SARI PUSTAKA
Oleh :
-0-
DAFTAR ISI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
2
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
1.3 MANFAAT
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1. (A) Gustav Killian, bapak bronchoscopy, yang pertama kali melakukan
bronkoskopi (B) Gambar Killian.
4
pentingnya prosedur untuk protokol keselamatan selama tindakan yang dilakukan
dan teknik ini masih digunakan sampai sekarang. Jackson memahami pentingnya
program-program pelatihan endoskopi, dan mengajarkan kursus instruksional
bronchoesophagology.Dia dianggap sebagai Bapak Bronchoesophagology
Amerika.
Gambar 2.2. (A dan B) Chevalier Jackson, bapak bronkologi amerika, yang pertama kali
memperkenalkan bronkoskopi rigid illuminated (penerangan yang kaku). (C) Dia
mendesain dan membuat endoskopi sebagai aksesoris di ruang peralatannya.
5
Gambar 2.3. (A) Shigeto Ikeda, inovator dari flexible bronchoscope, dan (B) instrument
pertamanya.
6
Menyingkirkan jaringan yang sakit (lesi)
Melakukan prosedur, seperti memasang stent atau perawatan lainnya
Penanganan obstruksi saluran napas akibat neoplasma
Laser bronkoskopi
Bronkoskopi serat optik lebih sering digunakan dibandingkan dengan
bronkoskopi rigid. Berbeda dengan bronkoskop yang rigid, bronkoskopi serat
optik dapat dipindahkan ke saluran udara yang lebih kecil (bronkiolus) (DO, et al.,
2019). Keuntungan bronkoskopi serat optik yaitu aman dipakai untuk pasien yang
sakit parah dan dapat dilakukan di tempat tidur atau melalui selang endotrakeal
atau trakeostomi pada pasien dengan ventilator. Bronkoskopi serat optik dapat
digunakan untuk (DO, et al., 2019):
Menempatkan tabung pernapasan di saluran napas untuk membantu
pemerian oksigen
Menghisap sekresi
mengambil sampel jaringan (biopsi)
Memasukkan obat ke dalam paru-paru
7
Gambar 2.5 EBUS
8
• Batuk
• Batuk darah
• Mengi dan stridor
• Gambaran foto toraks yang abnormal
• Pemeriksaan Bronchoalveolar Lavage (BAL) :
– Infeksi paru.
– Penyakit paru difus (bukan infeksi)
• Pembesaran kelenjar limf atau massa pada rongga toraks
• Karsinoma bronkus
– Ada bukti sitologi atau masih tersangka
– Penentuan derajat karsinoma bronkus
– Follow up karsinoma bronkus
• Karsinoma metastasis
• Tumor esophagus dan mediastinum
• Benda asing pada saluran napas
• Striktur dan stenosis pada saluran napas
• Cedera akibat zat kimia dan panas pada saluran napas
• Trauma dada
• Kelumpuhan pita suara dan suara serak
• Kelumpuhan diafragma
• Efusi pleura
• Pneumotoraks yang menetap
• Miscellaneous
– Sangkaan fistel trakeoesopagus atau bronkoesopagus
– Fistel bronkopleura.
– Bronkografi
– Memastikan pipa endotrakeal terpasang dengan baik pada kasus
trauma
– Pemeriksaan paska operasi trakea, trakeobronkial atau
penyambungan bronkus
9
2.3.2 INDIKASI TINDAKAN TERAPEUTIK
Indikasi tindakan bronkoskopi terapeutik adalah pada keadaan (Evriliana et
al., 2011):
• Dahak yang tertahan, gumpalan mukus
• Benda asing pada saluran pernapasan
• Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi
• Laser therapy
• Brachytherapy
• Pemasangan stent pada trakeobronkial.
• Melebarkan bronkus
• Laser
• Dilatasi dengan menggunakan balon
• Abses paru
• Kista pada mediastinum
• Kista pada bronkus
• Pneumotoraks
• Fistel bronkopleura
• Injeksi intralesi
• Pemasangan pipa endotrakeal
• Kistik fibrosis
• Asma
• Trauma dada
• Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis)
10
Sedatif yang baik memenuhi kriteria:
1. Awal kerja cepat
2. Lama kerja singkat dengan pemulihan yang aman
3. Aman terhadap sistim kardiovaskular, tidak menimbulkan depresi
pernapasan, dan risiko hipoksemi serta tidak menimbulkan efek samping
4. Menimbulkan amnesia/lupa
5. Menghilangkan kecemasan
6. Murah.
Posisi Bronkhoskopi.
a) Tidur terlentang
b) Duduk di kursi
11
5. Anestesi lokal dengan kumur tenggorokan menggunakan lidokain 2
%Sebanyak 5 ml selama 5 menit dalam posisi duduk
6. Anestesi lokal lanjutan didaerah laring dan faring serta pita suara demgan
bantuan kaca laring menggunakan xylocain spray (5-7 semprot )
dilanjutkandengan instilasi lidokain 2 % sebanyak 5ml kedalam trakea
melalui pita suara
7. Pasien siap diperiksa dalam posisi telentang dengan kepala ekstensi
maksimal(posisi duduk bila tidak bisa telentang) dengan operator berdiri
di belakang kepala pasien
8. Oksimeter ditempelkan pada jari telunjuk [pasien,kanul hidung di pasang
danoksigen di berikan sebesar 3-4 x / menit dan kedua mata ditutup
dengan kain penutup untuk mencegah terkena larutan lidokain/pembilasan
9. Mouth piece diletakan di antara gigi atas dan bawah untuk
mencegahtergigitnya bronkoskop (jika bronkoskopi melalui mulut)
10. Bila telah sampai pita suara dan pasien terbatuk selama melakukan
tindakan,dapat diberi instilasi lidokain 1-2 ml bronkoskop (dosis aksimal
lidocain 400mg)
11. Nilai keadaan pita suara,trakea dan kanina,bronkus kanan dan kiri
besertacabang cabangnya sampai bronkus subsegmen
12. Membuat laporan bronkoskopi.
a.Tahap I
1. Diberikan motivasi tentang tujuan dan akibat yang mungkin timbul
daritindakan bronkhoskopi, diharapkan penderita kooperatif agar
tindakan ini berhasil secara maksimal
2. Menandatangani surat persetujuan tindakan, baik oleh penderita
maupunkeluarganya
3. Ukur gejala cardinal ( tekanan darah, nadi)
b.Tahap II
1) Test lidocain 2% 0.1 cc intracutan dan dibaca setelah 15 menit
12
2) Diberikan dipenhydramin 1 cc (10 mg) dan sulfas atropine 2 amp
(0.5 mg)intramuscular dan ditunggu selama 30 menit
3) Lepas gigi palsu kalau ada (agar tidak tertelan saat penderita batuk,
selamadilakukan tindakan bronkhoskopi)
4) Sesudah 30 menit dilakukan lokal anestesi dengan pemberian
xylocain spray10% pada pangkal lidah dengan dosis tidak boleh
lebih dari 20 kali semprotan
5) Instilasi lidocain 2% sebanyak 4-6 cc pada plika vokalis dan trakea.
Pemakaianlidocain tidak boleh lebih dari 400 mg
6) Penderita ditidurkan dimeja operasi dengan posisi terlentang dan
mata ditutupdengan mitella
7) Dipasang oxymeter untuk memonitor nadi dan saturasi oksigen
8) Diberikan oksigen 2 l/m melalui nasal kanul
9) Mouth piece (pengaman gigi) dipasang, selanjutnya operator
memasukkanujung bronkhoskop yang sudah diolesi jelly
(lubricating gel) kedalam mulutmelalui mouth piece
10) Posisi perawat berdiri disebelah kiri penderita dan dokter untuk
memudahkanmembantu pelaksanaan tindakan tersebut
11) Skop masuk malalui plika vokalis, trakea, karina utama, bronkhus
dan cabang-cabangnya
12) Pada cabang bronkhus yang diduga ada kelainan dilakukan
pengambilan spesimen dengan cara :
a)Aspirasi Biopsi
Pengambilan specimen dengan cara memasukkan jarum panjang
ditempatyang dicurigai ada keganasan, dihisap dengan disp spuit 50 cc dan
specimendisemprotkan diatas ojek glass.
b)Biopsi forcep
Cara pengambilan jaringan dengan memakai forcep. Forcep
diarahkanketempat yang dicurigai adanya keganasan, mulut forcep dimuka
13
danditancapkan ke jaringan tersebut dan ditutup (sesuai aba-aba operator). Halini
dilakukan 2-3 kali sampai didapatkan jaringan untuk bahan pemeriksaan
c)Bronkhial Brushing
Dilakukan sikatan ditempat yang dicurigai adanya keganasan
ataukeradangan untuk mendapatkan bahan pemeriksaan. Dari hasil
sikatandioleskan pada objek glass yang sudah disediakan. Setelah selesai tindakan
bronkhoskopi penderita dipindahkan ke ruang khusus untuk observasiselanjutnya,
apakah ada komplikasi dari tindakan tersebut
d)Bronkhial Washing
Dilakukan pencucian ditempat yang dicurigai adanya keganasan
dandilakukan sesuadah biopsi. Pencucian pada luka bekas biopsi diharapkanada
sisa-sisa jaringan yang ikut dalam cairan bilas tersebut.
14
terjadi pada saat sesudah tindakan bronkoskopi atau disebut sebagai sekuele.
Umumnya sekuele terjadi akibat tindakan tambahan pada saat bronkoskopi.
Sekuele dapat berupa jaringan parut yang dapat timbul setelah tindakan biopsi. Jin
dkk mengemukakan dari 73 pasien yang dilakukan prosedur bronkoskopi
diagnostik, 30 orang mengalami spasme saluran napas, 28 orang hemoptisis, 4
orang pneumotoraks dan 11 orang mengalami aritmia.31 Sedangkan pasien yang
dilakukan prosedur bronkoskopi terapeutik, dari 79 pasien, 38 orang mengalami
spasme saluran napas, 13 orang aritmia, 9 orang hemoptisis, 8 orang terjadi
sumbatan saluran napas, 5 orang mengalami esofagotrakeal fistel, 3 orang trejadi
perforasi trakea dan 3 orang meninggal dunia (Repository, 2013).
15
Daftar Pustaka
DO, A. J. B., Smith, D. P. & Fraser, M., 2019.
https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?contenttypeid=
92&contentid=p07743. [Online]
Evriliana, E. M., Alamsyah, A. A. & Satrio, N. W. 2011, ‘Makalah Pemeriksaan
Diagnostik Bronkoskopi’, diakses : 16 Maret 2019, tersedia pada :
https://www.slideshare.net/evhamariaefriliana/pemeriksaan-diagnostik-
bronkoskopi
Paradis, T. J., Dixxon, J. & Tieu, B. H., 2016. The role of bronchoscopy in the
diagnosis of airway disease. Journal of thoracic disease.
Repository USU, 2013., Bronkoskopi, ‘Respository’. [Online], accessed 16 March
2019, Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/46237/Chapter%20II
.pdf?sequence=4&isAllowed=y
Sari, R. N., 2017. Bronkoskopi. PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN / VII A
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO.
Soeroso, N. N., 2017. Tindakan Diagnostik Kelainan Paru. In: Buku Ajar
Respirasi. Medan: USU Press, p. 46.
Vaidya, P. J., Leuppi, J. D. & Chhajed, P. N., 2015. The Evolution of Flexible
Bronchoscopy. Wolters Kluwer- Medknow Publications.
16