Anda di halaman 1dari 17

BRONKOSKOPI

SARI PUSTAKA

Oleh :

TRISKA PUTRI RAHMAYANI


ISNA GITA AMALIA NASUTION
ANGELINE RUFINA
ADELIA GINTING
BAYU AGUSTIAN
PRADEEPA A/P GOVINDAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

-0-
DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................ 1


BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 2
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 2
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
1.3 Manfaat .................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 4
2.1 Sejarah Bronkoskopi ................................................................................ 4
2.2 Jenis-Jenis Bronkoskopi ........................................................................... 6
2.3 Indikasi Bronkoskopi ............................................................................... 8
2.4 Prosedur Bronkoskopi ............................................................................ 10
2.5 Komplikasi dan Kontraindikasi Bronkoskopi ........................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 16

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Bronkoskopi merupakan pemeriksaan untuk memvisualisasi trakea dan
bronkus besar dan juga dapat digunakan untuk mengambil sampel sampel
jaringan melalui brushing, lavage ataupun biopsi (Soeroso, 2017). Saat ini
pemeriksaan bronkoskopi sudah demikian pentingnya sehingga merupakan alat
diagnostik yang sudah tidak dapat dipisahkanan lagi dalam bidang
pulomonologi (Sari, 2017). Tidak hanya sebagai alat diagnostik, bronkoskopi
juga membantu dalam memahami patofisiologi beberapa penyakit (Vaidya, et
al., 2015).
Terdapat 2 jenis bronkosopi yaitu, bronkoskopi rigid dan fleksibel
(Soeroso, 2017). Bronkoskopi jenis fleksibel berperan penting dalam
mendiagnosa dan menentukan staging kanker paru. Selain kanker paru,
bronkoskopi juga berguna dalam penilaian pneumonia yang tidak kunjung
sembuh (Vaidya, et al., 2015).
Pada pneumonia Pneumocytis jirovechi, tindakan bronkoskopi dengan
BAL masih merupakan alat diagnostik pasti. Selain itu, BAL juga dapat
membantu mendiagnosa TB MDR dan TB XDR pada pasien dengan tes apusan
negatif (Vaidya, et al., 2015).
Dikarenakan sangat berperannya bronkoskopi di bidang pulmonologi,
maka mahasiswa Program Pendidikan Pendidikan Dokter (P3D) wajib
mengetahui tentang pemeriksaan menggunakan bronkoskopi.

1.2 TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan penjelasan


mengenai bronkoskopi. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi
persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen

2
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

1.3 MANFAAT

Adapun tujuan dari pembuatan makalah mengenai bronkoskopi adalah


sebagai berikut :

i. Untuk mengetahui sejarah daripada bronkoskopi


ii. Untuk mengetahui jenis-jenis bronkoskopi
iii. Untuk mengetahui indikasi dilakukannya bronkoskopi
iv. Untuk mengetahui prosedur bronkoskopi
v. Untuk mengetahui komplikasi dan kontraindikasi bronkoskopi

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SEJARAH BRONKOSKOPI


Seorang Otolaryngologist berkebangsaan Jerman, Gustav Killian, melakukan
bronkoskopi yang pertama pada tahun 1897, dengan menggunakan endoskopi
kaku untuk mengeluarkan tulang babi dari bronkus utama kanan (mainsterm
bronkus). Killian berhasil mengeluarkan benda asing tersebut dan mencegah
dilakukannya tracheostomy. Sampai pada akhir abad ke-19 metode ini diterima
secara medis sebagai alat untuk mengeluarkan benda asing. Teknik-teknik ini
terus dikembangkan Killian sehingga indikasi bronkoskopi makin meluas.
Sebagai hasil dari inovasi dan pengembangan bronkoskopi di seluruh dunia,
Killian secara umum dikenal sebagai Bapak Bronkoskopi.

Gambar 2.1. (A) Gustav Killian, bapak bronchoscopy, yang pertama kali melakukan
bronkoskopi (B) Gambar Killian.

Pada akhir abad ke-19, Chevalier Jackson, seorang laryngologist di


Philadelphia, mengembangkan minat pada endoskopi, dan mulai mengembangkan
“tabung” endoskopi. Pada 18 tahun 1904, Jackson merubah bronkoskopi kaku,
dengan menambah ocular langsung, tabung suctiondan ujung distal untuk
pencahayaan atau iluminasi. Jackson terus merancang dan membuat endoskopi
baru serta alat-alat tambahan untuk menyempurnakan teknik-teknik baru untuk
evakuasi atau pengeluaran benda asing. Ia juga mengembangkan dan menekankan

4
pentingnya prosedur untuk protokol keselamatan selama tindakan yang dilakukan
dan teknik ini masih digunakan sampai sekarang. Jackson memahami pentingnya
program-program pelatihan endoskopi, dan mengajarkan kursus instruksional
bronchoesophagology.Dia dianggap sebagai Bapak Bronchoesophagology
Amerika.

Gambar 2.2. (A dan B) Chevalier Jackson, bapak bronkologi amerika, yang pertama kali
memperkenalkan bronkoskopi rigid illuminated (penerangan yang kaku). (C) Dia
mendesain dan membuat endoskopi sebagai aksesoris di ruang peralatannya.

Pada tahun 1950-an, perkembangan teknologi untuk fiberoptic endoskopi


mulai berkembang. Sampai dengan pertengahan tahun 1960-an, bronkoskopi rigid
banyak digunakan oleh ahli bedah. Pada tahun 1966 Shigeto Ikeda
memperkenalkan bronkoskopi fleksibel (FB) dengan teknologi pencitraan serat
optik. Hal ini merupakan revolusi dalam bidang bronkoskopi. Kemampuan untuk
flexidistal ujung bronkoskopi memungkinkan bronchoscopist (operator
bronkoskopi) untuk mencapai ke hampir semua bagian dari saluran nafas yang
lebih kecil dari pohon tracheobronchial (segmen bronkus atau saluran udara lebih
kecil).

5
Gambar 2.3. (A) Shigeto Ikeda, inovator dari flexible bronchoscope, dan (B) instrument
pertamanya.

Sejak diperkenalkan penggunaannya pada tahun 1960-an oleh Shigeto Ikeda,


bronkoskopi serat optik telah meningkat kegunaannya, dengan kurang lebih
500.000 prosedur telah dilakukan di USA setiap tahunnya. FOB telah menjadi
prosedur yang tetap oleh ahli paru dan juga sebagai alat diagnostik bagi ahli bedah
toraks, anestesi dan juga intensivist.

2.2 JENIS-JENIS BRONKOSKOPI


Terdapat 2 jenis bronkoskopi, yaitu : bronkoskopi rigid dan bronkoskopi
serat optik. Kedua tipe bronkoskopi tersebut memiliki lebar diameter yang
berbeda (DO, et al., 2019).
Tabel 2.1 Ukuran Bronkoskopi (Paradis, et al., 2016)
Diameter Bronkoskopi rigid Bronkoskopi serat optik
Anak-anak 3, 4, 5, 6 mm Dalam = 1.2 mm
Luar = 2.8 mm
Dewasa Laki-laki = 8-9 mm Dalam = 2.0 mm
Perempuan = 7-8 mm Luar = 4.9-5.5 mm
Terapi Dalam = 2.8-3.2 mm
Luar = 6.0-6.2 mm

Bronkoskopi rigid berbentuk tabung lurus, biasanya membutuhkan


anastesi general (Soeroso, 2017). Keuntungan bronkoskopi rigid adalah lebih
mudah untuk menilai dan mendiagnosis kelainan pita suara, kelainan saluran
pernafasan atas, atau trakea (Evriliana et al., 2011). Bronkoskopi tersebut hanya
dapat digunakan untuk melihat saluran udara yang lebih besar, yang digunakan
dalam bronkus untuk (DO, et al., 2019 dan Evriliana et al., 2011):
 Membersihkan sejumlah besar sekresi atau darah
 Mengendalikan perdarahan
 Mengangkat benda asing

6
 Menyingkirkan jaringan yang sakit (lesi)
 Melakukan prosedur, seperti memasang stent atau perawatan lainnya
 Penanganan obstruksi saluran napas akibat neoplasma
 Laser bronkoskopi
Bronkoskopi serat optik lebih sering digunakan dibandingkan dengan
bronkoskopi rigid. Berbeda dengan bronkoskop yang rigid, bronkoskopi serat
optik dapat dipindahkan ke saluran udara yang lebih kecil (bronkiolus) (DO, et al.,
2019). Keuntungan bronkoskopi serat optik yaitu aman dipakai untuk pasien yang
sakit parah dan dapat dilakukan di tempat tidur atau melalui selang endotrakeal
atau trakeostomi pada pasien dengan ventilator. Bronkoskopi serat optik dapat
digunakan untuk (DO, et al., 2019):
 Menempatkan tabung pernapasan di saluran napas untuk membantu
pemerian oksigen
 Menghisap sekresi
 mengambil sampel jaringan (biopsi)
 Memasukkan obat ke dalam paru-paru

Gambar 2.4 Bronkoskopi fleksibel dan bronkoskopi kaku

Teknologi EBUS (Endobronchial Ultrasound) telah berkembang secara


signifikan sejak satu dekade yang lalu. Probe EBUS menggabungkan bronkoskopi
dengan pemeriksaan ultrasonografi di ujung distal untuk melihat struktur bronkial
tambahan termasuk struktur pembuluh darah mediastinum, massa, atau kelenjar
getah bening (Paradis, et al., 2016).

7
Gambar 2.5 EBUS

Navigational Bronchoscopy (ENB) dikenalkan secara komersial pada


tahun 2006. ENB menggabungkan gambar CT dengan bronkoskopi yang
memungkinkan biopsi trans-bronkial di tempat yang lebih perifer daripada biopsi
dengan bronkoskopi tradisional atau EBUS (Paradis, et al., 2016).

Gambar 2.6 ENB

2.3 INDIKASI BRONKOSKOPI


2.3.1 INDIKASI DIAGNOSTIK
Indikasi tindakan diagnostik pada bronkoskopi antara lain pada keadaan
(Evriliana et al., 2011) :

8
• Batuk
• Batuk darah
• Mengi dan stridor
• Gambaran foto toraks yang abnormal
• Pemeriksaan Bronchoalveolar Lavage (BAL) :
– Infeksi paru.
– Penyakit paru difus (bukan infeksi)
• Pembesaran kelenjar limf atau massa pada rongga toraks
• Karsinoma bronkus
– Ada bukti sitologi atau masih tersangka
– Penentuan derajat karsinoma bronkus
– Follow up karsinoma bronkus
• Karsinoma metastasis
• Tumor esophagus dan mediastinum
• Benda asing pada saluran napas
• Striktur dan stenosis pada saluran napas
• Cedera akibat zat kimia dan panas pada saluran napas
• Trauma dada
• Kelumpuhan pita suara dan suara serak
• Kelumpuhan diafragma
• Efusi pleura
• Pneumotoraks yang menetap
• Miscellaneous
– Sangkaan fistel trakeoesopagus atau bronkoesopagus
– Fistel bronkopleura.
– Bronkografi
– Memastikan pipa endotrakeal terpasang dengan baik pada kasus
trauma
– Pemeriksaan paska operasi trakea, trakeobronkial atau
penyambungan bronkus

9
2.3.2 INDIKASI TINDAKAN TERAPEUTIK
Indikasi tindakan bronkoskopi terapeutik adalah pada keadaan (Evriliana et
al., 2011):
• Dahak yang tertahan, gumpalan mukus
• Benda asing pada saluran pernapasan
• Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi
• Laser therapy
• Brachytherapy
• Pemasangan stent pada trakeobronkial.
• Melebarkan bronkus
• Laser
• Dilatasi dengan menggunakan balon
• Abses paru
• Kista pada mediastinum
• Kista pada bronkus
• Pneumotoraks
• Fistel bronkopleura
• Injeksi intralesi
• Pemasangan pipa endotrakeal
• Kistik fibrosis
• Asma
• Trauma dada
• Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis)

2.4 PROSEDUR BRONKOSKOPI

Sebelum pemeriksaan pasien dipuasakan selama 8 jam. Penjelasan


tentangtindakan yang akan dilakukan sangatlah penting selain pemberian
premedikasi.Sedatif dan antikolinergik adalah preparat yang sering diberikan pada
premedikasi.

10
Sedatif yang baik memenuhi kriteria:
1. Awal kerja cepat
2. Lama kerja singkat dengan pemulihan yang aman
3. Aman terhadap sistim kardiovaskular, tidak menimbulkan depresi
pernapasan, dan risiko hipoksemi serta tidak menimbulkan efek samping
4. Menimbulkan amnesia/lupa
5. Menghilangkan kecemasan
6. Murah.

Obat sedatif mungkin termasuk golongan benzodiazepin, butirofenon


ataunarkotik, namun yang sering digunakan adalah golongan benzodiazepin
sepertidiazepam, midazolam dan lorazepam.

Posisi Bronkhoskopi.
a) Tidur terlentang
b) Duduk di kursi

Ada 3 macam teknik bronkhoskopi, yaitu :


a) Trans nasal.
b) Trans oral (yang sering dilakukan).
c) Melalui rigid atau endotrakeal.

Prosedurnya sebagai berikut:


1. Permintaan tindakan dokter yang merawat
2. Buat status bronkoskopi
3. Pasien dipersiapkan di ruang pemeriksaan dengan memeriksa tanda
tandavital,status paru dan jantung
4. Premedikasi dengan SA 0,25 mg IM dan atau diazepam 5 mg. Dosis
tergantung umur dan kondisi pasien

11
5. Anestesi lokal dengan kumur tenggorokan menggunakan lidokain 2
%Sebanyak 5 ml selama 5 menit dalam posisi duduk
6. Anestesi lokal lanjutan didaerah laring dan faring serta pita suara demgan
bantuan kaca laring menggunakan xylocain spray (5-7 semprot )
dilanjutkandengan instilasi lidokain 2 % sebanyak 5ml kedalam trakea
melalui pita suara
7. Pasien siap diperiksa dalam posisi telentang dengan kepala ekstensi
maksimal(posisi duduk bila tidak bisa telentang) dengan operator berdiri
di belakang kepala pasien
8. Oksimeter ditempelkan pada jari telunjuk [pasien,kanul hidung di pasang
danoksigen di berikan sebesar 3-4 x / menit dan kedua mata ditutup
dengan kain penutup untuk mencegah terkena larutan lidokain/pembilasan
9. Mouth piece diletakan di antara gigi atas dan bawah untuk
mencegahtergigitnya bronkoskop (jika bronkoskopi melalui mulut)
10. Bila telah sampai pita suara dan pasien terbatuk selama melakukan
tindakan,dapat diberi instilasi lidokain 1-2 ml bronkoskop (dosis aksimal
lidocain 400mg)
11. Nilai keadaan pita suara,trakea dan kanina,bronkus kanan dan kiri
besertacabang cabangnya sampai bronkus subsegmen
12. Membuat laporan bronkoskopi.

a.Tahap I
1. Diberikan motivasi tentang tujuan dan akibat yang mungkin timbul
daritindakan bronkhoskopi, diharapkan penderita kooperatif agar
tindakan ini berhasil secara maksimal
2. Menandatangani surat persetujuan tindakan, baik oleh penderita
maupunkeluarganya
3. Ukur gejala cardinal ( tekanan darah, nadi)

b.Tahap II
1) Test lidocain 2% 0.1 cc intracutan dan dibaca setelah 15 menit

12
2) Diberikan dipenhydramin 1 cc (10 mg) dan sulfas atropine 2 amp
(0.5 mg)intramuscular dan ditunggu selama 30 menit
3) Lepas gigi palsu kalau ada (agar tidak tertelan saat penderita batuk,
selamadilakukan tindakan bronkhoskopi)
4) Sesudah 30 menit dilakukan lokal anestesi dengan pemberian
xylocain spray10% pada pangkal lidah dengan dosis tidak boleh
lebih dari 20 kali semprotan
5) Instilasi lidocain 2% sebanyak 4-6 cc pada plika vokalis dan trakea.
Pemakaianlidocain tidak boleh lebih dari 400 mg
6) Penderita ditidurkan dimeja operasi dengan posisi terlentang dan
mata ditutupdengan mitella
7) Dipasang oxymeter untuk memonitor nadi dan saturasi oksigen
8) Diberikan oksigen 2 l/m melalui nasal kanul
9) Mouth piece (pengaman gigi) dipasang, selanjutnya operator
memasukkanujung bronkhoskop yang sudah diolesi jelly
(lubricating gel) kedalam mulutmelalui mouth piece
10) Posisi perawat berdiri disebelah kiri penderita dan dokter untuk
memudahkanmembantu pelaksanaan tindakan tersebut
11) Skop masuk malalui plika vokalis, trakea, karina utama, bronkhus
dan cabang-cabangnya
12) Pada cabang bronkhus yang diduga ada kelainan dilakukan
pengambilan spesimen dengan cara :
a)Aspirasi Biopsi
Pengambilan specimen dengan cara memasukkan jarum panjang
ditempatyang dicurigai ada keganasan, dihisap dengan disp spuit 50 cc dan
specimendisemprotkan diatas ojek glass.

b)Biopsi forcep
Cara pengambilan jaringan dengan memakai forcep. Forcep
diarahkanketempat yang dicurigai adanya keganasan, mulut forcep dimuka

13
danditancapkan ke jaringan tersebut dan ditutup (sesuai aba-aba operator). Halini
dilakukan 2-3 kali sampai didapatkan jaringan untuk bahan pemeriksaan
c)Bronkhial Brushing
Dilakukan sikatan ditempat yang dicurigai adanya keganasan
ataukeradangan untuk mendapatkan bahan pemeriksaan. Dari hasil
sikatandioleskan pada objek glass yang sudah disediakan. Setelah selesai tindakan
bronkhoskopi penderita dipindahkan ke ruang khusus untuk observasiselanjutnya,
apakah ada komplikasi dari tindakan tersebut
d)Bronkhial Washing
Dilakukan pencucian ditempat yang dicurigai adanya keganasan
dandilakukan sesuadah biopsi. Pencucian pada luka bekas biopsi diharapkanada
sisa-sisa jaringan yang ikut dalam cairan bilas tersebut.

2.5 KOMPLIKASI DAN KONTRAINDIKASI


2.5.1 Komplikasi Bronkoskopi

Komplikasi bronkoskopi berupa: kesulitan melakukan intubasi, cedera


pada trakea dan bronkus, perdarahan, spasmus pada bronkus dan laring, aritmia :
Sinus takikardia, aritmia yang serius dan aritmia yang mengancam jiwa, henti
jantung, pneumotoraks, emfisema mediastinum (Repository, 2013).
Prosedur bronkoskopi yang dilakukan seperti, penggunaan laser
photoresection, endobronchial elektrosurgery, brachytherapi, cryotherapy, dan
photodinamic therapy serta prosedur lainnya dapat menimbulkan komplikasi
mulai dari reaksi inflamasi saluran napas, perdarahan maupun perforasi saluran
napas yang dapat menyebabkan pneumotoraks ataupun pneumomediastinitis.
Langendijk dkk menyatakan bahwa endobronchial brachytherapy dengan dosis >
10 Gy dapat menimbulkan perdarahan dan pada 6-8% kasus menyebabkan fistel
antara saluran napas ke rongga toraks. Pada pasien yang dilakukan biopsi
transbronkial risiko terjadinya perdarahan dan pneumotoraks akan meningkat 5-
7%. Pneumotoraks dapat terdeteksi 1 jam setelah tindakan biopsi dilakukan.
Komplikasi juga dapat terjadi pada saat dilakukan tindakan bronkoskopi dan dapat

14
terjadi pada saat sesudah tindakan bronkoskopi atau disebut sebagai sekuele.
Umumnya sekuele terjadi akibat tindakan tambahan pada saat bronkoskopi.
Sekuele dapat berupa jaringan parut yang dapat timbul setelah tindakan biopsi. Jin
dkk mengemukakan dari 73 pasien yang dilakukan prosedur bronkoskopi
diagnostik, 30 orang mengalami spasme saluran napas, 28 orang hemoptisis, 4
orang pneumotoraks dan 11 orang mengalami aritmia.31 Sedangkan pasien yang
dilakukan prosedur bronkoskopi terapeutik, dari 79 pasien, 38 orang mengalami
spasme saluran napas, 13 orang aritmia, 9 orang hemoptisis, 8 orang terjadi
sumbatan saluran napas, 5 orang mengalami esofagotrakeal fistel, 3 orang trejadi
perforasi trakea dan 3 orang meninggal dunia (Repository, 2013).

2.5.2 Kontraindikasi Bronkoskopi

Kontraindikasi tindakan bronkoskopi yaitu kontraindikasi absolut dan


kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut antara lain:
• Pasien kurang kooperatif.
• Keterampilan operator kurang.
• Fasilitas yang tidak memadai.
• Angina yang tidak stabil.
• Aritmia yang tidak terkontrol.
• Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen (Repository, 2013).
Yang termasuk kontraindikasi relatif yaitu:
• Hiperkarbia berat.
• Bulla emfisema berat.
• Asma berat.
• Gangguan koagulopati yang serius.
• Obstruksi trakea.
• High positive end-expiratory pressure. (Repository, 2013)

15
Daftar Pustaka
DO, A. J. B., Smith, D. P. & Fraser, M., 2019.
https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?contenttypeid=
92&contentid=p07743. [Online]
Evriliana, E. M., Alamsyah, A. A. & Satrio, N. W. 2011, ‘Makalah Pemeriksaan
Diagnostik Bronkoskopi’, diakses : 16 Maret 2019, tersedia pada :
https://www.slideshare.net/evhamariaefriliana/pemeriksaan-diagnostik-
bronkoskopi
Paradis, T. J., Dixxon, J. & Tieu, B. H., 2016. The role of bronchoscopy in the
diagnosis of airway disease. Journal of thoracic disease.
Repository USU, 2013., Bronkoskopi, ‘Respository’. [Online], accessed 16 March
2019, Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/46237/Chapter%20II
.pdf?sequence=4&isAllowed=y
Sari, R. N., 2017. Bronkoskopi. PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN / VII A
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO.
Soeroso, N. N., 2017. Tindakan Diagnostik Kelainan Paru. In: Buku Ajar
Respirasi. Medan: USU Press, p. 46.
Vaidya, P. J., Leuppi, J. D. & Chhajed, P. N., 2015. The Evolution of Flexible
Bronchoscopy. Wolters Kluwer- Medknow Publications.

16

Anda mungkin juga menyukai