantung pada lokasi, ukuran dan jumlah dari mioma,
pemeriksaan penunjang dengan USG
4. Perlu pesiapan pre operatif pada pasien meliputi informed concent,
konsultasi medis, pilihan insisi, histerektomi total atau subtotal dengan atau
tanpa salpingoooforektomi.
5. Pada pasien ini dilakukan tatalaksana berupa histerektomi total. Tatalaksana
histerektomi dilakukan atas pertimbangan pasien mioma uteri simtomatik
yaitu dengan perdarahan pervaginam yang lama yang disertai nyeri, usia
pasien sudah 49 tahun yaitu usia premenopause dengan anak cukup dan
tidak membutuhkan lagi fungsi reproduksi.
6. Histerektomi total dipilih untuk menghilangkan kemungkinan keganasan
serviks dikemudian hari. Menurut Ricci, 2017 di dalam bukunya yang
berjudul Abdominal Hysterectomy in Operative Technique in Gynecology
Surgery disebutkan bahwa tidak ada bukti medis keuntungan melakukan
histerektomi subtotal jika serviks dapat dengan mudah diangkat.
Meninggalkan serviks berarti mengharuskan pasien untuk skrining kanker
serviks berkelanjutan.

45
7. Pemeriksaan pap smear tetap diperlukan sebelum tindakan operatif
dilakukan.
8. Perlu diberikan edukasi post operatif dan kapan pasien harus kontrol
kembali.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Sparic R, Mirkovic L, Malvasi A, Tinelli A. Epidemiology of Uterine


Myomas: A Review. International Journal of Fertility and
Sterility.2016;Vol 9, No 4,p.424-35

2. Stewart EA. Uterine Fibroids. The New England Journal of Medicine. 2015.
372;17. p. 1646-55

3. Bandaso1 ERN, Saranga D, Kaput JA. Mioma Geburt Dengan Anemia;


Laporan Kasus. Jurnal Medical Profession. 2019. Vol 1, No. 1, p. 39-43

4. Wallach E, Vlahos N. Uterine myomas: An overview of development,


clinical features and management. Obstet Gynecol 2004;104:393-406
5. Wexler A, Pernoll M. Benign Disorder of the Uterine Corpus. In:
DeCherney A, Pernoll Mempunyai, editors. Current Obstetric and
Gynecology Diagnosis and Treatment. 8ed . Appleton and Lange, 1994, 731
– 42
6. Martin D. Myomata and Infertility. Current Women’s Health Reports 2003,
3:384-388
7. Schorge, Schaffer, Halwrson, Hoffman, Bradshaw, Cunnigham.
Leiomyoma. Third edition. Mc.Grow Hill’s : 2016
8. Society of Obstetricians and Gynecologist of Canada. The Management of
Uterine Leiomyomas Guideline. J Obstet Gynaecol Can. 2015; 37(2): 157-
78
9. Tamara L.Callaha, Aaron B. Caughey, Susan editors. Uterine Leiomyoma in
Blueprint Obstetric & Gynecolgy. 2013. Philadelphia : Lippincott edisi 6:
p.188-94
10. Dubuisson JB, Fauconnier A, Deffarges JV, Norgaard, Kreiker G et al.
Pregnancy Outcome and Delivery Following Laparoscopic Myomectomy.
Human Reproduction, 2000; Vol. 15, No. 4 pp. 869-873

47
11. Andrzej Wozniak, Stawomir Wozniak. Ultrasonography of Uterine
Myomas. Menopause Rev. 2017;Vol 16(4): p.113-7
12. Sukhbir S.Singh,Liane Belland, Nicholas Leyland. The Past, Present, and
Future of Selective progesterone Receptor Modulators in The Management
if Uterine Fibroid. AJOG.2018;June: p.563-72
13. George A Villos, Catherine Allaire, Phillipe, Nicholas Letland. The
Management of Uterine Leiomyomas. JOGC. 2015;Vol34(2): p.157-78

14. Aymara MAs, Marta Tarazona, Joanna Desi, Ignacio,Javier. Updated


Approachs for Management of Uterine Fibroids.
Dovepress.2017;Vol.9:p.607-17

15. Hysterectomy with Bilateral Salpingo-ooforectomy : Procedure and Side


Effect pada https://www.practo.com. Diakses pada 20 Juli 2019.

16. Donnez. Uterine fibroid management: from the present to the future, :
Marie-Madeleine Dolmans in Human Reproduction Update.2016; pp. 1–22

48

Anda mungkin juga menyukai