Anda di halaman 1dari 7

REFLEKSI KASUS MIOMA UTERI

Nama : Farida Nur Affia


NIPP : 20194010136
Homebase : RSUD TEMANGGUNG

A. Rangkuman Kasus
1. ANAMNESIS
Keluhan Utama

Pasien mengeluhkan terdapat benjolan di perut bawah dan banyak perdarahan di jalan lahir

Riwayat Peyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan perut membesar sejak ± 2 tahun yang lalu, awalnya terasa terdapat
benjolan kecil dalam perut dan semakin membesar disertai nyeri perut yang hilang timbul seperti
ditusuk tusuk. 2 bulan terakhir keluarnya darah menstruasi lebih banyak dan disertai rasa nyeri
terutama saat menstruasi. Selama keadaan ini terjadi pasien mengganti pembalut 8-10 kali/ hari.
Perut terasa penuh, mual (-), muntah (-), flek-flek perdarahan (+). Pasien juga mengeluh nyeri
pinggang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, alergi dan asma.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal seperti pasien, hipertensi, diabetes melitus, asma
disangkal.

Riwayat Penggunaan Obat

(-)

Riwayat Kontrasepsi

Pasien menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan, pil kb 1 tahun


Riwayat Menstruasi
• Menarche : Usia 12 tahun
• Siklus : 28 hari
• Lamanya : 7 hari
• Banyaknya : 3-4 ganti pembalut per hari (sebelum terdapat keluhan)
• Dismenore : Ada
Riwayat Perkawinan

1 kali perkawinan usia 23 tahun

Riwayat Persalinan
• Perempuan, 25 tahun, lahir pervaginam di bidan, BBL: 2700 gram
• laki-laki, 16 tahun, lahir pervaginam dibidan, BBL: 3000 gram
• Perempuan, 14 tahun, lahir pervaginam dibidan, BBL: 3000 gram

2. PEMERIKSAAN FISIK

Vital Sign

Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah :120/80 mmHg

Nadi : 89 x/menit

Suhu : 36,8 C

Pernafasan : 21 x/menit

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 65 kg

BMI : 22 kg/m²

Status Generalis

Kepala
• Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)

• Telinga : Dalam batas normal

• Hidung : Konka nasi inferior dalam batas normal

• Mulut : Swelling (-), stomatitis (-), leukoplakia(-),

• Leher : Fraktur servikal (-), massa (-), pemb. kelenjar getah bening (-).

Thoraks

• Paru-paru : simetris, Sf kanan = Sf kiri, sonor (+/+), vesikuler(-/-), ronki (-/-),


wheezing (-/-)

• Jantung : BJ I> BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen :

• Inspeksi : tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi(-) terlihat massa


menonjol setinggi suprapubis bagian tengah.

• Auskultasi : bising usus (+) normal

• Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen, di tempat tumor redup

• Palpasi : defans muskular (-), undulasi tes (-), shifting dullnes (-). Teraba massa
10x15 cm pada perut, konsistensi kenyal, permukaan rata, mudah
digerakkan, nyeri tekan (+).

Pemeriksaan dalam :

• I : tidak dilakukan

• Io : porsio licin, tidak teraba massa adneksa, parametrium lemas, cavum dauglas
tidak menonjol.

• Vt : Sfingter ani ketat, mukosa rektum licin

Ekstremitas

 Superior : Edema (-/-), sianosis (-/-)


 Inferior : Edema (-/-), sianosis (-/-)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 08 September 2015

Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

Hemoglobin 9,3 gr/dl 12 - 15 gr/dl


Eritrosit 4,9.106/mm3 4,2-5,4. 106/mm3
Leukosit 5,3.103/mm3 4,5-10,5.103/ mm3
Trombosit 278.103 / mm3 150-450.103/ mm3
Hematokrit 40% 37-47%

Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

Eosinofil 2 0-6
Basofil 1 0-2
Netrofil Segmen 50 50-70
Limfosit 40 20-40
Monosit 5 2-8
Ureum 24 13-43 mg/dl
Kreatinin 0,65 0,51-0,95 mg/dl

4. DIAGNOSIS
Mioma uteri Multipel Intramural

5. RENCANA TINDAKAN
Laparotomi + Histerektomi total
Salpingooforektomi Bilateral
6. TATALAKSANA

Terapi Post Operasi


IFVD RL+ Keterolac 3%/ 8 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Kaltrofen Supp 3x1
Inj Ranitidin 50 mg/12 jam

Planning:

Observasi TTV
Tranfusi sampai HB >10 gr/dl
Balance cairan

B. Masalah yang Dikaji


1. Bagaimana hubungan faktor risiko usia pada kasus terhadap kejadian mioma uteri?
2. Apakah tatalaksana pada kasus sudah tepat?

C. Analisa
Hubungan faktor risiko usia pada kasus terhadap kejadian mioma uteri
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos
rahim. Mioma uteri terjadi 20 % - 25 % perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor
yang tidak diketahui secara pasti. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur
20 tahun, paling banyak pada umur 35- 45 tahun (kurang lebih 25%). Setelah
menoupause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh
lebih lanjut. Mioma juga jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat
dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia reproduktif
(Sarwono, 2016).
Prevalensi mioma uteri mengalami peningkatan hingga 14,1% pada kelompok
umur 40 tahun ke atas. Rata-rata mioma uteri didiagnosis pada rentang usia 33,5 hingga
36,1 tahun (Zimmermann, 2012). Di Indonesia, mioma uteri ditemukan pada 2,39%-
11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat, sering ditemukan pada wanita
nulipara atau kurang subur dari pada wanita yang sering melahirkan (Baziad A, 2015).
Penelitian oleh Sulistyowati menunjukan terdapat hubungan bermakna antara
umur dengan kejadian mioma uteri. Sebanyak 4 pasien yang memiliki umur dengan
risiko rendah, ada 3 (7,5%) pasien yang non mioma uteri dan 1 (2,5%) pasien dengan
mioma uteri. Dari 36 pasien yang memiliki umur dengan risiko tinggi ada 4 (10%) pasien
yang non mioma uteri dan 32(80%) pasien yang mioma uteri. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa pasien dengan risiko rendah memiliki kemungkinan non mioma uteri dan pasien
dengan umur risiko tinggi memilki kemungkinan mioma uteri.

Tatalasana pada kasus

Indikasi dilakukan tatalaksana operatif pada mioma uteri menurut Moore, yaitu:
1. Perdarahan rahim abnormal yang mengakibatkan anemia
2. Nyeri pelvis hebat (dismenor sekunder)
3. Ketidakmampuan mengevaluasi adnexa (bila ukuran mioma > 12 minggu)
4. Gangguan berkemih
5. Pertumbuhan mioma setelah menopause
6. Infertilitas
7. Mioma tumbuh cepat
Pada kasus ini, pasien mengalami perdarahan rahim abnormal yang
mengakibatkan anemia, nyeri pelvis hebat, dan ketidakmampuan dilakukan evaluasi
adnexa pasien, sehingga sesuai indikasi tatalaksana secara operatif.
Terapi operatif dapat berupa pengangkatan massa tumor saja (miomektomi) atau
dengan  pengangkatan uterus (histerektomi). Miomektomi dilakukan bila fungsi
reproduksi masih diperlukan dan secara tehnik memungkinkan. Sedangkan, histerektomi
bila fungsi reproduksi tidak diperlukan, pertumbuhan tumor  sangat cepat dan adanya
perdarahan yang membahayakan penderita.
Apabila akan dilakukan histerektomi, berdasarkan standar pelayanan di
Bagian/Departmen Obstetri dan Ginekologi FK Unsri Palembang dianut ketentuan:
1. Usia <40 tahun, dilakukan histerektomi totalis tanpa pengangkatan ovarium
2. Usia 40-45 tahun, dilakukan histerektomi totalis dan salfingoooferektomi
unilateralis
3. Usia >45 tahun, dilakukan histerektomi totalis dan salfingoooferektomi
bilateralis
Pada pasien ini fungsi reproduksi tidak diperlukan lagi karena umur penderita
50 tahun dengan mempunyai 3 orang anak yang hidup. Sehingga tatalaksana pada pasien
ini dilakukan terapi operatif berupa histerektomi totalis dan salfingoooferektomi
bilateralis.

D. Kesimpulan
 Umur wanita pada usia reproduksi dapat meningkatkan risiko terjadinya mioma uteri
sebesar 20-25%
 Tatalaksana pada pasien ini sudah tepat yaitu memasuki indikasi untuk dilakukan terapi
operatif berupa histerektomi totalis dan salfingoooferektomi bilateralis.
E. Daftar Pustaka

Baziad. A, (2015). Endokrinologi Ginekologi. Edisi ketiga. Jurnal e-Clinic (eCl) Vol.3, No. 1
(Hal 72).

Thompson M, Carr B. Intramural myomas: to treat or not to treat. Int J Womens Health. 2016
May

Sarwono, (2016). Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta : Bina Pustaka

Sulistyowati,N.(2019) Hubungan Faktor Risiko Dengan Kejadian Mioma Uteri Di Rsud Raja
Ahmad Tabib Provinsi Kepulauan Riau Dan Rs-Blud Kota Tanjungpinang Tahun 2018.
Akademi Kebidanan Anugerah Bintan

Zimmermann, (2012). Prevalence, symptoms, and management of uterine fibroids. Jurnal eClinic
(eCl) Vol.3, No. 1 (Hal 72)

Anda mungkin juga menyukai