Anda di halaman 1dari 10

PLEURAL PROCEDURES UPDATE

Yusup Subagio Sutanto


Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS

Pendahuluan
Efusi pleura ganas (EPG) merupakan komplikasi penting dari beberapa
penyakit keganasan. Efusi pleura ganas juga merupakan penanda
prognostik buruk terhadap kelangsungan hidup pasien.1
Karsinoma bronkogenik dan kanker payudara merupakan penyebab
paling sering metastasis tumor ke pleura (masing-masing 40% dan 25%).
Penyebab EPG sekitar 10 % merupakan kanker primer dari pleura yang
sebagian besar adalah mesotelioma dan kanker dengan primer yang belum
diketahui kurang dari 10%. Diagnosis EPG mencakup pemeriksaan foto
toraks (terdapat meniskus pada lateral dinding dada), computer
tomography (CT) scan toraks, magnetic resonance imaging (MRI),
torakosintesis, analisa cairan pleura dan biopsi pleura.2

Diagnosis
Diagnosis EPG mencakup pemeriksaan foto toraks (terdapat meniskus
pada lateral dinding dada), computer tomography (CT) scan toraks,
magnetic resonance imaging (MRI), torakosintesis, analisa cairan pleura dan
biopsi pleura.2

Teknik Biopsi Pleura


1. Biopsi pleura dengan jarum Abrams3
Teknik sederhana, tidak invasive sehingga komplikasi yang ditimbulkan
sedikit. Prosedur yang perlu dilakukan adalah:
- jarum biopsi Abrams dimasukkan ke dalam stylet yang ditempatkan
pada kanula dalam dan terletak dalam trocar luar
- putar kanula dalam searah jarum jam, dorong jarum ke dalam
ruang pleura dengan melakukan tekanan pada stylet

Makalah Workshop Bronchoscopy and Interventional Pulmonology KONKER XVI PDPI 2019
- lepas stylet, letakkan syringe pada penghubung kanula dalam pada
posisi tertutup. Putar melawan arah jarum jam hingga bagian distal
kanula terbuka.
- Putar kanula dalam searah jarum jam untuk menyumbat bagian
distal
- Letakkan syringe pada jarum Abrams, putar kembali kanula untuk
membuka bagian distal.
- Tarik jarum biopsi secara perlahan hingga terkait pada pleura. Tarik
jarum pada posisi tertutup atau kembali dimasukkan dalam ruang
pleura setelah memperoleh spesimen biopsi
- 4 spesimen harus diperoleh, tiga ditempatkan dalam formalin dan
dikirim ke laboratorium patologi anatomi. Spesimen keempat
ditempat steril dengan cairan saline dan dilakukan kultur untuk
mikobakterium atau jamur, jika terdapat indikasi untuk pemeriksaan
mikroskop seperti mesothelioma, spesimen ditempatkan di
glutaraldehyde.
- Foto toraks harus dilakukan pada semua pasien setelah menjalani
biopsi pleura.

Gambar 1. Bagian dari jarum Abrams


Dikutip dari (3)

2. Video-assisted Thoracoscopy Surgery (VATS)

Makalah Workshop Bronchoscopy and Interventional Pulmonology KONKER XVI PDPI 2019
Video-assisted thoracicsurgerymerupakancaraidealuntuk
mendiagnosissekaligusterapipada penyakitpleura. Dinding dada bagian
dalam sebagian besar dapat terlihat karena sebagian besar
permukaannya adalah pleura parietal. Permukaan dalam kosta dapat
terlihat mulai kosta pertama sampai delapan anterior, kosta sepuluh
lateral dan kosta dua belas posterior.

Gambar 2. Posisi penempatan port VATS


Dikutip dari (4)

Penyakit yang didiagnosis dan diterapi dengan VATS dapat


dikategorikan berdasarkan tipe organ. Pleurodesis biasanya
dilakukan dengan abrasi mekanik seperti untuk pneumotoraks rekuren
atau penggunaan sklerotik seperti talk untuk kasus keganasan.
Nodul paru jinak dapat ditatalaksana secara optimal
menggunakan VATS begitu juga nodul keganasan juga dapat direseksi
tanpa lobektomi konvensional pada pasien dengan fungsi paru
yang menurun atau terdapat metastasis. Tingkat keamanan dan
kegunaan VATS untuk keganasan lain masih diteliti.1

Makalah Workshop Bronchoscopy and Interventional Pulmonology KONKER XVI PDPI 2019
Gambar 3. A. Uniport dengan posisi di Anterior saat dilakukan lobektomi. Torakoskop
dengan kemiringan 1200, endostapler fleksibel forsep ditempatkan pada satu port
B. Bekas luka setelah dilakukan lobektomi dengan VATS
Dikutip dari(5).
Kontraindikasi mutlak VATS yaitu tidak adanya ruang yang cukup
luas untuk dilakukan operasi, hal ini biasanya terjadi karena
perlengketan pleura atau ketidakmampuan pasien untuk mentolerir
ventilasi hanya dengan satu paru. Kontraindikasi relatif dapat berasal
dari kekhawatiran terjadinya bahaya terkait prosedur operasi atau
operasi yang tidak adekuat. Operasi dapat berbahaya pada pasien
dengan resiko penyebaran tumor yang luas, penentuan stadium tumor
yang tidak tepat atau komplikasi yang mengancam jiwa seperti
perdarahan yang tidak terkontrol. Operasi yang tidak adekuat dapat
terjadi saat peralatan invasif minimal yang digunakan pada VATS
tidak cukup memadai untuk dilakukannya operasi, misalnya tindakan
dekortikasi dimana hasilnya akan lebih baik jika dilakukan insisi
terbuka. Kontraindikasi relatif dapat dihindari dengan perencanaan
yang matang mulai dari penegakkan diagnosis dan penggunaan
pencitraan sebagai panduan tindakan.6

3. Pleuroskopi
Pleuroskopi merupakan prosedur invasif minimal dan dilakukan pada
pasien dalam keadaan napas spontan, sedangkan VATS harus
menggunakan anestesiumum denganventilasisatuparu.Pleuroskopidapat
memvisualisasikan
seluruhpermukaanpleuradanmemungkinkandilakukanprosedurdiagnostik dan

Makalah Workshop Bronchoscopy and Interventional Pulmonology KONKER XVI PDPI 2019
terapi secara terbatas seperti yang ditunjukkan pada gambar tujuh.7

Gambar 4. A. Pleuroskopi semi rigid dengan ujung fleksibel.


B. Trokar plastik untuk saluran masuk pleuroskopi
Dikutip dari (7)

Indikasi utama pleuroskopi adalah mengevaluasi efusi pleura


eksudatif dengan diagnosis yang belum tegak setelah dilakukan analisis
cairan pleura, pada kondisi ini pleuroskopi lebih disarankan sebagai
alternatif biopsi pleura tertutup. Biopsi pleurapadalokasiyang
dicurigaidilakukan dengan melihatsecaralangsung sehingga specimen
dapat diambil lebih banyak dan dapat meningkatkan nilai diagnostik
hingga 90%.
Indikasi umum pleuroskopi adalah untuk mengevaluasi efusi
pleura eksudatif yang masih belum jelas penyebabnya. Pleuroskopi
memungkinkan pengamatan secara langsung pleura dan pengambilan
spesimen biopsi. Pleuroskopi umumnya dapat ditoleransi
dengan baik dan membutuhkan sedasi minimal.
Kontraindikasi absolut termasuk ketidakmampuan untuk
mentoleransi posisi supine atau pneumotoraks, penyakit
kardiopulmoner yang refrakter, gangguan koagulasi dan
rongga pleura yang menyatu. Pasien dengan efusi pleura
yang asimptom, kecil, stabil dan multilokulated harus
dipertimbangkan mengenai risiko maupun manfaat

Makalah Workshop Bronchoscopy and Interventional Pulmonology KONKER XVI PDPI 2019
potensialnya. Prosedur pleuroskopi harus ditunda apabila tidak
didapatkan cairan bebas melainkan multilokulated pada
pemeriksaan ultrasonografi. 8

4. Indwelling pleural catheter


Indwellingpleuralcatheteradalahkatetersilikondenganukuran15,5-
16 French dan panjang sekitar 65 cm dan terdapat katub pada
bagianujungnya. Kateterinidirancang untuk tetapberadadibadan
secarainsituselamamasahidup
pasien.Penutupbagianyangberonggamengandungpolyesteryang
menyebabkan terjadinyafibrosisjaringan
sehinggadapatterhindardariterlepasnyakateter. Memasukkan kateter
pada subkutis diyakini dapat mengurangi resiko infeksi. Katub satu arah
pada ujung distal kateter memungkinkan untuk mengalirkan
cairanpleurasaatpasien beradadirumah dengan membukakatubdan
menghubungkankealatbotolvakumketikadibutuhkan(gambar10).Pasienda
pat melakukanaktifitaslainsetelah menutup kateter. 30

Gambar 5. Insersi indwelling pleural catheter

Makalah Workshop Bronchoscopy and Interventional Pulmonology KONKER XVI PDPI 2019
A. Penempatan kawat Seldinger dan IPC mengikuti insisi pada
dua posisi setelah dilakukan diseksi tumpul pada jaringan
subkutis
B. Hasil akhir pemasangan IPC
C. Pelepasan dilator
D. 2-3 jahitan pada insisi kulit untuk fiksasi IPC
dikutip dari (9)

Frekuensi drainase dapat ditentukan sendiri oleh pasien


tergantung pada rata-rata reakumulasi cairan dan tingkat
keparahan gejala, terutama gejala sesak. Pasien mempunyai
kontrol dan fleksibilitas lebih besar dalam mengelola kondisi
mereka. Drainase dapat dilakukan oleh perawat atau
petugas kesehatan yang terlatih untuk mengurangi resiko
prosedur drainase invasif ulang, biaya dan rawat inap. 10
PelepasanIPCdapatdilakukansetelah terjadipleurodesisspontan
dan atas permintaanpasienterkaitdengankomplikasiinfeksidan nyeriyang
ditimbulkan. PelepasanIPCdapatmengalamikesulitan karenaIPCdidesain
untuk tetapinsitu
tanpabataswaktudanreaksifibrotikcuffpoliesterpadalapisan
subkutisuntuk fiksasiIPC.PelepasanIPCjugadapatdilakukan padapasien
rawat jalan.9

5. Pigtail
Kateter pigtail merupakan selang kateter yang
mempuyai sifat fleksibel sehingga dapat dimasukkan ke dalam
tubuh. Kateter jenis ini terdiri dari lubang kecil untuk drainase
dan ujung melingkar yang berfungsi menahan kateter pada
tempatnya. Kateter jenis ini dapat juga digunakan untuk
memperlambat aliran cairan yang disemprotkan melalui
kateter sehingga tidak menyebabkan terjadinya cedera atau
terdapatnya kesan buram pada pemeriksaan radiologis. Kateter
pigtail akhir-akhir ini mulai dipilih sebagai alternatif selain
torakotomi dan drainase pleura. Prosedur ini dianggap lebih
tidak traumatik, dengan intensitas nyeri yang lebih rendah,
bekas luka tindakan yang lebih kecil, dan lebih jarang terjadi

Makalah Workshop Bronchoscopy and Interventional Pulmonology KONKER XVI PDPI 2019
komplikasi akibat tindakan. Kateter pigtail terdiri dari dua jenis,
yaitu Cook 8.5 Fr dan Cook Wood 6 Fr.33. 11

Gambar 6. A. Kateter pigtail dengan katub Heimlich. B,C. Insersi


kateter menggunakan trocar. D. Drain dihubungkan dengan kantong
pengumpul cairan.
Dikutip dari (12)
.
Kontraindikasi absolut pemasangan kateter pigtail
adalah perlengketan paru ke dinding dada pada seluruh
hemitoraks. Kontraindikasi relatif untuk dilakukannya
pemasangan pigtail kateter adalah adanya koagulopati yang
tidak dapat dikoreksi, meningkatnya risiko perdarahan, dan
infeksi pada tempat insersi. Pemeriksaan darah lengkap dan
pencitraan penting untuk tatalaksana komplikasi pemasangan
kateter pigtail. 13 Kekurangan dari prosedur ini dikarenakan sifat
dari kateter yang lebih lunak sehinga dapat membelit dan terjadi
sumbatan sehingga mengganggu drainase pneumotoraks

Makalah Workshop Bronchoscopy and Interventional Pulmonology KONKER XVI PDPI 2019
pada saat terjadi kebocoran. Ujung dari kateter berbahan
logam sehingga pada pasien tidak dapat dilakukan pemeriksaan
MRI dengan terdapat kateter in situ. 14

Kesimpulan
1. Biopsi pleura mempunyai peranan penting untuk mengevaluasi
penyakit pleura dengan atau tanpa efusi
2. Biopsi pleura dengan prosedur Abrams merupakan teknik biopsi
sederhana dan tidak invasif sehingga komplikasi yang terjadi lebih
sedikit, namun sensitivitas diagnostik dari prosedur biopsi jarum
Abrams berdasarkan studi semakin menurun.
3. Video-assisted thoracic surgery mempunyai sensitivitas diagnosis lebih
tinggi namun membutuhkan anestesi umum dengan ventilasi satu
dalam menjalankan prosesnya.
4. Pleuroskopi merupakan prosedur invasif minimal yang dapat dilakukan
pada pasien dengan pernapasan spontan, dapat digunakan
untuk tindakan diagnostik maupun terapeutik.
5. Penggunaan IPC meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir
karenamenggunakan pendekatan rawat jalan, meminimalisasi
gejala, dan menghindari komplikasi akibat pleurodesis.
6. Kateter pigtail saat ini mulai dipilih sebagai pilihan alternatif
selain torakotomi dan drainase pleura karena prosedur ini dianggap
lebih tidak traumatik, intensitas nyeri yang lebih rendah, bekas luka
tindakan yang lebih kecil dan jarang terjadi komplikasi akibat tindakan.

Daftar Pustaka

1. Srour N, Amjadi K, Forster AJ, Aaron SA. Management of malignant


pleural effusions with indwelling pleural catheters or talc pleurodesis.
Can Respir J. 2013;20(2):106-10.
2. Zarogoulidis K, Zarogoulidis P, Darwiche K, Tsakiridis K, Machairiotis
N, Kougioumtzi, et al. Malignant pleural effusion and algorithm
management. J Thorac Dis. 2013;5(S4):3-9

Makalah Workshop Bronchoscopy and Interventional Pulmonology KONKER XVI PDPI 2019
3. Light RW. Thoracentesis (diagnostic and therapeutic) and Pleural
biopsy. In: Light RW, ed. Pleural Disease. 6th ed.
Philadelphia:Lippincott Williams and Wilkins; 2013. p. 459-61.
4. Poddie DB. Video-assisted thoracic surgery (VATS) of the lung.
Surg Endosc. 2008:298-310.
5. Ng CSH. Uniportal VATS in Asia. J Thorac Dis. 2013;5(3):221-5.
6. Demmy TL. Overview and general consederation for video-assisted
thoracic surgery. In: Demmy TL, ed. Video-Assisted Thoracic
Surgery (VATS). Texas: Landes Bioscience; 2001. p. 1-30.
7. Lee P, Colt HG, Musani AI. Medical Pleuroscopy. Pakistan J Chest
Med. 2012;18(1):82-8.
8. Michaud G. Pleuroscopy for Diagnosis and Therapy for
Pleural Effusions. Chest J. 2010;138(5):1242-6.
9. Jones WD, Davies HE. Indwelling pleural catheters. Curr
Pulmonol Reports. 2015;4(1):1-9.
10. Boshuizen RC, Thomas R, Lee YCG. Advantages of
indwelling pleural catheters for management of malignant
pleural effusions. Curr Respir Care Rep. 2013;2(2):93-9.
11. Roberts ME, Neville E, Berrisford RG, Antunes G, Ali NJ.
Management of a malignant pleural effusion: British
Thoracic Society Pleural Disease Guideline 2010. Thorax.
2010;65(2):32-40.
12. Terra RM, Teixeira LR, Bibas BJ, Pego Fernandes PM, Vargas
FS, Jatene FB. Effectiveness and safety of outpatient
pleurodesis in patients with recurrent malignant pleural
effusion and low performance status. Clinics.
2011;66(2):211-6.
13. Bediwy AS, Amer HG. Pigtail catheter use for draining pleural
effusions of various etiologies. Int Sch Res Not. 2012;12:1-6.
14. Ghoneim AH, Elkomy H, Elshora AE. Usefulness of pigtail
catheter in pleurodesis of malignant pleural effusion.
Egypt J Chest Dis Tuberc. 2014;63(1):107-12.

Makalah Workshop Bronchoscopy and Interventional Pulmonology KONKER XVI PDPI 2019

Anda mungkin juga menyukai