Anda di halaman 1dari 20

Anestesia pada

Obstructive Sleep Apnea


(OSA)

STASE THT MEI 2018


ILKE - RENDY - ANGEL
PPDS-I ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
Obstructive Sleep Apnea
(OSA)
 Obstructive Sleep Apnoea (OSA) = sleep-related breathing disorder
 episode apnea dan hypopnea berulang saat tidur
 Apnea = aliran udara berhenti total selama >10 detik
 Hypopnea = pengurangan aliran udara >50% selama >10 detik
 ‘OSA syndrome’ = spektrum klinis OSA  berakibat daytime
sleepiness berlebihan, tidur yang tidak cukup, gangguan
konsentrasi, lelah, dan nyeri kepala di pagi hari
EPIDEMIOLOGI

 Middle age  4% pria, 2% wanita


 80% pasien tidak terdiagnosis  data sleep study : sleep disordered
breathing 24% pria dan 9% wanita
 Faktor predisposisi OSA :
 Obesity  morbid obesity (BMI >40 kg/m2 , atau BMI >35 kg/m2 dengan
komorbid lain)  40% wanita obese dan 50% pria males
 Umur >50 tahun (insidensi pada lansia >80%), pria, lingkar leher >40cm,
obstruksi nasal/faring/laring, kelainan kraniofasial (Down’s Syndrome,
micrognathia, achondroplasia), kelainan neuromuskular, penggunaan
alohol/sedative/rokok
PATOFISIOLOGI

 Tidur dalam (fase REM) / anesthesia  penurunan tonus otot dilator faring (m.
genioglossus, m. geniohyoideus)  kolaps faring  apnea
 Pasien obesitas  penumpukan jaringan lemak di leher dan faring 
mempersempit jalan napas
 Pasien non obese  hipertrofi tonsil/kelainan kraniofasial/skeletal lain 
mempersempit jalan napas
 Obstruksi jalan napas  usaha napas meningkat karena arterial oxygen
desaturation  tiba-tiba terbangun dari tidur dan jalan napas terbuka 
periode hiperventilasi  tidur dalam kembali  jalan napas kembali kolaps 
siklus terulang kembali  gas darah fluktuatif, tidur terganggu
 Obstruksi jalan napas berulang  hipoksemia arterial, hiperkarbia arterial,
polisitemia, hipertensi, pulmonary hypertension, gangguan irama jantung, right
ventricular failure  heart disease, cerebrovascular events, sudden death
 Gangguan tidur malam hari  mengantuk di siang hari, konsentrasi menurun,
kelelahan, resiko KLL
PREOPERATIF
 Rekomendasi ASA : screening resiko OSA preop
 Gold standard untuk diagnosis OSA : polysomnography
 Klasifikasi keparahan OSA berdasarkan apnoeahypopnoea index
(AHI)  rerata jumlah episode obstructive apnoea and hypopnea
per jam 
 5-15 : ‘mild OSA’
 15-30 : ‘moderate’
 >30 : ‘severe OSA’
 Terapi gold standard OSA  nasal continuous positive airway
pressure (nCPAP) pada malam hari  alternatif : Bi-level Positive
Airway Pressure (BiPap) or Variable Positive
Airway Pressure (VPAP)  5 – 20 cmH2O tergantung derajat
obstruksi
 Nasal mask menghasilakn tekanan positif pada faring sepanjang
siklus napas untuk mengatasi obstruksi karena kolaps faring
 Mild OSA  mandibular advancement devices  menarik
mandibular ke depan, menjauhkan lidah dari dinding faring
posterior
INTRAOPERATIF

 Premedikasi
 Hindari sedatif (benzodiazepine)  relaksasi otot polos jalan napas atas,
mengurangi
pharyngeal space  hypopnoea, hypoxia, hypercapnia

 Pemilihan teknik anestesi


 Local / regional anaesthesia jika memungkinkan
 Pharyngeal collapse  propofol, thiopentone, opioids,
benzodiazepines, neuromuscular blockers, nitrous oxide
 GA dengan secured airway
 Laryngeal Mask Airways pada umumnya tidak direkomendasikan
 Intubasi
 Riwayat OSA  sulit intubasi (Cormack-Lehane laryngoscopy grade III
and IV pada 90% pasien OSA)
 Laryngoskopi  optimal ‘sniff’ position
 Awake fibreoptic intubation
 Untuk mencegah perubahan hemodinamik harena hipoksia dan
hiperkapnia, ventilasi dan oksigenasi harus dipertahankan
Lidocaine inhalation

 Lidocaine 2–4% applied to mucous membranes produces superficial


anaesthesia in about one minute
 Peak effect : 2-5 menit, DOA : 30–45 menit
 Maximum safe dosage : 3–4 mg/kg, , hingga 6 mg/kg
 Ekstubasi
 Saat pasien sudah sadar, komunikatif, bernapas spontan dengan
volume tidal dan oksigenasi yang cukup
 Semi-upright or lateral position, setelah NMBA direverse penuh
(sugammadex lebih disarankan daripada neostigmine)
Postoperatif

 Analgesia
 Regional anaesthesia
 Multi-modal  Paracetamol, non-steroidal antiinflammatory drugs,
tramadol, ketamine, clonidine atau gabapentin
 Jika membutuhkan opioids  titrasi short-acting opioid analgesic (mis.
half-normal dose fentanyl Patient Controlled Analgesia) dibawah
supervise ditambah continuous oxygen therapy

 Monitoring
 Continuous pulse oximetry
 Dimonitor 3 jam lebih lama dari biasanya di ruang pemulihan 
dilanjutkan monitoring 7 jam setelah obstruksi airway terakhir / episode
hipoksemia
POSTOPERATIVE

 Resiko depresi napas dan obstruksi jalan napas atas


 Pascaintubasi  Respiratory depression and repetitive apneas
 Supplemental oxygen  tidak mencegah apnoea (terutama pada
mereka yang dependen hypoxic respiratory drive  tapi mengurangi
durasi apnea dan derajat desaturasi)
 Postoperatif CPAP
 3 hari pertama post op  kebutuhan analgesia tinggi  peningkatan
resiko depresi napas
 Pengembalian pola tidur yang normal 3-4 hari post op
 Periode ‘at risk’ untuk pasien OSA hingga 1 minggu post op
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai