Di Susun Oleh :
Kelompok : 3
Kelas : 1 B
Anggota Kelompok :
1. EMELIA (1018032029)
2. EVI MARYATI ( 1018032033)
3. EVI NURHAYATI (1018032034)
4. FARID F ( 1018032035)
5. HAIROH (1018032037)
6. HAMDAN (1018032038)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas rahmat dan
karunianNya kami dapat mengerjakan tugas kelompok makalah Peran Perawat Dalam
Menghadapi Isu Kesehatan Jiwa. Tanpa pertolonganNya mungkin kami tidak dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik, meskipun kami juga menyadari segala kekurangan
Makalah ini kami susun berdasarkan beberapa sumber buku yang telah kami peroleh.
Kami berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana dan mudah di
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan semuanya yang telah
memberikan sarannya serta kami mengucapkan terimakasih kepada pembimbing mata kuliah
ibu Ns. Ike Puspasari, S.Kep yang telah memberikan tugas ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran yang positif
dan membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan pada tugas makalah-
makalah berikutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Perawat adalah suatu profesi yang mulia, karena memerlukan kesabaran dan
ketenangan dalam melayani pasien yang sedang menderita sakit. Seorang perawat harus
dapat melayani pasien dengan sepenuh hati. Sebagai seorang perawat harus dapat
memahami masalah yang dihadapi oleh klien, selain itu seorang perawat dapat
tercermin dalam perilaku perawat. Saat ini perawat memiliki peran yang lebih luas
dengan berbagai peran pemberi perawatan, pembuat keputusan klinik dan etika,
pendidik.
Pelayanan keperawatan jiwa selama ini berfokus pada pelayanan di rumah sakit
yang ditandai oleh banyaknya rumah sakit jiwa diseluruh Indonesia. Sehingga
pelayanan kesehatan jiwa selama ini adalah hospital based. Berdasarkan informasi yang
ada sebagian besar rumah sakit jiwa menggunakan pelayanan custodial care, dengan
martabat.
diakreditasi, lalu dilakukan monitoring, jika menurunkan lama rawat pasien, maka
dapat dianggap sebagai cara meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan jiwa di rumah
sakit jiwa, sehingga dapat diintegrasikan dalam system pelayanan kesehatan jiwa..
Peran perawat jiwa menurut Clinton dan Nelson adalah berusaha menemukan dan
memenuhi kebutuhan dasar klien yang terganggu seperti kebutuhan fisik (physiologis
needs), kebutuhan rasa aman (safety needs), kebutuhan mencintai dan disayangi
(belonging loving needs), kebutuhan harga diri (self esteem) dan kebutuhan aktualisasi
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar Mahasiswa mampu memahami tentang peran perawat dalam menghadapi isu
kesehatan jiwa.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk menjelaskan tentang faktor yang perlu dipenuhi agar kesehatan jiwa menjadi
prioritas.
b. Untuk menjelaskan tentang peran perawat dalam advokasi.
c. Untuk menjelaskan tentang peran perawat dalam aksi masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Faktor Yang Perlu Dipenuhi Agar Kesehatan Jiwa Menjadi Prioritas
Beberapa faktor yang perlu dipenuhi agar kesehatan jiwa menjadi prioritas adalalah
(WHO 2008):
1. Policy and legislation
Kebijakan dan legislasi diperlukan sebagai dasar dan payung pelaksanaan dan
perubahan sistem kesehatan jiwa. Hal ini diperlukan agar masyarakat (sehat jiwa,
risiko gangguan jiwa, gangguan jiwa) mendapat perlindungan hak-hak mereka
sebagai anggota masyarakat mendapatkan pelayanana kesehatan jiwa. Sepertiga
negara di dunia, setengah negara berkembang dan 93% negara maju telah memiliki
kebijakan dan legislasi kesehatan jiwa. Indonesia belum mempunyai, hanya
terintegrasi di UU Kes No 23, 1992.
2. Mental health service
Negara maju mengutamakan pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Di dunia
hampir dua pertiga memiliki minimal satu pelayanan kesehatan jiwa komunitas. Di
asia tenggara hanya 50% negara yang memiliki pelayanan keswa berbasis
masyarakat. Di Indonesia telah memulai pelayanan kesehatan jiwa berbasis
masyarakat dan telah dideklarasikan pada pertemuan nasional kesehatan jiwa 2008.
3. Community resources
Sumber daya masyarakat merupakan aspek yang vital untuk melaksanakan pelayanan
kesehatan jiwa masyarakat. Beberapa sumber daya yang dapat dikembangkan di
masyarakat adalah lembaga swadaya masyarakat (minimun 88 % negara telah
mempunyai satu NGO terkait keswa), assosiasi keluarga dan pasien (hanya 46%
negara miskin, 88% negara berkembang, 100% negara maju telah memiliki assosiasi
kel dan pasien), pengobat tradisional (Batra), rehabilitasi psikososial. Sangat jarang
keluarga dan pasien terlibat dalam mengambil keputusan tentang perawatan mereka.
Di Indonesia telah memulai mengembangkan assosiasi pasien dan keluarga, melatih
tokoh masyarakat sebagai kader kesehatan jiwa dan memberdayakan desa sebagai
desa peduli sehat jiwa yang dicanangkan menteri kesehatan pada hari kesehatan jiwa
sedunia 2008.
4. Human resources
Tenaga kesehatan jiwa di negara miskin terdiri dari perawat jiwa (0.16/100.000
penduduk) dan psikiater (0.05/100.000 penduduk). Di dunia dapat dilihat pada figure
(WHO 2008)
Di negara yang telah berkembang, melatih tenaga pelayanan primer tentang
kesehatan jiwa sehingga sedini mungkin kesehatan jiwa telah menyentuh kehidupan
masyarakat. Di Indonesia telah dimulai melatih perawat puskesmas tentang
perawatan kesehatan jiwa masyarakat (community mental health nursing) dan
melatih dokter umum di puskesmas tentang kesehatan jiwa yang disebut GP+
(medical officer mental health). Selain itu, untuk perawat telah ada pendidikan
spesialis keperawatan jiwa yang setara dengan pendidikan spesialis yang lain.
5. Financial resources
Sepertiga negara di dunia tidak mempunyai budget khusus untuk kesehatan jiwa.
Secara umum budget kesehatan jiwa kurang dari 1% budget kesehatan secara
keseluruhan.
Untuk mewujudkan kelima faktor diatas diperlukan upaya yang kuat dari tenaga
kesehatan jiwa dan masyarakat yang peduli kesehatan jiwa. Untuk itu diperlukan
advokasi dan aksi agar kesehatan jiwa menjadi prioritas.
Perawat dapat memfasilitasi semua bentuk advokasi agar semua lapisan masyarakat
menyadari kesehatan jiwa dan merasakan pentingnya kesehatan jiwa. Seluruh anggota
masyarakat dijadikan marketer kesehatan jiwa sehingga kesehatan jiwa menjadi perilaku
seluruh masyarakat. Pasien dan keluarganya di rumah sakit jiwa merupakan target utama,
oleh karena itu berikan perawatan yang berkualitas, berikan informasi kesehatan jiwa
melalui pendidikan kesehatan jiwa, sehingga pasien dan keluarganya merasakan dampak
pelayanan keperawatan jiwa pada diri dan kehidupannya.
Tujuan akhir dari advokasi adalah meningkatkan pemenuhan hak azasi manusia terhadap
kesehatan jiwa, menghilangkan stigma dan diskriminasi
Banyak lagi aksi yang dapat dilakukan secara profesionl oleh perawat yaitu:
1. Informed: menguasai ilmu keperawatan jiwa. Mencari informasi kesehatan jiwa dari
local, nasional, dan internacional serta memadukannya menjadi kekuatan bersama. Salah
satu caranya adalah berbagi ilmu dan pengalaman mmelalui konferensi nasional
keperawatan jiwa.
2. Raise awareness: membangun kesadaran masyarakat tentang kesehatan jiwa: sehat,
risiko dan gangguan. Termasuk proses terjadinya, cara mencegahnya dan cara
memulihkannya disertai bukti – bukti nyata.
3. Education: menyebarluaskan informasi kesehatan jiwa yang adekuat, sehingga banyak
masyarakat yang mengetahuinya.
4. Networking: membangun hubungan/jejaring dengan individu yang penting, organisasi,
dan berbagai sumber di masyarakat.
5. Capacity building: meningkatkan kemampuan perawat-perawat: ketrampilan,
pengetahuan dan sumber-sumber yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan
keperawatan yang berkualitas.
6. Lobbying: melakukan lobi dengan parlemen, pemerintah yang akan berpengaruh dalam
menetapkan kebijakan dan legislasi.
7. Campaigning: melakukan kampanye kesehatan jiwa dengan rencana yang teratur, agar
peserta kampanye dapat menjadi representasika kesehatan jiwa ke masyarakat dan
pemerintah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawat jiwa yang ada di rumah sakit (rumah sakit jiwa, rumah sakit umum, panti
kesehatan jiwa, yayasan yang merawat pasien gangguan jiwa), pengajar keperawatan
jiwa di sekolah keperawatan, perawat jiwa yang ada di struktur departemen kesehatan
dan dinas kesehatan diharapkan bersatu padu untuk menyuarakan kesehatan jiwa pada
setiap desempatan mulai dari sekarang lepada setiap orang yang ditemui. Kegiatan yang
dilakukan berupa advocacy and action.
3.2 Saran
Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan wawasan yang memadai tentang peran
perawat dalam menghadapi isu kesehatan jiwa. Sehubungan dengan masalah kesehatan
utama dan pelayanan kesehatan jiwa secara global, maka fokus pelayanan keperawatan
jiwa sudah saatnya berbasis pada komunitas (Community Based Care) yang memberikan
penekanan pada upaya preventif dan promotif.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A, dkk. (2007). Advance Course Community Mental Health Nursing: Manajemen
community mental health nursing district level. Jakarta
The Future Vision Coalition. 2008. A new vision of mental health: Discussion paper
World Health Organization. (2003).Quality improvement for mental health. Geneva: WHO
World Health Organization. (2005). Human right and legislation: Stop exclusion and dare to
care. Geneva: WHO
World Federation for Mental Health. (2008). Making a mental health a global priority.
Geneva: WHO