Anda di halaman 1dari 18

MIOMEKTOMI ATAS INDIKASI

SUSPEK MIOMA UTERI

UJIAN AKHIR PESERTA PPDS I


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Dr. Aneta Budi Putra

BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA/
RUMAH SAKIT Dr. MOHD. HOESIN PALEMBANG
Kamis,22 September 2005 Pukul 08.00 WIB

I. PENDAHULUAN
Mioma uteri ialah neoplasma jinak berasal dari otot uterus. Mioma uteri
mempunyai beberapa sinonim antara lain; fibromioma uteri, leiomioma uteri
ataupun uterine fibroid. Mioma uteri merupakan salah satu tumor yang sering
ditemukan pada wanita, terjadi pada 20% wanita usia reproduksi. Tumor ini sering
ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan rutin pelvis maupun
ultrasonografi pelvis.1,2,3
Pada wanita usia reproduksi angka kejadiannya berkisar antara 20-25%.
Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun kejadiannya lebih tinggi, yaitu mendekati
40%. Kejadian mioma uteri yang tinggi antara usia 35 tahun dan usia 50 tahun
menunjukkan adanya hubungan kejadian mioma uteri dengan estrogen. Mioma
uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Setelah menopause
angka kejadian sekitar 10 %. Di Indonesia, ditemukan 2,39 11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat. Di Amerika Serikat dari 650.000 histerektomi
yang dilakukan pertahun, sebanyak 27 % (175.000) disebabkan karena mioma
uteri.4-8
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.
Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri, hipotesis
ini didukung oleh

mioma uteri banyak ditemukan pada usia reproduksi dan

kejadiannya rendah pada usia menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormon


ovarium dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan
insidennya setelah menarke dan pada kehamilan pertumbuhan tumor ini makin
besar namun menurun setelah menopause. Perempuan nullipara mempunyai
risiko yang tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan
multipara mempunyai risiko relatif yang menurun untuk terjadinya mioma
uteri. Pada multipara dengan anak lebih dari lima orang mempunyai risiko
hanya 0,2 untuk menjadi mioma uteri.
Pukka dkk melaporkan bahwa jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung
reseptor estrogen dibandingkan dengan miometrium normal. Pertumbuhan mioma
uteri bervariasi pada setiap individu bahkan diantara nodul mioma pada uterus

yang sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan reseptor
progesteron. Meyer dan De Snoo mengemukakan patogenesis mioma uteri dengan
teori cell nest atau genitoblast . Pendapat ini lebih lanjut diperkuat oleh hasil
penelitian Miller dan Lipschutz yang mengatakan bahwa terjadinya mioma uteri
tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya
dapat dirangsang terus-menerus oleh estrogen.9-11
Berdasarkan lokasinya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, mioma
uteri dibagi atas 4 jenis, yaitu mioma submukosum, mioma intramural, mioma
subserosum, dan mioma intraligamenter. Lokasi mioma yang paling sering adalah
jenis intramural (54%) diikuti oleh jenis subserosum (48,2%), jenis submukosum
(6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).1,5
Mioma uteri bisa simptomatik maupun asimptomatik. Gejala yang ditimbulkan
oleh mioma uteri tergantung dari lokasi tumor, ukuran massa tumor, perubahan
degenerasi dan komplikasi dari mioma uteri.8 Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh
mioma uteri dapat berupa sebagai berikut:
1. Perdarahan abnormal berupa hipermenore atau menometrorhagia.
2. Rasa nyeri.
3. Gejala dan tanda penekananan seperti polakisuria, hidroureter dan lain-lain
Sebagian besar penderita mioma uteri asimptomatik, hanya 20-50% saja mioma
uteri yang menimbulkan keluhan 1,12,13
Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Pemeriksaan klinis berupa anamnesis dan pemeriksaan fisik/ginekologi
Pada palpasi abdomen terdapat massa di daerah simpisis atau abdomen bagian
bawah dengan konsistensi padat atau kenyal, berdungkul, tidak nyeri,
berbatas tegas dan mudah digerakkan jika tidak ada perlengketan. Pada
pemeriksaan bimanual didapatkan tumor yang menyatu atau berhubungan
dengan uterus dan sondage uterus lebih besar dari normal.

2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu dilatasi dan kuretase,
pemeriksaan dari bahan operasi, pemeriksaan laboratorium, tes kehamilan,
pemeriksaan ultrasonografi/MRI dan pemeriksaan radiologi BNO/IVP bila
ukuran mioma besar.1,5,14
II. REKAM MEDIK
A. Anamnesis
1. Identifikasi
Nama

: Nn. Par (MR: 301868)

Umur

: 35 tahun

Suku bangsa

: Palembang

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Ikut orang tua

Alamat

: Jl. Ki Ingsuro No.409 Rt 10 Tangga Buntung


Palembang

MRS

: 20 September 2005

2. Riwayat perkawinan
Belum kawin.
3. Riwayat Reproduksi
Menars 13 tahun, lama haid 7 hari, siklus haid 28 hari teratur. HPHT: 10 9 -2005
4. Riwayat kehamilan/melahirkan : 5. Riwayat penyakit dahulu : 6. Riwayat gizi/sosioekonomi
sedang/sedang
7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama: Benjolan di perut bawah sejak 4 bulan yang lalu

Riwayat perjalanan penyakit:


Sejak kurang lebih 4 bulan yang lalu os mengeluh timbul benjolan di perut.
Benjolan dirasakan makin lama makin membesar. Benjolan ini kadangkadang dirasakan sakit, dan dirasakan mengganjal. nyeri haid ada tapi tidak
sering lalu os berobat ke RSMH dan telah diperiksa lengkap dikatakan os
menderita tumor jinak rahim dan dipersiapkan untuk operasi. Riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga disangkal. Riwayat haid sebelumnya
teratur darah haid agak banyak 4 5 kali ganti pembalut. Riwayat BAB
tidak ada keluhan dan BAK agak sering dari biasanya Nafsu makan biasa,
berat badan tidak menurun.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present (20-09-2005)
a. Keadaan umum
Kesadaran

: komposmentis

Tipe badan

: piknikus

Berat badan

: 52 kg

Tinggi badan

: 150 cm

Tekanan darah/Nadi

: 110/70 mmHg

Nadi

: 78X/menit

Pernafasan

: 20 kali/menit

Suhu

: 36,8C

b. Keadaan khusus
Kepala

: konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: Tekanan vena jugularis tidak meningkat,


massa tidak ada

Toraks

: Jantung: murmur tidak ada, gallop tidak ada,


paru-paru: sonor, vesikuler normal, ronki
tidak ada, wheezing tidak ada

Abdomen

: Dinding perut cembung, lemas, pelebaran


vena tidak ada, hepar dan lien tidak teraba,

nyeri tekan tidak ada, bising usus normal


(pemeriksaan abdomen untuk ginekologi
pada status ginekologi)
Ekstremitas

: Edema tidak ada, varises tidak ada, refleks


fisiologis +/+, refleks patologis -/-

2. Status Ginekologi
a. Periksa luar
Inspeksi

: Perut cembung, tidak simetris, vulva dan


uretra tenang.

Palpasi

: Dinding perut lemas, teraba fundus uteri


setinggi satu jari bawah pusat, permukaan
rata, mobilitas terbatas konsistensi kenyal
padat, nyeri tekan tidak ada.

Perkusi

: Timpani, pekak di atas fundus uteri, tanda


cairan bebas tidak ada

Auskultasi

: Bising usus normal.

b. Inspekulo

: Tidak dilakukan

Colok vagina

: Tidak dilakukan.

Colok dubur

: Tonus sfingter ani baik, mukosa licin, ampula


kosong, massa intralumen tidak ada, corpus
uteri sebesar kehamilan 22 minggu, kenyal
padat. Adneksa kanan dan kiri lemas.Kavum
Douglas tidak menonjol

Gambar:

C. Pemeriksaan Lain
1. Laboratorium (17-09-2005)
Darah rutin
Hb

: 12,2 g%

Ht

: 36 vol%

Lekosit

: 7.700/mm3

(5000 10.000 mm3)

LED

: 17 mm/jam

(<15 mm/jam)

Trombosit

: 427.000 /mm3 (200.000 500.000/mm3)

Hitung jenis

: 0/5/4/56/31/4

Waktu pembekuan

: 8 menit

Waktu perdarahan

2 menit

(12 18 g%)

(0-1/1-3/2-6/50-70/2-8 %)

Urin rutin
Kejernihan

: Jernih

Sedimen

Sel epitel (+), lekosit 2-3/LPB, eritrosit


0-2/LPB, silinder (-), kristal (-), protein (-)
glukosa (-).

Kimia darah
Gula darah sewaktu

: 98 mg/dl

Ureum

: 16 mg/dl

(20 - 40 mg/dl)

Kreatinin

: 0,8 mg/dl

(0,5 - 0,9mg/dl)

Bilirubin total

: 0,18 mg/dl

(0,1- 1,2 mg/dl)

Bilirubin direk

: 0,11 mg/dl

(< 0,2 mg/dl)

Bilirubin indirek

: 0,07 mg/dl

(< 0,75 mg/dl)

SGOT

: 13 /l

(< 40 /l)

SGPT

: 16 /l

(< 41 /l)

Natrium

: 150 mmol/l

(135-155 mmol/l)

Kalium

: 3,5 mmol/l

(3,5 - 5,5 mmol/l)

Albumin

: 5,4 g/dl

( 3,8 - 5,8 g/dl)

Globulin

: 2,7 g/dl

( 1,3 - 2,7 g/dl)

2. Ultrasonografi (19-09-2005)
Uterus lebih besar dari normal ukuran 25 x 20 cm berisi massa echoik
ukuran 18 x 16 cm yang berasal dari suatu mioma uteri
Tidak jelas adanya massa pada kedua adneksa
Kesan: mioma uteri

3. Radiologi
Foto toraks (17-09-2005):
Pulmo tak ada kelainan
Cor tak ada kelainan
Kesan: radiologi tak tampak kelainan thorak
D. Diagnosis Kerja
Suspek mioma uteri
E. Diagnosis Banding
suspek Adenomiosis
F. Prognosis
Dubia ad bonam
G. Terapi
Rencana: Miomektomi
H. Tindakan Sela
1.

Konsultasi ke Bagian Penyakit Dalam (17-09-2005)


Kesan : Saat ini kor pulmo fungsional kompensata

2.

Konsultasi ke Bagian Anestesi (17-09-2005)


Kesan: ASA I, setuju dilakukan narkose dengan anestesi umum

10

III. PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada kasus ini ?
2. Bagaimanakah penatalaksanaan pada kasus ini selanjutnya?
IV. DISKUSI
Diagnosis pada penderita ini adalah suspek mioma uteri endometrium, sedangkan
diagnosis bandingnya adenomiosis. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis,

pemeriksaan

fisik,

pemeriksaan

ginekologik,

ultrasonografi,

laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dari anamnesis penderita


mengeluh dalam 4 bulan yang lalu os mengeluh timbul benjolan di perut.
Benjolan dirasakan makin lama makin membesar. Benjolan ini kadang dirasakan
sakit, dan dirasakan mengganjal. nyeri haid ada Riwayat penyakit yang sama
dalam keluarga disangkal. Riwayat haid sebelumnya teratur. Riwayat BAB tidak
ada keluhan dan BAK agak sering dari biasanya Nafsu makan biasa, berat badan
tidak menurun.
Dari kepustakaan didapatkan bahwa keluhan yang paling sering timbul pada
penderita mioma uteri adalah perdarahan abnormal berupa perdarahan menstruasi
yang banyak dan memanjang, disamping nyeri dan gejala penekanan seperti rasa
penuh di perut bagian bawah, gangguan buang air besar (BAB) dan gangguan
buang air kecil (BAK). Bahkan pada mioma yang besar dapat menyebabkan
hidroureter, hidronefrosis atau edema tungkai.1,5,13,14 Perdarahan lebih sering
timbul pada mioma uteri submukosa.
Pada penderita ini keluhan yang menonjol adalah benjolan pada perut. Mioma
yang terletak pada dinding depan uterus dalam pertumbuhannya akan menekan
dan mendorong kandung kemih keatas sehingga dapat menimbulkan keluhan
miksi.15
Pada penderita ini tidak ditemukan keluhan nyeri sebelum, selama atau
beberapa hari setelah haid. Nyeri bukanlah tipikal dari mioma uteri namun dapat
terjadi pada keadaan terjadinya perdarahan dan bila terjadi penekanan pada organ
dalam. Nyeri sering dialami oleh pasien dengan pedunculated myom yang

11

mengalami putaran tangkai (torsion) atau mioma uteri submukosal yang sedang
dilahirkan. 1,5,13
Gambaran klinis yang biasa dijumpai pada mioma uteri adalah massa yang
berhubungan dengan uterus, permukaan rata atau tidak rata, bentuknya asimetris
dengan konsistensi yang bervariasi (kistik-padat). Kadang-kadang hanya
ditemukan adanya pembesaran uterus saja.1,5
Pada penderita ini dari pemeriksaan ginekologi didapatkan hasil uterus
setinggi 1 jari bawah pusat sesuai kehamilan 22 minggu, konsistensi kenyal padat.
Dan permukaan uterus tidak simetris sehingga diduga pada kasus ini adalah
mioma uteri subserosa atau mioma uteri intramural yang pertumbuhannya kearah
kepermukaan uterus. Diagnosis klinis ini didukung dari hasil pemeriksaan USG
dengan hasil uterus lebih besar dari ukuran normal, tampak massa sesuai mioma
dengan ukuran 18 x 16 cm. Kedua adneksa dalam batas normal, sehingga
diperoleh kesan mioma uteri. Dari literatur dikatakan bahwa USG dapat
membantu menegakkan diagnosis mioma uteri dengan gambaran yang khas
berupa bentuk kumparan hiperekhoik, homogen yang disebabkan adanya massa
jaringan fibrous/muskuler pada mioma uteri tersebut. Jika mioma uteri mengalami
degenerasi akan memberikan gambaran yang bervariasi dari hipoekhoik sampai
hiperekhoik serta gambaran yang homogenitasnya tidak beraturan. Pemeriksaan
USG transvaginal dapat memberikan gambaran lebih akurat tentang lokasi,
jumlahnya lebih dan ukuran dari 0,5-1 cm.16-18
Usia penderita ini adalah 35 tahun, Ichimura mengatakan insiden mioma uteri
pada wanita diatas 30 tahun adalah berkisar 20-30%. Dalam kepustakaan lain
dikatakan bahwa pada usia diatas 35 tahun kejadiannya lebih tinggi yaitu
mendekati angka 40%.5,6
Mioma uteri juga dapat ditemukan bersamaan dengan hiperplasia endometrium
dan polip endometrium. Suatu keadaan dimana terjadi hiperstimulasi dari
estrogen akan menyebabkan terjadinya polip endometrium, disamping itu dapat
menyebabkan keadaan yang dinamakan hiperplasia endometrium. Umumnya
polip endometrium tidak menimbulkan gejala, tetapi dapat juga menyebabkan

12

perdarahan tidak teratur. Kemungkinan keganasan ada akan tetapi hanya 0,36%. 1217

Pada kasus ini dari pemeriksaan USG tidak didapatkan penebalan

endometrioum.
Dengan

demikian

berdasarkan

atas

anamnesis,

pemeriksaan

fisik,

pemeriksaan ginekologik dan pemeriksaan lainnya seperti USG, laboratorium


penderita didiagnosis dengan suspek mioma uteri
Diagnosis banding pada penderita ini adalah adenomiosis. Beberapa
kepustakaan membuat diagnosis banding untuk mioma uteri dengan adenomiosis,
karsinoma korpus dan hiperplasia endometrium.1,4,7,10,11
Walaupun dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan diagnosisnya lebih
mengarah pada mioma uteri, akan tetapi kemungkinan adanya adenomiosis perlu
dipikirkan,

bahkan

mioma

uteri

dapat

dijumpai

bersamaan

dengan

adenomiosis.1,5,11
Adenomiosis biasanya timbul pada usia antara 40-50 tahun. Adenomiosis juga
biasanya dijumpai pada multipara tetapi insidensinya tidak berhubungan dengan
besarnya paritas. Adenomiosis bahkan berhubungan dengan gangguan lain pada
uterus. Lebih dari 80% wanita dengan adenomiosis mempunyai proses patologis
pada uterus; 50% pasien dengan mioma uteri, diperkirakan 11% dengan
endometriosis dan 7% kasus dengan polip endometrium.
Keluhan utama pada adenomiosis adalah perdarahan uterus abnormal dan
nyeri panggul. Adanya keluhan pada penderita seperti gangguan haid dapat
berhubungan dengan mioma uteri ataupun adenomiosis. Sheth meneliti ternyata
pada 1000 wanita dengan diagnosis akhir menorhagia didapatkan 400 yang
menderita adenomiosis dan 251 menderita mioma uteri. Adenomiosis biasanya
berhubungan dengan multiparitas dan dalam masa pramenopause.6,17
Dari hasil pemeriksaan ginekologis didapatkan benjolan di perut bawah yang
berhubungan dengan uterus yang bisa dijumpai pada suatu mioma uteri dan
adenomiosis, tetapi pembesaran uterus pada adenomiosis biasanya simetrik dan
berkonsistensi padat. Diagnosis dapat ditegakkan saat pemeriksaan uterus pada
saat operasi dan diagnosis pasti adenomiosis baru dapat dibuat setelah

13

pemeriksaan patologi anatomi. Terapi definitif untuk adenomiosis adalah


histerektomi totalis. Pada kasus ini kemungkinan suatu adenomiosis belum dapat
disingkirkan
Berdasarkan kepustakaan tidak semua mioma uteri memerlukan tindakan
bedah, pilihan terapi mioma uteri secara umum adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Tidak dibutuhkan pengobatan selain pengawasan, misalnya mioma uteri ukuran
kecil tanpa penyulit (asimptomatik) pada wanita usia muda atau menjelang
menopause. Kriteria di atas sudah tidak terpenuhi lagi pada kasus ini karena
massa mioma uteri sudah cukup besar, yaitu sebesar kehamilan 16 minggu.
2. Terapi hormonal
Pemberian GnRH agonis telah dicoba pada dekade terakhir ini, terutama jika
akan dilakukan konservasi uterus. Terapi GnRH biasanya diberikan sebelum
dilakukan tindakan miomektomi. Pemberian GnRH mempunyai keuntungan
antara lain mengurangi ukuran tumor dan uterus, mengurangi perlengketan, dan
mengurangi perdarahan intraoperatif. Tetapi pada pasien ini karena

secara

ekonomis terapi dengan GnRH terlalu mahal dan setelah dilakukan inform
concent penderita lebih memilih dilakukan tindakan operatif.
3. Terapi operatif
Pendekatan operasi yang dilakukan dapat berupa pengangkatan massa tumor
saja (miomektomi) atau dengan pengangkatan uterus (histerektomi). Jenis terapi
ini telah banyak dibuktikan lebih efektif. Pada kasus-kasus dimana fungsi
reproduksi tidak dibutuhkan lagi, histerektomi adalah terapi yang terpilih.
Sedangkan pada kasus usia reproduktif, ingin mempertahankan genitalia
interna, dilakukan terapi miomektomi, Akhir-akhir ini telah dikembangkan
teknik dalam terapi mioma uteri yaitu laparascopic supracervical hysterectomy,
laparoscopic myomectomy, dan uterine artery embolization1,4,19,20
Moore menganjurkan dilakukannya intervensi bedah pada penderita mioma uteri
pada keadaan berikut :
1.

Perdarahan rahim abnormal yang mengakibatkan anemia

14

2.

Nyeri pelvis hebat

3.

Gangguan berkemih

4.

Pertumbuhan mioma setelah menopause

5.

Infertilitas

6.

Ukuran mioma tumbuh cepat.12


Berdasarkan standar pelayanan di Bagian Kebidanan dan Kandungan RSMH,

dipakai ketentuan:
1. Usia < 40 tahun dikerjakan histerektomi totalis tanpa pengangkatan ovarium,
atau miomektomi bila fungsi fertilitas masih diperlukan
2. Usia 40 - 45 tahun dilakukan histerektomi totalis dan salfingoooforektomi
unilateralis
3. Usia > 45 tahun dilakukan histerektomi totalis dan salpingoooforektomi
bilateralis.
Pada kasus ini terapi yang paling sesuai adalah tindakan operatif berupa
miomektomi dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Penderita masih usia reproduksi
b. Fungsi reproduksi masih diperlukan
c. Umur penderita 35 tahun
Pada pasien ini direncanakan akan dilakukan Miomektomi,namun bila itra
operatif ditemukan uterus miomatosus atau karena mioma uteri yang besar dan
sulit dilakukan miomektomi,atau terjadi perdarahan dan kesulitan dalam
tindakan operatif maka akan dilakukan tindakan Histerektomi dan untuk itu
diperlukan inform concent yang jelas kepada pasien. Tindakan miomektomi
dapat menyebabkan komplikasi

seperti kehilangan darah yang banyak,

infeksi, trauma pada usus dan kandung kemih, bila ditemukan perlengketan.

15

V. KESIMPULAN
1. Diagnosis penyakit pada penderita ini adalah Susupek mioma uteri dan
diagnosis bandingnya adalah suspek adenomiois.
2.

Tindakan

yang

miomektomi,

bila

akan

dilakukan

intraoperatif

adalah

terdapat

intervensi
kesulitan

bedah

dapat

berupa

dilakukan

histerektomi.
RUJUKAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

Joedosepoetro Ms, Sutoto. Tumor jinak pada alat alat genital. Dalam: Wiknjosastro H. Ilmu
Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1991; 281-192
Sjamsudin S, Nuranna L. Tumor ginekologi. Dalam: Marjono BA. Catatan Kuliah obgin plus
+ FKUI. Edisis pertama. Jakarta: FTMD, 1999: 159-162
Doyle K. Leiomyomatous uterine. In: FredericksonHL, Willein-Haug L. Obsgin secret.
Second edition. Boston-Massachusett: Bookpromotion % service, 1997; 30-31
Sakala EP. Boardreview series obstetrics and gynecology. Baltimore: Williams & Wilkin,
1997; 309-313
Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2003:
82-102,151-157
IchimuraT, Kawamura N, Ito F, Shibata S, Minakuchi K, et al. Correlation between the
growth of uterine leiomyomata and estrogen and progesterone receptor content in needle biopsy
specimen. Fertil Steril 1998; 70: 967-971
Schwartz SM. Epidemiology of uterine leiomyomata. Clin Obstet Gynecol 1998; 44: 316-326
Whelan III JG, Vlahos NF, wallach EE. Contemporary management of leiomyomas. In:
Ransom SB, Dombrowsky MP, evans MI, ginsburg KA. Contemporary therapy in Obstetrics and
Gynecology. 2nd edition. Philadelphia, 2002; 367-370
Thomas EJ. The aetiology and pathogenesis of fibroid.In: Shaw RW. Uterine fibroid. New
Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992; 1-8
Stewart EA, Nowak RA. Leiomyoma-related bleeding: a classic hypothesis update for the
molecular era. Hum Repro 1996; 2: 295-306
Speroff L, Glass RH, Kase NG. Clinical Gynecologic endocrinology and infertility. Sixth
edition. Baltimore: Lippincort William & Wilkin, 1999: 149-153
Hillard PA. Benign disease of the female reproductive tract: symptom and signs. In: Berek JS,
Adashi EY, Hillard PA. Novaks Gynecologyc. Twelfth Edition. Baltimore: Williams & Wilkins,
1996; 359-361
Stovall DW. Clinical symptomatology of uterine leiomyomas. Clin Obstet Gynecol 1998; 44:
365-371
West CP. Uterine fibroids: Clinical presentation and diagnostic technique. In: Shaw RW.
Uterine fibroid. New Jersey: The Parthenon Publishing Group,1992; 35-45
Kurmans RJ. Blausteins pathology of the female genital track. 4 th edition. Baltimore:
Springer-Verlag, 1994: 411-426
Thompson JD, Rock JA. Leiomyomata uteri andmyomectomy. In: Rock JA, Thompson JD.
Te LindeS operative gynecology. Eight edition. Philadelphia: Lippincortt Raven, 1997; 731-770
Prabowo RP. Endometriosis. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhaddhi T. Ilmu
kandungan. Edisi pertama. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1991; 259-261
Suyono B. Pemeriksaan ultrasonografi pada uterus. Dalam POGI. Ultrasonografi dasar
obstetri ginekologi. Palembang: Kursus dasr USG dan KTG pra PIT XII, 2001; 9-10

16

19.

Laboratorium Obstetri dan Ginekologi. Standar pelayanan profesi. Palembang: FK Unsri,


1985: 100-102
20.
Olive DL. New approach to the management of fibroids. Obstetrics and Gynecology Clinics
of North America 2000; 27: 669-675

17

1. Mediator dalam mioma uteri (growth factor/GF): estrogen GF, insulin


GW-1 (IGF-1),
Connexsin-43-Gap-junction protein, heparin binding
epidermal GF, basic fibroblast GW, vascular-endothelial GF, plateled-derived
GF dan marker proliferasi.
2. Myom berdaraha karena: pelebaran permukaan endometrium, ulkus
mukosa diatas myom, gangguan kontraktilitas uterus, kompresi pleksus vena
di sekitar jaringan ( paling seing berdarah jenis submukosa)
3. Akibat penekanan masa myome: nyeri suprasimpisis, polakisuria,
inkontinesia urin, hidroureter/hidronefrosis.
4. Teori mutasi: Pembentukan myom akibat mutasi somati dari sel myometrium
baik parsial maupun total. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50 % kasus
dan terbanyak 35,6% ditemukan pada kromosom 7 (del (7) (q 21)/q21 q 32).
Keberhasilan terapi medikamentosa sangat tergantung pada kerusakan
kromososm.
5. Polisetemia: disebabakan oleh peningkatan pembentukan eritropotein (EPO)
di dalam myom dan diduga akibat penekanan masa mioma pada yreter
sehingga meningkatkan tekanan balik ureter yang akhirnya menginduksi
pembentukan eritropoetin ginjal. EPO dapat juga dibentuk oleh tumor ginjal
dan kista dermoid. EPO merupakan glikoprotein yang terdiri dari 166
asamamino, sebanyak 80% diproduksi sel endotel kapiler tubulus ginjal dan
sel-sel interstitialis ginjal, sel hati dan sel fagosit hati. Dari system
retikuloendotel.
6. Inferti pada myom: 1. obstruksi mekanik dari serviks atau tuba, 2. perubahan
bentuk kavum uterus, 3. iritasi myom akibat oerubahan degenerasi, 4.
kontraksi uterus terganggu, 5. gannguan vaskulerisasi endometrium.
7. Masalah lain: meningkatkan kejadian abortus (40%), muncul his lebih awal,
hisy inkoordinat, premature, obstruksi kanalis servikalis, kelainan letak bayi,
HPP
8. Tujuan GnRH: mengurangi volume uterus dan massa myom, mengurangi
anemia akibat perdarahan, mengurangi perdarahan saat operasi,
mempermudah laparaskopi dan histeroskopi karena massa mengecil, insisi
yang luas pada uterus ridak diperlukan karena massa mengecil, sebaiknya
diberiak pada uterus sesuai kehamilan 14-18 minggu> Lebih 18 minggu tidak
relevan lagi
9. Terapi gen: baru penelitian pada tikus eker yang mengandung sel ELT-3, selsel ditranfer dengan recoding DNA plasmid beta galaktosidase, SV-tk
transgene atau plasmid control.
10. Statistik: miom jadi ganas 0,1-0,5%, bersama adenomiosis 50%; Gangguan
miksi 13%, obstipasi 14%; 20-25% pada usia reproduksi; 40% usia > 35
tahun; infertile 27-40%
11. Jumlah reseptor estrogen: pada myom rerata 531 (69-3315), myometrium
rerata 250 (51-1225)
12. Gambaran USG: ireguler kontur dan pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi
ditandai fokus dengan bayangan akustik, degenerasi kistik gambarannya
hipoekoik hiperekoik

18

13. Gambaran MRI: myom tampak sebagai massa gelap berbatas tegas yang
dapat dibedakan dengan myometrium. Dapat menggambarkan jumlah, lokasi
dan ukuranDapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm.

Anda mungkin juga menyukai