Anda di halaman 1dari 60

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS...........................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................12
3.1 Definisi Mioma.......................................................................................12
3.2 Epidemiologi Mioma..............................................................................12
3.3 Faktor Risiko Mioma..............................................................................12
3.4 Klasifikasi Mioma..................................................................................16
3.5 Patofisiologi dan Patogenesis Mioma....................................................18
3.6 Diagnosis Mioma...................................................................................19
3.7 Rencana Preoperatif................................................................................24
3.8 Penatalaksanaan Mioma.........................................................................26
3.9 Komplikasi..............................................................................................44
BAB IV DISKUSI........................................................................................45
BAB V KESIMPULAN................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................52

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Klasifikasi mioma berdasarkan letak.....................................................16


Gambar 2 Klasifikasi mioma berdasarkan FIGO....................................................17
Gambar 3 FIGO 3 Intramural leiomioma................................................................23
Gambar 4 2D Submukosa fibroid...........................................................................23
Gambar 5 Mioma di kavum uteri............................................................................23
Gambar 6 Tatalaksana Terkini Mioma...................................................................26
Gambar 7 Timeline SPRM Development.................................................................29
Gambar 8 Algoritme Penatalaksanaan Mioma.......................................................39
Gambar 9 Tatalaksana Simptomatik Mioma...........................................................40
Gambar 10 Type 0 Mioma......................................................................................41
Gambar 11 Type 1 Mioma......................................................................................41
Gambar 12 Manajemen Mioma tipe.......................................................................42
Gambar 13 Tatalaksana mioma tipe 2-5.................................................................44

i
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Regimen Profilaksis Antibiotik untuk Histerektomi...............................34

11
BAB I
PENDAHULUAN

Mioma uteri merupakan tumor jinak terbanyak organ genitalia pada wanita
usia reproduktif, menyebabkan morbiditas dan gangguan kualitas hidup wanita.
Faktor risiko yang dihubungkan dengan mioma uteri antara lain umur, ras,
keturunan, hormon sex, obesitas, gaya hidup (diet, kafein, dan konsumsi alkohol,
merokok, aktifitas fisik dan stres), lingkungan dan pengaruh lain seperti hipertensi
dan infeksi.1
Mioma uteri dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri,
atau uterine fibroid. Mioma uteri mengandung otot polos dan jaringan fibrosa.
Selama pertumbuhannya mioma uteri akan menekan struktur disekitarnya
(miometrium dan jaringan penunjang), membentuk psedokapsul yang kaya
kolagen, syaraf dan pembuluh darah, batas tegas, bisa soliter atau multipel.2
Mioma uteri terjadi pada 20 - 25 % wanita usia reproduktif. Mioma jarang
sekali ditemukan sebelum usia pubertas, karena sangat dipengaruhi oleh hormon
reproduksi dan hanya bermanifestasi selama usia reproduktif. Wanita yang sering
melahirkan, sedikit angka kejadian untuk perkembangan mioma dibandingkan
wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan
60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya
hamil satu kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,
kegemukan dan nullipara.2,3
Mioma uteri menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang
efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi
mioma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas, namun
morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma
uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan
dapat menyebabkan kesuburan rendah.4
Gejala yang muncul akibat mioma uteri bermacam - macam, sehingga
diperlukan suatu cara mendiagnosis mioma agar tidak terjadi kesalahan diagnosis
sehingga dapat menghasilkan tatalaksana yang tepat. Maka dari itu dalam
presentasi iii
kasus ini saya menekankan secara lebih mengenai bagaimana mendiagnosa mioma
uteri dan tatalaksana yang tepat bagi kasus mioma uteri.

2
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Usia : 45 tahun
MR : 03-22-16
Alamat : Pariaman
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Tanggal
masuk : 18 Juli 2022

Identitas Suami
Nama : Tn. I
Usia : 54 tahun
Alamat : Pariaman
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Petani

Anamnesis
Seorang pasien usia 45 tahun masuk ke bangsal kebidanan RSUD Pariaman pada tanggal 18
Juli 2022 kiriman dari Poli Obstetri dan Ginekologi RSUD Pariaman dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir.

Riwayat Penyakit Sekarang


Awalnya pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan sejak 1 bulan yang lalu, warna merah segar.
Setiap harinya mengganti pembalut 5-6x/hari.
Pasien mengeluh ada pembengkakan diperut sejak 2 bulan yang lalu, tidak nyeri
Riwayat post coital bleeding , dispareunia (-)
Riwayat penurunan berat badan yang drastis (-)
Riwayat demam (-), trauma (-), dan keputihan (-)
Riwayat menstruasi : menarche usia 12 tahun, siklus teratur, lama haid 6-7 hari, 2-3x / hari ganti
pembalut, tanpa disertai nyeri haid.
BAK dan BAB tidak ada keluhan

3
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi, dan alergi
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada Riwayat penyakit keturunan, menular dan kejiwaan
Riwayat Perkawinan : Menikah 1x tahun 2003
Riwayat kehamilan/abortus/persalinan : 3/0/3

Tahun 2004/laki-laki/3900 gram/aterm/SC/Sp.OG/hidup


Tahun 2006/laki-laki/3000 gram/aterm/SC/Sp.OG/hidup
Tahun 2008/perempuan/2700 gram/aterm/ SC/Sp.OG/hidup
Riwayat kontrasepsi :-
Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Riwayat Kebiasaan : Merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)
Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik


Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 100/70
Nadi : 80x /menit
Nafas : 20x /menit
Suhu : 36,5 oC
Tinggi badan : 153 cm
Berat badan : 53 kg
BMI : 22.64 kg/m2 (normoweight)
Status Generalis :
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjer tiroid tidak membesar
Thoraks : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Status Ginekologi
Genitalia : Status Ginekologi
Ekstremitas : Edema -/-

Status Ginekologi :
Abdomen :
Inspeksi : Tampak perut sedikit membesar, sikatriks (-)

4
Palpasi : NT (-), NL (-), DM (-), Teraba massa setinggi ½ SPO-Pusat,
ukuran sekitar 9 x 8 x 7 cm

Perkusi : Timpani diluar masa

Auskultasi : Bising usus (+) Normal


Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (+) tidak aktif

Inspekulo :
Vagina : Tumor (-), laserasi (-), fluxus (+), darah di fornix posterior (+)
Porsio : MP, sebesar jempol kaki dewasa, tumor(-), laserasi(-),
Fluksus (+), OUE tertutup, sondase 12 cm, anteflexi
VT bimanual :
Vagina : Tumor (-)
Porsio : MP, ukuran sebesar jempol kaki orang dewasa, OUE
tertutup, porsio ikut bergerak jika massa digerakkan,
nyeri goyang porsio (-)

CUT : Teraba uterus antefleksi, sebesar telur anggsa , massa


bersatu dengan uterus, permukaan rata, mobile
AP : Lemas kiri dan kanan
CD : Tidak menonjol

Ultrasonografi

Interpretasi USG

5
• Uterus Antefleksi, ukuran lebih besar dari normal 9,6 x 8,4 x 7,2 cm
• Kesan : Mioma Uteri

Laboratorium 11-07-2022
Hb : 12.6
Leukosit : 5.160
Trombosit : 320.000

Ht : 34.9

Hitung jenis : 0/0/0/0/0/0/-

CT : 5.00
BT : 1.36
GDS : 87
SGOT :19

SGPT :19

Ureum :19

Kreatinin : 0.6

HIV : Non Reaktif


HBsAg : Non Reaktif

FOLLOW UP
18 Juli 2022, Pukul 11.00 WIB
S PPV (+)
O KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 110/70 82x/i 20x/i 36,5 0
Abdomen : NT (-), NL (-), DM (-),teraba massa padat (+)
Genitalia : V/U normal, PPV (+) tidak aktif

A P3H3 + Mioma Uteri + Bekas SC 3x


P
Pro Histerektomi

6
FOLLOW UP
19 Juli 2022, 08.00 WIB
S PPV (+)
O KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 110/70 80x/i 20x/i 36,5 0
Abdomen : NT (-), NL (-), DM (-), teraba massa padat (+)
Genitalia : V/U normal, PPV (+) tidak aktif

A P3H3 + Mioma Uteri + Bekas SC 3x


P
Pro Histerektomi

Diagnosis
P3H3 + Mioma Uteri + Bekas SC 3x

Sikap

 Kontrol KU, Vital sign, PPV


 IVFD RL 20 tpm
Rencana
Histerektomi

Selasa, 19 Juli 2021.


• Dilakukan laparotomi
• Setelah peritoneum dibuka, dilakukan eksplorasi, tampak uterus seperti
kehamilan 16 minggu minggu dengan massa soliter, kesan mioma
uteri. Kedua adneksa dalam batas normal.

7
• Dilakukan histerektomi supravaginal
• Perdarahan dirawat
• Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
• Perdarahan selama tindakan 200 cc
• Massa dilakukan pemeriksaan patologi anatomi

8
Diagnosis post tindakan

P3H3 + Post Histerektomi ai Mioma Uteri + Bekas SC 3x


Sikap
 Kontrol KU, Vital sign, PPV
 IVFD RL 500cc/8 jam
 Inj Cefotaxim 2x1 gram
 Inj Transamin 3x500 mg
 Inj Vit K 3x10 mg
 Pronalges supp II
 Cek lab 6 jam post op

Laboratorium 19-07-2022
Hb : 13.3
Leukosit : 6.340
Trombosit : 297.000

FOLLOW UP
19 Juli 2022 Pukul 13.00 WIB

9
S
Post histerektomi, PPV (-), Nyeri luka op (+)

O KU Kes TD Nd Nfs T

Sdg CMC 110/72 86x/i 20x/i 36,5 0

Abdomen : NT (-), NL (-), DM (-)

Genitalia : PPV (-)


A
P3H3 + Post Histerektomi ai Mioma Uteri +
Bekas SC 3x, POH 1

P
 Kontrol KU, Vital sign, PPV
 IVFD RL 500cc/8 jam
 Inj Cefotaxim 2x1 gram
 Inj Transamin 3x500 mg
 Inj Vit K 3x10 mg
 Pronalges supp II
 Cek lab 6 jam post op

FOLLOW UP
20 Juli 2022 Pukul 08.00 WIB
S
Post histerektomi, PPV (-), Nyeri luka op (+)

O KU Kes TD Nd Nfs T

Sdg CMC 110/75 80x/i 20x/i 36,6 0

Abdomen : NT (-), NL (-), DM (-)

Genitalia : PPV (-)


A
P3H3 + Post Histerektomi ai Mioma Uteri +
Bekas SC 3x, POH 2

10
P
 Kontrol KU, Vital sign, PPV
 IVFD RL 500cc/8 jam
 Inj Cefotaxim 2x1 gram
 Inj Transamin 3x500 mg
 Inj Vit K 3x10 mg
 Pronalges supp II

FOLLOW UP
21 Juli 2022 Pukul 08.00 WIB
S
Post histerektomi, PPV (-), Nyeri luka op (+)

O KU Kes TD Nd Nfs T

Sdg CMC 108/72 86x/i 20x/i 36,5 0

Abdomen : NT (-), NL (-), DM (-)

Genitalia : PPV (-)


A
P3H3 + Post Histerektomi ai Mioma Uteri +
Bekas SC 3x, POH 3

P
 Kontrol KU, Vital sign, PPV
 Cefixim 2x200 mg
 Asam Mefenamat 3x500 mg
 Vit C 3x50 mg
 SF 2x180 mg, GV jika LOK Pulang, control 1minggu tanggal 27 Juli
2022 ke Poliklinik Kebidanan RSUD Pariaman

Hasil PA :
Makroskopik :

1
1
3 potong jaringan putih kecoklatan kenyal padat sudah dibelah ukuran 9,39 x 5,34
x 6,2 cm penampang putih kecoklatan seperti kumparan
Mikroskopik :
Dalam sediaan yang kami terima mikroskopik tampak jaringan tumor yang terdiri
atas proliferasi jaringan ikat & jaringan otot polos yang tumbuh saling silang
membentuk anyaman padat, tampak pula pembuluh darah diantaranya.
Diagnosa: LEIOMYOMA UTERI

12
1
3
Rencana : Pulang, Kontrol Poliklinik Kebidanan RSUD Pariaman Jum’at 06-08-
2021

Hasil PA : 16/08/2021
Makroskopik :
4 potong jaringan putih kecoklatan kenyal padat sudah dibelah ukuran 9,39 x 5,34
x 6,2 cm penampang putih kecoklatan seperti kumparan
Mikroskopik :
Dalam sediaan yang kami terima mikroskopik tampak jaringan tumor yang terdiri
atas proliferasi jaringan ikat & jaringan otot polos yang tumbuh saling silang
membentuk anyaman padat, tampak pula pembuluh darah diantaranya.
Diagnosa: LEIOMYOMA UTERI

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi Mioma


Mioma uteri (leiomioma atau fibroid) adalah tumor jinak yang berasal
dari pertumbuhan berlebihan otot polos dan jaringan ikat rahim.5

4.2 Epidemiologi Mioma


Mioma uteri merupakan tumor terbanyak organ genitalia wanita,
menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker serviks. Kejadian mioma uteri
20-40% ditemukan pada wanita usia lebih dari 35 tahun. 5,4-77% wanita
menderita mioma.Insiden kejadian mioma di Indonesia 2,39-11,7 % pada semua
pasien kebidanan yang dirawat.6

4.3 Faktor Risiko Mioma


1. Usia
20-25% mioma terjadi pada usia reproduktif, 30-40% pada wanita usia
lebih dari 40 tahun. Wanita yang terlalu cepat menstruasi dan terlambat
menepause beresiko menderita mioma karena paparan hormon steroid.1
2. Ras
18% mioma terjadi pada ras kulit hitam, 8 % pada ras kulit putih, dan 10
% pada ras hispanik, dan 13% pada grup ras lain termasuk ras Asia. Insiden
mioma paling rendah pada ras Asia. Progresifitas pertumbuhan mioma lebih cepat
pada ras kulit hitam dibandingkan dengan ras kulit putih. Regresi mioma setelah
kehamilan lebih cepat pada ras kulit putih dibandingkan ras kulit hitam.1
Alasan tingginya insiden mioma pada ras kulit hitam masih belum bisa
dipastikan, kemungkinan penyebab berhubungan dengan :1
1. Perbedaan dalam biosintesis dan metabolisme estrogen
2. Perbedaan dalam ekspresi dan fungsi reseptor hormon steroid
pada berbagai ras

1
5
3. Kelainan ekspresi dari micro-RNA. Micro-RNA penting dalam regulasi
proliferasi, diferensiasi dan kematian sel, dimana terdapat perbedaan
ekspresinya pada ras yang berbeda.
4. Genetik
Berdasarkan studi sitogenik 40% sampel yang diuji coba menunjukkan
abnormalitas kromosom akibat mutasi somatik pada gen MED12 dan
HMGA2 berhubungan dengan risko familial mioma. Hal ini juga menjelaskan
tingginya insiden mioma pada ras tertentu.1
5. Faktor Reproduksi
Hubungan terbalik antara paritas dan kejadian mioma sudah diketahui dengan
baik, dimana meningkatnya paritas menurunkan risiko terjadinya mioma. Hal
ini berhubungan dengan faktor hormonal dan hon hormonal. Faktor non
hormonal seperti perubahan jaringan post partum selama involusi uterus.
Faktor hormonal berhubungan dengan meningkatnya paparan hormon pada
siklus menstruasi.1
Paritas artinya siklus menstruasi berkurang dan hamil atermmenyebabkan
perubahan pada hormon ovarium, faktor pertumbuhan, kadar reseptor
estrogen, dan perubahan jaringan uterus. Pada nulipara terjadi peningkatan
paparan hormonal selama siklus menstruasi yang tidak diinterupsi oleh
kehamilan dan laktasi.1
6. Hormon Endogen
Mioma dipengaruhi oleh paparan hormon estrogen dan peningkatan
luteinizing hormone (LH). Dari data disebutkan bahwa 65% pasien PCOS
ditemukan adanya mioma.1
7. Penggunaan hormon eksogen
a. Kontrasepsi
Data epidemiologi terhadap hubungan penggunaan kontrasepsi oral dan
mioma masih inkonsisten. Berdasarkan peelitian Wise, dkk menyimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi oral dan risiko
mioma pada wanita afrika amerika. Dalam penelitian ini, risiko mioma uteri
tidak dipengaruhi oleh kandungan kontrasepsi oralnya maupun kekuatan
hormonnya tapi dipengaruhi oleh durasi dan frekuensi penggunaannya.1

16
Berdasarkan penelitian adanya penurunan risiko mioma pada wanita yang
menggunakan injeksi progestin saja, disebabkan oleh adanya down regulation
estrogen reseptor pada mioma.1 Pengaruh IUD dengan levonogestrel terhadap
perkembangan mioma masih belum diketahui.

b. Terapi pengganti hormon


Wanita postmenepause yang mendapat terapi pengganti hormon terjadi
peningkatan kejadian mioma.1

c. Hormon eksogen dari makanan


Faktor lain yang berkontribusi terhadap kejadian mioma adalah makanan
yang mengandung phytoestrogen.1

d. Diethylstilbesterol (DES)
Paparan DES terhadap kejadian mioma hasilnya masih bias sehingga
diperlukan penelitian lebih lanjut.1

e. Obesitas
Wanita dengan obesitas mempunyai risiko lebh tinggi mioma disebabkan
oleh meningkatnya sirkulasi estogen oleh karena terjadinya aromatisasi
androgen oleh jaringan lemak perifer wanita.1

f. Gaya hidup
Risiko mioma lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi makanan
indeks glikemik lebih tinggi. Vitamin A dan D merupakan faktor protektif
terhadap mioma.1 Konsumsi tinggi daging merah dan rendahnya konsumsi
sayuran hijau berkorelasi postif dengan insiden mioma.1 Konsumsi tinggi
sayuran dan buah menurunkan insiden mioma. 1 Konsumsi susu tinggi lemak
dan mentega meningkatkan insiden mioma.1
1,25-dihydroxyvitamin D3 menghambat pertumbuhan mioma dan
merangsang apoptosis. Penelitian oleh Beird dkk menyimpulkan wanita

1
7
dengan vitamin D yang cukup menurunkan risiko mioma dibandingkan
wanita dengan insufisiensi vitamin D.1
Penelitian Martin dkk menunjukkan hubungan yang positif antara
kadar vitamin A dengan pertumbuhan mioma. Namun penelitian ini
memerlukan pengkajian lebih lanjut.1
Karotenoid merupakan antioksidan kuat yang banyak pada sayur dan
buah. Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa karoteinoid
mengandunglycopene yang dapat mengurangi jumlah dan ukuran mioma.1
Kafein dan alkohol
Konsumsi alkohol dan kafein merhubungan dengan meningkatnya
kejadian mioma.1. Penelitian Dragomir dkk menunjukkan hubungan positif
antara merokok dan kejadian mioma namun bagaimana merokok dapat
menyebakan pembentukan mioma belum sepenuhnya dimengerti dan
memerlukan penelitian lebih lanjut.1
Aktifitas fisik berhubungan dengan obesitas dan BMI yang berkorelasi
positif dengan risiko mioma uteri.1 Stres merupakan risiko mioma, dimana
stres meningkatkan kadar estrogen dan progesteron karena efek dari aktivasi
axis hipotalamus pituitary adrenal dan melepaskan kortisol, hormon stres.1
Hipertensi menyebabkan pelepasan cytokine dan injuri otot uterus
yang meningkatkan risiko mioma. Diabetes menstimulasi IGF-I yang
berperan dalam proliferasi mioma. Namun hasil ini masih inkonsisten dan
memerlukan penelitian lebih lanjut.1

g. Infeksi uterus dan injuri otot uterus


Injuri pada otot uterus menyebabkan perubahan faktor pertumbuhan
yang menyebabkan terbentuknya mioma. PID dan infeksi genital disebut
sebagai faktor risiko mioma uteri, namun diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk mengkonfirmasi hasil ini. 1

18
4.4 Klasifikasi Mioma
Menurut letaknya, mioma dibagi 3 :2,8
1. Mioma submukosa : berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam
rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks (myomgeburt).
2. Mioma intramural : miom terdapat pada dinding uterus diantara serabut
miometrium
3. Mioma subserosum : apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosum
dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligamenter. Mioma subserosum juga dapat tumbuh menempel pada
jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian
membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wandering/parasitic fibroid.2

Gambar 1 Klasifikasi mioma berdasarkan letak9

FIGO Menerbitkan menggambarkan delapan jenis fibroid serta kelas


hibrid. Seperti berbagai jenis mioma sering muncul bersamaan, klasifikasi ini
menawarkan ‘peta’ distribusi fibroid yang lebih representatif digunakan lebih
lanjut untuk pembentukan algoritma baru.8

1
9
Klasifikasi mioma berdasarkan FIGO:8
S-Submukosal
0 = bertangkai, intracavitas
1 = <50% intramural
2 = ≥50% intramural

O-Other
3 = Kontak dengan endometrium, 100% intramural
4 = Intramural
5 = Subserosal, ≥50% intramural
6 = Subserosal, <50% intramural
7 = Subserosal, bertangkai
8 = Lainnya (misalnya serviks, parasitik)
Hybrid leiomyoma : Dimana dua angka diberikan (misalnya 2-5), angka
pertama mengacu ada hubungan dengan endometrium, sedangkan angka kedua
mengacu ada hubungan dengan serosa; misalnya 2-5 = submukosal dan
subserosal, kurang dari setengah diameter di rongga endometrium dan lebih dari
setengahnya di rongga peritoneum.8

Gambar 2 Klasifikasi mioma berdasarkan FIGO 8

20
4.5 Patofisiologi dan Patogenesis Mioma
Patogenesis mioma belum diketahui pasti. Beberapa teori yang
menjelaskan patogenesis mioma antara lain:
1. Miofibroblast abnomal yang mengalami mitosis atau prolifearasi akibat
rangsangan berlebihan oleh hormon estrogen.8
2. Peningkatan kadar hormon estrogen dan progesteron yang merangsang mutasi
somatik yang berlebihan10
3. Jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak pada wanita dengan mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa mioma.8,11
4. Respon terhadap injuri uterus. Kerusakan sel akibat iskemia berhubungan
dengan peningkatan substansi vasokonstriktor saat menstruasi. Otot polos
miometrium yang kekurangan oksigen akan mensintesis matrix ekstraselular
yang akan mengakibatkan stimulus berlebihan pertumbuhan fibroblast.10
5. Teori Cell nest atau teori genitoblast
Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci
percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan
maupun tempat lain dalam abdomen. Efek fibrimatosa dapat dicegah dengan
dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puuka dan kawan-kawan
menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada
miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari sel
otot yang matur.2
Perubahan sekunder pada mioma uteri terjadi karena berkurangnya aliran
darah pada mioma. Perubahan sekunder antara lain:2
1. Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi
kecil
2. Degenerasi hialin : sering terjadi pada wanita usia lanjut dimana mioma
kehilangan struktur aslinya
3. Degenerasi membatu sering terjadi pada usia lanjut dimana karena aliran
darah yang berkurang, terjadi pengendapan garam kapur pada mioma
sehingga mioma menjadi keras, memberikan bayangan pada foto rontgen
4. Degenerasi kistik dimana sebagian mioma menjadi cair, sehingga membentuk
ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi

2
1
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai
limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan
dengan kista ovarium dan kehamilan.
5. Degenerasi merah (carneous degeneration)
Biasa terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena
suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan
tampak mioma seperti daging merah akibat pigmen hemosiderin dan
hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan
muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan. Penampilan klinik ini
seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
6. Degenerasi lemak jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

4.6 Diagnosis Mioma


1) Anamnesis
Keluhan mioma disingkat dengan FIBROIDS 12
F: Frekuensi dan retensio urin, hidronefrosis
I : Iron deficiency anemia
B : Bleeding abnormalities (menoragia, metroragia, menometroragia, post coital
spotting), bekuan darah
R: Reproductive difficulties (disfungsi labor, prematur labor/delivery, fetal
malpresentation, peningkatan kebutuhan seksio sesaria)
O: Obstipation and rectal pressure
I : Infertility (gagal implantasi, abortus spontan)
D: Dysmenorea, dispareunia
S : Symptompless/ tidak ada gejala (paling banyak)

Dari anamnesis dapat ditemukan antara lain :13


a. Faktor-faktor risiko terjadinya mioma uteri. Seperti:
- Umur: Kebanyakan wanita mulai didiagnosis mioma uteri pada usia
diatas 40 tahun.
- Menarche dini : Menarche dini (< 10 tahun) meningkatkan resiko
kejadian mioma 1,24 kali.

22
- Ras: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa wanita keturunan Afrika-
Amerika memiliki resiko 2,9 kali lebih besar untuk menderita mioma
uteri dibandingkan dengan wanita Caucasian.
- Riwayat keluarga: jika memiliki riwayat keturunan yang menderita
mioma uteri, akan meningkatkan resiko 2,5 kali lebih besar.
- Kehamilan: semakin besar jumlah paritas, maka akan menurunkan
angka kejadian mioma uteri.
- Makanan : Dari beberapa penelitian yang dilakukan menerangkan
hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma
uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan
pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan
mioma uteri
- Kebiasaan merokok: Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri.
Diterangkan dengan penurunan bioaviabilitas esterogen dan penurunan
konversi androgen menjadi estrogen dengan penghambatan enzim
aromatase oleh nikotin.

b. Gejala dan tanda


Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul yaitu:14
1) Perdarahan abnormal yaitu dapat berupa hipermenore, menoragia dan dapat
juga terjadi metroragia yang paling banyak terjadi. Beberapa faktor yang
menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah :14
a) Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium
b) Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa
c) Atrofi endometrium di atas mioma submukosum

2
3
d) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di
antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik
2) Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang
mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Namun gejala-gejala
tersebut bukanlah gejala khas pada mioma uteri.14
3) Gejala dan tanda penekanan (Pressure Effects) yang tergantung pada besar
dan tempat mioma uteri. Gejala yang timbul dapat berupa poliuri, retention
urine, obstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.14
4) Pada penderita dengan uterus fibroid tidak dapat dipastikan apakah akan
mempengaruhi tingkat kesuburan atau tidak. Fibroid hanya akan
mempengaruhi fertilitas hanya berkisar 2-3% kasus. Seberapa besar pengaruh
fibroid terhadap kehamilan atau kejadian abortus tergantung dari luasnya
fibroid menyebabkan distorsi dinding uterus. Dengan adanya fibroid akan
mencegah proses implamantasi pada dinding uterus.14

2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tergantung lokasi, ukuran dan jumlah mioma. Massa
mioma dapat dirasakan melalui pemeriksaan bimanual atau palpasi abdomen
dimana teraba massa padat, ireguler pada uterus yang membesar.12
Pada pemeriksaan abdomen uterus yang membesar dapat dipalpasi pada
abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan
memberi kesan adanya perubahan-perubahan degeneratif. Mioma lebih terpalpasi
pada abdomen selama kehamilan.12
Perlunakan pada abdomen yang disertai nyeri lepas dapat disebabkan oleh
perdarahan intraperitoneal dari ruptur vena pada permukaan tumor. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa resiko mioma meningkat pada wanita yang memiliki
berat badan lebih atau obesitas berdasarkan indeks massa tubuh. 14
Pada pemeriksaan pelvis serviks biasanya normal. Namun pada keadaan
tertentu, mioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks dan
terlihat pada ostium servikalis. Kalau serviks digerakkan, seluruh massa yang
padat bergerak. Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual
rutin

24
uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus
oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa
massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Pada kasus yang lain pembesaran yang
licin mungkin disebabkan oleh kehamilan atau massa ovarium. 14
Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan
uterus. Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang
ditegakkan dengan pemeriksaan menggunakan sonde uterus. Mioma submukosum
kadang kala dapat teraba dengan jari yang masuk kedalam kanalis servikalis, dan
terasanya benjolan pada permukaan kavum uteri. 14

3) Pemeriksaan Penunjang
a. Temuan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang
mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan
polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga
akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan
balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal.14
b. Imaging
- USG (Ultrasonografi )
Untuk menghindari kesalahan sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG
pada wanita dengan gangguan perdarahan atau dengan nyeri perut bawah yang
hebat. Pemeriksaan transvaginal sonography dapat dilakukan untuk lebih
memastikan gambaran uterus fibroid. Untuk lebih memperjelas pemeriksaan
terhadap dinding dalam uterus dapat dilakukan dengan sonohisterography yaitu
dengan mengisi cavum uteri dengan larutan saline selama pemeriksaan. Uterus
fibroid ini biasa didiagnosa banding dengan adenomiosis. Pada adenomiosis akan
mengilfitrasi lapisan dinding uterus yang akan menyebabkan dinding uterus
menebal dan terjadi pembesaran uterus. Dari pemeriksaan USG akan tampak
sebagai penebalan dinding uterus yang homogen, sementara fibroid dilihat sebagai
area bulat dengan batas yang tegas. Adenomiosis merupakan proses yang difus
sehingga biasanya pengelolaan dilakukan histerektomi. 12,14

2
5
Gambar 3 A. FIGO 3 Intramural leiomioma B. Mioma Pedinculated 15

Gambar 4 A.2D Submukosa fibroid B.3D submukosa fibroid15

Gambar 5 A. Mioma di kavum uteri B. Multiple feeding vessel


C. Hiperechoic kavitas uteri-endometial polip
D. Single feeding arteri typical for polyp 15

26
- Histeroskopi
Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa,
jika mioma kecil serta bertangkai, mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.14

- MRI (Magnetic Resonance Imaging )


MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah dan ukuran mioma
tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas
tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi
sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma. Diagnosis
banding perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian bawah atau panggul ialah
mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang dilahirkan harus
dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus dibedakan dengan
adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri.
USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis.
14,16

4.7 Rencana Preoperatif


1. Informed concent
Penting untuk diskusi komrehensif dengan pasien mengenai risiko
komplikasi, pilihan insisi, apakah ovarium, tuba, serviks diangkat atau tidak.
Keputusan yang diambil pasien harus didokumentasikan baik di dalam rekam
medis maupun di formulir persetujuan tindakan.16
2. Konsultasi medis dan pemeriksaan preoperatif
Konsultasi medis dilakukan untuk pasien dengan penyakit penyerta. Perlu
dilakukan pemeriksaan tes kehamilan untuk wanita usia produktif, pemeriksaan
Pap smear, mamografi, kolonoskopi, pemeriksaan sampel endometium untuk
wanita peri atau post menopause dengan perdarahan uterus abnormal. Selain itu
perlu dilakukan pemeriksaan EKG, rontgen thorax untuk wanita usia >50 tahun
dan pemeriksaan laboratorium darah lengkap, elektrolit, dan kreatinin.16
a. Tipe insisi abdomen
Insisi abdomen vertikal didasarkan pada pertimbangan ukuran uterus dan
antisipasi kemungkinan abnormal anatomi akibat perlengketan. Jika pasien sudah

2
7
memiliki scar vertikal sebelumnya maka kebanyakan ahli bedah memilih insisi
pada bekas scar tersebut. Jika ukuran uterus kecil dan diyakini tidak ada
perlengketan maka insisi abdomen transversal lebih dipilih baik karena alasan
kosmetik maupun nyeri post op yang lebih kecil serta kemungkinan hernia
insisional lebih kecil dibandingkan insisi vertikal. Walaupun dari studi
sebelumnya dikatakan bahwa wound dehiscence tidak bagus pada inisisi vertikal
dibandingkan transversal namun peneltitin akhir-akhir ini menunjukkan tidak ada
perbedaan dehiscence antara kedua jenis insisi ini.16
b. Keputusan untuk mengangkat tuba dan ovarium
Tahun 2005, di Amerika Serikat, salpingooovorektomi unilateral atau
biateral dilakukan pada 68% wanita yang menjalani histerektomi dengan alasan
untuk pencegahan kanker ovarium. Namun akhir-akhir ini sudah terjadi
pergeseran untuk konservatif ovarium mempunyai keuntungan jangka panjang,
apalagi data statistik menunjukkan insiden kanker ovarium sudah semakin rendah
diantara populasi saat ini. Indikasi oovorektomi antara lain endometriosis,
tubaovarian abses an nyeri pelvik. 16
c. Keputusan histerektomi total atau histerektomi subtotal
Tidak ada bukti medis keuntungan melakukan histerektomi subtotal jika
serviks dapat dengan mudah diangkat. Meninggalkan serviks berarti
mengharuskan pasien untuk skrining kanker serviks berkelanjutan dan bisa
berakibat perdarahan post histerektomi. Kontraindikasi absolut supravaginal
histerektomi adalah malignansi atau kondisi premalignansi uterus dan serviks.16
Evaluasi preoperatif dan Adjuvan Terapi
Anemia harus dikoreksi sebelum operasi. Anemia walaupun derajat
ringan berhubungan dengan risiko morbiditas 30 hari lebih lama dan mortalitas
lebih tinggi pada pasien yang menjalani operasi non kardia.13
Untuk terapi praoperatif perlu dipertimbangkan pemberian agen
farmakoterapi yang efektif dan aman. Zat besi harus diberikan dan anemia harus
dikoreksi sebelum dilakukan operasi.13

28
4.8 Penatalaksanaan Mioma
Mioma yang tidak memiliki gejala, ukurannya kecil (<3 cm), terjadi pada
wanita usia mendekati menopause sering tidak membutuhkan pengobatan.
Indikasi mioma yang perlu ditatalaksana :5
1. Menstruasi yang nyeri dan darah yang banyak sehingga menimbulkan anemia
dan mengganggu aktivitas harian
2. Perdarahan diantara siklus haid
3. Meragukan apakah mioma tau jenis tumor lain seperti tumor ovarium
4. Pertumbuhan yang cepat dari mioma
5. Infertilitas
6. Nyeri pelvik
Penatalaksanaan mioma :

Gambar 6 Tatalaksana Terkini Mioma18


1. Obat-obatan
Terapi obat-obatan merupakan salah satu pilihan pengobatan mioma.
Obat dapat mengurangi perdarahan dan nyeri saat menstruasi, tapi tidak mencegah
pertumbuhan mioma. Obat yang digunakan antara lain : 13
a. Pil kontrasepsi atau kontrasepsi hormonal lainnya
Pil kontrasepsi dapat mengontrol perdarahan dan nyeri menstruasi.13 Pil
kontrasepsi tidak terbukti menyebabkan pertumbuhan mioma. Dan pemberian pil
kontrasepsi bukan kontraindikasi pada pasien mioma. Kontrasepsi oral dapat
mengurangi perdarahan menstruasi pada penggunaan jangka pendek dan
mencegah perkembangan mioma.13

2
9
b. Agonis Gonadotropin Releasing hormone (GnRH agonis)
Obat ini menghentikan siklus menstruasi dan dapat mengurangi ukuran
mioma. Obat ini kadang-kadang digunakan sebelum operasi untuk mengurangi
risiko perdarahan. Karena GnRH memilki efek samping maka obat ini hanya
digunakan jangka pendek (kurang dari 6 bulan). Setelah wanita menghentikan
obat GnRH agonis, miomanya akan kembali ke ukuran sebelumnya. 5
Sediaan GnRH agonis ada dalam bentuk nasal spray, injeksi subkutaneus,
injeksi slow release. Injeksi GnRH dapat mengurangi ukuran mioma hingga 50%
dari ukuran semula setelah diterapi selama 3 bulan. Tapi pengobatan GnRH
agonis terbatas pemakaiannya selama 3-6 bulan karena efek sampingnya.
Pertumbuhan mioma kembali setelah 12 minggu obat dihentikan.13

c. Progestin- IUD release/ Levonogestrel Intrauterine System (LNG-IUS)


Obat ini megurangi perdarahan dan nyeri haid tapi tidak menghambat
pertumbuhan mioma. Progestin IUD release digunakan untuk mioma yang tidak
menonjol ke kavum uteri.5
Berdasarkan SOGC 2017 progesteron terdiri dari progesteron alamiah dan
sintetik, dimana keduanya mempunyai dual aksi terhadap mioma. Disatu sisi
progesteron akan merangsang growth factor epidermal yang akan mestimuli
pertumbuhan mioma, disisi yang lain progesteron berperan sebagai down
regulation terhadap reseptor estrogen dan progesteron yang menghambat
pertumbuhan mioma. Baik progesteron alamiah maupaun progesteron sintetik
menyebabkan atrofi endometium sehingga mengurangi kehilangan darah saat
menstruasi pada wanita dengan mioma. 13
Dari penelitian dikatakan bahwa LNG-IUS secara signifikan mengurangi
kehilangan darah dan volume uterus pada wanita dengan menoragia dengan atau
tanpa mioma, tapi tidak mengurangi volume mioma. LNG-IUS lebih efektif
mengurangi kehilangn darah saat menstruasi dibandingkan dengan kontrasepsi
oral kombinasi pada wanita dengan mioma.13
d. Gonadotropin releasing hormone antagonist (GnRH antagonist)
Antagonis GnRH keuntungannya dibanding agonis GnRH adalah efek
samping yang lebih rendah terhadap stimulasi folikel, efek samping Luteinizing

30
hormon dan estradiol yang meningkat cepat dalam waktu singkat. Perlu evaluasi
lebih jauh terhadap penggunaan obat ini.13
e. Androgen (Danazol)
Danazol merupakan 17-α ethynil testosteron, yang berkompetisi dengan
androgen, progesteron, dan glukokortikoid alamiah dan bekerja di tingkat
hipotalamus pituitary ovarian uterine axis. Disamping androgeneik efek, danazol
juga menekan sekresi gonadotropin pada tingkat hipotalamus dan menghambat
stereogenesis di ovarium.13
Danazol dapat mengurangi volume mioma 20-25%. Walaupun terbukti
bahwa danazol dapat mengurangi volume mioma dari peneliatian secara kohort,
sistemik review tidak menemukan penelitian yang membandingkan efektifitas
danazol dengan plasebo atau obat lain.13
f. Aromatase inhibitor (Letrozole)
Lentrozole menghambat konversi androgen menjadi estrogen. Lentrozole
mampu mengurangi ukuran mioma 46% versus 32 % pada agonis GnRH setelah
12 minggu pengobatan. Efek samping lentrozole rasa panas dikulit. Belum ada
bukti yang cukup kuat untuk merekomendasikan penggunaan lentrozole pada
mioma.13
g. Estrogen receptor antagonist (Fulvestranst)
Fulvestrant mempunyai efek degradasi reseptor estrogen dan down
regulation, tapi tidak seefektif GnRH agonis dalam mengurangi volume mioma.13
h. Selective estrogen receptor modulators (SERMs)
SERMs merupakan obat nonsteroid yang berikatan dengan reseptor
estrogen dan dapat bekerja sebagai agonis atau antagonis untuk memproduksi efek
spesifik jaringan. Biasa digunakan untuk mengobati dan mencegah rekurensi ca
mame. Tamoxifen merupakan agonis properti pada rahim, raloxifen mempunyai
untuk menterapi mioma. Penggunaan raloxifen selalu dikombinasi dengan obat
lain sehingga sulit dinilai efek tunggalnya terhadap mioma. Raloxifen biasa
digunakan untuk terapi adjuvan terhadap GnRH agonis untuk mengurangi ukuran
mioma.13
i. Selective Progesteron Receptor Modulator (SPRM)

3
1
Gambar 27 Timeline SPRM Development19

a) Mifepriston
Mifepriston merupakan progesteron receptor modulator antagonis yang
menurunkan reseptor progesteron pada miometrium dan mioma. Dosis yang
direkomendasikan 2,5 mg per hari selama 3-6 bulan. Tidak cukup bukti bahwa
mifepriston menimbulkan hiperplasia endometrium.13
b) Ulipristal Acetate (UPA)
UPA merupakan SPRM yang menghambat proliferasi sel mioma dan
endometirum. Dari penelitian terbukti bahwa UPA dapat mengurangi ukuran
mioma setelah 13 minggu pengobatan dengan dosis 5 mg perhari. Hiperplasi
endometrium yang disebabkan oleh UPA bersifat reversibel.13
Berdasarkan Europian Medicines Agency UPA merupakan terapi
preoperatif dan terapi untuk mioma kronik. Dosis yang disarankan adalah 5 mg
per

32
hari selama 3 bulan atau intermiten dosis 2 mestruasi dalam 4 siklus atau satu atau
dua siklus sebelum operasi jika pasien menderita anemia. Setelah pengobatan
dengan UPA selesai diberikan LNG-IUS.20
Rekomendasi SCOG untuk terapi mioma dengan perdarahan uterus
abnormal : gonadotropin- relesing hormone analog, selective progesteron
modulator, kontrasepsi oral, progestin, dan danazol. Terapi untuk mioma dengan
gejala penekanan selective progesteron modulator dan gonadotropin-releasing
hormon analog.13
Terapi untuk wanita dengan mioma uteri bersifat individual berdasarkan
gejala, lokasi, umur, kebutuhan untuk mempertahankan fertilitas, ketersediaan
obat dan dokter spesialisnya.8

2. Operasi
a. Miomektomi
Miomektomi merupakan operasi evakuasi mioma dengan meninggalkan
uterus. Mioma yang sudah dievakuasi tidak akan tumbuh kembali setelah operasi,
tapi mioma baru dapat berkembang. Jika itu terjadi maka operasi mungkin akan
dibutuhkan kembali. 5

Indikasi miomektomi : 8
a) Wanita dengan mioma uteri simptomatis (perdarahn menstruasi yang banyak,
nyeri menstruasi, nyeri pelvis, dan gejala penekanan akibat massa mioma)
yang masih ingin mempertahankan uterusnya, masih ingin punya anak, dan
mempertahankan fertilitasnya
Kelemahan miomektomi dibanding histerektomi :
1) Kehilangan darah lebih banyak
2) Waktu operasi lebih lama
Keuntungan miomektomi dibanding histerektomi :
1) Trauma ureter lebih rendah
2) Mioma mempunyai kemungkinan rekurensi 15%, 10% wanita yang sudah
menjalani miomektomi membutuhkan histerektomi dalam 5-10 tahun. Risiko

3
3
rekurensi tergantung umur, jumlah mioma preoperatif, ukuran uterus, penyakit
yang berhubungan dan kelahiran bayi setelah miomektomi.
Direkomendasikan untuk menunggu minimal 6 bulan paska miomektomi
untuk hamil kembali. Dari penilaian dengan MRI tampak penyembuhan
miometrium memerlukan waktu 6 bulan untuk penyembuhan optimal jaringan
miometrium. Dari data terdapat risiko ruptur uteri yang cukup tinggi saat
kehamilan pada pasien dengan riwayat miomektomi. Disebabkan oleh tidak
adanya tehnik penjahitan multilayer pada mioma intramural yang dalam dan
penggunaan energi listrik yang berlebihan saat operasi.13
Miomektomi dilakukan berdasarkan jumlah, lokasi secara laparotomi,
minilaparotomi, laparoskopi atau kombinasi. Penting untuk mengidentifikasi
ukuran, jumlah, lokasi tumor preoperatif untuk menentukan tehnik operasi yang
akan dipilih. 13

Histeroskopi Miomektomi
Miomektomi per histeroskopi merupakan pilihan terapi bedah lini
pertama untuk tatalaksana mioma intrakavitas. Mioma submukosa tipe 0, I, II
dengan diameter 4-5 cm dapat di evakuasi dengan histeroskopi oleh spesialis
obgyn yang terlatih. Mioma tipe II, memerlukan prosedur 2 langkah karena risiko
absorpsi cairan berlebihan dan perforasi uterus. Tindakan harus berhati-hati
terutama jika tebal lapisan antara mioma dan serosa kurang dari 5 mm.13
Miomectomi plus ablasi Endometrium
Miomektomi dengan diikuti ablasi endometrium dapat mengontrol
perdarahan dengan baik.13

Miomektomi per Laparoskopi


Keuntungan laparoskopi miomektomi dibandingkan dengan laparotomi
miomektomi adalah kehilangan darah lebih sedikit, nyeri post operatif berkurang,
komplikasi lebih sedikit, penyembuhan lebih cepat, dan dari segi kosmetik lebih
bagus.13
Kelemahan laparokopi miomektomi dibanding laparotomi miomektomi
adalah waktu operasi lebih lama, membutuhkan operator yang terlatih dan

34
berpengalaman, tehnik suturing multilayer, sulit dikerjakan untuk lokasi mioma
pada segmen bawah uterus atau lokasi servikal junction yang berisiko perdarahan
sehingga harus dilakukan laparotomi, mioma besar lebih dari 10 cm, dan multipel
mioma.13

Miomektomi per Laparotomi


Miomektomi per laparotomi lebih dipilih untuk kasus mioma yang lokasi
di segmen bawah uterus atau di cervical junction, mioma yang ukruannya lebih
dari 10 cm, dan multipel mioma.13

Mini Laparotomi
Mini laparotomi digunakan sebagai alternatif laparoskopi mempunyai
keuntungan penjahitan miometrium lebih mudah dan lebih non invasif
dibandingkan dengan konvensional laparotomi. Namun jika dibandingkan dengan
laparoskopi penurunan hemoglobin, penurunan angka ileus dan nyeri,
memperpendek lama rawatan lebih baik pada laparaskopi dibandingkan dengan
mini laparotomi.13

Robotic Asisted Laparascopy


Robotic asisted laparascopy menjadi populer dalam dekade terakhir.
Naman dari penelitian kehilangan darah lebih banyak, waktu operasi lebih lama
pada robotic asisted laparoscoy dibandingkan dengan standar laparakopi
miomektomi. Guideline AAGL menyatakan bahwa tidak ada keuntungan yang
signifikan menggunakan robotic asisted laparascopy dibandingkan dengan
laparakopi konvensional.13

Specimen Morcellation
Morcellation merupakan penghancuran jaringan menjadi bagian yang
lebih kecil yang kemudian dihisap oleh alat untuk mengevakuasi jaringan tersebut.
Morcellation dapat menyebabkan trauma viseral dan vaskuler, dan juga dapat
menyebabkan penyebaran mioma sehingga menjadi parasitik mioma (miomatosis)

3
5
atau penyebaran keganasan untuk kasus leiomiosarcoma, sehingga memperburuk
diagnosis.13

b. Histerektomi
Histerektomi merupakan operasi pengangkatan uterus melalui insisi
laparotomi dengan atau tanpa mengangkat ovarium. Histerektomi dilakukan jika
tatalaksana lain tidak efektif atau ukuran miomanya sangat besar.5
Histerektomi dibagi 2 yaitu : 16
1) Histerektomi total yaitu operasi pengangkatan uterus dan serviks
2) Histerektomi subtotal atau supraservikal histerektomi yaitu operasi
pengangkatan uterus saja. Ovarium bisa tetap ditinggal insitu atau diangkat
pada kedua jenis histerektomi ini.
Indikasi histerektomi pada mioma uteri :
a) Mioma uteri simptomatik dimana pasien sudah mempunyai anak yang cukup
b) Mioma uteri asimptomatik tapi miomanya terus bertambah besar pada wanita
menopause tanpa pemberian hormone replacement therapy
c) Kecurigaan berkembang menjadi keganasan (leiomiosarcoma)
d) Histerektomi merupakan tatalaksana paling efektif untuk mioma dengan
gejala.8

Histerektomi tidak diindikasikan sebagai profilaksis terhadap


pertumbuhan mioma baru paska operatif.8
Tipe histerektomi dibagi menjadi 3 : per abdominam, per laparaskopi atau
pervaginam tergantung pada pengalaman dan kemampuan operator. Keuntungan
supraservikal histerektomi atau total histerektomi masih dipertanyakan, pada
beberapa penelitian acak menunjukkan tidak ada perbedaan dalam fungsi seksual
dan fungsi berkemih pada wanita yang menjalani 2 prosedur tersebut. Namun
kehilangan darah intraoperatif dan komplikasi pada tehnik supraservikal
histerektomi lebih sedikit dibandingkan dengan histerektomi total.13
Berdasarkan guideline ACOG, wanita yang akan menjalani histerektomi
memerlukan venous tromboembolism (VTE) profilaxis dan mekanikal VTE

36
compression. Farmakologi yang digunakan heparin. Beberapa senter sudah
menjadikan VTE sebagai protokol rutin sebelum histerektomi abdominal.16
Antibiotik profilaksis 1 jam sebelum insisi untuk pencegahan infeksi.16

Tabel 3.1 Regimen Profilaksis Antibiotik untuk Histerektomi8

Bowel preparation tidak diindikasikan pada wanita yang akan menjalani


histerektomi kecuali ada kemungkinan besar secondary bowel injury akibat
perlengketan. Pada kasus ini cukup alasan untuk memberikan regimen antibiotik
parenteral untuk pencegahan infeksi. Tidak ada bukti mekanikal bowel
preparation mengurangi risiko infeksi.16
Di ruang operasi, pasien diberi antibiotik profilaksis dan heparin subkutan
serta kompresi mekanik VTE dipasang diekstremitas bawah. Pasien tidur posisi
dorsal supine, dipasang folley kateter dan dilakukan identifikasi pasien, diagnosis,
tindakan dan marker lokasi yang akan dioperasi.16
Tehnik Histerektomi16
1. Tindakan aseptik dan antiseptik
2. Insisi kulit
Insisi kulit dibagi 2 :16
a. Insisi Vertikal
b. Insisi Transversal, dibagi menjadi beberapa tehnik :

3
7
a) Insisi Pfanenstiel
Insisi pfanenstiel merupakan insisi kulit 2 cm di atas simfisis pubis,
insisi melengkung, panjang 10-15 cm, muskulus rektus abdominis
dipisahkan secara tumpul. Kelemahan insisi secara pfanenstiel ini adalah
lapangan operasi yang sempit sehingga organ tidak terpapar dengan baik.
b) Insisi Meylard
Insisi Meylard merupakan insisi transversal seperti halnya pfanenstiel
tapi muskulur rektus abdominis di potong secara transversal sehingga
keuntungannya lapangan operasi lebih luas dan lebih terpapar.
c) Insisi Cherney
Insisi Cherney sama dengan Meylard bedanya pada insisi Cherney
muskulus rektus abdominis di potong di tempat insersinya dekat dengan
simfisis pubis.
3. Ekplorasi organ genitalia interna dan sekitarnya
4. Memasang kassa perut basah dan retraktor perut
5. Jika ada perlengketan lakukan adhesiolisis
6. Menjepit dan memotong ligamentum rotundum
7. Menembus ligamentum latum dari arah posterior
8. Mengangkat atau mengkonservasi adneksa
9. Plika vesiko uterina diidentifikasi dan disayat, diperlebar ke arah
ligamentum latum, kandung kemih disisihkan ke bawah
10. Menjepit, memotong dan mengikat arteri uterina
11. Melakukan insisi peritoneum viseral bagian posterior uterus 1 cm di atas
pangkal ligamentum sakrouterina, kemudian disihkan sampai batas porsio
12. Mengeluarkan tampon vagina
13. Batas porsio dikenali dengan perabaan jari tangan operator
14. Vagina dipancung setinggi porsio
Perawatan Post Operatif 16
1. Lama rawatan post histerektomi di United State 3 hari
2. Monitoring post op meliputi vital sign, kontrol nyeri, rehabilitasi, normal diet
dan aktivitas
3. Ealy feeding reguler diet

38
4. Lepaskan kateter setelah 24 jam post op
5. Edukasi : tidak berhubungan seksual selama 6 minggu post op, memberikan
waktu untuk penyembuhan luka jahitan di vagina yang diperkirakan sembuh
dalam waktu 6 minggu, tidak mengangkat beban yang beratnya melebihi 10
pounds. Setelah 2 minggu post op pasien harus kontrol poliklinik untuk
menilai penyembuhan luka
6. Dari penelitian terhadap pasien post histerektomi rata-rata pasien merasa puas
dan tidak mengalami gangguan dalam fungsi seksual.16

Komplikasi Post Histerektomi


1. Perdarahan
Jika tanda vital pasien stabil dan dicurigai ada perdarahan, dilakukan
pemeriksaan CT scan abdomen dan pelvis dengan kontras intravena merupakan
cara terbaik untuk mengindentifikasi perdarahan abdomen. Perdarahan
intraabdomen dengan kondisi pasien stabil dapat ditatalaksana secara ekspektatif
atau dengan embolisasi pembuluh darah hypogastrika. Jika perdarahan dengan
kondisi pasien tidak stabil maka relaparotomi perlu segera dilakukan untuk
mengidentifikasi lokasi perdarahan.16
2. Cidera saluran kemih
Cidera ureter post operatif bisa asimptomatik atau simptomatik seperti
nyeri di area frank atau daerah pinggang, demam, ileus memanjang. Insiden cidera
ureter pada histerektomi adalah 0,4 dalam 1000 dan insiden trauma vesika urinaria
<1%. Cidera ureter saat histerektomi terjadi ketika meligasi arteri uterina dan
ovarika. Sedangkan cidera vesika urinaria terjadi saat memisahkan plika vesiko
uterina. Identifikasi ureter, memisahkan plika vesikouterina dengan hati-hati dapat
meminimalisir cidera ureter dan vesika uterina.16
3. Cidera saluran cerna
Cidera saluran cerna saat adesiolisis atau saat membuka abdomen pada
histerektomi insidennya sekitar 0,2% - 1%. Defek serosa superfisial tidak
membutuhkan perbaikan. Cidera yang melibatkan otot dan mukosa membutuhkan
perbaikan baik dengan penutupan atau reseksi anastomosis tergantung ukuran
cidera yang terjadi. Cidera kecil pada usus tidak membutuhkan restriksi makanan

3
9
dan pemasangan nasogastric tube. Risiko obstruksi usus halus setelah histerektomi
abdominal 13,6/1000 dan dengan keluhan distensi abdomen, nyeri abdomen,
muntah, dan tidak ada flatus. Rontgen abdomen dapat mengkonfirmasi diagnosis.
Umumnya obstruksi kecil pada usus ditatalaksana secara konservatif seperti
memasang nasogastric tube dan hidrasi parenteral. Obstruksi persisten
memerlukan koreksi bedah. 16
4. Komplikasi lain histerektomi termasuk infeksi, penyakit tromboemboli,
dehiscence vaginal cuff.16

c. Histeroskopi
Histeroskopi merupakan tehnik evakuasi mioma yang menonjol ke
kavitas uteri. Resectroscope dimasukkan melalui histeroskop. Resectroscope akan
menghancurkan mioma dengan listrik atau sinar laser. Efek samping yang bisa
terjadi selama resektroskop digunakan antara lain terbakarnya vulva, vagina, dan
serviks. Walaupun tidak dapat digunakan untuk mioma yang jauh di dalam
dinding uterus tapi tehnik ini dapat mengontrol perdarahan yang disebabkan oleh
mioma. Histeroskopi dapat dilakukan untuk pasien rawat jalan, tidak perlu rawat
inap.5,13
Perlu diberikan misoprostol, laminaria sebelum alat histeroskop atau
resektroskop dimasukkan, jika terjadi perforasi mekanik saat alat dimasukkan dan
tidak menciderai viseral maka pasien bisa diobservasi secara ekspektatif. Namun
jika defek perforasinya besar, perdarahan banyak, dan mengenai viseral maka
perlu dilakukan laparaskopi atau laparotomi.13

3. Non Operatif
a. Ablasi Mioma
Prosedur ini menghancurkan endometrial line uterus. Digunakan untuk
menterapi mioma ukuran kecil, kurang dari 3 cm. Ablasi endometrium menjadi
terapi tambahan untuk tindakan miomektomi dan histerektomi transervikal.19
Ablasi mioma disebut juga dengan myolisis menggunakan berbagai
sumber energi seperti ultrasound, radiofrequensy dan laser.19
Magnetic resonance imaging- guided ultrasonography surgery
menggunakan gelombang USG untuk menghancurkan mioma. Gelombang

40
langsung menuju mioma melewati kulit dengan bantuan MRI. Penelitian
menunjukkan terjadi peningkatan keluhan dan gejala setelah 1 tahun dilakukan
prosedur ini.5
b. Embolisasi arteri uterina
Prosedur ini menggunakan partikel ukurang kecil, seukuran pasir yang
diinjeksikan ke dalam arteri uterina. Partikel ini akan menghancurkan mioma, bisa
digunakan untuk pasien rawat jalan.
Berdasarkan Spanish Society of Ginecology and Obstetrics (SEGO) dan
Eropian Society of Ginecology and Obstetric (ESGO) tahun 2017, algoritma
penatalaksanaan mioma seperti pada bagan dibawah ini:

4
1
Gambar 8 Algoritme Penatalaksanaan Mioma 19

42
Gambar 9 Tatalaksana Simptomatik Mioma18

Pendekatan dan algoritme baru, dengan penekanan khusus pada infertilitas


Tatalaksana Sesuai rekomendasi Figo
1. Mioma Uteri tipe 0 : diindikasikan memotong pedikel mioma dengan
histeroskopi.3

4
3
Gambar 10 Type 0 Mioma3
2. Mioma Tipe 1
Dalam sebagian besar kasus, miomektomi histeroskopi untuk mioma tipe 1
relatif mudah untuk ahli bedah yang berpengalaman, terutama dalam kasus mioma
tipe 1 kurang dari 3 cm. Jika mioma adalah tipe 1 tetapi lebih besar dari 3 cm, atau
jika pasien datang dengan anemia, diindikasikan terapi medis pra-histopatologi
(SPRMs atau GnRH agonis). 3

Gambar 11 Type 1 Mioma

44
3. Mioma tipe 2 atau Mioma tipe 2-5.
Wanita muda usia reproduktif dan ingin hamil. Dalam kasus mioma tipe 2,
terapi medis (SPRMs) dapat diusulkan. Mioma sering berespons terhadap terapi
pra operasi ini dan penurunan ukuran. Pengurangan ini juga memungkinkan
pendekatan histeroskopi. Dalam beberapa kasus (jika mioma berregresi cukup
banyak sehingga mereka tidak lagi mendistorsi rongga uterus), pembedahan
mungkin tidak diperlukan. Jika mioma multipel (≥2) atau tipe yang berbeda (tipe
2- 5), seperti yang sering diamati, terapi medis (SPRMs) dapat diberikan dalam
dua program tiga bulan, setelah pengobatan 2 siklus dlm 3 bulan ada 3
kemungkinan hasil. 3

Gambar 12 Manajemen Mioma tipe 23

Hasil yang paling positif adalah regresi mioma sangat signifikan (> 50%
penurunan volume). Rongga rahim tidak lagi terdistorsi dan pasien dapat mencoba
untuk hamil secara alami atau menjalani teknik reproduksi dengan bantuan, jika

4
5
diindikasikan. Dalam rangkaian kehamilan kami, pasien dapat melakukan
hubungan seksual tanpa kondom atau memulai dengan stimulasi ovarium setelah
menstruasi kedua.3
Hasil kedua adalah regresi mioma signifikan (≥25% tetapi <50%).
Namun, dalam beberapa kasus, jika rongga uterus tetap terdistorsi atau jika mioma
tetap besar karena volume besar pada awal, indikasi untuk dilakukan operasi.
Dalam hal ini, operasi dapat dilakukan dengan pendekatan laparoskopi setelah
tingkat hemoglobin dinormalkan, menghindari laparotomi.3
Hasil yang paling buruk adalah respon terhadap terapi medis tidak
memadai. Dalam hal ini, diindikasikan tindakan operatif. Ketika tidak ada
keinginan segera untuk hamil, tidak ada kebutuhan mendesak untuk operasi
(bahkan jika rongga uterus tetap terdistorsi dan / atau mioma besar masih ada).
Dalam beberapa kasus, mioma akan menghilang. Dalam kasus kekambuhan dari
gejala, terapi medis dapat diinisiasi kembali. Miomektomi hanya harus
dipertimbangkan ketika pasien ingin hamil, dan jika benar-benar diperlukan sesuai
dengan lokalisasi dan volume.3
Telah diketahui secara luas bahwa tingkat kekambuhan mioma setelah
miomektomi dapat mencapai hampir 60% setelah selang waktu 4-5 tahun, dan
bahwa risiko pelvis adhesi adalah meningkat secara signifikan setelah
miomektomi berulang. Perawatan medis dengan SPRMs dapat bermanfaat, karena
terapi intermiten jangka panjang dapat membantu untuk menghindari atau
setidaknya menunda kebutuhan untuk operasi sampai pasien ingin hamil, Oleh
karena itu, pembedahan tetap diindikasikan hanya ketika pasien ingin hamil, dan
jika mioma besar (> 3-4 cm) mendistorsikan rongga uterus, karena ini bisa
menjadi penyebab infertilitasnya.3

46
Gambar 13 Tatalaksana mioma tipe 2-5

4.9 Komplikasi
a) Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan ditemukan hanya
0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat
membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.2

b) Torsi (putaran tangkai)


Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalam torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom
abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. 2

4
7
BAB IV
DISKUSI

1. Diagnosis
Pada kasus ini, dilaporkan seorang pasien wanita 45 tahun di diagnosis
dengan PUA ec mioma uteri + anemia sedang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Kejadian mioma uteri tertinggi pada usia 35 tahun sampai usia 50 tahun,
hal ini berkaitan dengan titik puncak stimulasi estrogen berada pada usia tersebut.
Pada usia menopause terjadi regresi mioma. Dari anamnesis pada pasien ini
didapatkan keluhan perut dirasakan membesar dan berat sejak 2 bulan terakhir
disertai keluar darah yang banyak saat haid sejak 1 bulan . Mioma yang besar
dapat menimbulkan rasa berat pada pelvik atau rasa tidak enak disebut sebagai
“bearing-down”. Tumor yang besar juga dapat menekan persyarafan pada pelvik
yang menimbulkan nyeri yang menjalar ke punggung atau ekstremitas bawah.
Rasa nyeri yang timbul juga disebabkan karena gangguan sirkulasi darah pada
sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.
Secara umum, anamnesis untuk mioma uteri disingkat dengan
FIBROIDS. Pada pasien ini ditemukan keluhan B = Bleeding abnormalities, yaitu
keluar darah dari kemaluan berupa sejak 1 bulan sebelum masuk RS. Perdarahan
abnormal merupakan keluhan terbanyak pasien dengan mioma uteri. Menurut
Rasyid, 2016 perdarahan pada wanita dengan mioma uteri disebabkan oleh:
permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa; miometrium tidak dapat
berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di antara serabut miometrium,
sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
Gejala penekanan dari mioma seperti gangguan berkemih, defekasi dan dispreunia
tidak ditemukan pada pasien ini.
Pada abdomen tampak sedikit membuncit. Palpasi teraba masa padat
setinggi ½ SOP - pusat permukaan rata. Dari pemeriksaan genitalia didapatkan
perdarahan pervaginam berupa sedikit stosel menumpuk di fornik posterior hal ini
dimungkinkan karena bertambahnya ukuran kavum uteri dan permukaan

48
endometrium sehingga kongesti pembuluh darah sekitarnya khususnya vena-vena
atau ulserasi sepanjang endometrium oleh mioma, portio tidak terdapat tumor dan
laserasi, dari VT bimanual didapatkan CUT ukuran sebesar telur anggsa yang
menandakan adanya pembesaran dari uterus. Pada pemeriksaan porsio didapatkan
adanya massa yang ikut bergerak saat porsio digoyangkan. Ini merupakan salah
satu ciri khas dari mioma uteri dimana adanya massa di uterus akan ikut bergerak
saat portio digerakkan.
Dari pemeriksaan penunjang di dapatkan hasil USG uterus ukuran besar
normal, dengan gambaran masa hipoechoic berbatas tegas. Feeding arteri
merupakan pemeriksaan khas mioma uteri pada USG, yang terjadi karena
peningkatan aliran darah menuju massa mioma. Pada pasien ini, pemeriksaan ciri
khas ini tidak diperiksa saat USG. Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien ini
didapatkan hasil normal, dimana tidak terjadi anemia yang kebanyakan terjadi
pada pasien mioma uteri dengan gejala perdarahan.
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang USG ditegakkan
diagnosa pasien mioma uteri.

2. Analisa Penatalaksanaan Kasus


Pasien dirawat dengan mioma uteri, dilakukan histerektomi perlaparotomi.
Tatalaksana histerektomi dilakukan atas indikasi mioma uteri simptomatik yaitu
dengan perdarahan menstruasi yang banyak sejak 3 bulan yang lalu disertai
dengan pembesaran abdomen.

Pertimbangan dilakukan histerektomi adalah dengan mioma uteri yang


tidak mengaharapkan kehamilan lagi namun disertai keluhan seperti nyeri perut
bawah dengan pembesaran abdomen disertai keluhan metroragia. Tatalaksana
pasien yang tepat menurut FIGO adalah pemberian terapi medikamentosa berupa
asam tranexamat. dan preparat progesteron atau Ulipristal Acetate (UPA).
Pemberian preparat progesteron difollow up selama 6- 8 bulan. Dari literatur
progesteron berperan sebagai down regulation terhadap reseptor estrogen dan
progesteron yang menghambat pertumbuhan mioma. Baik progesteron alamiah
maupaun progesteron sintetik menyebabkan atrofi endometium sehingga
mengurangi kehilangan darah

4
9
saat menstruasi pada wanita dengan mioma. UPA merupakan SPRM yang
menghambat proliferasi sel mioma dan endometirum. Dari penelitian terbukti
bahwa UPA dapat mengurangi ukuran mioma setelah 13 minggu pengobatan.
Berdasarkan Europian Medicines Agency, UPA merupakan terapi preoperatif dan
terapi untuk mioma kronik. Dosis yang disarankan adalah 5 mg per hari selama 3
bulan atau intermiten dosis 2 mestruasi dalam 4 siklus atau satu atau dua siklus
sebelum operasi jika pasien menderita anemia. Bila tidak ada perubahan dengan
terapi medika mentosa, maka untuk perempuan diatas 48 tahun dapat diberikan
UPA secara intermiten dipertimbangkan bila pasien menopause maka tumor akan
regresi sendiri. Namun bila usia pasien kecil dari 44 tahun, maka pilihannya
adalah hysterektomi.
Pada pasien ini preoperatif tidak dilakukan pemeriksaan IVA atau pap
smear. Pemeriksaan ini seharusnya dilakukan untuk menilai kondisi serviks
sebelum operasi. Usia pasien yang 45 tahun memungkinkan adanya perubahan
serviks yang dapat mengarah kepada lesi prakanker atau kanker serviks. Hasil
pemeriksaan serviks ini akan menjadi salah satu pertimbangan dalam pemilihan
jenis operasi histerektomi yang akan dilakukan, supravaginal atau total.
Kontraindikasi absolut supravaginal histerektomi adalah malignansi atau kondisi
premalignansi uterus dan serviks.
Pada pasien ini dilakukan tindakan histerektomi supravaginal dan bukan
histerektomi total. Secara umum jenis operasi ini memiliki tingkat kesulitan dan
komplikasi yang lebih rendah dibandingkan histerektomi total. Namun, dari
literatur pada kondisi pasien seperti ini sebaiknya dilakukan histerektomi total
dibandingkan supravaginal, karena berhubungan kemungkinan terjadinya
keganasan cervix dikemudian hari jika serviks ditinggalkan. Menurut Ricci, 2017
di dalam bukunya yang berjudul Abdominal Hysterectomy in Operative Technique
in Gynecology Surgery disebutkan bahwa tidak ada bukti medis keuntungan
melakukan histerektomi subtotal jika serviks dapat dengan mudah diangkat.
Meninggalkan serviks berarti mengharuskan pasien untuk skrining kanker serviks
berkelanjutan. Dalam sebuah penelitian dikatakan tidak ada perbedaan kualitas
seksual antara pasien post histerektomi total atau supravaginal. Alasan untuk
meninggalkan serviks terkait kualitas kehidupan seksual tidak terbukti.
Pada pasien ini tidak dilakukan salpingooovorektomi unilateral maupun
bilateral karena usia pasien 45 tahun, dimana masih memerlukan ovarium untuk
50
menghasilkan hormon estrogen agar tidak terjadi menopause sebelum waktunya.
Menurut Stephanie Ricci, 2017 didalam bukunya berjudul Abdominal
Hysterectomy in Operative Technique in Gynecology Surgery pada tahun 2005, di
Amerika Serikat, salpingooovorektomi unilateral atau bilateral dilakukan pada
68% wanita yang menjalani histerektomi dengan alasan untuk pencegahan kanker
ovarium. Namun, akhir-akhir ini sudah terjadi pergeseran dimana konservatif
ovarium mempunyai keuntungan jangka panjang, apalagi dari data statistik
menunjukkan insiden kanker ovarium sudah semakin rendah diantara populasi
saat ini. Indikasi oovorektomi hanya jika terjadi endometriosis dan tubo ovarian
abses.
Terapi miomektomi dipilih bila wanita dengan mioma uteri simptomatis
(perdarahan menstruasi yang banyak, nyeri menstruasi, nyeri pelvis, dan gejala
penekanan akibat massa mioma) yang masih ingin mempertahankan uterusnya,
masih ingin punya anak, dan mempertahankan fertilitasnya.
Ketika tidak ada keinginan segera untuk hamil, tidak ada kebutuhan
mendesak untuk operasi terapi medis dapat di inisiasi, dalam beberapa kasus,
mioma akan menghilang. Bila terjadi kekambuhan dari gejala, terapi medis dapat
diinisiasi kembali. Miomektomi hanya harus dipertimbangkan ketika pasien ingin
hamil, dan jika benar-benar diperlukan sesuai dengan lokalisasi dan volume. Bila
lokasi di submukosal tipe 0-2 maka dapat dilakukan miomektomi per
hysteroscopy. Bila lokasinya intramural lebih dari 5 cm miomektomi per
laparoscopic jadi pilihan. Bila lokasinya subserosa ukuran lebih dari 6 cm ablasi
mioma uteri menjadi pilihan. Bila pasien akan direncanakan
histerektomi sebaiknya dilakukan pemeriksaan IVA atau papsmear
untuk menilai kondisi serviks sebelum operasi. Usia pasien yang 45 tahun
memungkinkan adanya perubahan serviks yang dapat mengarah kepada lesi
prakanker atau kankerserviks. Hasil pemeriksaan serviks ini akan menjadi salah
satu pertimbangan dalam pemilihan jenis operasi histerektomi yang akan
dilakukan, supravaginal atau total. Kontra indikasi absolut supravaginal
histerektomi adalah malignansi atau kondisi premalignansi uterus dan serviks.
Menurut Ricci, 2017 di dalam bukunya yang berjudul Abdominal Hysterectomy in
Operative Technique in Gynecology Surgery disebutkan bahwa tidak ada bukti
medis keuntungan melakukan histerektomi subtotal jika serviks dapat dengan
mudah diangkat. Meninggalkan serviks berarti mengharuskan pasien untuk
5
1
skrining kanker serviks berkelanjutan. Dalam sebuah penelitian dikatakan tidak
ada

52
perbedaan kualitas seksual antara pasien post histerektomi total atau supravaginal.
Alasan untuk meninggalkan serviks terkait kualitas kehidupan seksual tidak
terbukti.
Pada pasien ini tehnik insisi yang dilakukan adalah linea mediana. Insisi
abdomen vertikal didasarkan pada pertimbangan ukuran uterus dan antisipasi
kemungkinan abnormal anatomi akibat perlengketan. Jika pasien sudah memiliki
scar vertikal sebelumnya maka kebanyakan ahli bedah memilih insisi pada bekas
scar tersebut. Jika ukuran uterus kecil dan diyakini tidak ada perlengketan maka
insisi abdomen transversal lebih dipilih baik karena alasan kosmetik maupun nyeri
post operatif yang lebih kecil serta kemungkinan hernia insisional lebih kecil
dibandingkan insisi vertikal. Walaupun dari studi sebelumnya dikatakan bahwa
wound dehiscence tidak bagus pada inisisi vertikal dibandingkan transversal
namun penelitian akhir-akhir ini menunjukkan tidak ada perbedaan dehiscence
antara kedua jenis insisi ini.

3. Apakah diagnosis dan tatalaksana post operatif sesuai?


Untuk penatalaksanaan post operatif pada pasien ini dilakukan early
feeding, mobilisasi bertahap dan pemasangan kateter menetep. Pada pasien ini
kateter dipasang selama 2 hari. Dari berbagai penelitian terbaru disebutkan bahwa
penggunaan kateter lebih dari 48−72 jam dapat meningkatkan risiko infeksi
saluran kemih serta dapat menyebabkan atonia vesika urinaria sehingga dapat
menyebabkan disfungsi berkemih. Gangguan berkemih yang diakibatkan cedera
persarafan pada vesika urinaria tidak dapat dikoreksi dengan memperpanjang
lama penggunaan kateter urin.
Pasien diharapkan untuk kontrol ulang 1 minggu post untuk menilai
penyembuhan luka post operasi. Pada hasil PA, didapatkan kesan leiomyoma yang
merupakan tumor jinak pada uterus.

5
3
Edukasi yang diberikan saat pasien pulang adalah agar pasien tidak berhubungan seksual
dulu selama 6 minggu. Waktu 6 minggu dalam literatur dikatakan waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan luka post histerektomi, kemudian pasien tidak boleh
mengangkat beban berat > 10 pon. Dan pasien diharapkan untuk kontrol ulang 1 minggu
post histerektomi untuk menilai penyembuhan luka post operasi.

54
BAB V
KESIMPULAN

1. Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari pertumbuhan berlebihan
otot polos dan jaringan ikat rahim.
2. Diagnosis mioma berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang dengan USG .
3. Penatalaksanaan mioma uteri dipertimbangkan berdasarkan keluhan,
ukuran, lokasi dan pertimbangan reproduksi.
4. Perlu persiapan pre operatif pada pasien meliputi informed consent,
konsultasi medis, pilihan insisi, histerektomi total atau subtotal dengan
atau tanpa salpingo-oovorektomi.
5. Pada pasien ini dilakukan Histerektomi , menurut Eropian Society of
Gynecology and Obstetric (ESGO) tahun 2017 penatalaksanaan mioma
uteri dengan tanpa mengharapkan kehamilan adalah histerektomi.

5
5
DAFTAR PUSTAKA

1. Radmila Sparic MD, Ljiljana Mirkovic PjD, Antonio Malvasi MD, Andre
Tinelli PhD. Epidemiology of Uterine Myoma : A Review. Inj-FS; 2016; Vol
9: 424-35
2. Sarwono. Tumor jinak organ genitalia, tumor jinak miomterium. In:
Ilmu Kandungan. PT Bina Pustaka. 2011; Edisi ke 3, hal 274-9
3. Donnez. Uterine fibroid management: from the present to the future, : Marie-
Madeleine Dolmans in Human Reproduction Update.2016; pp. 1–22
4. Brito, Panobianco, Mesquita. Uterine leiomyoma: understanding the impact
of symptoms on womens’ lives . Reproductive Health. 2014. pp.11:10
5. The American College of Obstetricians and Gynecologist. Uterine Fibroid.
Faq.2017
6. Amrina Oktaviana. Usia dan Paritas dengan Kejadian Mioma Uteri. Jurnal
Keperawatan.2015; vol X, No.2: p.209-14
7. Ratu. Organ Genitalia Interna. www.slideshare.net diakses September 2018
8. Society of Obstetricians and Gynecologist of Canada. The Management of
Uterine Leiomyomas Guideline. J Obstet Gynaecol Can. 2015; 37(2): 157-78
9. Schorge, Schaffer, Halwrson, Hoffman, Bradshaw, Cunnigham. Leiomyoma.
Third edition. Mc.Grow Hill’s : 2016
10. Ciavattini, Giuseppe, Stortoni et all. Uterine Fibroids: Pathogenesis and
interactions with Endometrium and Endomyometrial Junction. In : Review
article : Hindawi Publishing Corporation Obstetrics and Gynecology
International Volume 2013, Article ID 173184, 11 pages
11. Gordon P.Flake, Janet Andersen, Darlen, Dixon. Etiology and Pathogenesis of
Uterine Myomas: a Review. Enviromental Health Prospective.2013;Vol 111:
p.1037-54
12. Tamara L.Callaha, Aaron B. Caughey, Susan editors. Uterine Leiomyoma in
Blueprint Obstetric & Gynecolgy. 2013. Philadelphia : Lippincott edisi 6:
p.188- 94
13. George A Villos, Catherine Allaire, Phillipe, Nicholas Letland. The
MAnagement of Uterine Leiomyomas. JOGC. 2015;Vol34(2): p.157-78
52
14. Rashid, Chou, Tiu et al. REVIEW ARTICLE Ultrasonography of Uterine
Leiomyomas. Journal of Medical Ultrasound. 2016; Vol 24, p3-12
15. Andrzej Wozniak, Stawomir Wozniak. Ultrasonography of Uterine Myomas.
Menopause Rev. 2017;Vol 16(4): p.113-7
16. Stephanie Ricci, Tomaso Falcon,editors. Abdominal Hysterectomy in
Operative Technique in Gynecology Surgery. 2017. Philadelpia : Walters
Kluwer
17. Society Europia of Gynecologist and Obstetricians. Management of Uterine
Leiomyomas guideline. 2017; p.157-78
18. Sukhbir S.Singh,Liane Belland, Nicholas Leyland. The Past, Present, and
Future of Selective progesterone Receptor Modulators in The Management if
Uterine Fibroid. AJOG.2018;June: p.563-72
19. Aymara MAs, Marta Tarazona, Joanna Desi, Ignacio,Javier. Updated
Approachs for Management of Uterine Fibroids. Dovepress.2017;Vol.9:p.607-
17

53

Anda mungkin juga menyukai