Anda di halaman 1dari 13

Stase : KEGAWATDARURATAN

Dosen : Ns. FADLI S.Kep.,M.Kep

“ GAGAL NAFAS”

Disusun Oleh : KELOMPOK I

ARMITA

. 201903002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS JENJANG PROFESI


(SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH SIDENRENG RAPPANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Gagal nafas adalah alat pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi di
dalam darah dengan atau tanpa penumpukan CO2.
Gagal nafas adalah suatu kondisi dimana sistem respirasi gagal untuk
melakukan karbondioksida. Ketidakmampuan itu dapat dilihat dari kemampuan
jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan
tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner &
Sudarth).

B. ETIOLOGI
1. Penyebab sentral
a. Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans
b. Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
c. Kelainan diparu : edema paru, atelektasis, ARDS.
d. Kelainan tulang iga/thoraks : fraktur costae,pneumothorax,
haematothoraks
e. Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri
2. Penyebab perifer
a. Trauma kepala : contusio cerebriRadang otak : encephalitis
b. Gangguan vaskuler : perdarahan otak, infark otak
c. Obat-obatan : narkotika, anestesi.
Kadar oksigen (Pao2 < 8 kPa) atau CO2 (Paco2 > 6,7 kPa) arterial yang
abnormal digunakan untuk menentukan adanya gagal nafas. Maka gagal nafas
dibagi menjadi :
1. Hipoksemia (tipe 1) : kegagalan transfer oksigen dalam paru.
2. Hipoksemia (tipe 2) : kegagalan ventilasi untuk mengeluarkan CO2

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Gagal nafas total
a. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar / dirasakan.
b. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga
serta tidak ada pegembangan dada pada insirasi
c. Adanya kekulitan inflamasi paru dalam usaha memberikan ventilasi
buatan
2. Gagal nafas parsial
a. terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, glowing dan whizing
b. ada retrsaksi dada
GEJALA
a. Hiperkania yaitu penurunan kesadaran (POC2)
b. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau seanosis (Po2
menurun).
D. PATOFISIOLOGI
Etiologi(bronkhitis, status asmatikus, pneumonia)
Penurunan respon pernafasan
Kegagalan pernafasan ventilasi
Hipoventilasi alveoli
Gangguan difusi dan retensi CO2
Hipoksia jaringan

Otak kadiovaskuler Paru-paru

Kerja nafas sekret, edema, PCO2


wheezing
kelelahan,
diasporosis,
sianosis depresi pusat
pernafasan

hipoventilasi
(takipnea)

bradipnea

gagal nafas
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan analisa gas darah arteri (AGD)
2. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, sitologi, urinalisis,
bronkogram, bronkoskopi.
3. Pemeriksaan rontgen dada
Untuk melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang
tidak diketahui.
4. Pemeriksaan sputum, fungsi paru, angiografi, pemindahan ventilasi –
perfusi
5. Hemodinamik
Tipe 1 : peningkatan PCWP
6. EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan,
disritmia.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Suportif / Non suportif
Penatalaksanaan non spesifik adalah tindakan yang secara tidak langsung di
tujukan untuk memperbaiki pertukaran gas, yaitu:
1. Atasi Hipoksemia : terapi Oksigen
2. Atasi Hiperkarbia : perbaiki ventilasi
a. Perbaiki jalan nafas
b. Bantuan ventilasi : face mask, ambu bag
Atasi Hipoksemia
Terapi Oksigen
Pada keadaan PaO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk
menaikkan PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas dari
penyakit kronik yang menjadi akut kembali dan pasien sudah terbiasa dengan
keadaan hipercarbia drive melainkan terhadap hypoxemia drive. Akibatnya
kenaikan PaO2 yang terlalu cepat, pasien dapat menjadi apnoe.
Dalam pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah oksigen benar-
benar membutuhkan oksigen. Indikasi untuk pemberian oksigen harus jelas.
Oksigen yang diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat, dan harus
dievaluasi agar mendapat manfaat terapi dan menghindari toksisitas.
Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada
pasien-pasien dengan keadaan hipoksemia akut. Oksigen harus segera
diberikan dengan adekuat karena jika tidak diberikan akan menimbulkan cacat
tetap dan kematian. Pada kondisi ini oksigen harus diberikan dengan FiO2 60-
100% dalam waktu pendek dan terapi yang spesifik diberikan. Selanjutnya
oksigen diberikan dengan dosis yang dapat mengatasi hipoksemia dan
meminimalisasi efek samping. Bila diperlukan oksigen dapat diberika terus-
menerus.
Cara pemberian oksigen secara umum ada 2 macam yaitu sistem arus
rendah dan sistem arus tinggi. Kateter nasal kanul merupakan alat dengan
sistem arus rendah yang digunakan secara luas. Nasal kanul arus rendah
mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 L/menit, dengan FiO2
antara 0,24-0,44 (24%-44%). Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan
FiO2 secara bermakna diatas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa membran
menjadi kering.
Untuk memperbaiki efisiensi pemberian oksigen, telah didisain beberapa
alat, diantaranya electronic demand device, resevoir nasal canul, dan
transtracheal cathethers, dan dibandingkan nasal kanul konvensional alat-alat
tersebut lebih efektif dan efisien. Alat oksigen arus tinggi diantaranya ventury
mask dan reservior nebulizer blenders. Alat ventury mask menggunakan
prinsip jet mixing (efek bernoulli). Dengan sistem ini bermanfaat untuk
mengirimkan secara akurat konsentrasi oksigen rendah (24-35%). Pada pasien
dengan PPOK dan gagal nafas tipe 2, bernafas dengan mask ini mengurangi
resiko retensi CO2 dan memperbaiki hipoksemia. Alat tersebut terasa lebih
nyaman dipakai, dan masalah rebreathing diatasi melalui proses pendorongan
dengan arus tinggi tersebut. Sistem arus tinggi ini dapat mengirimkan sampai
40L/menit oksigen melalui mask, yang umunya cukup total kebutuhan
respirasi. Dua indikasi klinis untuk penggunaan oksigen dengan arus tinggi ini
adalah pasien yang memerlukan pengendalian FiO2 dan pasien hipoksia
dengan ventilasi abnormal.
Atasi Hiperkarbia : Perbaiki Ventilasi
Jalan nafas (Airway)
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi, dan pemberian obat-
obat pernafasan. Pada semua pasien gangguan pernafasan harus dipikirkan dan
diperiksa adanya obstruksi jalan nafas atas. Pertimbangan untuk insersi jalan
nafas artifisial seperti endotracheal tube (ETT) berdasarkan manfaat dan resiko
jalan nafas artifisial dibandingkan jalan nafas alami.
Resiko jalan nafas artifisial adalah trauma insersi, kerusakan trakea (erosi),
gangguan respon batuk, resiko aspirasi, gangguan fungsi mukosiliar, resiko
infeksi, meningkatnya resistensi dan kerja pernafasan. Keuntungan jalan nafas
artifisial adalah daapat melintasi obstruksi jalan nafas atas, menjadi rute
pemberian oksigen dan obat-obatan, memfasilitasi penyedotan sekret, dan rute
bronkoskopi fibreoptik.
Pada pasien gagal nafas akut, pilihan didasarkan pada apakah oksigen, obat-
obatan pernafasan, dan terapi pernafasan via jalan nafas alami cukup adekuat
ataukah lebih baik dengan jalan nafas artifisial. Indikasi intubasi dan ventilasi
mekanik adalah:
Secara fisiologis :
1. Hipoksemia menetap setelah pemberian oksigen
2. PaCO2 >55 mmHg dengan pH < 7,25
3. Kapasitas vital <15 ml/kgBB dengan penyakit neuromuskuler
Secara klinis :
1. Perubahan status mental dengan gangguan proteksi jalan nafas
2. Gangguan respirasi dengan ketidakstabilan hemoginamik
3. Obstruksi jalan nafas (pertimbangan trakeostomi)
4. Sekret yang banyak yang tidak dapat dikeluarkan pasien.
Panduan untuk memilih pasien yang memerlukan intubasi endotrakeal di
atas mungkin berguna, tetapi pengkajian klinis respon terhadap terapi lebih
berguna dan bermanfaat.
Faktor lain yang perlu dipikirkan adalah ketersediaan asilitas dan potensi
manaat ventilasi tekanan positi tanpa pipa trakea ventilasi tekanan positif dan
infasif)
Ventilasi : Bantuan ventilasi dan ventilasi mekanik
Pada keadaan darurat bantuan nafas dapat dilakukan secara mulut kemulut
atau mulut kehidung, biasanya digunakan sungkup muka berkantung (face
mask atau ambu gigi) dengan memompa kantungnya untuk memasukkan udara
kedalam paru.
Hiperkapnea mencerminkan adanya hipoventilasi alveolar. Mungkin ini
akibat dari turunnya ventilasi semenit atau tidak adekuatnya respon ventilasi
pada bagian dengan imbalan ventilasi perfusi. Peningkatan PaCO2 secara tiba-
tiba selalu berhubungan dengan asidosis respiratorik. Namun, kegagalan
ventilasi kronik (PaCO2>46 mmHg) biasanya tidak berkaitan dengan asidosis
karena kompensasi metabolik.dan koreksinya pada asidosis respiratoris (pH
<7,25) dan masalahnya tidak mengoreksi PaCO2. Pada pasien dimana
pemulihan awal diharapkan, ventilasi mekaik non invasi dengan nasal atau face
mask merupakan alternatif yang efektif, namun setelah diketahui, pada keadaan
pemulihan yang lama/tertunda pemasangan ET dengan ventilasi mode assist
control atau synchronized intermittent ventilation dengan setting rate sesuai
dengan laju nafas spontan pasien untuk meyakinkan kenyamanan pasien.
Indikasi utama pemasangan ventilator adalah adanya gagal naas atau
keadaan klinis yang mengarah ke gagal nafas (gawat nafas yang tidak segera
ditangani). Kondisi yang mengarah ke gagal nafas adalah termasuk hipoksemia
yang refrakter , hiperkapnia akut atau kombinasi keduanya. Indikasi lainnya
adalah pneomonia berat yang tetap hipoksemia walaupun sudah diberikan
oksign dengan tekanan tinggi atau eksaserbasi PPOK dimana PaCO2nya
meningkat mendadak dan meknimbulkan asidosis. Sebanyak 75% pasien yang
dipasang ventilator lebih dari 48 jam maka emungkinan dia tetap hidup keluar
dari rumah sakit (bukan saja lebas dari ventilator) jadi lebih kecil.
Terapi Supportif lainnya :
1. Fisioterapi dada. Ditujukan untuk membersihkan jalan nafas dari sekret,
sputum. Tindakan ini selain untuk mnegatasi gagal nafas juga untuk
tindakan pencegahan. Pasien diajarkan bernafas dengan baik, bila perlu
dengan bantuan tekanan pada perut dengan telapak tangan pada saat
inspirrasi. Pasien melaukan batuk yang efektif. Dilakukan juga tepukan –
tepukan pada dada, punggung, dilakukan perkusi vibrasi dan drainage
postural. Kadang – kadang diperlukan juga obat – obatan seperti mukolitik
dan bronkodilator.
2. Bronkodilator. (agonis beta-andergenik/simpatomimetik). Obat – obat ini
lebih efektif diberikan perentar atau peroral, karena untuk eferk
bronkodilatasi yang sama, efek samping secara inhalasi lebih sedikit
sehingga dosis besar dapat diberikan secara inhalasi. Terapi yang efektif
mungkin membutuhkan jumlah agonis beta-andergenik yang dua hingga
empat kali lebih banyak dari pada yang direkomendasikan.
Peningkatan dosis (kualitas lebih besar dari pada nebulasasi) dan
peningkatan rekuensi pemberian (hingga tiap jam/nebulasasi kontinu)
sering kali dibutuhkan. Pemilihan obat didasarkan pada potensi, eikasi,
kemudahan pemberian, dan efek samping. Diantara yang tersedia adalah
albuterol, metaprotetenol, terbutalin. Eek samping meliputi tremor,
takikardia, palpitasi, aritmia dan hipokalemia. Efek kardiak pada pasien
dengan penyakit jantuk iskemik dapat menyebabkan nyeri dada dan
iskemia, walaupun jarang terjadi. Hipokalemia biasanya dieksaserbasi oleh
diuretik tiazid dan kemungkinan disebabkan oleh perpindahan kalium dari
kompartement ekstrasel ke intrasel sebagai respon terhadap stimulasi beta-
andergenik.
3. Antikolinergik/parasimpatolitik. Respon bronkodilator terhadap obat
antikolinergik tergantung pada derajat tonus parasimpatis intrinsik.obat –
obat ini kurang berperan pada asma, dimana obstruksi jalan nafas
berkaitan dengan inflamasi, dibandingkan dengan bronkitis kronis, dimana
tonus parasimpatis tampaknya lebih berperan. Obat ini direkomendasikan
terutama untuk bronkodilatasi pasien dengan bronkitis kronik. Pada gagal
nafas, antikolinergik harus selalu dikombinasikan dengan agonis beta
andergenik. Ipratropium bromida bersedia dalam bentuk MDI (metered
dose inhaler) atau solusio untuk nebulasi. Eek samping jarang terjadi
seperti takikardia, palpitasi, dan retensi urin.
4. Teofilin. Teoilin kurang kuat sebagai bronodilator dibandingkan agonis
beta andergenik. Mekanisme kerja adalah melalui inhibisi kerja
fosfodiesterase pada AMP siklik (cAMP), translokasi kalsium, antagonis
adenosin, stimulasi reseptor beta andergenik, dan aktifitas anti inlamasi.
Efek samping meliputi takikardia, mual dan muntah. Komplikasi yang
lebih parah adalah aritmia, hipokalemia, perubahan status mental dan
kejang.
5. Kortikosteroid. Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi
jalan nafas tidak diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan
jumlah sel inflamasi telah didemonstrasikan setelah pemberian sistemik
dan topikal. Kortikosteroid aerosol kurang baik distribusinya pada gagal
nafas akut, dan hampir selalu digunakan preparat oral atau parentral. Efek
samping kortikosteroid parentral adalah hiperglikemia, hiperkalemia,
retensi natrium dan air, miopati steroid akut (terutama pada dosis besar),
gangguan sistem imun, kelainan psikiatrik, gastritis dan perdarahan
gantrointestinal. Pengguanaan kortikosteroid bersama – sama obat
pelumpuh otot non depolarisasi telah dihubungkan dengan kelemahan otot
yang memanjang dan menimbulkan kesulitan weaning.
6. Ekspektoran dan Nukleonik. Cairan peroral atau parentral dapat
memperbaiki volume atau karakteristik sputum pada pasien yang
kekurangan cairan. Obat mukolitik dapat diberikan langsung pada sekret
jalan nafas, terutama pada pasien dengan ETT. Sedikit (3-5 ml) NaCl
0,9%, salin hipertonik, dan natrium bikarbonat hipertonik juga dapat
diteteskan sebelum penyedotan (suctioning) dan bila berhasil akan keluar
sekret yang lebih banyak.
Penatalaksanaan Kausatif/spesifik
Sambil dilakukan reusitasi (terapi supportif) diupayakan mencari penyebab
gagal nafas. Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya, sehingga
pengobatan untuk masing – masing penyakit akan berlainan. Semua terapi
diatas dilakukan dalam upaya mengoptimalkan pasien gagal nafas di UGD
sebelum selanjutnya nanti dirawat di ICU. Penanganan lebih lanjut terutama
masalah penggunaan ventilator akan dilakukan di ICU berdasarkan guidiles
penanganan pasien gagal nafas di ICU pada tahap berikutnya.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
a. Airway
1) Terdapat secret di jalan nafas (sumbatan jalan nafas)
2) Bunyi nafas krekels, ronchi, dan wheezing
b. Breathing
1) Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung, takhipnea / bradipnea
2) Menggunakan otot asesoris pernafasan
3) Kesulitan bernafas: lapar udara, diaforesis, dan sianoasis
4) Pernafasan memakai alat Bantu nafas
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung, gelisah, letargi, takikardi
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran: gelisah, mengantuk, gangguan mental
(ansietas, cemas).
2. Pengkajian primer
a. Keluhan utama
Sesak nafas
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien dulu pernah mengalami penyakit yang menyangkut
tentang sistem pernafasan misalnya asma. Infeksi pada paru dll.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Yaitu meliputi alasan klien masuk kerumah sakit dan yang dialami
klien saat ini misalnya aliran udara dimulut klien tidak
terdengar/diraakan, terdengar suara tambahan, adanta retraksi dada,
penurunan kesadaran,sianosis, takikardia, geliah dll.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita penyakit
yang sama dengan klien atau penyakit yang menyangkut dengan
sistem pernafasan.
c. Pengkajian head to toe/persistem
1) Mata : konjungtiva pucat, pandangan berkunang-kunang
2) Mulut : mukosa anemis
3) Leher : normal
4) Thorak dan paru-paru :sesak nafas, nafas pendek, ada suara tambahan,
ada retraksi dada
5) Kardiovaskular: TD turun, nadi cepat dan kecil, akral dingin dan
pucat.
6) Abdomen : kandung kemih, konstipasi.
7) Genitalia : sedikit miksi
8) Muskuloskeletal dan integument :Kelemahan tubuh, kulit pucat,
dingin, berkeringat, kering.
d. Penyimpangan KDM
Etiologi(bronkhitis, status asmatikus, pneumonia)
Penurunan respon pernafasan
Kegagalan pernafasan ventilasi
Hipoventilasi alveoli
Gangguan difusi dan retensi CO2
Hipoksia jaringan

Otak kadiovaskuler Paru-paru

Kerja nafas sekret, edema, PCO2


wheezing
kelelahan,
diasporosis,
sianosis
depresi pusat
Gangguan
pernafasan
pertukaran gas
hipoventilasi
(takipnea)
Intoleransi
aktivitas bradipnea

gagal nafas

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan
pertukaran gas yang adekuat.
Kriteria hasil :
1. Peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
2. Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distres
pernafasan
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi keperawatan :
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari dengan normal.
Kriteria hasil :
1. Tanda-tanda vital normal
2. Status kordiopulmunari adekuat
3. Sirkulasi status baik
4. Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat.
Intervensi keperawatan :
1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
2. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi, dan sosial.
3. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas.
4. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan.

DAFTAR PUSTAKA

moorhead, & sue, e. a. (2008). NURSING OUTCOMES CLASIFICATION FIFTH


EDITION .
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS NANDA NIC-NOC.
YOGYAKARTA: JILID 2.

Shintya Dewi, D. A. (2017). DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN


GAGAL NAFAS AKUT.

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


“ GAGAL NAFAS”

Disusun Oleh : KELOMPOK I

ARMITA

. 201903002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS JENJANG PROFESI


(SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH SIDENRENG RAPPANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai