Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Usia : 40 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Kalimaro gebang
Nama Suami : Tn. A
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 29/05/18 pukul 12.24 WIB
No. RM : 863039

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri perut bagian bawah terasa ada benjolan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poli kebidanan RSUD Waled dengan sakit perut sejak 1 hari lalu dan
terasa ada benjolan diperut bagian bawah yang tidak nyeri sejak ± 2 – 3 bulan ini. Pasien
juga mengeluhkan keluar darah pervaginam yang sedikit lebih banyak saat menstruasi
sejak 1 bulan terakhir dan nyeri selama menstruasi. Darah yang keluar bergumpal dan
haid yang dialami lama, lebih dari 10 hari. Pasien juga mengaku haidnya tidak teratur.
HPHT : ? – 02 – 2013. Gangguan keputihan, BAB dan BAK, serta sesak disangkal
pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien pernah didiagnosis miom uteri pada tahun 2012, Adanya riwayat penyakit jantung,
ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

Riwayat Kontrasepsi : -

Riwayat Perkawinan : suami ke I, menikah 1x selama 25 tahun

Riwayat Obstetri :
Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 12 tahun. Pasien
memiliki siklus haid yang tidak teratur. Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai
berikut :
1. Aterm; lahir dirumah; spontan; perempuan; dibantu bidan ; BBL = pasien lupa

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 88 x/menit
- Frekuensi napas : 24 x/menit
- Suhu : 36,7oC

Pemeriksaan Fisik Umum


- Mata : anemis +/+, ikterus -/-
- H/T/M : DBN
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)
- Abdomen : Inspeksi : Tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi
(-).
Palpasi : Teraba massa padat, kenyal, permukaan licin,
mobile pada perut bagian bawah, nyeri tekan (-).

- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +


- - + +
IV. STATUS GINEKOLOGI

Pemeriksaan Inspekulo :
Porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-), fluksus (-), livide (-), Ø OUE (-), fluor
albus (-), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-).

Pemeriksaan Dalam (VT) :


 Dinding vagina normal, massa (-)
 Porsio licin, Ø (-), nyeri goyang porsio (-)
 Corpus uteri antefleksi ukuran lebih besar dari normal 12 minggu
 Adneksa Parametrium dan Cavum Douglass dextra et sinistra dbn

V. RESUME
Pasien datang ke poli kebidanan RSUD Waled dengan sakit perut sejak 1 hari lalu dan
terasa ada benjolan diperut bagian bawah yang tidak nyeri sejak ± 2 – 3 bulan ini. Pasien
juga mengeluhkan keluar darah pervaginam yang sedikit lebih banyak saat menstruasi
sejak 1 bulan terakhir dan nyeri selama menstruasi. Darah yang keluar bergumpal dan
haid yang dialami lama selama lebih dari 10 hari. Pasien juga mengaku haidnya tidak
teratur. Pasien pernah didiagnosis miom uteri pada tahun 2012, Adanya riwayat penyakit
jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal. Riwayat Penyakit
Keluarga dengan keluhan yang sama disangkal, riwayat penyakit jantung, ginjal,
hipertensi, diabetes mellitus, dan asma dalam keluarga juga disangkal. Riwayat Obstetri
pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 12 tahun. Pasien
memiliki siklus haid yang tidak teratur. Pasien tidak pernah memakai KB dan memiliki 1
anak laki laki berusai 15 tahun, pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal,
ada pemeriksaan fisik palpasi abdomen teraba massa padat, kenyal, permukaan licin,
mobile pada perut bagian bawah, nyeri tekan (-) pada pemeriksaan fsik yang lain dalam
batas normal. Pada pemeriksaan Inspekulo porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-),
fluksus (-), livide (-), Ø OUE (-), fluor albus (-), perdarahan aktif (-), massa (-),
peradangan (-). Pemeriksaan Dalam (VT) Dinding vagina normal, massa (-), porsio licin,
Ø (-), nyeri goyang porsio (-) Adneksa Parametrium dan Cavum Douglass dextra et
sinistra dalam batas normal.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (25/05/18):


 Hb : 10.5 %
 Hematokrit : 35
 Trombosit : 198
 Leukosit : 9,1
 MCV : 58,1
 MCH : 20,3
 Eritrosit : 4,02

Ultrasonografi (USG) Abdomen :


 Uterus : ukuran membesar, pada dinding posterior tampak lesi inhomogen bulat batas
tegas ukuran 6,2x5,3x6cm, endometrial line tipis.
 Kesan USG : Masaa padat inhomogen pada dinding posterior uterus curiga mioma
uteri.

VII. DIAGNOSIS PRE OPERASI


Mioma uteri

VIII. RENCANA TINDAKAN


 Observasi keadaan umum dan vital sign pasien
 Cek Darah Lengkap, fungsi ginjal, fungsi hepar dan gula darah
 USG Mioma uteri rawat ruang mawar untuk persiapan operasi  laparatomi
(histerektomi)
 Menjelaskan keadan klinis pasien, pada pasien dan keluarganya
BAB I
PENDAHULUAN

Mioma uteri adalah tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai, ditemukan satu
dari empat wanita usia reproduksi aktif (Muzakir cit Robbins, 1997). Mioma uteri dikenal
juga dengan istilah leiomioma uteri, fibromioma uteri atau uterin fibroid, ditemukan
sekurang-kurangnya pada 20%-25% wanita di atas usia 30 tahun. (Muzakir cit Djuwantono,
2004).

Berdasarkan otopsi Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai


sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak lagi. Mioma uteri
belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarki. Setelah menopause hanya kira-kira 10%
mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7 % dari semua
penderita genekologi yang dirawat .(Hanifa dkk, 2008)

Kejadian mioma uteri lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40%.
Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan
mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi sebelum menarke
dan menopause (Anonim, 2008).

Penelitian Ran Ok et-al di Pusan Saint Benedict Hospital Korea menemukan 17% kasus
mioma uteri dari 4784 kasus-kasus bedah ginekologi yang diteliti (Muzakir cit Ran Ok et-al,
2007). Menurut penelitian yang di lakukan Karel Tangkudung (1977) di Surabaya angka
kejadian mioma uteri adalah sebesar 10,30%, sebelumnya di tahun 1974 di Surabaya
penelitian yang dilakukan oleh Susilo Raharjo angka kejadian mioma uteri sebesar 11,87%
dari semua penderita ginekologi yang dirawat (Muzakir cit Yuad H, 2005).

Sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa gejala, sehingga kebanyakan penderita
tidak menyadari adanya kelainan pada uterusnya. Diperkirakan hanya 20%-50% dari tumor
ini yang menimbulkan gejala klinik, terutama perdarahan menstruasi yang berlebihan,
infertilitas, abortus berulang, dan nyeri akibat penekanan massa tumor (Muzakir cit
Djuwantono, 2004).
Menoragia yang disebabkan mioma uteri menimbulkan masalah medis dan sosial pada
wanita. Mioma uteri terdapat pada wanita di usia reproduktif, pengobatan yang dapat
dilakukan adalah histerektomi, dimana mioma uteri merupakan indikasi yang paling sering
untuk dilakukan histerektomi di USA (1/3 dari seluruh angka histerektomi) (Lacey.C.G.,
2007).

Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 55 tahun dengan diagnosa mioma uteri
dan anemia berat yang selanjutnya ditatalaksanai dengan laparotomi histerektomi.
Selanjutnya akan dibahas apakah diagnosa, tindakan, penatalaksaaan ini sudah tepat dan
sesuai dengan literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari lapisan otot uterus dan jaringan
ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan juga dikenal istilah fibromioma,
leiomioma, ataupun fibroid.(Hanifa dkk, 2008)
II.2 Epidemiologi
Berdasarkan otopsi Novak menemukan 27 % wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak lagi. Mioma uteri
belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarki. Setelah menopause hanya kira-kira 10%
mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7 % dari semua
penderita genekologi yang dirawat .(Hanifa dkk, 2008)
II.3 Etiopatogenesis
Etiologi pasti belum diketahui, tetapi terdapat korelasi antara pertumbuhan tumor
dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya
faktor predisposisi yang bersifat herediter. Pada ilmuwan telah mengidentifikasi kromosom
yang membawa 145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Beberapa
ahli mengatakan bahwa fibroid uteri diwariskan dari gen sisi paternal. Mioma biasanya
membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah menopause, sehingga diperkirakan
dipengaruhi juga oleh hormon-hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron. Selain
itu, sangat jarang ditemukan sebelum menarke, dapat tumbuh dengan cepat selama kehamilan
dan kadang mengecil setelah menopause (Hakim, 2009).
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan
Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor
fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek
fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron.
Puukka dan kawan-kawan menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak
didapati dari pada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan
dari selaput otot yang matur (Hanifa, 2008).
II.4 Klasifikasi Mioma Uteri
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari
korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma
uteri dibagi 4 jenis antara lain:
1. Mioma submukosa
2. Mioma intramural
3. Mioma subserosa
4. Mioma intraligamenter

Gambar 1. Gambar Jenis-jenis mioma uterus


Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%),
submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%) (Anonim, 2008).

1. Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan
keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan
keluhan gangguan perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya
benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan
histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal
dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia
dan sepsis karena proses di atas.
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor,
jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor.
Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai
bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak
pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong
kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.

3. Mioma subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum
atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering
parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus.
Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri
eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan
jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan.
II.5 Perubahan Sekunder (Hanifa, 2008)
a) Atrofi: sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.
b) Degenerasi hialin: perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut.
Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar
atau hanya sebagian kecil daripadanya, seolah-olah memisahkan satu kelompok
serabut otot dari kelompok lainnya.
c) Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari
mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe
sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar
dibedakan dari kistoma ovarium atau suatu kehamilan.
d) Degenerasi membatu (calcireous degeneration): terutama terjadi pada wanita berusia
lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan
garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan
bayangan pada foto Rontgen.
e) Degenerasi merah (carneous degeneration): perubahan ini biasanya terjadi pada
kehamilan dan nifas. Patogenesis: diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai
gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging
mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin.
Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis,
haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau
mioma bertangkai.
f) Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
II.6 Gejala Klinis
Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada
(servik, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang
terjadi. Keluhan yang dirasakan penderita Mioma Uteri sebagai keluhan utama pada
umumnya adalah :

Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoraghi dan
dapat juga terjadi metroragia . Hal ini sering menyebabkan penderita juga mengalami anemia
dari perdarahan yang terus-menerus (Lacey.C.G., 2007).
Mekanisme terjadinya perdarahan abnormal ini sampai saat ini masih menjadi
perdebatan. Beberapa pendapat menjelaskan bahwa terjadinya perdarahan abnormal ini
disebabkan oleh abnormalitas dari endometrium (Lacey.C.G., 2007). Tetapi saat ini pendapat
yang dianut adalah bahwa perdarahan abnormal ini disebabkan karena pengaruh ovarium
sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma, permukaan
endometrium yang lebih luas, atrofi endometrium di atas mioma submukosum, dan
miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut
miometrium . Pada Mioma Uteri submukosum diduga terjadinya perdarahan karena kongesti,
nekrosis, dan ulserasi pada permukaan endometrium (Muzakir, 2008)
Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi
darah pada sarang mioma. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore.
Selain hal diatas, penyebab timbulnya nyeri pada kasus mioma uteri adalah karena proses
degenerasi. Selain itu penekanan pada visera oleh ukuran mioma uteri yang membesar juga
bisa menimbulkan keluhan nyeri. Dengan bertambahnya ukuran dan proses inflamasi juga
menimbulkan rasa yang tidak nyaman pada regio pelvis.(Muzakir, 2008)
Efek penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan oleh mioma
uteri pada vesiko urinaria menimbulkan keluhan-keluhan pada traktus urinarius, seperti
perubahan frekuensi miksi sampai dengan keluhan retensio urin hingga dapat menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis (Lacey.C.G., 2007)..
Konstipasi dan tenesmia juga merupakan keluhan pada penderita mioma uteri yang
menekan rektum. Dengan ukuran yang besar berakibat penekanan pada vena-vena di regio
pelvis yang bisa menimbulkan edema tungkai (Muzakir, 2008)

Gejala akibat Komplikasi


Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh
kasus mioma uteri serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.
Komplikasi ini dicurigai jika ada keluhan nyeri atau ukuran tumor yang semakin bertambah
besar terutama jika dijumpai pada penderita yang sudah menopause (Lacey.C.G., 2007).
Anemia
Anemia timbul karena seringkali penderita mioma uteri mengalami perdarahan
pervaginam yang abnormal. Perdarahan abnormal pada kasus mioma uteri akan
mengakibatkan anemia defisiensi besi (Marjono, 2008)
Torsi
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma abdomen akut, mual,
muntah dan syok
Infertilitas
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan terjadinya abortus
oleh karena distorsi rongga uterus. Penegakkan diagnosis infertilitas yang dicurigai
penyebabnya adalah mioma uteri maka penyebab lain harus disingkirkan (Lacey.C.G., 2007).
II.7 Diagnosis
2. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga
dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur,
gerakan bebas, tidak sakit.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan
uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang
perlu dilakukan adalah darah lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb.
Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien.
b. Imaging
1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada
uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen
bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke
arah kavum uteri pada pasien infertil.
3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri,
namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian bawah atau
panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang
dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus
dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri
atau suatu sarkoma uteri. USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan
menegakkan dugaan klinis.
II.8. Diagnosis banding (Marjono, 2008)
1. Adenomiosis
2. Neoplasma ovarium
3. Kehamilan

II.9. Penanganan
Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
Tidak semua mioma uteri memerlukan terapi pembedahan. Kurang lebih 55% dari semua
kasus mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan apapun, apalagi jika ukuran mioma
uteri masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan.

Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan terbagi
atas :
A. Penanganan konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :
- Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
- Monitor keadaan Hb
- Pemberian zat besi
- Penggunaan agonis GnRH, agonis GnRH bekerja dengan menurunkan regulasi
gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Akibatnya, fungsi ovarium
menghilang dan diciptakan keadaan ”menopause” yang reversibel. Sebanyak 70%
mioma mengalami reduksi dari ukuran uterus telah dilaporkan terjadi dengan cara
ini, menyatakan kemungkinan manfaatnya pada pasien perimenopausal dengan
menahan atau mengembalikan pertumbuhan mioma sampai menopause yang
sesungguhnya mengambil alih. Tidak terdapat resiko penggunaan agonis GnRH
jangka panjang dan kemungkinan rekurensi mioma setelah terapi dihentikan
tetapi, hal ini akan segera didapatkan dari pemeriksaan klinis yang dilakukan
(Muzakir cit Alexander, 2004).
-
B. Penanganan operatif
Indikasi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah :
- Perdarahan pervaginam abnormal yang memberat
- Ukuran tumor yang besar
- Ada kecurigaan perubahan ke arah keganasan terutama jika pertambahan ukuran
tumor setelah menopause
- Retensio urin
- Tumor yang menghalangi proses persalinan
- Adanya torsi (Muzakir cit Moore, 2001).

Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :


- Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus
(Muzakir cit Rayburn, 2001). Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita
mioma uteri secara umum. Suatu studi mendukung miomektomi dapat dilakukan
pada wanita yang masih ingin be reproduksi tetapi belum ada analisa pasti tentang
teori ini tetapi penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum
memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan (Muzakir cit Chelmow,
2005).
- Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim,
baik sebahagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut
serviks uteri (Muzakir cit Prawirohardjo, 2001).
. Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pendekatan
perabdominal (laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa kasus secara
laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh
kasus. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi
bila didapatkan keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus
urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto,
2005).
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total
abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).
Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti
perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum.
Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut
penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah
dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan
fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat
menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana
keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan vagina,
dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Histerektomi
pervaginam jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan
tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Secara umum, histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Selain itu, kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga
lebih minimal. Masa penyembuhan pada pasien yang menjalani histerektomi
vaginal lebih cepat dibandingkan dengan yang menjalani histerektomi abdominal
(Hadibroto, 2005).

.
Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) untuk
histerektomi adalah sebagai berikut :
- Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan
dikeluhkan oleh pasien.
- Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan bergumpal-
gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat kehilangan
darah akut atau kronis.
- Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut,
rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan
penekanan pada vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering
(Muzakir cit Chelmow, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Biomolekuler mioma uteri. Available from: http://digilib.unsri.ac.idf. Di

akses: 31 Juli 2012.

Darmasetiawan SM dkk, Penggunaan Padanan Hormon Pelepas Gonadotropin Agonis

(GNRH-A). Pada Kasus Fibroma Uterus dalam Majalah Kedokteran Indonesia, vol.

45, No. 8, IDI, Jakarta.

Hadibroto BR, 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 No. 3 September

2005. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, RSUD H. Adam Malik Medan. Available from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15576/1/mkn-sep2005-%20(9).pdf

(Accessed on July 20, 2012)

Hanifa, dkk, 2008, Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo d/a

Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI. Jakarta.

Lacey, C.G., Benign Disorders of the Uterine Corpus, Current Obstetric and Gynecologic

Diagnosa and Treatment, 6th ed, Aplleten & Lange, Norwalk Connectient, California,

Los Atlas, 2007, p : 657-62.

Marjono B. A. et all., 2008. Tumor Ginekologi. Available from : http://www.geocities.com.


(Accessed : November 21, 2008).
Manuaba IBG, Tumor Jinak pada Alat-alat Genital, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &

Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta, p : 409-12.

Moeloek, F.A., Hudono, S.Tj., Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan, Ilmu Kebidanan,

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004, p : 401-27.

Muzakir. 2008. Profil Penderita Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode

1 Januari-31 Desember 2006.

Santon, R., Duenhoelter, J.H., Massa pelvis, Gynecology, EGC, Jakarta, p : 146-7.

Anda mungkin juga menyukai