Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Mioma Uteri. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.
Hardi Gurning selaku dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
masukan selama penulisan laporan kasus ini.
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan program internsip dan memberikan informasi mengenai
Mioma Uteri dari etiologi hingga penatalaksanaannya. Dengan demikian
diharapkan dapat memberi kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan.
Penulis menyadari bahwa lapora kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran untuk perbaikan penulisan
laporan kasus selanjutnya. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih.


Sidikalang, April 2014


dr. Eirene Simbolon


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1. Anatomi Uterus ......................................................................... 3
2.2. Mioma Uteri .............................................................................. 4
2.2.1 Definisi ............................................................................ 4
2.2.2. Epidemiologi .................................................................. 5
2.2.3. Faktor Risiko ................................................................. 5
2.2.4. Patogenesis ..................................................................... 7
2.2.5. Karakteristik dan Klasifikasi ....................................... 9
2.2.6. Tanda dan Gejala Klinis ............................................... 11
2.2.7. Diagnosis ........................................................................ 14
2.2.8. Penatalaksanaan ............................................................ 17
BAB 3 LAPORAN KASUS ......................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27


BAB1
PENDAHULUAN


Keluhan dan kelainan reproduksi sering terjadi akibat adanya disfungsi
alat genital.
1
Salah satu kelainan tersebut adalah mioma uteri. Mioma uteri atau
yang dikenal juga dengan nama fibroid dan leimioma merupakan tumor jinak
yang berasal dari miometrium uterus dan menjadi tumor paling banyak di rongga
pelvis.
2,3
Insidensi pasti penyakit ini tidak diketahui karena banyak pasien yang
asimtomatik. Diperkirakan 2-12,8 dari 1000 perempuan usia reproduktif di
Amerika Serikat menderita mioma. Prevalensi penyakit ini di Amerika Serikat
diperkirakan mengenai 77% wanita usia reproduktif. Faktor hormonal, riwayat
keluarga, ras Afrika, dan obesitas meningkatkan risiko mioma.
4
Insidensinya
meningkat pada dekade keempat dan menurun setelah menopause.
5,6,7

Pertumbuhan tumor ini mungkin satu atau lebih dan mempunyai berbagai ukuran
dari sekecil mikroskopik hingga membentuk tumor seberat 40 kg.
3

Pada beberapa negara, mioma uteri menjadi penyebab utama histerektomi.
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap 518.828 histerektomi pada tahun
2005, 282.291 (54%) diantaranya menderita mioma uteri.
4
Di Amerika Serikat,
mioma menjadi indikasi dilakukannya 600.000 histerektomi per tahun.
2
Mioma
belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarke, sedangkan setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh. Berdasarkan otopsi,
ditemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma dan pada
wanita berkulit hitam ditemukan lebih banyak.
3

Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20
tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun. Mioma uteri ini lebih sering
didapati pada wanita nulipara atau yang kurang subur.
7

Tidak ada bukti yang kuat mengatakan bahwa estrogen menjadi penyebab
mioma. Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi prekursor pertumbuhan
miomatosa. Konsentrasi reseptor estrogen dalam jaringan mioma memang lebih

tinggi dibandingkan dengan miometrium sekitarnya tetapi lebih rendah
dibandingkan dengan di endometrium. Mioma tumbuh cepat saat penderita hamil
atau terpapar estrogen walaupun progesteron dianggap sebagai penyeimbang
estrogen, tetapi efeknya terhadap pertumbuhan mioma termasuk tidak konsisten.
7

Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling
sering terjadi. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri. Wanita
dengan mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang teratur
dan tidak teratur. Selain itu, gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah rasa
nyeri, teraba massa, maupun infertilitas.
5,6,7

Dari penelitian dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital
Korea yang dilakukan terhadap 815 kasus mioma uteri diketahui bahwa kasus
mioma uteri tebanyak terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun dengan usia rata-
rata 42,97 tahun. Keluhan utama terbanyak pada penderita mioma uteri adalah
perdarahan pervaginam abnormal (44,1%). Mioma uteri tipe intramural adalah
yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). Kadar
haemoglobin (Hb) rata-rata penderita mioma uteri adalah 10,92 gr% dan 37,6%
diantaranya dilakukan transfusi darah. Histerektomi total ditemukan sebagai
tindakan penatalaksanaan terbanyak pada kasus-kasus mioma uteri (91,5%).
8



BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Anatomi Uterus
Uterus merupakan salah satu organ genitalia interna perempuan.
Umumnya uterus pada orang dewasa terletak di sumbu tulang panggul dengan
posisi anteversiofleksi dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus
uteri mengarah ke depan Uterus pada orang dewasa berbentuk seperti buah pir
yang sedikit gepeng. Panjang uterus 7-7,5 cm, lebar 5,25 cm dan berat lebih
kurang 70 gram.
1,2


Gambar 2.1. Potongan Sagital Genitalis Interna
Sumber: Monga, 2008


Gambar 2.2. Dimensi Uterus
Sumber: Monga, 2008


Uterus terdiri dari korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3
bagian bawah). Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang
membuka ke luar melalui saluran (kanalis servikalis), yang terletak di serviks.
Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri. Antara
korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut ismus uteri.
1

Gambar 2.3. Potongan Koronal Kavum Uteri
Sumber: Monga, 2008

Bagian atas uterus disebut fundus uteri. Di situ, tuba fallopii kanan dan kiri
masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri dari endometrium, miometrium, dan
serosum. Sebagian besarnya merupakan miometrium, yaitu lapisan otot polos
yang dapat berkontraksi dan berelaksasi. Endometriium merupakan selaput lendir
yang mengisi kavum uteri. Lapisan ini banyak mengandung kelenjar dan
pembuluh darah yang berlekuk-lekuk, dan epitel selapis kubik.pertumbuhan dan
fungsi endometrium sangat dpengaruhi oleh hormon steroid ovarium. Serosum
merupakan lapisan peritoneum viseral yang melapisi uterus di bagian luar.
Perdarahan uterus berasal dari arteri uterina dan arteri ovarika.
1,2


2.2. Mioma Uteri
2.2.1. Definisi
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah sel
otot polos rahim (miometrium).
7
Dalam literatur penyakit ini sering disebut juga
fibroid dan leimioma.
6



2.2.2. Epidemiologi
Insidensi pasti Mioma Uteri pada perempuan usia reproduktif tidak
diketahui. Hal ini dikarenakan banyak mioma yang asimptomatik, ukuran fibroid
mengecil setelah menopause, dan metode diagnostik untuk mendeteksi penyakit
ini memiliki perbedaan sensitivitas yang tinggi. Penelitian yang dilakukan
Schwartz di Amerika Serikat mendapati insidensi yang bervariasi dari 2,0-12,8
per 1000 perempuan per tahunnya.
3

Mioma uteri yang simtomatik terjadi pada 20-25% perempuan.
5,7,8
Namun
dari pemeriksaan histopatologi maupun ultrasonografi (USG) insidensinya bisa
mencapai 70-80%.
7,8
Berdasarkan usia, insidensinya tinggi pada perempuan usia 40-49 tahun.
Penelitian yang dilakukan Marshall pada 95.061 pasien, insidensi pada usia 25-29
tahun 4,3 per 1000 orang; usia 30-34 tahun 9 per 1000; 14,7 pada usia 35-39
tahun, dan 22,5 per 1000 pasien usia 40-49 tahun. Insidensi pada usia 40-49 tahun
5,2 kali lebih tinggi dibandingkan usia 25-29 tahun.
3

Perbedaan ras juga berperan penting secara epidemiologi. Banyak
penelitian telah dilakukan dan sama-sama mendapati bahwa insidensi Mioma
Uteri pada perempuan keturunan Afrika-Amerika lebih tinggi 2-3 kali
dibandingkan perempuan kulit putih. Baik perempuan premenopause dan post
menopause keturunan Afrika-Amerika mempunyai angka kejadian Mioma yang
lebih tinggi dibandingkan perempuan ras lain dengan usia sama. Insidensi paling
rendah pada perempuan Asia, diikuti perempuan kulit putih dan Hispanik.
3,6


2.2.3. Faktor Risiko
Selain usia dan ras yang secara epidemiologi merupakan faktor risiko yang
paling signifikan, terdapat faktor-faktor lain yang telah diteliti berpotensi
meningkatkan kekerapan terjadinya Mioma.
a. Faktor Menstruasi
Studi multipel mendapati peningkatan pertumbuhan mioma akibat respon
estrogen. Paparan estrogen yang lama meningkatkan insidensi Mioma.
Penelitian ini mendukung bahwa menstruasi pertama (menarke) dini

meningkatkan risiko. Penelitian pada populasi berbeda yang dilakukan
Marshall dan Faerstein keduanya mendapati insidensi yang meningkat bila
menarkenya pada usia kurang dari 11 tahun dan rendah pada perempuan yang
menarkenya usia lebih dari 16 tahun.
3

Pola menstruasi juga berpengaruh dimana insidensinya meningkat bila
durasi menstruasi lama, jumlah perdarahan banyak dan siklus menstruasi
pendek.
3

b. Gravida dan Paritas
Perempuan dengan paritas tinggi mempunyai insidensi Mioma lebih
rendah. Insidensinya berkurang 70-80% pada perempuan dengan paritas lebih
dari 4 kali. Penelitian yang dilakukan Chen et al pada perempuan Kaukasian,
didapati insidensinya turun 70% bila mempunyai anak hidup minimal 2.
Namun faktor ini tidak mempunyai peran yang signifikan terhadap insidensi
Mioma pada perempuan keturunan Afrika-Amerika.
3

c. Infertilitas
Faktor ini masih terus diteliti karena sulit menentukan apakah infertilitas
yang menyebabkan mioma atau mioma yang menyebabkan infertilitas.
Meskipun demikian, beberapa penelitian menunjukkan infertilitas akan
meningkatkan paparan estrogen yang meningkatkan ukuran mioma.

d. Paparan Hormon
Penelitian pada hewan menunjukkan mioma berespon terhadap paparan
estrogen dan progestin. Banyak studi yang meneliti hubungan antara
kontrasepsi oral dengan mioma, dan hasilnya masih bervariasi dan
bertentangan. Beberapa penelitian menunjukan kontrasepsi oral meningkatkan
risiko, beberapa mendapati tidak ada hubungan, sementara lainnya mendapati
penurunan risiko sebanyak 31% pada perempuan yang memakai kontrasepsi
oral selama lebih dari 10 tahun. Penelitian pada perempuan Afrika-Amerika

yang menggunakan kontrasepsi oral, didapati peningkatan ukuran mioma,
terutama bila kontrasepsinya dipakai sejak remaja.
3
Ukuran mioma berkurang setelah menopause. Obesitas meningkatkan
risiko mioma. Indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25,4 kg/m
2
mempunyai
kecenderungan 2,3 kali lebih besar terjadi mioma. Merokok secara konsisten
menunjukkan penurunan risiko mioma. Penelitian yang dilakukan pada
perempuan ras Afrika-Amerika perokok menunjukkan tidak ada perubahan
yang signifikan terhadap angka kejadian mioma. Namun secara teori, merokok
menyebabkan penurunan kadar estrogen yang menyebabkan perubahan ukuran
mioma. Meskipun demikian, hubungan ini belum dapat dibuktikan.
3

Tabel 2.1 Hubungan antara Faktor Risiko, Risiko Mioma dan Hormon
Estrogen
Faktor Risiko Risiko Mioma Hormon Estrogen
Postmenopause Berkurang Hipoestrogen
Menarke Dini Meningkat Lama paparan estrogen meningkat
Obesitas Meningkat Peningkatan konversi androgen
menjadi estrogen
Kehamilan Berkurang Terdapat fase istirahat terpapar
estrogen dan terjadi remodeling uterus
selama involusi post partum
Kontrasepsi Oral
Kombinasi
Berkurang Progesteron menghalangi paparan
estrogen
Merokok Berkurang Penurunan kadar estrogen dalam darah
Ras Afrika-Amerika Meningkat Perbedaan genetik dalam produksi dan
metabolisme hormon
Riwayat Keluarga Meningkat Perbedaan genetik dalam produksi dan
metabolisme hormon
Sumber: Hoffmann, 2008

2.2.4. Patogenesis
Berbagai mekanisme diajukan sebagai faktor predisposisi mioma.
Beberapa hipotesis diantaranya faktor genetik, siklus menstruasi yang
berhubungan dengan disregulasi mitosis dan perubahan sel miometrium sebagai

respon terhadap iskemik. Meskipun banyak hipotesis dan bukti-bukti telah diteliti,
belum ada penyebab spesifik yang diidentifikasi sebagai penyebab mioma.
3

Dasar genetik terbentuknya mioma adalah abnormalitas genetik. Meskipun
sebagian besar mioma secara kromosom normal, hampir 40% terdapat kelainan
kromosom.Gross et al mengklasifikasikannya terhadap 6 subgrup yaitu t(12,14),
translokasi kromosom, trisomi 12, perubahan pada lengan pendek kromosom 6,
perubahan pada lengan panjang kromosom 10, dan delesi kromosom 3 dan 7.
Translokasi kromosom 12-14 signifikan karena keabnormalan ini sering dijupai
pada neoplasma ginekologik.
3
Faktor herediter lain yang berperan adalah defek
pada gen FH, BHD, TSC2 dan perubahan somatik yang mempengaruhi gen
HMG2A.
5
Winkler dan Hoffman tahun 1938 mendapatkan risiko meningkat 4,2
kali lebih tinggi bila ibu atau saudara perempuan kandung mempunyai mioma.
Penelitian lain menunjukkan hasil yang serupa, bahwa ada peningkatan risiko
mioma pada kerabat tingkat pertama.
5


Gambar 2.4. Patogenesis Mioma Uteri
Sumber: Laughlin, 2011

Mioma uteri sendiri menciptakan lingkungan hiperestrogenik, yang
diperlukan untuk perkembangannya. Bila dibandingkan dengan miometrium
normal, mioma uteri mempunyai reseptor estrogen yang lebih tinggi, sehingga
terjadi peningkatan ikatan estradiol. Selain itu, mioma uteri mengubah estradiol
menjadi estrone yang lemah. Mioma uteri memiliki kadar sitokrom P450

aromatase yang lebih tinggi dibandingkan miosit normal. Sitokrom spesifik ini
mengkonversi androgen menjadi estrogen pada sejumlah sel.Lingkungan ini
ditambah dengan faktor-faktor risiko yang meningkatkan kadar estrogen dalam
tubuh meningkatkan pembentukan mioma uteri.
6


2.2.5. Karakteristik dan Klasifikasi
Mioma uteri dapat berukuran mikroskopik hingga makroskopik. Cukup
banyak laporan yang mendapati ukuran tumor hingga 45kg. Setiap tumor dibatasi
oleh pseudokapsul, yang mempermudah jaringan ini dilepaskan (enukleasi) dari
jaringan miometrium normal. Jumlah mioma bisa satu atau multinoduler dan
biasanya berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal dan dindingnya licin
dibandingkan dengan miometrium normal. Secara mikroskopis, mioma memiliki
sel otot polos yang memanjang. Pada irisan tertentu,mioma menunjukkan pola
trabekulasi atau pusaran (whorled) otot polos dan jaringan ikat fibrosa dengan
perbandingan yang bervariasi.
7


Gambar 2.5. Gambaran Degenerasi Gambar 2.6. Potongsn tranversal uterus
Nekrosis Mioma Uteri menunjukan penurunan suplai arteri pada
Sumber: Hoffman, 2008 mioma subserosa dan intramural.
Sumber: Hoffman, 2008

Jaringan otot pada mioma mudah terjadi degenerasi akibat suplai darah
yang terbatas dibandingkan dengan ukuran tumor. Akibatnya pada jaringan
tampak nekrosis dan perdarahan. Dua pertiga mioma yang berukuran besar akan
mengalami degenerasi yang akhirnya menjadi hemoragik, nekrotik, hingga
terinfeksi.
6
Selain menjadi nekrosis, jaringan mioma yang mengalami penurunan
pasokan darah dapat mengalami perubahan sekunder sebagai berikut.
7

Tabel 2.2. Degenerasi Mioma Uteri Akibat Penurunan Suplai Darah
Atrofi Ukuran tumor mengecil, umumnya terjadi setelah menopause
atau persalinan.
Hialin Terjadi pada mioma yang telah matang atau tua. Bagian yang
awalnya aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilangan
pasokan nutrisi dan berubah warnanya menjadi kekuningan,
melunak, atau melebur menjadi cairan gelatin.
Kistik Setelah mengalami hialinisasi, cairan gelatin konsistensinya
menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian
tersebut dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum
uteri, rongga peritoneum dan retroperitoneum.
Kalsifikasi Disebut juga degenerasi kalkareus yang umumnya mengenai
mioma subserosa yang sangat rentan terhadap defisit sirkulasi,
sehingga terjadi endapan kalsium karbonat dan fosfat di dalam
tumor.
Septik Defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami
nekrosis di bagian tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi
yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut, dan demam
akut.
Kaneus Disebut juga degenerasi merah yang diakibatkan trombosis
yang diikuti terjadinya bendungan vena dan perdarahan
sehingga menyebabkan perubahan warna mioma. Sering
berhubungan dengan kehamilan karena kecepatan pasokan
nutrisi bagi hipertrofi miometrium lebih diprioritaskan sehingga
mioma mengalami defisit pasokan dan terjadi degenerasi
aseptik dan infark. Terhadap kehamilannya sendiri, dapat
terjadi partus prematurus atau koagulasi diseminata
intravaskular.
Miksomatosa Atau degenerasi lemak, terjadi setelah proses degenerasi hialin
dan kistik. sangat jarang dan umumnya asimtomatik.
Miosarkoma Perubahan menjadi tumor ganan. Terjadi pada 0,1%-0,5%
penderita mioma uteri.
Sumber: Adriaansz, 2011

Berdasarkan lokasi dan arah pertumbuhannya, secara garis besar mioma
dibagi menjadi tiga.
a. Mioma submukosa
Pertumbuhan tumor menempati lapisan di bawah endometrium dan
menonjol ke dalam (kavum uteri). Pengaruhnya pada vaskularisasi dan luas

permukaan endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan ireguler.
Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar melalui
ostium serviks dinamakan mioma geburt. Yang harus diperhatikan dalam
menangani mioma bertangkai adalah kemungkinan terjadinya torsi dan
nekrosis sehingga risiko infeksi sangat tinggi.
7

b. Mioma Intramural
Mioma yang berkembang di miometrium.
7

c. Mioma Subserosum
Mioma ini tumbuh di lapisan serosa uterus dan dapat bertumbuh ke arah
luar dan juga bertangkai. Mioma serosa dapat menjadi parasit omentum atau
usus untuk vaskularisasi tambaha bagi pertumbuhannya.
7


Gambar 2.7. Lokasi Mioma Uteri
Sumber: Victory, 2006

2.2.6. Tanda dan Gejala Klinis
Gejala klinis terjadi pada 35%-50% penderita mioma. Hampir sebagian
besar penderita tidak mengetahui terdapat kelainan dalam uterusnya, terutama
sekali pada penderita dengan obesitas. Keluhan penderita sangat tergantung pula

dari lokasi atau jenis mioma yang diderita. Berbagai keluhan yang dapat terjadi
diantaranya:
3,6,7

a. Perdarahan abnormal uterus
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini
terjadi pada 30% penderita. Menoragia merupakan keluhan tersering di
samping metroragia dan menometroragia.
3,7
Mekanisme perdarahan abnormal
ini belum diketahui pasti. Diperkirakan lokasi memegang peranan penting
derajat keparahan perdarahan, dimana pada mioma submukosum lebih sering.
3

Perubahan vaskularisasi yang letaknya dekat dengan mioma menyebabkan
kompresi pembuluh vena, sehingga terjadi dilatasi vena yang bila ruptur saat
menstruasi mengakibatkan perdarahan yang banyak. Beberapa interleukin dan
faktor pertumbuhan, bersama dengan hormon dan prostaglandin juga memiliki
peranan dengan cara mengganggu proses pembekuan darah dan vasodilatasi
vena.
3


Gambar 2.8. Vaskulatur Uterus Normal Gambar 2.9. Mioma menekan pembuluh
Sumber: Hoffman, 2008 vena yang berdekatan dan menyebabkan
dilatasi distal venula endometrium
Sumber: Hoffman, 2008
Bila terjadi secara kronis dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila
berlangsung lama dalam jumlah yang besar maka sulit untuk dikoreksi dengan
suplementasi besi.
3,7


b. Nyeri Panggul dan Dismenorea
Mioma biasanya tidak menyebabkan nyeri kecuali terjadi gangguan
vaskularisasi. Nyeri lebih banyak terkait proses degenerasi akibat oklusi
pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai
upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala abdomen
akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi
merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis). Mioma yang
besar dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan.
Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma yang menekan persarafan
yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.
7


c. Disfungsi sistem organ akibat efek penekanan
Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ
sekitar. Mioma subserosum bertangkai dapat menyebabkan obstruksi saluran
cerna dan perlekatan dengan omentum menyebabkan strangulas usus. Bila
ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih
dan rektum.
7
Mioma di anterior dapat menekan kandung kemih yang akibatnya
terjadi penurunan kapasitas kandung kemih, pasien sering buang air kecil dan
pengosongan kandung kemih inkomplet.
3

d. Disfungsi Sistem Reproduksi
Mioma serviks dapat menyebabkan sekret sarosanguin, perdarahan,
dispareunia, dan infertilitas. Dalam praktek sehari-hari, 27%-40% perempuan
dengan mioma mengalami infertilitas. Mioma uteri yang lokasinya di subserosum
dan intramural tidak memiliki peningkatan risiko infertilitas sedangkan mioma
submukosum menurunkan fertilitas secara signifikan. Mioma submukosum
menurunkan kemampuan implantasi sebesar 68%.
3\\
Sebanyak 1-5% kehamilan dipengaruhi oleh keberadaan mioma.
Kebanyakan tidak mengalami perubahan signifikan selama kehamilan. Beberapa
mioma dapat mengecil ukurannya selama kehamilan, namun 25% diantaranya
dapat mengalami pertambahan ukuran. 10% pasien hamil mengalami komplikasi

antepartum, intrapartum, dan post partum akibat mioma uteri. Komplikasi yang
bisa terjadi diantaranya abortus, perdarahan antepartum dan postpartum, gangguan
plasenta, dan peningkatan angka seksio sesarea.
3

Tabel 2.3. Pengaruh Jumlah Mioma dengan Kehamilan
Jumlah Mioma Jumlah Pasien % Kelahiran Hidup % Aborsi
Uterus Normal 715 92,4 7,6
1 88 92,0 8,0
2 25 76 24,0
3 8 87,5 12,5
>4 22 72,7 27,3
Sumber: Victory, 2006

2.2.7. Diagnosis
Diagnosis mioma uteri dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk
menilai ukuran uterus maupun mioma yang lebih akurat, dilakukan ultrasonografi.
Meskipun demikian, dengan pemeriksaan ini masih sulit untuk membedakan
lokasi mioma apakah submukosum, serosum, atau intramural. Berbagai modalitas
pemeriksaan lain dapat digunakan untuk secara akurat menentukan lokasinya,
seperti histerosalfingografi, sonografi, sonohisterografi, CT-scan, MRI, dan
histeroskopi. Kelebihan dan kekurangan masing-masing pencitraan tersebut
diuraikan di bawah.
a. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan pencitraan pertama yang dilakukan untuk menilai
anatomi organ pelvis. Dengan USG 2 dimensi dapat dilihat gambaran mioma
yang biasanya ukurannya cukup besar, berbatas tegas, bulat dan ekogenik.
Mioma bisa hipo- atau hiperekoik, tergantung pada rasio otot polos dan
jaringan ikatnya, dan ada tidaknya degenerasi. Degenerasi kistik dan
kalsifikasi menciptakan area yang paling berbeda. Kalsifikasi tampak
hiperekoik sedangkan kistik hipoekoik dengan bentuk yang bulat dan
ukurannya bervariasi.
6

Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara transabdominal atau transvaginal.
Pencitraan USG transabdominal dapat menyajikan lapangan pandang yang
lebih luas, tidak invasif, namun tidak dapat mendeteksi mioma yang
ukurannya kurang dari 1 cm. Dengan transvaginal biasanya lebih gambar
lebih detail, dapat menentukan informasi lokasi yang lebih tepat, dan dapat
mendeteksi mioma ukuran 4-5 mm. Meskipun demikian, modalitas ini kurang
sensitif untuk menilai mioma bertangkai, mioma subserosum bertangkai ke
arah intraabdomen.
3


Gambar 2.10. Dengan USG tampak mioma Gambar 2.11. Mioma intramural dengan
submukosum yang tumbuh ke arah endometrium pinggir yang terkalsifikasi melalui
Sumber: Victory, 2006 transvaginal sonogram
Sumber: Hoffman, 2008

b. Histerosalfingografi (HSG)
Merupakan metode yang sering dilakukan untuk menilai patensi tuba.
Pemeriksaan ini sering dilakukan pada pasien infertil yang mempunyai risiko
tinggi terjadi mioma. Mioma dapat dideteksi dengan alat ini bila lokasi
tumornya berada di kavum uteri atau secara signifikan menyebabkan
perubahan kavum uteri.
3
Dengan modalitas ini sering didapati hasil positif palsu. Contohnya,
mioma intramural dapat diidentifikasi sebagai mioma submukosum bila
pertumbuhannya mengarah ke kavum uteri. Tidak dapat dibedakan polip
endometrium dengan mioma. Prosedur ini termasuk invasif dan tidak
nyaman.
3


c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan pencitraan yang paling berguna untuk menegakkan
diagnosis mioma karena keakuratannya dalam mendeteksi dan menentukan
lokasinya. Mioma biasanya tampak sebagau massa yang homogen, gelap
(densitas rendah), berbatas tegas. Polip endometrium dapat dibedakan dengan
mioma berdasarkan asal massanya. Dengan modalitas ini, mioma yang
berukuran 5 mm dapat dideteksi. Bila mioma ukurannya lebih dari 3 cm
biasanya gambarannya tidak homogen karena degenerasi. Kekurangan
pemeriksaan ini adalah tidak dapat dibedakan mioma uteri atau
leiomiosarkoma (tumor ganas). Selain itu, karena biayanya mahal,
penggunaan MRI tidak rutin dilakukan untuk diagnosis mioma.
3


Gambar 2.12. Potongan sagital MRI T1 Gambar 2.13. Potongan aksial MRI T1setelah
dengan injeksi kontras menunjukkan injeksi gadolinum menunjukkan mioma uteri
mioma uteri subserosa dengan nekrosis berukuran besar yang melakukan penekanan
sentral dan kavitasi ke posterior dan mengisi ruang endometrium
Sumber: Victory, 2006 Sumber: Victory,2006

d. Histeroskopi
Histeroskopi merupakan gold standard pemeriksaan untuk mengevaluasi
mioma uteri yang mengisi ruang endometrium. Tehnik ini paling efektif pada
perempuan dengan mioma submukosum dan polip yang dapat segera dilakukan
intervensi bedah saat dilakukan histeroskopi. Evaluasi histeroskopi
memungkinkan penentuan lokasi mioma submukosa dengan akurat. Tehnik ini

juga memampukan visualisasi mioma yang membesar ke arah endometrium,
seperti mioma intramural dan mioma yang menekan atau menyumbat tuba
falopii.
3
Kelebihan tehnik ini termasuk dapat melihat tumor secara langsung, dapat
sekaligus dilakukan intervensi pembedahan, pasien tidak perlu dirawat inap
dan komplikasinya minimal. Kekurangannya tidak dapat menilai mioma yang
membesarnya hanya di daerah miometrium, memerlukan analgesik/ anestesi
yang signifikan, dan komplikasi yang mungkin jarang dijumpai.
3


2.2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan,
konservasi fungsi reproduksi, keadaan umum dan gejala yang ditimbulkan. Bila
kondisi pasien sangat buruk, lakukan upaya perbaikan yang diperlukan termasuk
nutrisi, suplementasi zat esensial, ataupun nutrisi. Pada keadaan gawat darurat
akibat infeksi atau gejala abdominal akut, siapkan tindakan bedah gawat darurat
untuk menyelamatkan penderita.
7

Karena kebanyakan mioma asimptomatik, banyak yang tidak memerlukan
intervensi segera. Pasien yang mempunyai komplikasi akibat mioma, secara
umum, dapat ditangani dengan beberapa pilihan penanganan, seperti obat-obatan,
embolisasi, dan pembedahan. Pilhannya bergantung pada banyak faktor, termasuk
keparahan penyakit, keinginan untuk memiliki anak, akses ke dokter ahli yang
mempunyai kemampuan dan pengetahuan bedah ginekologi dan peralatan.
3
Penanganan mioma bertujuan untuk mengurangi ukuran tumor, untuk
mengurangi gejala. Terapi medis melibatkan manipuasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan pertumbuhan tumor. Faktor tersebut diantaranya faktor
pertumbuhan, antagonis hormon, mengganggu fungsi reseptor, mengurangi aliran
darah uterus dan mengganggu komponen endometrium.
3
Terdapat enam modalitas utama pengobatan, yaitu obat yang menekan
endometrium, agonis GnRH, terapi antisteroid, terapi androgen, antagonis
reseptor faktor pertumbuhan mioma, dan sekarang ini paling banyak untuk
mengurangi aliran darah ke uterus.
3

a. Kontrasepsi Oral dan Injeksi
Kontrasepsi oral telah lama digunakan untuk mengontrol perdarahan
abnormal dengan cara mengurangi pertumbuhan endometrium. Obat ini sering
digunakan untuk mengontrol mioma yang berhubungan dengan perdarahan.
Meskipun secara teori dan praktik tidak ada bukti obat-obatan ini mengurangi
nyeri atau rasa penuh. Tidak ada bukti yang menunjukkan pertumbuhan mioma
dan progestin, namun medroksiprogesteron asetat dapat menstimulasi
pertumbuhan mioma uteri. Penelitian menunjukkan, kontrasepsi oral dapat
meningkatkan insidensi mioma bila dimulai pada usia 16 tahun. Karena
keamanan dan keuntungan kontrasepsi oral, penggunaannya menjadi lini
pertama untuk mengontrol menoragia akibat mioma.
3


b. Levonorgestrel Intrauterine Systems
Selain dapat mengurangi menoragia, ukuran mioma juga dapat berkurang
dengan pemberian obat ini. Meskipun efikasinya belum terbukti, pernah dalam
satu penelitian didapatkan ukuran mioma berkurang setelah pemakaian 5 tahun,
dan menurunkan angka pembedahan uterus dan histerektomi. Penelitian lain
mendapati ukuran mioma berkurang setelah 6-18 bulan. Obat ini bekerja
dengan cara mengurangi insulin-like growth factor binding protein-1, sehingga
mengurangi faktor pertumbuhan yang berhubungan dengan mioma.
3


c. Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug(NSAID)
NSAID secar signifikan mengurangi perdarahan uterus abnormal namun
tidak mengurangi ukuran miomanya. Dari 2 penelitian yang dilakukan, didapati
tidak ada keuntungan dengan pemberian naproxen-ibuprofen.
3


d. Gonadotropin-releasing Hormone Agonist (GnRH)
GnRH agonis adalah terapi paling sering untuk mengurangi gejala yang
berhubungan dengan mioma. Obat ini menginduksi keadaan hipoestrogenik
yang mengurangi ukuran mioma dan endometrium, yang akhirnya mengurangi
perdarahan dan efek penekanan tumor ini. Banyak penellitian mendapatkan

ukuran tumor berkurang 50%. Namun, respon tiap individu berbeda terhadap
obat ini, dari 0% hingga 100% setelah 3 -6 bulan. Respon biasanya terlihat
dalam 1-2 bulan terapi dan respon maksimal setelah 12 bulan. Ukuran yang
paling cepat mengecil setelah pemberian terapi 1 bulan.
3

Tabel 2.4. Keuntungan GnRH Agonis terhadap Gejala Klinis Mioma
Gejala Klinis Peningkatan (%)
Dismenore 95-100
Perdarahan Abnormal 93-100
Nyeri Panggul 83-95
Rasa Penekanan pada Panggul 75-93
Frekuensi Buang Air Kecil 50-94
Dispareunia 68-80
Perut Kembung 69-75
Konstipasi 66-78
Sumber: Victory, 2006

Penggunaan agonis GnRH merupakan salah satu strategi efektif untuk
meningkatkan prognosis intervensi bedah. Pemberian obat ini sebelum operasi
menurunkan jumlah perdarahan sebanyak 50-60cc saat histerektomi dan 60-
70cc saat miomektomi. Meskipun jumlah darah yang hilang berkurang, namun
tidak mengurangi jumlah darah yang dibutuhkan untuk transfusi.
3

Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan pemberian terapi ini
adalah regenerasi mioma yang cepat dan pertumbuhan ulang uterus dalam 6
bulan setelah menghentikan obat. Dua pertiga pasien mengeluhkan amenore
selama mendapat terapi ini, yang biasanya kembali normal setelah 4-10 bulan
menghentikan terapi. Pasien dengan riwayat menoragia berisiko mengalami
kekambuhan. Gejala muncul kembali seiring pertumbuhan mioma ulang. 65%
pasien bebas gejala setelah terapi, dan dua per tiga pasien menolak intervensi
bedah setelah 8-12 bulan menyelesaikan pengobatan. Beberapa pasien merasa
cukup dengan pengobatan ini dan menolak tindakan histerektomi.
3


e. Embolisasi
Dengan mengurangi aliran darah ke uterus, terjadi penurunan ukuran
mioma yang signifikan. Tehnik embolisasi arteri uterus pertama kali dilakukan
pada 16 pasien di Paris. Dengan menggunakan coils, mikrosper dan klem
transvaginal, arteri uterina yang memperdarahi mioma secara selektif dioklusi.
Embolisasi arteri uteri mempunyai keuntungan untuk menginduksi
nekrosis yang ireversibel dan reduksi volume mioma. Sebelum pembedahan,
pasien harus diobesrvasi oleh spesialis ginekologi untuk menentukan jumlah,
ukuran, dan lokasi mioma. Hasil embolisasi menunjukkan reduksi ukuran
mioma yang signifikan, perbaikan gejala, dan kepuasan pasien meningkat. 85%
pasien melaporkan menoragia berkurang dan gejala akibat efek penekanan
berkurang. Rata-rata, 50% ukuran mioma berkurang setelah 6 bulan terapi.
3
Efek embolisasi arteri uteri pada kehamilan belum sepenuhnya dimengerti.
Dari 50 pasien yang telah diembolisasi, terjadi peningkatan risiko
malpresentasi (17%), pertumbuhan janin terhambat, lahir prematur (28%),
seksio sesarea (58%) dan perdarahan postpartum (13%).
3
Meskipun prosedur ini aman dan efektif, beberapa komplikasi tetap ada.
Secara keseluruhan, komplikasi yang terjadi kurang dari 0,5%. Komplikasi
yang paling sering terjadi akibat emboli adalah infeksi, yang meningkatkan
risiko histerektomi. Meskipun demikian, tidak ada konsensus yang
menganjurkan pemberian antibiotik untuk profilaksis.
3


f. Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG), terdapat beberapa indikasi pembedahan. Tindakan
pembedahan yang dapat dilakukan adalah miomektomi maupun histerektomi.
8


Tabel 2.5 Indikasi Pembedahan pada Mioma Uteri
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi medikamentosa
2. Sangkaan adanya keganasan
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause

4. Infertilitas karena gangguan kavum uteri karena oklusi tuba
5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi tuba urinarius
7. Anemia akibat perdarahan
Sumber:ACOG, 2011

1. Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan
fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada
beberapa pilihan tindakan untuk melakukan miomektomi, berdasarkan ukuran
dan lokasi mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi,
histeroskopi, maupun dengan laparoskopi.
9,10

Pada laparotomi dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah
lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap
perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat
ditangani dengan segera. Namun, pada miomektomi secara laparotomi, risiko
perlengketan lebih besar sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pasien.
Di samping itu, masa penyembuhan paska operasi juga lebih lama, sekitar 4-6
minggu.
9,10

Miomektomi secara histeroskopi dilakukan untuk mioma submukosum,
yang terletak di dalam kavum uteri. Pada prosedur pembedahan ini, ahli nedah
memasukkan alah histeroskopi melalui serviks dan mengisi kavum uteri
dengan cairan untuk memperluas dinding uterus. Alat bedah dimasukkan
melalui lubang yang terdapat pada histeroskop untuk mengangkat mioma
submukosum yang terdapat pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah
penyembuhan paska operasi yang lebih cepat (2 hari). Komplikasi yang serius
jarang terjadi, namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus,
ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
9,10

Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi.
Mioma yang bertangkai di luar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah
secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak di daerah permukaan

uterus juga dapat diangkat secara laparoskopi. Tindakan laparoskopi dilakukan
dengan ahli bedah memasukkan alat laparoskop ke dalam abdomen melalui
insisi yang kecil pada dinding abdomen. Keunggulan laparoskopi adalah masa
penyembuhan paska operasi yang lebih cepat (2-7 hari). Risiko laparoskopi
termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar usus, ovarium, rektum,
serta perdarahan. Sampai saat ini, miomektomi dengan laparoskopi merupakan
prosedur standar pada perempuan dengan miomektomi yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya.
9,10


2. Histerektomi
Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan dengan
tiga cara, yaitu pendekatan abdominal (laparotomi), vaginal dan pada beberapa
kasus secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar
30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma
uteri merupakan indikasi bila didapati keluhan menoragia, metroragia, keluhan
obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-
14 minggu.
11

Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total
abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).
Pemilihan jenis pembedahan ini memerlukan keahlian seorang ahli bedah
yang bertujuan untuk kepentingan pasien. Masing-masing prosedur
histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Subtotal abdominal
histerektomi dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar
seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih,
rektum. Namun, dengan melakukan STAH, serviks ditinggalkan, dimana
kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan
meninggalkan serviks, didapati insidensi dispareuni akan lebih rendah
dibandingkan yang menjalani TAH, sehingga tetap mempertahankan fungsi
seksual.
3,11

Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat menjadi
sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan paska operasi, dimana

kejadian ini tidak didapati pada pasien yang menjalani STAH. Histerektomi
juga dapat dilakukan melalui pendekatan dari vagina, dimana tindakan operasi
tidak melalui insisi pada abdomen.
3,11

Secara umum, histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan
prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat
minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Oleh karena pendekatan operasi tidak melalui dinding
abdomen, maka pada histerektomi vaginal tidak terlihat parut bekas operasi
sehingga memuaskan dari segi kosmetik. Selain itu, kemungkinan terjadinya
perlengketan paska operasi juga lebih minimal. Masa penyembuhan pada
pasien yang menjalani histerektomi vaginal lebih cepat dibandingkan dengan
histerektomi abdominal.
Dengan berkembangnya tehnik dan alat-alat kedokteran, maka tindakan
histerektomi kini dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Prosedur
operasi dengan laparoskopi dapat berupa miolisis. Miolisis adalah prosedur
invasif yang minimal dengan jalan menghantarkan sumber energy yang
berasal dari laser ke jaringan mioma. Hal ini akan menyebabkan denaturasi
protein sehingga menimbulkan proses koagulasi dan nekrosis di dalam
jaringan yang diterapi. Miolisis perlaparoskopi efektif untuk mengurangi
ukuran mioma dan menimbulkan devaskularisasi mioma, sehingga gejala yang
dialami pasien berkurang. Miolisis merupakan alternatif terapi prosedur
miomektomi.
11

Pengangkatan seluruh uterus dengan mioma juga dapat dilakukan dengan
laparoskopi. Salah satu tujuan melakukan laparoskopi adalah untuk
mengalihkan prosedur histerektomi abdominal kepada histerektomi vaginal
atau histerektomi secara keseluruhan.
11


BAB 3
LAPORAN KASUS


Identitas Pribadi
Nama : Ny.SS
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jalan 45
Status : Menikah
Pekerjaan : Wartawati
Tanggal Masuk : 11 Maret 2014

Subjektif
Keluhan Utama : Benjolan pada perut bawah
Telaah :
- Pasien, perempuan, 45 tahun, datang ke UPT Puskesmas Batang Beruh, dengan
keluhan utama terasa ada benjolan di perut bawahnya. Hal ini dialami pasien
3 bulan ini, benjolan terasa bergoyang bila pasien naik sepeda motor dan
melalui jalan yang berlubang atau polisi tidur. Nyeri tidak dijumpai, hanya rasa
tidak nyaman dan rasa penuh pada perut bawahnya.
- Riwayat menstruasi yang lebih panjang dan lama dialami pasien 6 bulan ini
dan memberat dalam 3 bulan terakhir. Lama menstruasi 7-10 hari dan 1 hari
bisa sampai 6-7 kali ganti pembalut. Riwayat menstruasi bau amis tidak
dijumpai. Riwayat keputihan tidak dijumpai. Riwayat nyeri saat berhubungan
seksual tidak dijumpai.
- Riwayat penurunan berat badan tidak dijumpai. Riwayat buang air besar
berwarna hitam atau bercampur darah tidak dijumpai. Buang air kecil dalam
batas normal.
- Riwayat menstruasi pertama kali umur 15 tahun. Pasien sudah punya 3 anak.
Riwayat pemakaian KB: pil KB dan alat kontrasepsi dalam rahim.Pasien sudah
pernah berobat ke dokter spesialis kandungan dan kebidanan dan sudah pernah
di USG 6 bulan yang lalu, dan dikatakan pasien menderita mioma uteri. Pasien
diberi obat dan belum dianjurkan untuk dioperasi. Riwayat keluarga yang
pernah mengalami keluhan yang sama dengan pasien tidak dijumpai.

Objektif
Status Presens
Sensorium : compos mentis
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 80x/menit
Frekuensi Pernafasan : 20x/menit
Temperatur : 37C

Status Generalisata
Kepala : Normosefali
Mata : Refleks Cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-)
Leher : Tiroid dan KGB tidak teraba membesar, trakea medial
Thoraks :
Paru : Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : vesikuler pada kedua lapangan paru
ST : -
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba ICR V midklavikularis sinistra
Perkusi : batas jantung atas: ICR III
batas jantung kanan: linea parasternalis dextra
batas jantung kiri: linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II: normal, murmur: (-)
Abdomen : teraba massa di region hipogastrium sebesar kepalan tangan,
kenyal, permukaan licin, mobile, nyeri tekan (-)
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : akral teraba hangat, sianosis (-), palmar pucat (+)

Assesment : Mioma Uteri + Anemia et kausa penyakit kronis

Plan:
Medikamentosa: - Sulfas Ferrous tab 1x1 (malam)
- Vitamin C tab 1x1
- Parasetamol tab 3x500 mg
- Asam traneksamat tab 3x 500 mg

Konsultasi : Pasien dirujuk ke Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan
untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.





DAFTAR PUSTAKA


1. Gunardi, E.R., Wiknjosastro,H. 2011. Anatomi Panggul dan Anatomi Isi
Rongga Panggul. In:Ilmu Kandungan Edisi 3. Anwar,M. (eds). Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1-15.
2. Monga,A.2008. Benign Disease of Uterus and Cevix. In: Gynaecology by
Ten Teachers. London: Edward Arnold Ltd; 105-108.
3. Victory,R., Romano,W., Bennett,J., Diamond,M.P. 2006. Uterine
Leiomyomas. In: Clinical Gynecology. Bieber,E.J (eds). Philadelpia:
Churcill Livingstone Elsevier; 179-200.
4. Cheng,M.H., Wang,P.H. 2008. Medical Treatment fo Uterine Myomas.
Taiwan J Obstet Gynecol. Diperoleh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18400578 [Diakses: 15 Maret 2014]
5. Laughlin,S.K., Stewart,E.A. 2011. Uterine Leiomyomas. In: Obstet
Gynecol. Diperoleh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3150866/ [Diakses: 15
Maret 2014]
6. Hoffman, B.L. 2008. Pelvic Mass. In:Williams Gynecology. Schorge,J.O
(eds). China: The McGraw-Hill Companies.
7. Adriaanzs,G. 2011. Tumor Jinak Organ Genitalia. In:Ilmu Kandungan
Edisi 3. Anwar,M. (eds). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 274-279.
8. American College of Obstretricians and Gynecologist. 2011. Uterine
Fibroids: A Guide for Patients. Diperoleh dari:
https://www.acog.org/~/media/For%20Patients/faq074.pdf?
dmc=1&ts=20140502T1445363451 [Diakses: 15 Maret 2014]
9. Hurst, B.S., Matthews,M.L., Marshburn P.B. 2005. Laparoscopic
Myomectomy for Symptomatic Uterine Myomas; 83(1): 1-22.

10. Namnoum, A.B., Murphy,A.A. 1997. Diagnostic and Operative
Laparoscopy. In: Te Lindes Operative Gynecology,Rock JA, Thompson
JD,editors. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers; 389-413.
11. Thompson,J.D., Warshaw,J. 1997. Hysterectomy. In: Te Lindes
Operative Gynecology,Rock JA, Thompson JD,editors. Philadelphia:
Lippincott-Raven Publishers; 771-854.

Anda mungkin juga menyukai